Anda di halaman 1dari 32

BAB I

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

FUNGSI SISTEM PERKEMIHAN

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi
sisa-sisa hasil metabolism tubuh. Selain mempunyai fungsi eliminasi, system perkemihan juga
mempunyai fungsi lainnya yaitu sebagai berikut :

1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan ke
dalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta melepaskan rennin.
2. Meregulasi konsentrasi plasma dan sodium, potassium, klorida, dan mengontrol kuantitas
kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta menjaga batas on kalsium dapat
menyintesis kalsitrol.
3. Megonstribusi stabilisasi pH darah dengan mengontrol jumlah keluarnya ion hydrogen
dan ion bikarbonat ke dalam urine.
4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi tersebut
pada saat proses eliminasi produk sisa, terutma pada saat pembuangan nitrogen seperti
urea dan asam urat.
5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi yang
dapat merusak jaringan.

Aktivitas system perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah dalam
batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan dari fisiologia di atas akan memberikan
dampak yang fatal.

ORGANISASI SISTEM PERKEMIHAN

System perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Untuk menjaga
ekskresi, system perkemihan mempunyai dua ginjal. Organ ini memproduksi urine yang
berisikan air, on-ion, dan senyawa-senyawa solute yang kecil. Urine meninggalkan kedua ginjal
dan melewati sepasang ureter menuju dan ditampung sementara pada kandung kemih. Proses

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 1


ekskresi urine dianamakan miksi, terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih
menekan urine untuk keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh.

1. GINJAL

Secara anatomi kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari kolumna tulang belakang antara T12
dan L3. Ginjal kiri terletak agak lebih superior disbanding ginjal kanan. Permukaan anterior
ginjal kiri deselimuti oleh lambung, pancreas, jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri. Permukaan
superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal.

Posisi dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen diperliahara oleh :

(1) Dinding peritoneum,


(2) Kontak dengan organ-organ visceral, dan
(3) Dukungan jaringan penghubung.

Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah penjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi lebar; dan 3 cm pada
sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g.

Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar. Bagian
dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase
ureter melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup
kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal. Korteks ginjal merupakan lapisan bagian dalam
sebelah luar yang bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medulla ginjal terdiri atas 6-18 piramid

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 2


ginjal. Bagian dasar piramis bersambungan dengan korteks dan di antara pyramid dipisahkan
oleh jaringan kortikal yang disebut kolum ginjal.

a. Nefron

Ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal di mana apabila dirangkai akan mencapai
panjang 145 km (85 ml). ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada
keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap
di mana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10%setiap 10 tahun, jadi pada usia
80 tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit daripada usia 40 tahin. Penurunan
fungsi ini tidak mengancam jiwa karena perubahan adaptif sisa nefron dalam mengeluarkan
produk sisa yang tepat (Guyton, 1997).

Nefron terdii atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah
dan tubulus yang panjang di mana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam
perjalanannya menuju pelvis ginjal.

Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke duktus pengumpul (collecting


duct). setiap tubulus pengumpul untuk membentuk duktus yang lebih besar.

Glomerulus tersusun dari suati jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan
beranastomosis, mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan
dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh
glomerulus dibungkus dalam kapsul Bowman.

Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsul Bowman dan
kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal,
cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medulla renal. Setiap lengkung terdiri atas
cabang desenden dan asenden. Binding/ikatan cabang desenden dan ujung cabang asenden yang
paling rendah sangat tipis, oleh karena itu, disebut bagian tipis dari ansa Henle. Ujung cabang
asenden tebal merupakan bagian tebal yang pendek, yang sebenarnya merupakan plak pada
dindingnya, dan dikenal sebagai macula densa. Setelah macula densa, cairan memasuki tubulus
distal, yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus proksimal.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 3


Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus rektus dan tubulus koligentes kortikal,
yang menuju ke duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medulla dan bergabung
membentuk duktus yang lebih besar secara progresif yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal
melalui ujung papilla renal.

Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan di atas,
tetapi tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa
ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal;
nefron tersebut mempunyai ansa Henle pendek yang hanya menembus ke dalam medulla dengan
jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal nefron bertanggung jawab terhadap (1) reabsorpsi
seluruh substrat organik yang masuk tubulus, (2) reabsorpsi 90% lebih dari air yang difiltrasi,
dan (3) sekresi air dan produk sisa ke tubulus yang hilang pada saat proses filtrasi.

Kira-kira 20-30% nefron mempunyai gromerulus yang terletak di korteks renal sebelah
dalam dekat medulla dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang
panjang dan masuk sangat dalam ke medulla. Pada beberapa tempat semua berjalan menuju
ujung papilla renal.

Struktur vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang
menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sitem tubulus dikelilingi oleh jaringan
kapiler peritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas
dari gromerulus turun ke bawah menuju medulla bagian luar dan kemudian membagi diri
menjadi kapiler-kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah
menuju medulla dan terletak berdampingan dengan ansa Henle. Seperti ansa Henle, vasa rekta
kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 4


b. Aliran Darah Ginjal

Gambar 1.1 Aliran Darah Ginjal

Ginjal menerima sekitar 1200 ml darah per menit atau 21% dari curah jantung. Aliran
darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan,
tetapi agar ginjal dapat secara terus menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan
menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu mempertahankan volume darah, memastikan
keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan ph, serta membuang produk-produk
metabolisme sebagai urea.

Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena renalis,
kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri skuata, asteri
interlobularis (juga disebut arteri radialis), dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler
glomerulus dalam gromerulus dimana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein
plasma) difiltrasi untuk memulai pembentukan urine.

Ujung distal kapiler dari setiap gromerulus bergabung untuk membentuk arteriol aferen,
yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal.

Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu rangkaian dan dipisahkan oleh
arteriol eferen yang membantu untuk mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat
kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler gromerulus (kira-kira 60 mmHg)
menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang lebih jauh lebih

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 5


rendah pada kapiler peritubulus (kira-kira 13 mmHg) menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat.
Dengan mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik
kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus
dan/atau reabsorpsi tubulus sebagai respons terhadap kebutuhan homeostatic tubuh (Guyton,
1997 dalam buku Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012)

Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan
secara parallel dengan pembuluh arteriol dan secara progresif membentuk vena interlobularis,
vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis yang meninggalkan ginjal di samping arteri
renalis dan ureter.

c. Pembentukan Urine

Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal,
yaitu (1) filtrasi gromerulus, (2) reabsorpsi zat dari tubulus renal ke dalam darah, dan (3) sekresi
zat dari darah ke tubulus renal.

Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari
kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk protein,
difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman
hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula
Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut
spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ked
lam tubulus.

Produksi urine akan memelihara homeostasis tubuh dengan meregulasi volume dan
komposisi dari darah. Proses ini berupa ekskresi dan eliminasi dari berbagai larutan, terutama
hasil sisa metabolisme yang meliputi Urea, Kreatinin, Asam Urat.

Produk sisa harus diekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi juga akan
mengalami kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan
konsentrasi osmotik 1200 sampai 1400 mOsm/L, melebihi empat kali konsentrasi plasma.
Apabila kedua ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan produk filtrasi dan filtrasi

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 6


gromerulus, kehilangan cairan yang banyak akan berakibat fatal dimana terjadi dehidrasi pada
beberapa jam kemudian. Untuk memenuhi hal tersebut, ginjal memerlukan tiga proses berbeda,
yaitu sebagai berikut:

1) Filtrasi.
Pada saat filtrasi, tekanan darah akan menekan air untuk menembus membrane filtrasi.
Pada ginjal, membran filtrasi terdiri atas glomerulus, endothelium, lamina densa, dan
celah filtrasi.
2) Reabsorpsi.
Reabsorpsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrate, melintasi epitel tubulus dan ke
dalam cairan peritubular. Kebanyakan material yang diserap kembali adalah nutrient gizi
yang diperlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, dan
bikarbonat, direabsorpsi dengan sangat baik sehingga hanya sejumlah kecil saja yang
tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi
secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat
tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus.
3) Sekresi.
Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel tubulus dan menuju cairan
tubulus. Sekresi merupakan proses penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh
material yang dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk membuang
beberapa material, seperti berbagai jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine.

Pada saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan cairan yang hilang tidak berisi
substrat organik yang bermanfaat, seperti glukosa, asam amino yang banyak terdapat di dalam
plasma darah. Material yang berharga ini harus diserap kembali dan ditahan untuk digunakan
oleh jaringan lain.

Setiap proses filtrasi gromerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi
natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan
peningkatan ekskresi dalam urine.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 7


Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap laju ekskresi.
Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau reabsorpsi dapat menyebabkan
perubahan yang relatif besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi
gromerulus (GFR) yang hanya 10% (dari 180 menjadi 198 liter/hari) akan menaikan volume
urine 13 kali lipat (dari 1,5 menjadi 19,5 liter/hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan.

d. Filtrasi Gromerulus

Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang intertisium, kemudian ke dalam kapsula
Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir tidak ada yang
mengalami filtrasi.

Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi di
seluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus sangat
permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya
yang mendorong filtrasi plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman lebih
besar daripada gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan demikian,
terjadi filtrasi bersih cairan ke dalam ruang Bowman. Cairan ini kemudian masuk dan berdifusi
ke dalam kapsula Bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh nefron. Pada glomerulus,
adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotatik koloid pada kedua sisi kapiler menyebabkan
terjadinya perpindahan cairan.

2. URETER

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari
pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada orang dewasa, panjangnya kurang lebih 20 cm.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine
ke kandung kemih.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 8


Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot polos
yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran
kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter.

Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung
kemih. Normalnya ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa sentimenter menembus
kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural kemudian berlanjut pada ureter
submukosa. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan
ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urine dari kandung kemih saat terjadi tekanan di
kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan
tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus kandung kemih membuka dan memberi
kesempatan kandung urine mengalir ke dalam kandung kemih.

3. KANDUNG KEMIH

Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal, dimana pada orang dewasa besarnya adalah 300-450 ml. Pada
saat kosong, kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di
atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi.

Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Pada dinding kandung kemih terdapat 2 bagian yang besar. Ruangan yang
berdinding otot polos adalah sebagai berikut:

a) Badan (korpus) merupakan bagian utama kandung kemih dimana urine berkumpul.
b) Leher (kolum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 9


Serat-seratnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg, dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot
detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel
otot ke sel yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor,
dari satu sel otot ke sel otot yang berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih.

Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk ke dalam uretra posterior dan
kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi di trigonum. Trigonum sangat
dikenal dengan mukosanya, yaitu lapisan paling dalam kandung kemih yang memiliki testur
paling lembut dibandingkan dengan lapisan-lapisan lainnya yang berlipat-lipat berbentuk rugae.
Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot
detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 sentimeter lagi di bawah mukosa kandung kemih
sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.

Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 sampai tiga sentimeter, dan
dindingnya terdiri atas otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastis.
Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan
leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urine, dan oleh karena itu mencegah
pengosongan kandung kemih sampai pada saat tekanan puncak yang dilakukan oleh otot-otot
kandung kemih dalam mendorong urine keluar melalui uretra.

Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang


mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot
lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri atas otot
polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan
secara sadar untuk menahan miksi (berkemih) bahkan bila kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.

Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan
medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medulla spinalis

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 10


segmen S2 dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf motorik. Serta
sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari
uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex
yang menyebabkan kandung kemih melakukan kontraksi pada proses miksi.

Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini
berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih, saraf postganglion
pendek, kemudian mempersarafi otot detrusor.

Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi
kandung kemih. Hal yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus
pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih, yang mempersarafi dan mengontrol sfingter
otot lurik pada sfingter. Selain itu, kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian
simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama hubungan dengan segmen L2 medula spinalis.
Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit memengaruhi
kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan
mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan terasa
nyeri.

4. URETRA
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung kemih melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan
kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh system
simpatik sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan
urine.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih
23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 11


lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranasea. Pada bagian
posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan veromontanum, dan di sebelah
proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat Krista uretralis. Bagian akhir dari vas
deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum,
sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang terbesar di uretra
prostatika.

5. KELENJAR PROSTAT
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior kandung kemih, di
depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran
4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri
atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyunggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulasi. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretoris dan bermuara di uretra posterior untuk
kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan
prostat merupakan 25% dari seuruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik dari
korda spinalis S2-4 dan simpatik dari verves hipogastrikus (T10-L2).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti
pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos tersebut
dipertahankan. Jika kelenjar ini mengalami hyperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuat uretra posterior menjadi buntu sehingga mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran kemih.

e. Berkemih
Berkemih (micturition) adalah pengeluaran urine dari tubuh. Berkemih terjadi sewaktu
sfingter uretra internal dan eksternal di dasar kandung kemih berelaksasi. Kandung kemih terdiri
atas sel-sel otot polos, yang dipersarafi oleh neuron-neuron sensorik yang berespons terhadap

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 12


peregangan kandung kemih dan serat-serat parasimpatis yang berjalan dari daerah sacrum ke
kandung kemih. Bagian otot polos yang terletak di dasar kandung kemih (sfingter internal) juga
dipersarafi oleh saraf parasimpatis. Sfingter eksternal terdiri atas otot-otot rangka dan terletak di
uretra bagian atas.
Sfingter eksternal dipersarafi oleh neuron-neuron motorik dari saraf pundendus. Apabila
urine menumpuk, maka terjadi peregangan kandung kemih yang dirasakan oleh serat-serat aferen
yang mengirim sinyal ke korda spinalis. Saraf parasimpatis ke kandung kemih diaktifkan
sehingga menyebabkan kontraksi otot polos.
Sewaktu kandung kemih berkontraksi, sfingter internal membuka. Pada proses
selanjutnya, informasi sensorik mengenai peregangan kandung kemih berjalan dari korda
spinalis ke batang otak dan korteks serebrum sehingga individu dapat merasakan keinginan
berkemih.
Neuron-neuron desendens dari otak dapat menghambat atau merangsang reflex spinal
untuk mengosongkan kandung kemih. Jaras desendens ini menghambat pengeluaran urine
dengan menimbulkan kontraksi pada otot-otot rangkadi panggul.
Untuk mempermudah berkemih, otot-otot rangka dapat secara sadar direlaksasikan.
Konrol velunter atas berkemih mulai berfungsi pada anak sebelum atau pada saat berusia 3 atau
4 tahun. Namun, kontrol tersebut dapat terganggu kapan saja oleh penyakit atau cedera susunan
saraf pusat atau trauma korda spinalis.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 13


BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

Gambar 2.1. Prostat Normal & Benigna Prostat

A. PENGERTIAN
1. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,
(Corwin, 2000).
2. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
3. Hiperplasia prostat jinak (BPH)adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
4. BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002).

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 14


B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

Gambar 2.2 Prostat Normal & BPH

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 15


C. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala iritatif meliputi :
1) Peningkatan frekuensi berkemih
2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
5) Pancaran urin melemah
6) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
7) Kalau mau miksi harus menunggu lama
8) Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
9) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
10) Urin terus menetes setelah berkemih
11) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih.
12) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang
besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
1) Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,
frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
2) Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
3) Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 16


Gambar 2.3. Pembagian Derajat BPH

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi yang
ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan
penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel
prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan
inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan
oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut.
Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (-FGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim
5-a-reduktase. -FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan
infeksi.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 17


4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim
sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
5. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-
masing gejala yaitu :
(1) Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi
pada prostat yang membesar.
(2) Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
(3) Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum
puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
(4) Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
(5) Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
(6) Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter,
(7) Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit
urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai
complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
spingter.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 18


(8) Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
(9) Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
(10) Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
(11) Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
(12) Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 19


Gambar 2.4 Anatomi Sistem Perkemihan

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 20


Pathway BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 21


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
2. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak
perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15,
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
3. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek
pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai
penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan
harus dikaji.
4. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT,
golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
5. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan
volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan
hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG
dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin
dan batu ginjal.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 22


BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan
radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal
apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan
sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor,
divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks
urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu
melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan apabila tidak
diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasidan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

Gambar 2.5. Prostat Normal & BPH

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 23


G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih
maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung
kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan,
sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergik (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada otot
polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang.
2) Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah
yaitu :
1) Retensi urin berulang
2) Hematuri
3) Tanda penurunan fungsi ginjal
4) Infeksi saluran kemih berulang
5) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
6) Ada batu saluran kemih.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 24


1) Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil
tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat
pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah
belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan
pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan
spingter kandung kemih lebih sedikit.
d. Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan
prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca
prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan
bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi
tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat
menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan
kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu
karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 25


seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin.
Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.

2) Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).


Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan
dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3) TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )


TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila
tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat
berkemih dengan lancar.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 26


TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-
40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit
ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon tranuretral, ablasi jarum
transuretral.

Gambar 2.6. TURP BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

H. PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
1) Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
2) Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
3) Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4) Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 27


2. Post operasi
1) Irigasi/Spoling dengan Nacl
(1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
(2) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
(3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
(4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
(5) Hari ke 4 post operasi diklem
(6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
2) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
3) Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari,
bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti
dengan obat oral.
4) Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
5) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
6) Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7) DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8) Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9) Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10) Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan
dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat
membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
11) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
12) Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol berkemih.
Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
13) Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian jernih
hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 28


14) Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap
dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter
sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada
fossa prostatik.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 29


BAB III
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN BPH
(BENIGNA PROSTAT HYPERTROPHI)

A. PENGKAJIAN
1. Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
9) Kalau mau miksi harus menunggu lama
10) Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
11) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12) Urin terus menetes setelah berkemih
13) Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
14) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
1) Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2) Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
3) Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
4) Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
b. Data Obyektif
5) Ekspresi tampak menahan nyeri

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 30


6) Ada luka post operasi tertutup balutan
7) Tampak lemah
8) Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
1) Sering berkemih
2) Terbangun pada malam hari untuk berkemih
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
4) Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
5) Rasa tidak puas sehabis miksi
6) Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
7) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
8) Nyeri saat berkemih
9) Ada darah dalam urin
10) Kandung kemih terasa penuh
11) Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
12) Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
5. Kaji pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiografi
2) Urinalisa
3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 31


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses
bedah.
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologi
4) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan spasme kandung kemih.

b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
3) Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d kurangnya
paparan informasi.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca operasi.
5) Disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten dari TURP

KONSEP & ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BPH Page 32

Anda mungkin juga menyukai