Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai
pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju.
Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma bronkial
meningkat pada anak maupun dewasa. Prevalensi total asma bronkial di
dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Prevalensi tersebut sangat bervariasi pada tiap negara dan bahkan
perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Prevalensi
asma bronkial di berbagai negara sulit dibandingkan, tidak jelas apakah
perbedaan angka tersebut timbul karena adanya perbedaan kritertia
diagnosis atau karena benar-benar terdapat perbedaan (IDAI, 2010).
Sebenarnya asma bronkial bukan termasuk penyakit yang
mematikan, namun morbiditas dan mortalitas asma bronkial relatif
meningkat tiap tahunnya, menurut perkiraan WHO, sekitar 300 juta orang
menderita asma bronkial dan 255 ribu orang meninggal karena asma
bronkial di dunia pada tahun 2005 dan angka ini masih terus meningkat.
Dilaporkan pada bahwa tahun 1994 sekitar 5500 pasien asma bronkial
meninggal di Amerika. Angka kematian pada setiap kelompok usia
meningkat pada tahun 1980-1995. Kematian akibat asma bronkial pada
semua usia meningkat 3,4% tiap tahun, sejak tahun 1980-1998. Kematian
mencapai 3,8 per 1 juta anak pada tahun 1996, menurun menjadi 3,1 per 1
juta anak pada tahun 1997, dan meningkat kembali 3,5 per 1 juta anak
pada tahun 1998. Berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000, terdapat
4487 kematian akibat penyakit asma bronkial atau 1,6 per 100.000
populasi (NCHS, 2003).
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh badan
penelitian dan pengembangan kesehatan dalam rangka mengetahui
berbagai prevalensi penyakit pada tahun 2007 mendapatkan bahwa
prevalensi penyakit asma bronkial di Indonesia adalah sebesar 3,32%.
2

Prevalensi asma bronkial terbesar adalah di provinsi Gorontalo yaitu


sebesar 7,23%, dan terendah adalah di provinsi NAD (Aceh) sebesar
0,09%. Sedangkan prevalensi asma bronkial pada provinsi Lampung
adalah 1,45%.
Sidhartani (1994) meneliti 632 anak usia 12-16 tahun di Semarang
dan menemukan prevalensi asma bronkial 6,2%. Penelitian multisenter di
beberapa pusat pendidikan di Indonesia mengenai prevalensi asma
bronkial pada anak usia 13-14 tahun (SLTP) menghasilkan angka
prevalensi di Palembang 7,4%; di Jakarta 5,7%; dan di Bandung 6,7%
bronkial maka skor kualitas hidupnya semakin rendah. Dimana skor
kualitas hidup dinilai melalui keadaan fisik, emosi, sosial, dan
hubungannya dengan penyakit asma bronkial yang diderita melalui sebuah
kuisioner yang ditanyakan kepada subyek penelitian.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, karakteristik asma bronkial
pada anak digambarkan melalui faktor-faktor risiko yang terdapat pada
anak penderita asma bronkial. Faktor risiko asma bronkial adalah berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma bronkial,
kejadian asma bronkial, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat
penyakit asma bronkial.
Risiko berkembangnya asma bronkial merupakan interaksi antara
faktor pejamu (host faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini
termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya
asma bronkial, yaitu genetik, alergik (atopi),hipereaktivitas bronkus, jenis
kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan
kecenderungan atau predisposisi asma bronkial untuk berkembang
menjadi asma bronkial, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma bronkial menetap. Termasuk dalam
faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok,
polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosio-ekonomi dan
besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik dengan lingkungan dipikirkan
melalui kemungkinan bahwa baik faktor lingkungan maupun faktor
genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma bronkial, dan
3

pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma bronkial pada


individu dengan genetik asma bronkial.Faktor-faktor yang mempengaruhi
asma bronchial akan berbeda pada tiap individu.
Penelitian di Australia menunjukan bahwa derajat beratnya
penyakit asma bronkial tidak banyak berubah dengan berjalannya waktu.
Sebagai konsekuensi, anak dengan asma bronkial berat saat usia sekolah
akan mengalami asma bronkial berat saat dewasa sampai berusia 35 tahun.
Sebaliknya, anak dengan asma bronkial ringan akan menunjukan gejala
yang ringan pada masa dewasa. Berdasarkan keadaan ini, bayi dan anak
kecil yang mempunyai risiko mengalami asma bronkial di kemudian hari
harus diidentifikasi agar strategi intervensi dini dapat ditentukan.
Berdasarkan hal tersebut kami kelompok tertarik untuk membuat
asuhan keperawatan pada anak dengan ganggaun sistem pernapasan asma
bronkial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asma bronkial?
2. Apa etiologi asma bronkial?
3. Apa manifestasi klinis asma bronkial?
4. Bagaimana patofisiologi asma bronkial?
5. Bagaimana penatalaksanaan asma bronkial?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan ganggaun
sistem pernapasan asma bronkial?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi asma bronkial.
2. Mengetahui etiologi asma bronkial.
3. Mengetahui manifestasi klinis asma bronkial.
4. Mengetahui patofisiologi asma bronkial.
5. Mengetahui penatalaksanaan asma bronkial.
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan ganggaun sistem
pernapasan asma bronkial.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Asma Bronkial


Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan pradangan. penyemitan ini bersifat berulang namun
revensible, dan di antar episode penyemptan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. (Nuratif, A Huda: 2015)
Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat
paparan terhadap suatu zat iritan atau alergan. (Nurhakim, Arif: 2013)
Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas
pendek, wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang
bengkak didalam bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama
disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. (Firdaus, Bustani:
2015)
Asma bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan
serangan berulang kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas
oleh karena peningkatan ketahanan aliran udara melalui pernafasan
bronkeolus. (Nurhakim, Arif: 2013)
Dari definisi-definisi di atas jadi dapat disimpulkan asma
merupakan penyempitan pada saluran pernapas yang di tandai dengan
adanya weezing.

B. Etiologi
Menurut berbagai penenelitian patologi dan etilogi Asma belum
diketahui dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan
dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon saluran napas yang
berlebihan di tandai dengan adanya kalor (panas karena vasolidasi), tumor
(esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangaan sensori),
5

dan function laesa (fungsi yang tergnggu). Dan rahang harus disertai
dengan infiltrasi sel-sel radang.
Sebagai pemicu timbulnya serangan asma dapat berupa:
1. infeksi ( inveksi virus RSV),
2. Keturunan
3. iklim ( prubahan mendadak suhu,tekanan udara,)
4. Inhalan (debu, kapuk, tunggau,sisa-sisa serangga mati, bulu
binatang, serbuk sari,bau asap,uap cat),
5. Makanan (putih telur,susu sapi,kacang tanah,coklat, biji-bijian
tomat),
6. obat Aspirin
7. kegiatan fisik olah raga berat,
8. kecapaian(tertawa terbahak bahak).
9. Dan emosi.

C. Klasifikasi
Menurut bruner dan sudart di jelaskan bahwa ada 3 jenis asma
diataranya:
1. Asma Alergik / Ekstrinsik
Asma ini disebabkan oleh alergen (misal: serbuk sari,
binatang, amarah, makanan dan jamur), kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.Pasien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat
medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik.
2. Asma Idiopatik / Non alergik
Asma ini tidak berhubungan dengan alergi spesifik.
Serangan asma ini di cetuskan oleh beberapa faktor common cold,
infeksi traktus, respiratorius, latihan, emosi. Beberapa agen
farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lain,
pewarna rambut, antagonis betaadrenergik dan agen sulfit
(pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor.Serangan asma
idiopatik/ non alergik menjadi lebih berat dan sering sejalan
6

dengan berlakunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis


akut dan emfisema.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dan bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau non
alergik.
Adapun dalam buku Apllikasi NANDA dan NIC-NOC asma dapat
di bedakan menjadi:
1. Asma bronkial
Penderita Asma bronkial, hipersensitif dan hiperakatif terhadap
rangsangan darri luar, seperti debu rumah,Bulu binatang, asap, dan
bahan lain penyebab alergi.Gejala kemunculan nya sangat
mendadak,sehingga ganguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika
tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko adanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyemitan ini akibat berkerut nya otot polos saluran
pernapasan,pembengkakan selaput lenditr, dan pembentukan
timbunan lender yang berlebihan.
2. Asma Kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala Asma
kardial biasanya terjadi di malam hari,di sertai sesak nafas yang
hebat, kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea.biasanya
terjadi pada saat penderita sedang tidur.
Menurut Mc connel dan Holgate Asma dibedakan menjadi:
1. Asma ekstrinsik: Munculnya pada waktu kanak-kanak
2. Asma intrinsic: di ntemukan tandan-tanda reaksi hipersensitifitas
terhadap alegen
3. Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik
7

D. Derajat Asma
Pembagian derajat asma menurut GINA (Global initiative for Asma)
1. Intermiten Gejala kurang dari 1 kali / minggu dan serangan singkat.
2. Persisten ringan Gejala lebih dari 1 kali / minngu tapi kurang dari 1
kali / hari
3. Persisten Sedang Gejala terjadi setiap hari
4. .Persisten berat Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi
Pembagian drajat asma menurut phelan dkk; sebagai berikut:
1. Asma episodic jarang
Ditandai oleh danya episode < 1x tiap -4-6 minggu, setelah
aktivitas berat
2. Asma episodic sering
Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dan timbul
pada aktivitas sedang. Gejala kurang dari 1x / minggu
3. Asma persisiten
Ditandai oleh sering nya episode akut, mengi pada aktivitas ringan
lebih dari 3x / minggu

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada asma, antara lain:
1. Sukar bernafas yang timbul intermitten
2. Terdengar wheezing pada waktu ekspirasi
3. Batuk dengan sputum yang kental
4. Ekspirasi memanjang dengan hiperinflasi nada
5. Pernafasan cuping hidung
6. Sianosis pada permukaan kuku
7. Dada terasa tertekan atau sesak,
8. Batuk,
9. Pilek,
10. Nyeri dada,
11. Thakipnea,
12. Retraksi otot dada,
8

13. Kelelahan,
14. Lemah,
15. Anoreksia,
16. Sianosis dan
17. Gelisah

F. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi,
iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan
menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast
tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast
yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator
seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan
produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan
menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya konsulidasi
pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru
terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2
dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan
menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam
kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis
respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida
sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan
terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi
klinis.
9

G. Pathway

Paktor Pencetus

Alegran/idiopatik

Edema dinding spasme otot polos sekresi mucus


bronkus bronkus berlebih

Menekan sisi Diameter bronkiolus


Ekpirasi
luar bronkus mengecil

Intoleransi Dispnea Bersihan jalan nafas


aktivitas tidak efektif

Perfusi paru tidak cukup Ketidakseimbangan nutrisi


mendapat ventilasi kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan pertukaran
gas

Bagan 2.1 Pathway Asma Bronkial


10

H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu:
1. Atelektasis
2. Emfisema dengan hiperinflasi kronis
3. Pneumothoraks
4. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis
5. Bronkhitis
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
7. Fraktur iga

I. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinophil
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast
cell (sel cetakan) dari cabang bronkus
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada
sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan
tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari
SGOT dan LDH
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang
di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
11

terdapatnya suatu infeksi. Pencetusnya allergen,


olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi
aktif, Pelepasan mediator humoral), histamine,
SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema
mukosa, sekresi meningkat, inflamasi
(penghambat kortikosteroid)
d) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi
peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.
b. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.
Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada
paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis
lokal.
4) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru
c. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
12

d. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi
right axis deviasi dan clock wise rotation
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
3) Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative
a. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru
b. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis
asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
13

J. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari program penanta
laksanaan asma meliputi 7 kompone yaitu: (perhimpuna dokter paru
Indonesia)
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan
mortality.edukasi tidak hanya ditunjukan untuk penderita dan
keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan seperti
pemegang keputusan, pembuatan perencanaan bidang kesehatan /
asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala antara 1-6 bulan
dan monitoring Asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada
penatalaksanaan asma. Hal tersebut di sebabkan berbagai factor
antara lain:
a. Gejala dan berat Asma berubah, sehingga membutuhkan
prubahan terapi,
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami prubahan
pada asmanya.
c. Daya ingat ( memori) dan motivasi penderita yang perlu di
riview, sehingga membantu penangannan asma trutama asma
mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan pfaktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
pentalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakkit ,
disebut sebagai asma terkontrol terdapat 3 faktor yang perlu di
pertimbangkan:
a. Medikasi (obat obatan)
Medikasi asma di tunjukan untuk mengatasi dan
mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri atas
pengontrol dan palega.
14

b. Tahapan pengobatan
c. Penanganan Asma mandiri ( pelang Asma )
Hubungkan penderita-dokter yang baik adalah dasar
yang kuat untuk terjadi ke patuhan dan efektif
penatakalsanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita ,realistic/
memunkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol
asma. Bila memungkinkana ajakan perawat, farmasi, tenaga
fisioterafi pernapasan dan lain lain untuk membantu
memberikan edukasi dan menunjang keberhasilan
pengobatan penderita.
15

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKIAL

A. Pengkajian
1. Identitas klien/biodata
a. Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk
RS dan tanggal pengkajian
b. Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
2. Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau
tanpa produksi mucus; sering bertambah berat saat malam hari atau
dini hari sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya berat maka
gejala yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran seperti
mengantuk, bingung, saat serangan asma, kesulitan bernafas yang
hebat, takikardia, kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas,
berkeringat.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa
ditemukan menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau
paliatif/provokative merupakan hal atau faktor yang
mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau
meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan atau penyakit
yang dirasakan, R atau region adalah daerah atau tempat
dimana keluhan dirasakan, S atau severity adalah derajat
keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut, T atau time
adalah waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan
16

b. Riwayat kesehatan yang lalu


Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui
sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit
sekarang. Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat
perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan riwayat operasi.
Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang
pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit
sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau penyakit
serupa pengobatan yang dilakukan
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan asma pada anak, riwayat penyakit
keturunan atau bawaan seperti asma, diabetes melitus, dan lain-
lain.
d. Genogram
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran
pola asuh klien
e. Riwayat kehamilan dan persalinan
Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre
natal, natal, dan post natal.
1) Prenatal
Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan yang
dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat proses
persalinan, serta jumlah pemeriksaan kehamilan yang
dilakukan ibu pasien
2) Intra natal
Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah persalinan
secara normal atau memerlukan bantuan alat operasi
dan bagaimana keadaan bayi saat di lahirkan (langsung
menangis atau tidak)
17

3) Post natal
Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah mendapat
ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta bagaimana
refleks menghisap atau menelan
f. Riwayat imunisasi dan pemberian makan
1) Riwayat imunisasi
Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap
meliputi BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak,
Thypoid. Bila anak belum mendapat imunisasi tanyakan
dan catat imunisasi apa saja yang sudah dan belum
didapat serta tanyakan alasannya.
Bulan Tahun
Jenis Lh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
vaksin r

BCG 1
Hepatiti 1 2 3
sB
Polio 0 1 2 3 4 6
DPT 1 2 3 4 5
Campak 1 2
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotaviru 1 2 3
s
Influenz Diberikan setiap tahun
a
Varisela Di berikan 1x
MMR 1 2
Thypoid Ulangan tiap 3 tahun
Hepatiti 2x, interval 6-12 bulan
sA
HPV 3x
Tabel. 2.1 Jadwal imunisasi yang dianjurkan

2) Riwayat pemberian makan


Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa
diberikan makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa
jenis, porsi dan frekuensi yang diberikan dan tanyakan
makanan apa yang lebih disukai oleh anak.
18

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


1) Pengkajian riwayat pertumbuhan meliputi diantarnya
meliputi:
Berat badan sebelum sakit sampai saat sakit rata-rata
berat badan pada bayi bertambah 8.900-7.100 gram,
dan tinggi badan rata-rata bayi bertambah 2 cm.
2) Pengkajian perkembangan meliputi:
a) Personal sosial: Dada dengan tangan, tepuk
tangan
b) Motorik halus: Menaruh kubus dalam cangkir,
membentuk 2 kubus, memegang icik-icik
c) Motorik kasar: Duduk, merangkak, berdiri
berpegangan
d) Bahasa: Mengoceh, menirukan kata-kata,
menoleh kearah suara.
4. Pola kebiasaan
Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pola nutrisi
Nafsu makan anak pada umumnya berkurang atau hilang.
Pemberian ASI dari bayi lahir sampai usia 9 bulan
b. Pola istirahat/aktivitas
1) Gejala
Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas,
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktifitas atau latihan
2) Tanda
Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan
umum/kehilangan massa otot
19

c. Pola personal hygiene


Orang tua kadang merasa takut untuk memandikan anak yang
sedang sakit, sehingga perlu dikaji kebutuhan personal hygiene
bayi
5. Pemeriksaan fisik
c. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah
kelemahan fisik akibat kurangnya nafsu makan, gelisah,
kesulitan bernafas, kesulitan tidur, berkeringat, takikardia.
d. Tanda-tanda vital
Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran
normal
e. Antropometri
Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan
penurunan berat badan dari normal.
f. Head To Toe
1) Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan
kepala pasien, lingkar kepala. Pada asma tidak
ditemukan masalah pada saat dilakukan pemeriksaan
kepala.
2) Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil,
amati kelopak mata terhadap penetapan yang tepat,
periksa alis mata terhadap kesimetrisan dan
pertumbuhan rambutnya, amati distribusi dan kondisi
bulu matanya, bentuk serta amati ukuran iris apakah ada
peradangan atau tidak, kaji adanya oedema pada mata.
Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat
dilakukan pemeriksaan mata.
20

3) Hidung
Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas
cuping hidung
4) Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan,
kelembaban, pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah,
dan palatum terhadap kelembaban, keutuhan dan
perdarahan, amati adanya bau, periksa lidah terhadap
gerakan dan bentuk, periksa gigi terhadap jumlah, jenis
keadaan, inspeksi faring menggunakan spatel lidah.
Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas barbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan
5) Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati
penonjolan atau pendataran telinga, periksa struktur
telinga luar dan ciri-ciri yang tidak normal, periksa
saluran telinga luar terhadap hygiene, rabas dan
pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel apakah ada
nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang
menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya
nyeri tekan atau tidak
6) Leher
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang
penuh, periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar
getah bening, lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar
tiroid
7) Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau
tarikan dinding dada kedalam, amati jenis pernafasan,
amati gerakan pernafasan dan lama inspirasi serta
ekspirasi, lakukan perkusi diatas sela iga, bergerak
21

secara simentris atau tidak dan lakukan auskultasi


lapang paru
8) Abdomen
Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring
terlentang, periksa warna dan keadaan kulit abdomen,
amati turgor kulit. Lakukan auskultasi terhadap bising
usus serta perkusi pada semua area abdomen
9) Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas,
kelengkapan jari, apakah terdapat sianosis pada ujung
jari, adanya oedema, kaji adanya nyeri pada ekstremitas
10) Genetalia dan anus
Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi
ukuran genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-
tanda pembangkakan, periksa anus adanya robekan,
hemoroid, polip.
6. Data psikososial anak
Data psikososial menilai dampak-dampak hospitalisasi, termasuk
prosedur pada bayi dan keluarga. Pada pasien bayi lebih mudah cemas
karena tindakan yang dilakukan, kemungkinan pada bayi kehilangan
kontrol terhadap dirinya. Serta ketakutan bayi terhadap perlukaan
muncul karena bayi menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancap intregritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan
reaksi agresif dengan marah dan berontak, menangis dengan kencang
sambil berontak/berguling-guling dan selalu ingin tetap di pangkuan
ibunya
7. Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinophil
22

b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell


(sel cetakan) dari cabang bronkus
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum,
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat mucus plug
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan
tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
atau asidosis
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari
SGOT dan LDH
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di
atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya
suatu infeksi. Pencetusnya allergen, olahraga,
cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif,
Pelepasan mediator humoral), histamine, SRS-A,
serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa,
sekresi meningkat, inflamasi (penghambat
kortikosteroid)
d) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi
peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.
b. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.
Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada
paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah
23

2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka


gambaran radiolusen akan semakin bertambah
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis
lokal.
4) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru
c. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
d. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran
yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi
right axis deviasi dan clock wise rotation
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
3) Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative.
e. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru
f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer)
24

golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak


lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
8. Pengobatan/terapy
a. Pengobatan non farmakologik:
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisiotherapy
5) Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik:
1) Bronkodilator (obat yang melebarkan saluran nafas)
Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)
2) Santin (teofilin)
3) Kromalin
4) Ketolifen

B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Adanya mucus yang Paktor prncetus
berlebih.
adanya obstruksi jalan Alegran/idiopatik
nafas reversible
Ketidakefektifan
kesulitan bernapas. Sekresi mucuc berlebih
bersihan jalan napas

Diameter bronkus
mengecil
25

Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
Letih, lelah, Paktor prncetus
takikardia, dan
kesulitan bernapas Alegran/idiopatik

Sekresi mucuc berlebih

Diameter bronkus
mengecil
Gangguan
pertukaran gas
Dispnea

Perfusi paru tidak


cukup mendapat
pentilasi

Gangguan pertukaran
gas
Keletihan, Gelisah, Paktor prncetus
insomnia, Kelemahan
umum/kehilangan Alegran/idiopatik
massa otot
Sekresi mucuc berlebih

Intoleransi aktivitas
Diameter bronkus
mengecil

Dispnea

Intoleransi aktivitas
Kurang nafsu makan, Paktor prncetus Ketidakseimbangan
26

Berat badan kurang nutrisi kurang dari


dari normal Alegran/idiopatik kebutuhan tubuh

Sekresi mucuc berlebih

Diameter bronkus
mengecil

Dispnea

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Tabel. 2.2 Analisa Keperawatan

C. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus, mucus dalam jumlah berlebih dan
eksudat dalam alveoli dan bronkospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi
karbondioksida.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang darai kebutuhan tubuh
berhubungan dengan laju metabolik dispne saat makan dan
kelemahan otot mengunyah.
27

D. Perencanaan Keperawatan
Dx. Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah dilakuakn 1) Auskultasi 1) Beberapa derajat
tindakan 3x24 bunyi nafas dan spasme bronkus
jam diharapkan catat adanya terjadi dengan
bersihan jalan abnormalitas, obstruksi jalan
nafas klien bunyi napas napas dan
efektif. Dengan seperti mengi dapat/tidak
kriteria hasil dimanifestasikan
setelah dilakukan dengan adanya
intervensi, anak napas yang
akan bernapas abnormal
dengan mudah 2) Kaji/pantau 2) Takipnea
tanpa dyspnea. frekuensi biasanya ada
pernapasan, pada beberapa
catat rasio derajat dan
inspirasi/ekspira dapat ditemukan
si pada
penerimaan atau
selama
stress/adanya
proses infeksi
akut
3) Catat adanya 3) Disfungsi
derajat dyspnea, pernafasan
distress adalah variable
pernapasan, yang tergantung
penggunaan otot pada tahap
bantu proses akut yang
pernapasan menimbulkan
perawatan di
rumah sakit
4) Tempatkan anak 4) Peninggian
pada posisi kepala tempat
yang nyaman, tidur
seperti memudahkan
meninggikan fungsi
kepala tempat pernapasan
tidur dengan
menggunakan
gravitasi
28

5) Pertahankan 5) Pencetus tipe


polusi alergi
lingkungan. pernapasan
Contoh: debu, dapat
asap dll. menimbulkan
episode akut
6) Berikan obat 6) Merelaksasikan
bronkodilator otot halus dan
sesuai indikasi menurunkan
spasme jalan
napas, mengi
dan produksi
mukosa
2. Setelah dilakukan 1) Kaji/awasi 1) Melihat adanya
tindakan 1x24 secara rutin sianosis perifer
jam diharapkan kulit dan atau sentral
Gangguan membran
pertukaran gas mukosa
adekuat. 2) Palpasi fremitus 2) Penurunan
getaran vibrasi
diduga adanya
pengumpulan
cairan/udara
3) Awasi tanda 3) Takikardi,
vital dan irama disritmia, dan
jantung perubahan
tekanan darah
dapat
menunjukan
efek hipoksemia
sistemik pada
fungsi jantung
4) Posisikan 4) Untuk
pasien pada meningkatkan
posisi yang pertukaran gas
nyaman yang optimal
5) Berikan O2 5) Memperbaiki
sesuai indikasi atau mencegah
memburuknya
hipoksia
3. Setelah dilakukan 1) Dorong 1) Mengurangi
tindakan 1x24 aktivitas yang penggunaan
29

jam diharapkan sesuai dengan energi yang


klien dapat kondisi dan berlebihan
beraktifitas kemampuan
seperti biasanya pasien
dengan kriteria 2) Beri 2) Untuk
hasil pasien kesempatan menghindari
tampak segar dan anak untuk keletihan pada
dapat beraktifitas tidur, istirahat pasien
dengan dan aktivitas
kemampuannya yang tenang

4. Setelah dilakukan 1) Kaji kebiasaan 1) Pasien distress


tindakan 3x24 diet, masukan pernafasan akut
jam diharapkan makanan saat sering anoreksia
kebutuhan nutrisi ini dan catat karena dyspnea
anak terpenuhi derajat
dengan kriteria kerusakan
hasil anak makanan
menunjukan 2) Sering lakukan 2)
Rasa tak enak
eningkatan berat perawatan oral,dan bau dapat
badan. buang secret, menurunkan
berikan wadah nafsu makan
khusus untuk dan dapat
sekali pakai menyebabkan
mual muntah
dengan
peningkatan
kesulitan nafas
3) Berikan O2 3) Menurunkan
tambahan dyspnea dan
ketika makan meningkatkan
sesuai indikasi energi untuk
makan,
sehingga dapat
meningkatkan
masukan
Tabel. 2.3 Perencanaan Keperawatan Asma Bronkial
30

E. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan
yang dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi
yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan
saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan
keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan
dokumentasi.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi berbeda
dengan orang dewasa. Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan
bayi maupun dengan orang tua sangat diperlukan. Disamping itu harus
memperhatikan dampak hospitalisasi bagi bayi dan orang tua.

F. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Intervensi dikatakan
berhasil apabila tujuan dari masing-masing diagnosa tercapai yang
diataranya:
1. Bersihan jalan nafas anak efektif.
2. Gangguan pertukaran gas adekuat.
3. Anak dapat beraktifitas seperti biasanya.
4. Kebutuhan nutrisi anak terpenuhi.
31

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan asma merupakan penyempitan pada saluran
pernapasan yang di tandai dengan adanya weezing. menurut berbagai
penenelitian patologi dan etilogi Asma blum diketahui dengan pasti
penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan di tandai dengan
adanya kalor (panas karena vasolidasi),tumor (esudasi plasma dan edema),
dolor ( rasa sakit karena rangsangaan sensori), dan function laesa ( fungsi
yang tergnggu). Dan raang harus disertai dengan infiltrasi sel-sel radang.
(sudoyo aru dkk) sebagai pemicu timbulnya serangan serangan dapat
brupa infeksi ( inveksi virus RSV), iklim ( prubahan mendadak
suhu,tekanan udara,) Inhalan (debu, kapuk, tunggau,sisa-sisa serangga
mati, bulu binatang, serbuk sari,bau asap,uap cat), Makaan (putih
telur,susu sapi,kacang tanah,coklat, biji-bijian tomat), obat Aspirin
kegiatan fisik olah raga berat,kecapaian,tertawa terbahak bahak). Dan
emosi.
Selain itu ada pula Pembagian drajat asma menurut GINA (Global
initiative for Asma) yang diantaranya: Intermiten Gejala kurang dari 1
kali / minggu dan serangan singkat, Persisten ringan Gejala lebih dari 1
kali / minngu tapi kurang dari 1 kali / hari, Persisten Sedang Gejala terjadi
setiap hari dan Persisten berat Gejala terjadi setiap hari dan serangan
sering terjadi.

B. Saran
Sebaiknya dalam pengkajian pada asuhan keperawatan anak harus
benar-benar lengkap mulia dari imunisasi dan sebagainya. Selain
ituapabila menderita penyakit asma sebaiknya jaga pola hidup agar asma
dapat diminimalisir timbulnya atau terkena serangannya.

Anda mungkin juga menyukai