Anda di halaman 1dari 143

RUMAH SAKIT UMUM

MITRA SEHAT

Jln.Limau Mungkur NO.28 Dusun II


Desa dagang kerawang telp.085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:

TENTANG

KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

Menimbang : bahwa seluruh staf bertanggung jawab melindungi dan


mengedepankan hak pasien dan keluarga Bahwa rumah
sakit mitra sehat menghormati hak pasien dalam beberapa
situasi hak istimewah keluarga pasien, Bahwa hak pasien
dan keluarga merupakan elemen dasar dari semua kontak
dirumah sakit, stafnya, serta pasien dan keluarganya.

Mengingat : undang-undang nomor 44 tahun 1999 tentang kesehatan.


Permenkes no. 159 b/1988 tentang rumah sakit. Keputusan
mentri kesehatn nomor 1333/menkes/SK/XII/1999 tentang
standar pelayanan rumah sakit. Surat edaran dirjen
pelayanan medic no. YM.01.04.3.5.2504 tentang pedoman
hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : keputusan direktur rumah sakit mitra sehat tentang


kebijakan hak pasien dan keluarga.

Pertama : TENTANG HAK PASIEN DAN KELUARGA

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan


peraturan yang berlaku dirumah sakit.
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien.
3. Memperoleh pelayanan yang manusiawi adil, jujur
dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar prosedur operasional.
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi.
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapat kan.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai denagan
keinginannya dan peraturan yang berlaku dirumah
sakit.
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang diderita
nya pada dokter lain(second opinion) yang
mempunyai surat ijin praktek(sip) baik didalam
maupun di luar rumah sakit.
9. Mendapatkan pripasi dan kerahasian penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan
yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya.
11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan
biaya pengobatan.
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Menjalan kan ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lain nya.
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan dirumah sakit.
15. Mengajuhkan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
rumah sakit terhadap dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
17. Menggugat dan/ atau menuntut rumah sakit apa bila
rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata atau
pidana.
18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan melalui media
cetak dan elektronik sesui dengan ketentuan praturan
perundang-undangan.

Kedua : KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA

1. Menaati peraturan dan tata tertib peraturan di rumah


sakit
2. mematuhi instruksi dokter dan perawat nya dalam
pengobatan nya
3. memberikan informasi yang jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang
merawat
4. melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah
sakit dan/ atau dokter.
5. Mematuhi hal-hal yang telaDh disepakati/ diperjanjikan

Tanjung morawa, 2016


DIREKTUR RSU MITRA SEHAT

(dr.Victor Eka Harianto)

PANDUAN

PELAYANAN KEROHANIAN

A. LATAR BELAKANG
Sakit bukan hanya masalah fisik semata tetapi lebih luas dari itu yaitu
menyangkut masalah psiko juga, dengan demikian kepedulian terhadap
mereka yang sakit seharusnya perlu dilihat secara utuh dan menyeluruh
dari segi bio,psiko,social,spiritual ( Komprehensip ).Menyadari hal
itu,maka mulai mengembangkan pola pelayanan terpadu yang disebut
Pola Pelayanan Holistik
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan
dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam
kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal,tidak ada yang mampu
membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam
pelayanan kesehatan.Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara
keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia
yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek
biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu
membangkitkan semangat pasien dalam proses penyambuhan.

B. DEFINISI
Pelayanan ini sangat berarti sebagai upaya meningkatkan rasa Pelayanan
kerohanian pasien adalah suatu usaha bimbingan percaya untuk
mendampingi dan menemui pasien berobat rawat masing.

diri kepadaTuhan Yang Maha Esa sebagai dzat yang menentukan


kehidupan manusia,sehingga motivasi ini dapat jalan maupun rawat
inap,agar mampu memahami arti dan makna hidup sesuai dengan
keyakinan dan agama yang dianut masing menjadi pendorong dalam
proses penyembuhan

Dala memberikan pelayan rohani juga terdapat batasan batasan yang


harus diperhatikan oleh petuga pemberi bimbingan rohani,adapun batasan
batasan dalam memberikan bimbingan rohani tersebut adalah :

a. Pelayanan rohani dan bimbingan kerohanian harus sesuai agama /


kepercayaan pasien.
b. Rumah sakit berespon dan memfasilitasi kebutuhan kerohanian
pasien
c. Bimbingan kerohanian harus pasien harus dilakukan sesuai dengan
agama / kepercayaan pasien
d. Sebelum memberikan bimbingan petugas rohani harus melakukan
identifikasi agama / kepercayaan pasien.
e. Seluruh staf yang memberikan pelayanan pasien harus memahami
dan menjalankan kebijakan ini.
f. Pelayanan rohani dapat berupa Motivasi, Konsultasi, Ceramah agama
dan agama yang dipimpin oleh rohaniawan.
g. Tidak dibenarkan untuk menggunakan pelayanan rohani sebagai
usaha untuk merekrut atau mengajak pasien atau keluarga pasien
memeluk atau mengubah kepercayaan yag sudah dianutnya.
h. Materi pelayanan rohani disesuaikan dengan kemampuan rohaniwan
dan kebutuhan rohani pasien.
i. Tidak dibenarkan untuk menjelekkan atau mencemarkan suatu
kepercayaan atau budaya tertentu dalam proses pelayanan rohani.
j. Tidkak dibenarkan untuk menjelakkan atau mencemarkan suatu
instansi termasuk rumah sakit dalam proses pelayanan rohani.
k. Tidak dibenarkan untuk memberikan keterangan dan / pendapat dan /
atau motivasi yang bertentangan dengan keterangan dokter,tenaga
l. Tidak dibenarkan untuk mempengaruhi pasien terkait pengambilan
persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap
pasien.
m. Tidak dibenarkan memungat biaya dalam bentuk apapun kepada
pasien.

C. RUANG LINGKUP
1. Panduan ini berlaku untuk semua pasien dan keluarga yang dirawat di
RSUD Sejiran Setason.
2. Pelaksana panduan ini adalah Petugas Bimbingan Rohani RSUD
Sejiran setason. Yang tugasnya adalah, sebelum mengunjungi pasien
petugas bimbingan rohani diharapka memperhatikan jadwal
kunjungan dan mendata pasien yang baru, kemudian mempersiapkan
data kunjungan dan buku tuntunan rohani bagi orang sakit yang akan
dibagikan / diberikan kepada pasien yang akan dikunjungi.
3. Ketika yang sakit adalah pasien bayi dan anak maka kunjungan
bimbingan rohani ditujukan kepada keluarga pasien.
D. TATA LAKSANA
a. Petugas mendatangi pasien kemudian memberikan informasi dan
menawarkan pelayanan rohani kepada pasien dan keluarga.

b. Jika pasien / keluarga menyetujui pelayan rohani,pasien atau keluarga


mengisi formulir Permintaan Pelayanan Rohani dan menentukan
Pelayanan Rohani yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan.

c. Petuga menghubungi rohaniawan.

d. Rohaniawan sebelum melakukan kegiatan rohani harus berdiskusi dulu


dengan dokter yang merawat untuk membahas Pelayanan Rohani
sesuai kondisi pasien.

e. Petugas Rohani yang diberikan untuk pasien gaduh gelisah harus


mendapat persetujuan dari penanggung jawab pasien dan dokter.

f. Rohaniawan mengucapkan salam dan melakukan Identifikasi pasien.

g. Rohaniawan memperkenalkan diri, dan menginformasikan pelayanan


rohani yang akan diberikan.

h. Rohaniawan rohani memberikan pelayanan rohani.

i. Rohaniawan mengucapkan salam.

j. Pelayan rohani diberikan dengan menggunakan media buku,


multimedia, dan bimbingan langsung dari rohaniawan.

k. Pasien atau Keluarga Pasien Mendatangi Form Materi pelayanan setiap


Bimbingan Rohani Pasien diberikan.

l. Apabila pasien atau keluarga membutuhkan pelayanan rohani jadwal


rutin, maka pasien atau keluarga pasien dapat menghubungi
rohaniawan melalui Perawat Rawat Inap.

m. Setiap rohaniawan yang memberikan pelayanan rohani di RSUD


harus mengharmati nilai nilai agama, budaya dan privasi dari setiap
pasien.
n. Apabila Pelayanan Rohani yang diberikan menimbulkan gangguan
terhadap Pasien (baik pasien yang meminta pelayanan rohani atau
bukan) maka rumah sakit berhak menghentikan proses pelayanan
Rohani yang sedang berlangsung.

SPO PELAYANAN KEROHANIAN


No. dokumen :
No.
Halaman:
Revisi :
/0/04/RSU MS/2016 1
0

RSU MITRA
SEHAT

Ditetapkan Oleh
STANDAR Tanggal Terbit : Direktur RSU MITRA
OPERASIONAL
SEHAT
PROSEDUR

(Dr.Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Pelayanan rohani yang dimaksud identik dengan pelayanan


spiritual kepada pasien. Hal ini menjadi penting karena pasien akan
dibantu dengan adanya perhatian (attention), dukungan
(sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding),
penyembuhan luka batin (inner-healing), serta doa (prayer). Apabila
pasien terlayani aspek rohaninya maka akan terjadi keseimbangan
dalam hidup dan berdampak positif untuk perjalanan pengobatan
penyakitnya.

TUJUAN 1. Tujuan Umum:

a. sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan

b. sebagai upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Tujuan Khusus:

a. Sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan kerohanian


bagi pasien yang dirawat.

b. Memenuhi kebutuhan spiritual pasien


KEBIJAKAN SK Direktur RSU MITRA SEHAT tentang Pelayanan Kerohanian
pada Pasien di Rumah Sakit Umum

PROSEDUR 1. Permintaan keluarga/pasien.


2. Keluarga/ pasien mengisi formulir permintaan.
3. Perawat menghubungi petugas Humas
4. Petugas Humas menghubungi rohaniawan.
5. Petugas Humas mengantarkan rohaniawan ke ruangan.
6. Pelayanan kerohanian dilaksanakan.
7. Rohaniawan mengisi Buku Kunjungan.
8. Pelayanan selesai.

1. Pimpinan RS

UNIT TERKAIT 2. Staf pelaksana pelayanan

3. Rawat Inap

4. Bagian Umum dan Kepegawaian

5. Bagian pelayanan kerohanian

CONTOH FORMULIR
PERMINTAAN PELAYANAN KEROHANIAN

IDENTITAS PASIEN :

TANGGAL LAHIR :

NO.RM :

AGAMA :
PERMINTAAN TANGGAL/JAM :

KONFIRMASI PETUGAS KEROHANIAN :

NAMA PETUGAS KEROHANIAN :

TANGGAL/JAM KEDATANGAN :

NO.TLPN/HP :

TANJUNG MORAWA,

TANGGAL:

TANDA TANGAN TANDA TANGAN

(PERAWAT) (PASIEN/KELUARGA

RUMAH SAKIT UMUM

MITRA SEHAT

Jln.SEI MERAH No.300


Desa Dagang Kerawang, telp. 085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:
TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN KEBUTUHAN PRIVASI PASIEN

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit Umum mitra sehat, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi
b. Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit mitra sehat
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
Kebijakan Direktur tentang asesmen nutrisionis dan
asesmen fungsional Rumah Sakit mitra sehat sebagai
landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di
Rumah Sakit mitra sehat.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit mitra sehat.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan 1333/1999 tentang
standar pelayanan rumah sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/2010
tentang standar pelayanan kedokteran
6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12/2012
tentang standar akreditasi Rumah Sakit
7 Keputusan Direktur Rumah Sakit RSU mitra sehat
tentang Tim Akreditasi Rumah Sakit mitra sehat.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Direktur Rumah Sakit mitra sehat
Provinsi Sumatera utara tentang Hak Pasien Dan
Keluarga, Pelayanan Kebutuhan Privasi Pasien
Kedua : Panduan pelayanan kebutuhan privasi pasien sesuai
yang tercantum dalam lampiran keputusan ini
Ketiga : Penjelasan mengenai Hak pasien dan keluarga lebih
lanjut dilakukan oleh staf Rumah Sakit RSU mitra
sehat yang kompeten dalam hal ini tenaga medis dan
tenaga perawat yang telah diberikan kewenangan
oleh direktur.
Keempat : Pembinaan dan pengawasan Hak pasien dan
keluarga Rumah Sakit Umum mitra sehat
dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pelayanan dan
Direktur Rumah Sakit mitra sehat.

Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya,


dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Tanjung morawa, 2016


Direkur RSU MITRA SEHAT

(Dr.Victor Eka Harianto)


PANDUAN PELAYANAN SESUAI KEBUTUHAN PRIVASI
PASIEN(CEK RM)CEK GENERAL CONSENT

A. Pendahuluan
Rahasia kedokteran diatur dalam beberapa peraturan/ketetapan yaitu:1.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1963 untuk dokter gigi yang menetapkan bahwa tenaga kesehatan termasuk
mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaaan,
pengobatan, dan/atau perawatan diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran. Pasal
22 ayat (1) b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan diatur bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan
tugas profesinya berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan identitas dan data
kesehatan pribadi pasien. Kode Etik Kedokteran dalam pasal 12 menetapkan:
setiap dokter wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia. Rahasia kedokteran
dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Dan pasal 51 huruf c Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 adanya
kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia. Berkaitan dengan pengungkapan rahasia
kedokteran tersebut diatur dalam pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 Tentang Rekam Medis sebagai berikut: Informasi
tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
atas perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.

Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang


meliputi persetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia kedokteran
karena keterkaitan satu sama lain. Jika menyangkut pengungkapan rahasia
kedokteran maka harus ada izin pasien (consent) dan bahan rahasia kedokteran
terdapat dalam berkas rekam medis.

Hak Atas Privasi


Hak privasi ini bersifat umum dan berlaku untuk setiap orang. Inti dari hak ini
adalah suatu hak atau kewenangan untuk tidak diganggu. Setiap orang berhak untuk
tidak dicampuri urusan pribadinya oleh lain orang tanpa persetujuannya. Hak atas
privasi disini berkaitan dengan hubungan terapeutik antara dokter-pasien ( fiduciary
relationship ). Hubungan ini di dasarkan atas kepercayaan bahwa dokter itu akan
berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan pengobatan. Pula
kepercayaan bahwa penyakit yang di derita tidak akan diungkapkan lebih lanjut
kepada orang lain tanpa persetujuannya.
Dalam pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /
2008 diatur bahwa penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pada saat pemeriksaan seperti wawancara klinis ,prosedur tindakan
,pengobatan, dokter atau perawat atau bidan atau petugas medis lainya wajib
melindungi privasi pasien seperti data pasien,diagnosa pasien,dan lainya,dapat juga
menutup korden pintu pada saat dilakukan pemeriksaan atau pengobatan semua
bergantung dari kebutuhan pasien

B. PENGERTIAN
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki
seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan
itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya
sukar dicapai oleh orang lain.
Adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk
mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau
kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan
dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak
lain.

Identifikasi privasi pasien adalah suatu proses untuk mengetahui kebutuhan


privasi pasien selama dalam rumah sakit

Privasi pasien adalah merupakan hak pasien yang perlu di lindungi dan di jaga
,selama dalam rumah sakit .

a. Faktor Privasi
Ada perbedaan jenis kelamin dalam privasi, dalam suatu penelitian pria lebih
memilih ruangan yang terdapat tiga orang sedangkan wanita tidak
memeprmasalahkanisi dalam ruangan itu. Menurut Maeshall prbedaan dalam
latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan privasi.
b. faktor situasional
Kepuasan akan kebutuhan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar
lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk mandiri.
c. faktor budaya
Pada penelitian tiap-tiap budaya tidak ditemukan perbedaan dalam banyaknya
privasi yang diinginkan tetapi berbeda dalam cara bagaimana mereka
mendapatkan privasi. Misalnya rumah orang jawa tidak terdapat pagar dan
menghadap ke jalan, tinggal dirumah kecil dengan dindidng dari bamboo terdiri
dari keluarga tunggal anak ayah dan ibu.

C. TUJUAN
Guna mengetahui kebutuhan pasien akan privasinya selama dalam rumah sakit
Sebagai bentuk kepedulian RS yang diterapkan untuk melindungi hak-hak asasi
pasien (hak privasi)

D. TATA LAKSANA
Untuk Rawat Inap

1. Perawat menerima pasien baru dan melakukan identifikasi pasien dengan


meminta pasien menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahir
2. Perawat memberikan informasi pada pasien - merujuk kepada cek list
pemberian informasi dengan menjelaskan mengenai hak dan kewajibanya
termasuk didalamnya hak akan privasi pasien selama dalam perawatan
3. Perawat melakukan koordinasi dengan pihak terkait sesuai dengan kebutuhan
pasien guna menjaga privasinya selama dalam perawatan:

menutup acces masuk pengunjung ( baik keluarga, kerabat)


menempatkan tanda/signage pada pintu masuk kamar
memastikan prefrensi pasien untuk gender atau jenis kelamin petugas
yang diberi izin masuk kamar
4. Pada semua tindakan atau pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter atau
perawat di kamar perawatan pastikan privasi pasien terlindungi dengan
:pintu dan tirai kamar tertutup
5. Untuk pasien yang akan transfer antar unit karena akan dilakukan
pemeriksaan penunjang atau pindah rawat/kamar, pastikan saat transfer
privasi pasien terlindungi, contoh dengan menggunakan selimut
6. Pastikan dokumen/ file pasien terdapat pada tempatnya
7. Memastikan seluruh staff rumah sakit tidak membicarakan hal-hal yang
menyakut pasien di area umum.
Untuk Pasien Rawat Jalan

1. Pada semua tindakan atau pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter atau
perawat di ruang konsultasi pastikan privasi pasien terlindungi
dengan :pintu dan tirai ruang konsultasi tertutup
2. Memastikan seluruh staff rumah sakit tidak membicarakan hal-hal yang
menyakut pasien di area umum

E. Penutup
Pelayanan Kebutuhan Privasi Pasien dilakukan kepada semua pasien yang
ada di Rumah Sakit Islam Sultan Agung baik rawat jalan ataupun rawat inap, baik
dengan tanggungan pembiayaan oleh asuransi atau pasien yang membiayai diri
sendiri. Ketentuan yang ada dalam panduan pelayanan kebutuhan privasi pasien ini
harus ditaati dan dipatuhi oleh seluruh tenaga kesehatan dan staf yang bekerja di
Rumah Sakit Umum Mitra Sehat.
SPO PELAYANAN SESUAI KEBUTUHAN PRIVASI PASIEN

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman


..../0/04/RSU MS/2016 :
1/1

STANDAR Tanggal Terbit: Ditetapkan


PROSEDUR Direktur Rsu Mitra Sehat
OPERASIONAL
(SPO)

(Dr. Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Upaya rumah sakit dalam pemberian informasi untuk memberikan


perlindungan terhadap hak-hak yang semestinya diberikan kepada
pasien dan keluarga

TUJUAN Memberikan pelayanan kepada pasien terutama pelayanan perlindungan


terhadap kebutuhan privasi pasien

KEBIJAKAN Setiap petugas rumah sakit wajib mengedepankan hak pasien dan
keluarga dalam melakukan pelayanan terhadap pasien (SK No.
/SK-DIR/ RSKIA-AB/ X/ 2015)

PROSEDUR 1. Petugas melakukan identifikasi kebutuhan privasi terhadap pasien


2. Petugas mencatat kebutuhan privasi pasien pada Lembar Orientasi Pasien
Rawat Inap Baru
3. Petugas melaksanakan, memenuhi dan melindungi kebutuhan privasi
pasien
4. Petugas menginformasikan kepada seluruh petugas jaga terkait kebutuhan
privasi pasien tersebut
UNIT TERKAIT 1.Pimpinan RS
2.Kepala unit pelayanan
3.Staf pelaksana pelayanan
4.Rawat Inap

RUMAH SAKIT UMUM

MITRA SEHAT

Jln.SEI MERAH NO.300


Desa Dagang Kerawang telp. 085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:

TENTANG

Kebijakan RS tentang upaya perlindungan harta milik

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu


pelayanan Rumah Sakit Umum Mitra
Sehat,maka diperlukan penjelasan kepada
pasien yang mudah dan bahasa yang
dimengerti mengenai tata tertib dan prosedur
penitipan barang berdasarkan peraturan yang
berlaku di RumahSakit Umum Mitra Sehat.

b.Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Umum


Mitra Sehat menjadi salah satu hak pasien
yang selaludihubungkan dengan pemeliharaan
kesehatan bertujuan agar pasien mendapatkan
upaya kesehatan,sarana kesehatan,dan
bantuan dari tenaga kesehatan yang
memenuhi standar pelayanan kesehatan yang
optimal.
c.Bahwaberdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a dan b, perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Mitra Sehat.

Mengingat : 1.Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 44


tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2.Keputusan Menteri Kesehatan 1333/1999


tentang standar pelayanan Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Kesatu : keputusan derektur rumah sakit mitra sehat


propinsi Sumatra utara tentang upaya
perlindungan harta milik.

Kedua : panduan upaya perlindungan harta milik sesui


yang tercantum dalam lampiran keputusan ini

Ketiga : penjelasan kepada pasien dengan bahasa


yang muda di mengerti mengenai tata tertip
dan prosedur penitipan barang milik
berdasarkan praturan yang berlaku dilakukan
oleh staf rumah sakit ke mudian sama-sama
kedua belah pihak(petugas dan pihak
pasien/keluarga) memastikan kondisi barang
yang dititip

Tanjung morawa, 2016

Direktur

RSU MITRA SEHAT


(Dr.Victor Eka Harianto)

SPO PENITIPAN/PENYIMPANAN BARANG MILIK PASIEN

RSU MITRA
SEHAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

/0/04/RSU MS/2016 00 1/2

Ditetapkan
Tanggal Terbit
STANDAR
Direktur RSU MITRA SEHAT
PROSEDUR
OPERASIO
NAL

(Dr. Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Perlindungan terhadap barang milik pasien pada saat pasien tidak mampu
bertanggung jawab atas barang miliknya.

TUJUAN Memberikan rasa aman terhadap barang milik pasien pada saat dilakukan
tindakan perawatan di rumahsakit.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur No. 383 Tahun 2015 tentang Panduan Perlindungan
Harta Milik Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kelet Provinsi Jawa Tengah.
1. Ucapkan salam.
PROSEDUR 2. Perkenalkandiridanjelaskantugasdanperananda.
3. Pastikan identitasdiri pasiendanataukeluarganya.
4. Jelaskantentangtanggungjawabrumahsakitterhadapbarangmilikpasien
yang diberlakukanterhadappasienemergensi, pasienbedahrawatsehari,
pasienrawatinap, danpasien yang
tidakmampumengamankanbarangmiliknya, sertapasien yang
tidakmampumembuatkeputusanmengenaibarangpribadinya.
5. Perawat menghubungi security di nomor 555
6. Perawat melaporkan kepada security kebutuhan perlindungan hak milik
pasien.
7. Security datang keruangan yang menelpon dengan membawa formulir
serah terima barang milik pasien.
8. Keluarga / pasien / penanggungjawab mengisi formulir serah terima
barang milik pasien lengkap dengan tanda tangan.
9. Security meninggalkan lembar salinan formulir serah terima barang di
ruangan yang menelpon.
10.Security menyimpan barang milik pasien di loker terkunci di pos security.
11. Pengambilan barang kembali dapat dilakukan oleh pasien sendiri, atau
pihak keluarga selaku penanggungjawab disertai denganmenyerahkan
identitas diri dan mencantumkan nomor telepon.
12. Beri ucapan terima kasih dan semoga anda puas.
1. Pimpinan RS
2. Kepala unit pelayanan
Unit Terkait
3. Kepala unit pengamanan
4. Staf pelaksana pelayanan
5. Staf pelaksana pengamanan

CONTOH:
FORMULIR PENYIMPANAN BARANG BERHARGA MILIK PASIEN

NAMA LENGKAP PASIEN: TGL LAHIR:..

NOMER RM:.

Kondisi Barang
Saat Dititipkan Saat Diserahkan
No. Jenis Harta/Benda Jumlah
Tanggal ... Tanggal .
Baik Buruk Baik Buruk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

, ..........................................
.......

PETUGAS Saksi RS Saksi,


Pasien/keluarga Pasien

....................................... ............ .............................

Catatan: Dalam Keadaan khusus pasien tidak sadar : saksi minimal dua orang dari phak pengantar
dan dari RS

RUMAH SAKIT UMUM


MITRA SEHAT

Jln.SEI MERAH NO.300


Desa Dagang Kerawang telp.085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:

TENTANG

KEBIJAKAN RS TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP


KEKERASAN FISIK

Menimbang :
a. bahwa pasien mempunyai hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik dari
pengunjung, pasien dan staf
b. bahwa untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik rumah sakit yang
melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap kekerasan fisik
c. bahwa untuk maksud diatas tersebut pada butir b perlu ditetapkan dengan
Surat Keputusan Direktur RSU. Permata Madina Panyabungan

Mengingat :
1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
920/Menkes/Per/XII/1986, tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta
dibidang Medik, Jo.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
084/Menkes/Per/II/1990, tentang perubahan atas peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 920/Menkes/Per/XII/1986

4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 659/Menkes/per/VIII/2009


tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital)
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit
6. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
Republik Indonesia No. HK.00.06.3.5.5797 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Dibidang Medim Spesialistik

7. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal Nomor


/../../. Tentang Ijin Operasional RSU. Permata Madina Panyabungan

Menetapkan :
Kesatu Keputusan Direktur RSU. Permata Madina Panyabungan tentang
Perlindungan Pasien dari Kekerasan Fisik

Kedua Kelompok beresiko yang terutama menjadi tanggung jawab adalah


pasien bayi, anak-anak, manula dan lainnya yang kurang atau yang
tidak mampu melindungi dirinya sendiri

Ketiga Langkah-langkah untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik, terdiri


dari :

1. Rumah Sakit mengidentifikasi kelompok beresiko


2. Rumah Sakit memeriksa individu yang tidak memiliki identitas
3. Rumah Sakit memonitor lokasi terpencil atau terisolasi

Keempat Pelaksanaan perlindungan pasien dari kekerasan fisik diatur dengan


standar prosedur operasional yang telah ditetapkan

Kelima Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan
diadakan perbaikan seperlunya apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan atau kekurangan didalam keputusan ini

Tanjung morawa, 2016

Direktur RSU MITRA SEHAT

( Victor Eka Harianto )


PANDUAN PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK
PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK, USIA LANJUT, PENDERITA
CACAT,ANAK-ANAK DAN YANG BERISIKO DISAKITI

PENGERTIAN

Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan


secara langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini
mencakup antara lain memukul, menendang, menampar, mendorong,
menggigit, mencubit, pelecehan seksual, dan lain-lain yang dilakukan baik
oleh pasien, staf maupun oleh pengunjung.
Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau
kelompok yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual,
moral atau sosial termasuk pelecehan secara verbal.
Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain,
secara verbal (kata-kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik
(melukai atau membunuh) atau merusak harta benda.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau
dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan
hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai
kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan
kekejaman terhadap binatang. Istilah kekerasan juga mengandung
kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan
harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan
kekerasan terhadap orang.

TUJUAN :

Tujuan dari perlindungan terhadap kekerasan fisik, usia lanjut, penderita


cacat,anak-anak dan yang berisiko disakiti adalah melindungi kelompok pasien
berisiko dari kekerasan fisik yang dialkuakn oleh pengunjung, staf rumah sakit dan
pasien lain serta menjamin keselamatan kelompok pasien berisiko yang mendapat
pelayanan di Rumah Sakit. Dan juga buku panduan ini digunakan sebagai acuan
bagi seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan pelayanan perlindungan pasien
terhadap kekerasan fisik, usia lanjut, penderita, anank-anak dan yang berisiko
disakiti.

TATA LAKSANA :
Tatalaksana dari perlindungan terhadap kekerasan fisik pada pasien sebagai
berikut

1. Petugas Rumah Sakit melakukan proses mengidentifikasi pasien berisiko


melalui pengkajian secara terperinci.
2. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien : Perawat unit
bertanggung jawab untuk mengamankan kondisi dan memanggil dokter
medis untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis dan mengecualikan
masalah medis pasien tersebut.
3. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota sataf rumah sakit : Perawat
unit bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan insiden ke
kepala bidang terkait untuk diproses lebih lanjut.
4. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung : Staf bertanggung
jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau
tidak pengunjung tersebut memasuki area Rumah Sakit.
5. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan
maupun di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera
CCTV ( Closed Circuit Television ) yang terpantau oleh Petugas
Keamanan selama 24 ( dua puluh empat ) jam terus menerus.
6. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu RS,
detailer, pengantar obat atau barang, dan lain-lain wajib melapor ke
petugas informasi dan wajib memakai kartu Visitor.
7. Pemberlakuan jam berkunjung pasien : Senin jumat pagi : jam 10.00
11.00 WIB Sore : jam 16.00 17 .00 WIB
8. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang mencurigakan
danmendampingi pengunjung terebut sampai ke pasien yang dimaksud.
9. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yan mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
10. Petugas keamanan mengunci akses pintu penghubung antar unit pada
jam 21.00 WIB.
11. Pengunjung diatas jam 22.00 WIB lapor dan menulis identitas pengunjung
pada petugas keamanan.

Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran:

1. Pasien Rawat jalan


o Pendampingan oleh petugas penerimaan poasien dan
mengantarkan sampai ke tempat periksa yang dituju dengan
memakai alat bantu bila diperlukan.
o Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien
saat dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
2. Pasien rawat inap
o Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan
kantor perawat
o Perawat memastikan dan memasang pengaman tepat tidur

o Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan


dapat digunakan.
o Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau
pihak yang ditunnjuk dan dipercaya.

Tata laksana perlindungan terhadap penderita cacat :

1. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita


cacat baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta
menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang sampai proses
selesai dilakukan.
2. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk memnjaga pasien
atau pihak lain yang ditunjuk sesuai kecacatan yang disandang.
3. Memastikan bel pasien dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakan bel tersebut.
4. Perawat memasang dan memsatikan pengaman tempat tidur pasien.

Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak:

1. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan,
ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang
menjaga.
2. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua
apabila akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4. Pemasangan CCTV diruang perinatologi untuk memantau setiap orang
yang keluar masuk dari ruang tersebut.
5. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada ibu
kandung bayi bukan kepada keluarga yang lain.

Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti ( risiko


penyiksaan, napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekeran dalam
rumah tangga ) :
1. Pasien ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor
perawat.
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas
dikantor perawat,berikut dengan penjaga psien lain yang satu kamar
perawatan dengan pasien berisiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau
lokasi perawatan pasien,penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.

Daftar kelompok pasien berisiko adalah sebagai berikut :

1. Pasien dengan cacat fisik dan cacat mental.


2. Pasien usia lanjut
3. Pasien bayi dan anak-anak
4. Korban kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT)
5. Pasien Napi,korban dan tersangka tindak pidana.

DOKUMENTASI

Pencatatan kejadian rawat inap dan rawat jalan


1. Formulir insiden keselamatan pasien
2. Lembar status rawat jalan
3. Lembar catatan pelayanan
4. Buku pencatan pengunjung pasien

PENUTUP

Dengan ditetapkan nya buku panduan perlindungan terhadap kekerasan fisik,


usia lanjut penderita cacat, anak, dan yang beresiko disakiti maka setiap personil
rumah sakit dapat melaksanakan prosedur perlindungan terhadap kekerasan fisik
dengan baik dan benar serta melayani pasien dengan memuaskan.
SPO PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK

No. dokumen :
No.
Halaman:
Revisi :
./0/04/RSU MS/2016 1
0

RSU MITRA
SEHAT

STANDAR Tanggal Terbit : Ditetapkan Oleh


OPERASIONAL
PROSEDUR Direktur Rsu Mitra Sehat

(Dr.Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Pelayanan kepada pasien terkait pencegahan dan penanganan


kekerasan fisik yang terjadi pada pasien

TUJUAN

1. Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien


2. Mencegah terjadinya kekerasan fisik pada pasien

KEBIJAKAN 1. Ada ketentuan jadwal besuk bagi pasien


2. Kebijakan terkait kunjungan di luar jam besuk
3. Skrining pasien-pasien yang beresiko mengalami kekerasan
fisik
4. Identifikasi pengunjung RS yang mencurigakan
5. Terdapat nomor darurat yang terkait kejadian kekerasan
fisik
6. Adanya alat pemantauan cctv pada area-area rawan
PROSEDUR 1. Pencegahan pengunjung rawat inap di luar jam besuk
2. Hubungi keluarga/penunggu pasien bagi pengunjung yang
datang di luar jam besuk untuk melakukan konfirmasi
3. Catat nama, tanggal, jam, keperluan bagi pengunjung
rawat inap di luar jam besuk
4. Lakukan pemantauan melalui CCTV pada area-area yang
rawan. Jika ada hal yang mencurigakan, segera lakukan
pengecekan pada lokasi tersebut
5. Jika ada telpon yang masuk, segera tindak lanjuti

UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Inap.


2. Instalasi Perawatan Intensif
3. Instalasi Rawat jalan
4. OK
5. UGD
6. Keamanan
CARA MEMPEROLEH SECOND OPINION DI DALAM DAN LUAR RS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


.....0/04/RSU MS/2016 0 1/1

RSU MITRA SEHAT

Tanggal Terbit: Ditetapkan oleh

STANDAR RSU Mitra Sehat

PROSEDUR

OPERASIONAL
(Dr. Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Hak pasien untuk mendapatkan penjelasan mengenai masalah yang terkait
dengan kesehatan yang dideritanya melalui konsultasi dokter lain.

TUJUAN Membantu pasien untuk memahami informasi yang diberikan dengan proses
penyakit tertentu.
KEBIJAKAN 1. Semua pasien berhak untuk mendapatkan penjelasan mengenai
masalah kesehatan atau proses penyakit yang dideritanya kepada
dokter DPJP maupun dokter lain.
2. Petugas kesehatan Rumah Sakit wajib mendukung pasien dalam
mendapatkan hak second opinion.

1. Membantu pasien untuk tidak menimbulkan rasa takut untuk


mencari/mendapatkan second opinion dari dalam atau luar Rumah Sakit
2. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
3. Pastikan pasien sudah mendapat pendidikan pasien yang benar
PROSEDUR mengenai proses penyakit yang dideritanya dari DPJP.
4. Hindari hal yang menyebabkan hati pasien/keluarga tidak tenang.
5. Berikan penguatan terhadap informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan lain dengan tepat.
6. Jika pasien atau keluarga masih bingung dukung pasien untuk
mencari/mendapatkan second opinion sesuai kebutuhan atau indikasi.

1. Pimpinan rs
UNIT TERKAIT
2. Dpjp
3. Staf keprawatan
4. UGD
5. Ruang rawat inap
CONTOH DAFTRA PENGUNJUNG PASIEN RAWAT INAP RSU MITRA SEHAT

No Hari/tanggal Nama Nama Pasien Ruang keterangan


Pengunjung Perawatan

Tanjung morawa,..2016
(KA UNIT KEAMANANA)

CONTOH DAFTAR PENGUNJUNG DILUAR JAM BESUK RSU MITRA SEHAT

No Hari/tanggal Nama Alamat Tujuan keterangan

Tanjung morawa,.2016
(KA Unit Keamanan)

PANDUAN PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK

PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK, USIA LANJUT, PENDERITA


CACAT,ANAK-ANAK DAN YANG BERISIKO DISAKITI

PENGERTIAN

Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan


secara langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini
mencakup antara lain memukul, menendang, menampar, mendorong,
menggigit, mencubit, pelecehan seksual, dan lain-lain yang dilakukan baik
oleh pasien, staf maupun oleh pengunjung.
Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau
kelompok yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual,
moral atau sosial termasuk pelecehan secara verbal.
Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain,
secara verbal (kata-kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik
(melukai atau membunuh) atau merusak harta benda.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau
dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan
hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai
kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan
kekejaman terhadap binatang. Istilah kekerasan juga mengandung
kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan
harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan
kekerasan terhadap orang.

TUJUAN :

Tujuan dari perlindungan terhadap kekerasan fisik, usia lanjut, penderita


cacat,anak-anak dan yang berisiko disakiti adalah melindungi kelompok pasien
berisiko dari kekerasan fisik yang dialkuakn oleh pengunjung, staf rumah sakit dan
pasien lain serta menjamin keselamatan kelompok pasien berisiko yang mendapat
pelayanan di Rumah Sakit. Dan juga buku panduan ini digunakan sebagai acuan
bagi seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan pelayanan perlindungan pasien
terhadap kekerasan fisik, usia lanjut, penderita, anank-anak dan yang berisiko
disakiti.

TATA LAKSANA :

Tatalaksana dari perlindungan terhadap kekerasan fisik pada pasien sebagai


berikut

12. Petugas Rumah Sakit melakukan proses mengidentifikasi pasien berisiko


melalui pengkajian secara terperinci.
13. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien : Perawat unit
bertanggung jawab untuk mengamankan kondisi dan memanggil dokter
medis untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis dan mengecualikan
masalah medis pasien tersebut.
14. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota sataf rumah sakit : Perawat
unit bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan insiden ke
kepala bidang terkait untuk diproses lebih lanjut.
15. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung : Staf bertanggung
jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau
tidak pengunjung tersebut memasuki area Rumah Sakit.
16. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan
maupun di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera
CCTV ( Closed Circuit Television ) yang terpantau oleh Petugas
Keamanan selama 24 ( dua puluh empat ) jam terus menerus.
17. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu RS,
detailer, pengantar obat atau barang, dan lain-lain wajib melapor ke
petugas informasi dan wajib memakai kartu Visitor.
18. Pemberlakuan jam berkunjung pasien : Senin jumat pagi : jam 10.00
11.00 WIB Sore : jam 16.00 17 .00 WIB
19. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang mencurigakan
danmendampingi pengunjung terebut sampai ke pasien yang dimaksud.
20. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yan mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
21. Petugas keamanan mengunci akses pintu penghubung antar unit pada
jam 21.00 WIB.
22. Pengunjung diatas jam 22.00 WIB lapor dan menulis identitas pengunjung
pada petugas keamanan.

Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran:

3. Pasien Rawat jalan


o Pendampingan oleh petugas penerimaan poasien dan
mengantarkan sampai ke tempat periksa yang dituju dengan
memakai alat bantu bila diperlukan.
o Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien
saat dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
4. Pasien rawat inap
o Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan
kantor perawat
o Perawat memastikan dan memasang pengaman tepat tidur

o Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan


dapat digunakan.
o Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau
pihak yang ditunnjuk dan dipercaya.

Tata laksana perlindungan terhadap penderita cacat :

5. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita


cacat baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta
menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang sampai proses
selesai dilakukan.
6. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk memnjaga pasien
atau pihak lain yang ditunjuk sesuai kecacatan yang disandang.
7. Memastikan bel pasien dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakan bel tersebut.
8. Perawat memasang dan memsatikan pengaman tempat tidur pasien.

Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak:

6. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan,
ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang
menjaga.
7. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua
apabila akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
8. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
9. Pemasangan CCTV diruang perinatologi untuk memantau setiap orang
yang keluar masuk dari ruang tersebut.
10. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada ibu
kandung bayi bukan kepada keluarga yang lain.

Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti ( risiko


penyiksaan, napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekeran dalam
rumah tangga ) :

5. Pasien ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor


perawat.
6. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas
dikantor perawat,berikut dengan penjaga psien lain yang satu kamar
perawatan dengan pasien berisiko.
7. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau
lokasi perawatan pasien,penjaga maupun pengunjung pasien.
8. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.

Daftar kelompok pasien berisiko adalah sebagai berikut :

6. Pasien dengan cacat fisik dan cacat mental.


7. Pasien usia lanjut
8. Pasien bayi dan anak-anak
9. Korban kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT)
10. Pasien Napi,korban dan tersangka tindak pidana.

DOKUMENTASI

Pencatatan kejadian rawat inap dan rawat jalan

5. Formulir insiden keselamatan pasien

6. Lembar status rawat jalan

7. Lembar catatan pelayanan

8. Buku pencatan pengunjung pasien

PENUTUP
Dengan ditetapkan nya buku panduan perlindungan terhadap kekerasan fisik,
usia lanjut penderita cacat, anak, dan yang beresiko disakiti maka setiap personil
rumah sakit dapat melaksanakan prosedur perlindungan terhadap kekerasan fisik
dengan baik dan benar serta melayani pasien dengan memuaskan.

SPO PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK

No. dokumen :
No.
Halaman:
Revisi :
./0/04/RSU MS/2016 1
0

RSU MITRA
SEHAT

STANDAR Tanggal Terbit : Ditetapkan Oleh


OPERASIONAL
PROSEDUR Direktur Rsu Mitra Sehat

(Dr.Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Pelayanan kepada pasien terkait pencegahan dan penanganan


kekerasan fisik yang terjadi pada pasien
TUJUAN

1. Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien


2. Mencegah terjadinya kekerasan fisik pada pasien

KEBIJAKAN 1. Ada ketentuan jadwal besuk bagi pasien


2. Kebijakan terkait kunjungan di luar jam besuk
3. Skrining pasien-pasien yang beresiko mengalami kekerasan
fisik
4. Identifikasi pengunjung RS yang mencurigakan
5. Terdapat nomor darurat yang terkait kejadian kekerasan
fisik
6. Adanya alat pemantauan cctv pada area-area rawan
1. Pencegahan pengunjung rawat inap di luar jam besuk
2. Hubungi keluarga/penunggu pasien bagi pengunjung yang
PROSEDUR
datang di luar jam besuk untuk melakukan konfirmasi
PELAKSANAAN 3. Catat nama, tanggal, jam, keperluan bagi pengunjung
rawat inap di luar jam besuk
4. Lakukan pemantauan melalui CCTV pada area-area yang
rawan. Jika ada hal yang mencurigakan, segera lakukan
pengecekan pada lokasi tersebut
5. Jika ada telpon yang masuk, segera tindak lanjuti

UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS


2. Kepala unit pelayanan
3. Kepala unit pengamanan
4. Staf pelaksana pelayanan
5. Staf pelaksana pengamanan
6. Instalasi Rawat Inap.
7. Instalasi Perawatan Intensif
8. Instalasi Rawat jalan
9. OK
10. UGD
DAFTAR KELOMPOK YANG BERISIKO MENGALAMI KAKERASAN FISIK

NO KELOMPOK TINDAKAN PENCEGAHAN


1. Bayi dan anak a) Ruang bayi selalu dalam kondisi tertutup dan terkunci
penghalang
b) Penghalang tempat tidur harus selalu dipasang
c) Pasien bayi yang dipulangkan harus diantar oleh
petugas/bidan sampai kepintu pembatas rawat inap
d) Bayi baru lahir yang diserahkan kepada kelurga,harus
menggunakan formulir serah terima bayi baru lahir
2. Manula a) Setiap ruangan harus tersedianya tobol darurat
b) Harus selalu ditunggu oleh satu orang sesuai ketentuan
rumah sakit
c) Menyediakan alat bantu gerak,misalnya tongkat,kursi
roda

3. Penyandang cacat Menyediakan alat bantu gerak disetiap ruangan sesuai


kebutuhan pasien
4. Tidak sadarkan a) Ditempatkan didalam ruangan khusus
diri(koma) b) Penunggu pasien diddalam ruangan khusus

5. Korban criminal Ditempatkan ditempat tidak mudah diakses oleh banyak orang

Tanjung morawa,..2016

(Dr Victor Eka Harianto)


PANDUAN KEBIJAKAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK
MENDORONG KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGANYA
DALAM PROSES PELAYANAN

1. PENDAHULUAN
1.1. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang tepat waktu,
akurat, lengkap, tidak ragu-ragu dan dimengerti oleh penerima
instruksi akan mengurangi kesalahan-kesalahan dan akan
meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan
secara elektronik, lisan atau tertulis.

1.2. Kesalahan komunikasi yang sering terjadi adalah instruksi


tindakan untuk perawatan pasien yang diberikan secara lisan
serta instruksi melalui telepon. Kesalahan komunikasi lain yang
sering terjadi adalah laporan hasil test yang kritikal, contohnya
petugas laboratorium menelpon ruangan untuk melaporkan hasil
pemeriksaan Cyto.
2. TUJUAN
2.1. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi diantara petugas dengan memastikan bahwa
instruksi dan petunjuk yang diberikan secara lisan atau melalui
telepon adalah jelas bagi penerima instruksi dan dikonfirmasi
oleh pemberi instruksi. Selain itu laporan hasil test suatu
pemeriksaan yang dinyatakan kritikal harus dilakukan
pembacaan ulang.

3. RUANG LINGKUP
3.1. Kebijakan ini berlaku untuk semua staf klinis dan semua bagian.
Semua instruksi klinis (termasuk tapi tidak terbatas pada instruksi
pemberian obat, diet, terapi fisik/bicara) yang diberikan secara
lisan atau per telepon, pemeriksaan cito, nilai kritikal dan
pemeriksaan diagnostik lain termasuk pencitraan,
elektrokardiogram, tes laboratorium yang membutuhkan respon
segera. Hal ini mencakup semua tes yang dilaporkan secara
verbal atau via telepon. .

3.2. Kebijakan ini harus dibaca bersamaan dengan:


3.2.1. Kebijakan test kritikal dan hasil yang kritikal

3.2.2. Panduan instruksi lisan / per telepon dari seorang dokter

4. TANGGUNG JAWAB
4.1. Direktur Utama (CEO) dari RS Sehat Sejahtera bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa mekanisme, implementasi,
monitoring dan perbaikan secara keseluruhan dari kebijakan ini
telah berjalan sesuai dan kebijaksanaan ini yang dijalankan
dengan menghormati hak pasien, dapat diakses dan dimengerti
oleh seluruh staf terkait.

4.2. Direktur Operasional (COO) dari RS. Sehat Sejahtera


bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Manajer Pelayanan
Medis, Perawatan dan Penunjang Medis:
4.2.1. Menyebarkan kebijakan ini di bagian yang menjadi tanggung

jawab mereka
4.2.2. Melakukan implementasi dari kebijakan ini didalam bagian

yang menjadi tanggung jawab mereka


4.2.3. Mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber daya yang

sesuai agar terpenuhinya kebijakan ini


4.2.4. Memastikan kebijakan ini diinformasikan kepada semua staf

4.3. Kepala Unit yang terlibat dalam ruang lingkup kebijakan ini
bertanggung jawab untuk implementasi dari kebijakan ini dalam
ruang lingkup pengelolaan mereka dan harus memastikan bahwa:
4.3.1. Semua staf baru dan lama mempunyai akses dan

diinformasikan mengenai kebijakan ini dan kebijakan


lainnya yang terkait, SOP-SOP dan formulir-formulir yang
berhubungan dengan kebijakan ini.
4.3.2. Adanya SOP-SOP tertulis yang mendukung dan memenuhi

kebijakan ini serta dimonitor untuk kepatuhan.


4.3.3. Tersedianya semua formulir yang berkaitan dengan

kebijakan ini di bagian yang mereka kelola.


4.4. Semua staf yang terlibat dalam ruang lingkup kebijakan ini
bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan ini
dan harus memastikan:
4.4.1. Mereka memahami dan mematuhi kebijakan ini

4.4.2. Tidak mematuhi kebijakan ini dapat mengakibatkan tindakan

indisipliner.
4.4.3. Setiap anggota staf dapat mengisi incident report bila

ditemukan adanya ketidak patuhan.

5. KEBIJAKAN
5.1. Pembacaan ulang
5.1.1. Verifikasi pembacaan ulang instruksi yang lengkap dan hasil

test yang kritikal oleh petugas yang menerima instruksi


secara lisan /per telepon atau hasil test yang kritikal
5.1.2. Pembacaan ulang berbeda dengan pengulangan kembali.

Pada saat pembacaan ulang individu yang menerima


instruksi atau hasil test mendengarkan informasi yang
diberikan, mencatatnya ke dalam catatan medik pasien dan
kemudian membaca ulang catatan tersebut kepada orang
yang memberi informasi dan mengkonfirmasikan bahwa
penerima instruksi menerima informasi yang telah dicatat
kedalam catatan medik dengan tepat.
Penerima pengulangan kembali hanya mengulang
5.1.3.

informasi tanpa mendokumentasikan di dalam bagian


tertentu di rekam medis.
Pada keadaan tertentu pembacaan ulang mungkin tidak dapat
dilaksanakan karena penundaan dapat membahayakan keselamatan
pasien, yaitu:
Kegawatan darurat yang jelas, seperti cardiac arrest
Pada saat dokter sedang melakukan tindakan steril
sehingga penyampaian instruksi tertulis dapat secara
langsung mempengaruhi perawatan pasien
5.1.4. Dalam keadaan demikian maka petugas yang melaporkan

/memberikan instruksi/informasi harus melakukan


pengulangan kembali

5.2. Proses penerimaan instruksi lisan dan per telepon


5.2.1. Penerima instruksi akan mencatat instruksi tersebut kedalam

formulir yang telah disetujui


5.2.2. Penerima instruksi akan membaca ulang instruksi tersebut

kepada dokter yang memberi instruksi


5.2.3. Dokter yang memberi instruksi akan melakukan verifikasi

bahwa instruksi yang diberikan telah diterima dan dicatat


dengan tepat atau melakukan klarifikasi sehingga pembacaan
ulang harus dilakukan kembali
5.2.4. Penerima instruksi kemudian mencatat di dokumen read

back dilakukan sebelum ditandatangani untuk catatan


tertulis atau sebelum sesi selesai untuk tandatangan secara
elektronik.
5.2.5. Merujuk pada: panduan untuk instruksi dokter yang

diberikan secara lisan atau per telepon


5.3. Proses penerimaan hasil test yang kritikal
5.3.1. Semua bagian yang menghasilkan hasil test yang kritikal

akan menyampaikan kepada dokter / bagian yang memberi


instruksi semua hasil test yang jauh diatas nilai normal yang
menunjukkan indikasi yang berbahaya bagi kondisi pasien
sehingga memerlukan perhatian segera dari dokter hasil test
yang kritikal selalu dilaporkan melalui telepon.
5.3.2. Individu yang menerima hasil test yang kritikal akan

mencatat hasil tersebut kedalam catatan medik


5.3.3. Individu yang menerima hasil tersebut akan melakukan

pembacaan ulang kepada individu yang menyampaikan hasil


tersebut
5.3.4. Pelapor akan melakukan verifikasi bahwa penerima laporan

telah menerima dan mencatat hasil dengan tepat atau pelapor


akan melakukan klarifikasi dalam hal ini proses pembacaan
ulang harus diulang kembali.
5.3.5. Individu penerima hasil kemudian melakukan dokumentasi

bahwa pembacaan ulang telah dilaksanakan yang


menunjukkan bahwa pembacaan ulang hasil kepada yang
melaporkan telah dilaksanakan
5.3.6. Staf di bagian yang melaporkan hasil yang kritikal per

telepon juga akan mencatat kedalam buku untuk hasil test


yang kritikal kepada siapa dan kapan mereka melaporkan
hasil tersebut, untuk itu pada saat menelepon mereka harus
menanyakan nama penerima telepon dan mencatat jam saat
menelepon
5.3.7. Staf rumah sakit diminta untuk melakukan pembacaan ulang

setiap melakukan komunikasi hasil test yang kritikal secara


lisan termasuk melalui telepon dan staf medis diharapkan
untuk menerima pembacaan ulang tersebut
5.3.8. Semua hasil test yang dilaporkan per telepon akan
dinyatakan sebagai hasil test yang kritikal ( termasuk hasil
cyto test, laporan nilai kritikal, dan hasil pemeriksaan
diagnostik lainnya yang memerlukan tanggapan segera )
5.3.9. Merujuk pada: kebijakan test kritikal dan hasil test yang
kritikal

6. IMPLEMENTASI
6.1. Semua staff baru akan dilatih pada saat program pengenalan &
program orientasi

6.2. Semua staff akan dilatih setahun sekali

7. PENGAWASAN DAN KEPATUHAN


7.1. Pengawasan dan kepatuhan pelaksanaan kebijakan ini dilakukan
melalui audit klinis.

8. REFERENSI

8.1. JCI. (2010). Joint Commission international Hospital


Accreditation Standards 4th ed. Joint commission resources.

8.2. General Hospital (2004) Read-back of verbal/telephone orders


and critical test
results.URLwww.courtemancheassocs.com/.../NPSG/.../VerbalOr
derReadBack2004.doc
8.3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit

SPO KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK MENDORONG


KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGANYA DALAM
PROSES PELAYANAN

No. dokumen :
No.
Halaman:
Revisi :
1
/0/04/RSU MS/2016 0

RSU MITRA
SEHAT

Ditetapkan Oleh
STANDAR Tanggal Terbit : Direktur Rsu Mitra Sehat
OPERASIONAL
PROSEDUR

(Dr.Victor Eka Harianto)


PENGERTIAN Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang tepat
waktu,akurat,lengkap,tidak ragu-ragu dan dimengerti oleh
penerima.
TUJUAN Untuk menigkatkan efektifitas komunikasi diantara
petugas dengan memastikan bahwa intruksi diberikan
secara lisan atau melalui telepon adalah jelas bagi
penerima.
KEBIJAKAN 1. Petugas kesehatan rumah sakit wajib mendukung
penyelenggaraan proses pelayanan

2. Semua pasien berhak untuk mendapatkan penjelasan


mengenai masalah kesehatan yang dideritanya

PROSEDUR 1. Membantu pasien untuk berkomunikasi secara


efektif untuk mendorong keterlibatan dalam
pelayanan.
2. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit.
3. Hindari hal yang menyebabkan hati pasien/keluarga
tidak tenang
4. Berikan penguatan terhadap informasi yang
diberikan oleh petugas kesehatan
Jika pasien atau keluarga pasien masi binggung
maka jelaskan kembali

UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS


2. DPJP
3. Staf keprawatan
RUMAH SAKIT UMUM
MITRA SEHAT
Jln.SEI MERAH NO.300
Desa Dagang Kerawang telp.085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:

TENTANG
KEBIJAKAN CARA MEMPEROLEH SECOND OPINION DIDALAM ATAU DILUAR RS
Menimbang :: 1. a) Bahwa didalam rangka upaya meningkatkan pelayanan di RSU
MITRASEHAT,dipandangperluadanyaketentuanyang
mengikat,pengelola(direktur RSU MITRA SEHAT)staf medis dan
non medis yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dan ketiganya disebut sebagai peraturan internal
rumah sakit.
b) bahwa peraturan RS tidak terpisahkan dengan peraturan internal
lainnya seperti peraturan internal staf medis dan non medis.
c) bahwa untuk melaksanakan peruturan ini,maka dipandang perlu
dibuat melalui surat keputusan direktur RSU MITRA
1. Undang-undang Republik Indonesia No23 tahun 1992 tentang
kesehatan (LNRI tahun 1992 nomor 100 tambahan LNRI
nomor 3495)
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1999
tentang pemerintah daerah (LNRI tahun 1999 nomor
Mengingat : 60,tambahan LNRI nomor 3839).
3. Peraturan pemerintah nomor 105 tahun 2000 tentang
pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah
4. Peraturan Walikota deli serdang nomor 5 tahun 2011 tanggal
21 maret 2011 tentang penetapan tariff pelayanan RSU MITRA
SEHAT.
5. Peraturan menteri dalam negeri nomor 59 tahun 2007 tentang
pedoman pengelolaan keuangan daerah.
6. Peraturan daerah kota tanjung morawa nomor 3 tahun 2004
tentang pembentukan,tugas,fugsi,susunan organisasi dan tata
kerja RSU MITRA SEHAT.

: MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Pertama : : Memberlakukan peraturan RSU MITRASEHAT sebagai mana tertuang
dalam lampiran.

Kedua : : Peraturan internal RSU MITRA SEHAT ini tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku.

Ketiga : : Peraturan internal ini dapat direvisi kembali apabila dibutuhkan karena
tidak sesuai lagi dengan keadaan.

Tanjung morawa, 2016


DIREKTUR
RSU MITRA SEHAT

(Dr.Victor Eka Harianto)

PANDUAN

MEMPROLEH PENDAPAT LAIN SECOND OPINION DIDALAM ATAU DILUAR


RUMAH SAKIT

A. DEFINISI
1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter
atau
ahli medis terhadap suatu diagnosa, terapidan rekomendasi medis lain
terhadap penyakit seseorang.
2. Meminta Pendapat Lain( Second Opinion ) adalahpendapat medis yang
diberikan oleh dokter lain terhadap suatu diagnosa atau terapi maupun
rekomendasi medis lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari
pendapat lain bisa dikatakan sebagai upaya penemuan sudut pandang lain
dari dokter kedua setelah pasien mengunjungi atau berkonsultasi dengan
dokter pertama. Second opinion hanyalah istilah, karena dalam realitanya di
lapangan, kadang pasien bisa jadi menemui lebih dari dua dokter untuk
dimintakan pendapat medisnya. Meminta pendapat lain atau second opinion
juga diatur dalam Undang Undang no. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
bagian empat pasal 32 poin H tentang hak pasien, disebutkan bahwa "Setiap
pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit".

B. RUANG LINGKUP
Perbedaan diagnosis dan penatalaksaan penyakit oleh dokter sering terjadi
di belahan dunia manapun. Di negara yang paling maju dalam bidang
kedokteranpun,
para dokter masih saja sering terjadi perbedaan dalam diagnosis maupun proses
terapi, sehingga menimbulkan keraguan pada pasien dan keluarganya.Begitu juga
di
Indonesia, perbedaan pendapat para dokter dalam mengobati penderita adalah hal
yang biasa terjadi. Perbedaan dalam penentuan diagnosis dan penatalaksanaan
mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan konsekuensi yang
berbahaya dan merugikan bagi penderita. Tetapi bila hal itu menyangkut kerugian
biaya yang besar dan ancaman nyawa maka harus lebih dicermati. Sehingga
sangatlah penting bagi pasien dan keluarga untuk mendapatkan second opinion
dokter
lain tentang permasalahan kesehatannya sehingga mendapatkan hasil pelayanan
kesehatana yang maksimal.
Dengan semakin meningkatnya informasi dan teknologi maka semakin
terbuka wawasan ilmu pengetahuan dan informasi tentang berbagai hal dalam
kehidupan ini. Demikian juga dalam pengetahuan masyarakat tentang wawasan dan
pengetahuan tentang permasalahan kesehatannya.Informasi yang sepotong-
sepotong
atau salah dalam menginterpretasikan informasi seorang pasien akan berakibat
pasien
atau keluarganya merasa tindakan dokter salah atau tidak sesuai standar. Hal ini
jugamembuat pasien dan keluarganya mempertahankan informasi yang didapat
tanpa
mempertimbangkan masukan dari dokter tentang fakta yang sebenarnya terjadi.

1. Pentingnya Second Opinionuntuk pasien adalah :


a) Kesalahan diagnosis dan penatalaksaan pengobatan dokter sering terjadi di
belahan dunia manapun, termasuk di Indonesia
b) Perbedaan pendapat para dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang
biasa terjadi, dan hal ini mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak
menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita
c) Second opinion dianjurkan bila menyangkut ancaman nyawa, kerugian
biayaatau dampak finansial yang besar.

2. Permasalahan kesehatan yang memerlukanSecond Opinion:


a. Keputusan dokter tentang tindakan operasi, apalagi yang akan membuat
perubahan anatomis permanen pada tubuh pasien dan tindakan operasi
lainnya.
b. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2
minggu, misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika
jangka panjang dan pemberian obat-obat jangka panjang lannya
c. Keputusan dokter dalam pemberian obat yang sangat mahal : baik obat
minum, antibiotika, susu mahal atau pemberian imunisasi yang sangat mahal
d. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada
kasus yang tidak seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare,
muntah, demam virus, dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan
diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotika.
e. Keputusan dokter dalampemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat
besar
f. Keputusan dokter tentang suatu penyakit yang berulang diderita misalnya
penyakit tifus berulang,
g. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan: biasanya dokter tersebut
menggunakan istilah gejala seperti gejala tifus, gejala ADHD, gejala demam
berdarah, gejala usus buntu. Atau diagnosis autis ringan, ADHD ringan dan
gangguan perilaku lainnya.
h. Ketika pasien didiagnosa penyakit serius seperti kanker, maka pasien pun
biasanya diizinkan meminta pendapat lain.
i. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh
institusi kesehatan nasional atau internasional : seperti pengobatan dan
terapi bioresonansi, terapi antibiotika yang berlebihan dan tidak sesuai
dengan indikasi
3. Dalam rangka membantu pasien untuk mendapatkan SecondOpinion, RS perlu
memberikan beberapa pertimbangan kepada pasien atau keluarga sebagai
berikut :
a) Second Opinionsebaiknyadidapatkandaridokter yang sesuai kompetensinya
atau keahliannya.
b) Rekomendasi atau pengalaman keberhasilan pengobatan teman atau
keluarga terhadap dokter tertentu dengan kasus yang sama sangat penting
untuk dijadikan referensi. Karena, pengalaman yang sama tersebut sangatlah
penting dijadikan sumber referensi.
c) Carilah informasi sebanyak-banyaknya di internet tentang permasalahan
kesehatan tersebut. Jangan mencari informasi sepotong-sepotong, karena
seringkali akurasinya tidak dipertanggung jawabkan. Carilah sumber
informasi internet dari sumber yang kredibel seperti : WHO, CDC, IDAI, IDI
atau organisasi resmi lainnya.
d) Bila keadaan emergensi atau kondisi tertentu maka keputusan second
opinion juga harus dilakukan dalam waktu singkat.
e) Mencari second opinion diutamakan kepada dokter yang dapat menjelaskan
dengan mudah, jelas, lengkap dan dapat diterima dengan logika. Dokter yang
beretika tidak akan pernah menyalahkan keputusan dokter sebelumnya atau
tidak akan pernah menjelekkan pendapat dokter sebelumnya atau
menganggap dirinya paling benar.
f) Bila melakukan second opinion sebaiknya tidak menceritakan pendapat
dokter sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter sebelumnya,
agar dokter terakhir tersebut dapat obyektif dalam menangani kasusnya,
kecuali dokter tersebut menanyakan pengobatan yang sebelumnya pernah
diberikan atau pemeriksaan yang telah dilakukan.
g) Bila sudah memperoleh informasi tentang kesehatan jangan menggurui
dokter yang anda hadapi karena informasi yang anda dapat belum tentu
benar. Tetapi sebaiknya anda diskusikan informasi yang anda dapat dan
mintakan pendapat dokter tersebut tentang hal itu.
h) Bila pendapat lain dokter tersebut berbeda, maka biasanya penderita dapat
memutuskan salah satu keputusan berdasarkan argumen yang dapat
diterima secara logika. Dalam keadaan tertentu disarankan mengikuti advis
dari dokter yang terbukti terdapat perbaikan bermakna dalam perjalanan
penyakitnya. Bila hal itu masih membingungkan tidak ada salahnya
melakukan pendapat ketiga. Biasanya dengan berbagai pendapat tersebut
penderita akan dapat memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih
sulit dipilih biasanya kasus yang dihadapi adalah kasus yang sangat sulit.
i) Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya tidak
dilakukan karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman
tentang kasus yang berbeda dan latar belakang ke ilmuan yang berbeda.
j) Kebenaran ilmiah di bidang kedokteran tidak harus berdasarkan
senioritasdokter atau gelar yang disandang. Tetapi berdasarkan kepakaran
dan landasanpertimbanganilmiah berbasis bukti penelitian di bidang
kedokteran (Evidance Base Medicine).

C. TATA LAKSANA
Second opinion atau mencari pendapat lain yang berbeda adalah merupakan
hak seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan kesehatannya. Hak yang
dipunyai pasien ini adalah hak mendapatkan pendapat lain (second opinion) dari
dokter lainnya. Untuk mendapatkan pelayanan yang optimal, pasien tidak usah ragu
untuk mendapatkan second opinion tersebut. Memang biaya yang dikeluarkan
akan
menjadi banyak, tetapi paling tidak bermanfaat untuk mengurangi resiko
kemungkinan komplikasi atau biaya lebih besar lagi yang akan dialaminya.
Misalnya,
pasien sudah direncanakan operasi caesar atau operasi usus buntu tidak ada
salahnya melakukan permintaan pendapat dokter lain.
Dalam melakukan second opinion tersebut sebaiknya dilakukan terhadap
dokter yang sama kompetensinya. Misalnya, tindakan operasi caesar harus minta
second opinion kepada sesama dokter kandungan bukan ke dokter umum. Bila
pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan dokter sangat banyak dan mahal, tidak
ada salahnya minta pendapat ke dokter lain yang kompeten. Hak pasien
untukmeminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.
Manfaat yang bisa didapatkan dari second opinion adalah pasien lebih
teredukasi mengenai masalah kesehatan yang dihadapinya. Terdapat kondisi yang
meragukan bagi pasien pada saat meminta pendapat lain, misalnya ketika dokter
pertama menyarankan operasi, tidak mengherankan jika pendapat dari dokter lain
akan berbeda, oleh karena setiap penyakit memiliki gejala klinis yang berbeda ketika
hadir di ruang periksa sehingga mempengaruhi keputusan dokter.
Untuk mendapatkan second opinion, pasien dan keluarganya menghubungi
perawat atau langsung kepada dokter yang merawatnya kemudian mengemukakan
keinginannya untuk mendapatkan pendapat lain atau second opinion. Dokter yang
merawat berkewajiban menerangkan kepada pasien dan keluarganya hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mendapatkan second opinion (terdapat dalam panduan ini).
Apabilakeputusanmengambilpendapatlaintelahdisepakati, makaformulir Permintaan
Pendapat Lain (Second Opinion) diisiolehpasienatauwalinyadandiketahuiolehDokter
(DPJP) sertasaksi.

D. DOKUMENTASI
1. Panduan Hak & Kewajiban Pasien
2. Formulir Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion)

Rujukan
1. Undang-undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Kementerian Kesehatan RI. Standard Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2011.
CARA MEMPEROLEH SECOND OPINION DI DALAM DAN LUAR
RS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


.....0/04/RSU MS/2016 0 1/1
RSU MITRA
SEHAT

Tanggal terbit: Ditetapkan oleh


STANDAR RSU Mitra Sehat
PROSEDUR
OPERASIONAL
(Dr. Victor Eka Harianto)
Hak pasien untuk mendapatkan penjelasan mengenai masalah yang
PENGERTIAN terkait dengan kesehatan yang dideritanya melalui konsultasi dokter
lain.

Membantu pasien untuk memahami informasi yang diberikan dengan


TUJUAN
proses penyakit tertentu.

1. Semua pasien berhak untuk mendapatkan penjelasan


mengenai masalah kesehatan atau proses penyakit yang
KEBIJAKAN dideritanya kepada dokter DPJP maupun dokter lain.
2. Petugas kesehatan Rumah Sakit wajib mendukung pasien
dalam mendapatkan hak second opinion
PROSEDUR
1. Membantu pasien untuk tidak menimbulkan rasa takut untuk
mencari/mendapatkan second opinion dari dalam atau luar
Rumah Sakit
2. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
3. Pastikan pasien sudah mendapat pendidikan pasien yang
benar mengenai proses penyakit yang dideritanya dari DPJP.
4. Hindari hal yang menyebabkan hati pasien/keluarga tidak
tenang.
5. Berikan penguatan terhadap informasi yang diberikan oleh
petugas kesehatan lain dengan tepat.
6. Jika pasien atau keluarga masih bingung dukung pasien untuk
mencari/mendapatkan second opinion sesuai kebutuhan atau
indikasi.

1. Pimpinan rs

UNIT TERKAIT 2. Dpjp


3. Staf keprawatan
4. UGD
5. Ruang rawat inap
SURAT PERMINTAAN SECOND OPINION

Yang beratanda tangan dibawah ini:


Nama : (L/P)
Nomor kartu identitas :
Umur :
Alamat :

Diri sendiri/suami/istri/ayah/ibu/anak/kakak/adik/teman/kerabat/ dari pasien:


Nama : (L/P)
Tgl lahir :
No.RM :

Dengan ini menyatakan dengan sadar dan sesungguhnya bahwa :


1. Telah menerima dan memahami informasi mengenai kondisi terhadap diir saya/pasien
dan tindakan penanganan awal yang telah dilakukan dari pihak RS
2. Meminta kepada pihak RS untuk diberikan kesempatan mencari second opinion
terhadap alternative diagnose/pengobatan diri saya/pasien kedokter.di RS
MITRA SEHAT
3. Segala sarana,biaya maupun fasilitas untuk mancari second opinion adalah
tanggungjawab diri sendiri/pasien/keluarga
4. Untuk keperluan tersebut diatas,meminjam hasil pemerikasaan penunjang kesehatan
saya/pasien berupa:
-
-
-
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Tanjung morawa, 2016

Petugas saksi
Saya yang menyatakan

(.) () (.)
Tanggal/waktu pengembalian dokumen yang dipinjam:
Petugas peminjam

(..) (.)

CONTOH PROSEDUR SECOND OPINION

1. Pasien/keluarga menginginkan pendapat lain


2. Siapkan formulir permintaan pandapat lai/second opinion
3. Siapkan berkas rekam medis pasien
4. Jelaskan kepada pasien/keluarga tentang hal yang perlu dipertimbangkan dalam
meminta pendapat lain(terdapat dalam panduan)
5. Berikan kesempatan kepada pasien/keluarga untuk bertanya
6. Persilahkan pasien/keluarga untuk membubuhkan tanda tangan
7. Simpan formulir permintaan pendapat lain kedalam berkas rekam medis pasien
RUMAH SAKIT UMUM

MITRA SEHAT
Jln.SEI MERAH NO.300
Desa Dagang Kerawang telp.085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:

Tentang

KEBIJAKAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN DAN


PENGOBATAN

Direktur RSU MITRA SEHAT setelah :


Menimbang : 1 Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di RSU Mitra Sehat perlu di
buat peraturan tentang bagaimana kebijakan penjelasan hak pasien dalam
pelayanan
2 Perlu di tetapkan dalam peraturan Direktur Rumah Sakit Mitra Sehat
Mengingat : 1. Keputusan Undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
praktik kedokteran
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan

: MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEBIJAKAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN
Kedua : Kebijakan penjelasan hak pasien dalam pelayanan di Rumah Sakit Islam
PKU Muhammadiyah Rogojampi di maksud dalam Diktum Kesatu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Kebijakan penjelasan hak pasien dalam pelayanan di Rumah Sakit Islam
PKU Muhammadiyah Rogojampi sebagaimana di maksud dalam Diktum
Kedua harus dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan di Rumah
Saki Islam PKU Muhammadiyah Rogojampi
Keempat Peraturan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan dan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tanjung Morawa


Pada Tanggal :

1. Direktur
RSU Mitra Sehat

Dr. Victor Eka Harianto


PANDUAN TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM
PELAYANAN

A. LATAR BELAKANG

Bahwa sudah tidak bisa dipungkiri lagi dimana kemajuan dan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat
berpengaruh pada perkembangan kebutuhan manusia yang
salah satunya dibidang teknologi informasi.

B.TUJUAN
Adapun tujuan dari panduan hak pasien dalam pelayanan
adalah agar pasien mengetahui sejauh mana pasien dalam
pelayanan.
C. MANFAAT
Membantu kelancaran proses pelayanan,bahwa hak pasien
adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sbb:
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib
dan peraturan yang berlaku di RS
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi,adil,dan
jujur
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu
sesuai dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi
dan tanpa diskriminasi
4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai
standar profesi keperawatan
5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku RS
6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas
menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa
campur tangan dari pihak luar
7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang
terdaftar di RS tersebut9second opinion) terhadap penyakit
yang dideritanya sepengetahuan dokter yang merawat
8. Pasien berhak atas privasi dan kerahasian penyakit yang
dideritanya termasuk data-data medisnya
9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
a) Penyakit yang dideritanya
b) Tindakan medis apa yang hendak dilakukan
c) Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan
tersebut dan tindakan untuk mengatasinya
d) Alternatif terapi lainnya
e) Diagnosanya
f) Perkiraan biaya pengobatan

10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan


yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan
penyakit yang dideritanya.
11.Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan
terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh.
12.Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan
kritis
13.Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai
agama/kepercayaan yang dianutnya selama ini tidak
mengganggu pasien lainnya
14.Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di RS
15.Pasien berhak mengajukan usul,saran,perbaikan RS
terhadap dirinya
16.Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moral
maupun spiritual

RUMAH SAKIT UMUM


MITRA SEHAT
Jln.SEI MERAH NO.300
Desa Dagang Kerawang telp.085277611545
SUMUT
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT
NO:

TENTANG
KEBIJAKAN TENTANG PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
Direktur RUMAH SAKIT UMUM MITRA SEHAT:
Menimbang : 1 Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di RSU MITRA SEHAT
perlu di buat peraturan tentang bagaimana kebijakan penjelasan hak pasien
dalam pelayanan dan pengobatan
2 bahwa dalam memandu dan mendukung hak pasien dan keluarga dalam
pelayanan dan pengobatan diperlukan suatu panduan.
3 bahwa panduan dalam memandu dan mendukung hak pasien dan
keluarga perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RSU MITRA
SEHAT

Mengingat : 1 Undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang Rumah


. Sakit
2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
. kedokteran
3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan

: MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEBIJAKAN TENTANG PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN
KEDOKTERAN
Kedua : Kebijakan penjelasan hak pasien dalam pelayanan dan pengobatan di
Rumah Sakit Umum Mitra Sehat di maksud dalam Diktum Kesatu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Kebijakan penjelasan hak pasien dalam pelayanan di Rumah Sakit Umum
Mitra Sehat sebagaimana di maksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan
acuan dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Umum Mitra Sehat.
Keempat Peraturan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Tanjung morawa
Pada tanggal :

Direktur
RSU MITRA SEHAT

(Dr. Victor Eka Harianto)

RSU MITRA SOP TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM


SEHAT PELAYANAN
Nomer Dokumen Jumlah
Nomer Revisi
Halaman
.......0/04/RSU
MS/2016
Ditetapkan
Direktur Rsu Mitra Sehat
Tanggal Terbit
STANDARD
OPERATING (Dr.Victor Eka Harianto)
PROCEDURE

PENGERTIAN Pemberian penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang


hak-haknya dalam meperoleh pelayanan di rumah sakit terkait.
TUJUAN Untuk Memberikan Penjelasan hak pasien dan keluarga dalam
memperoleh pelayanan.

KEBIJAKAN SK direktur

PROSEDUR 1. Ucapkan salam


2. Pastikan identitas pasien
3. Memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada
pasiien dan keluarga atas keadaan yang dialami pasien
4. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
haknya dalam memperoleh pelayanan di rumah sakit
5.Memberikan layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
6. Memberikan pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
7. Memberikan layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
8. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
9. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain (second opinion) yang memiliki Surat Ijin
Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit.
10. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit
yang dideritanya.
12. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
13. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
14. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
15. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah
Sakit terhadap dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS


2. DPJP
3. Staf keperawatan
4. Pasien dan keluarga

PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN


Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :

/0/04/RSU MS/2016 1/2

RSU MITRA
SEHAT

Tanggal Terbit: Ditetapkan


STANDAR
Direktur
PROSEDUR Rsu Mitra Sehat
OPERSIONAL
REKAM MEDIS
(Dr. Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Suatu persetujuan dari Pasien/keluarga mengenai tindakan


kedokteran selama di rawat di rumah sakit

TUJUAN Sebagai pedoman persetujuan dari Pasien atau keluarga terhadap


tindakan yang akan dilakukan

KEBIJAKAN SK direktur tentang penjelasan hak pasien dalam pelayanan

PROSEDUR 1. Setelah Pasien diindikasi oleh dokter untuk melakukan tindakan


kedokteran, pasien atau keluarga pasien dijelaskan mengenai :
a. Pengertian tindakan kedokteran yang akan dilakukan
b. Tujuan dilakukan tindakan
c. Indikasi tindakan
d. Komplikasi tindakan
e. Prosedur tindakan
2. Penjelasan diberikan oleh dokter yang merawat pasien tersebut
atau perawat yang sudah mendapat limpahan dari dokter yang
merawat
3. Yang berhak menandatangani adalah :
a. Pasangan hidup pasien (suami/istri)
b. Orang tua/wali
c. Bagi pasien berusia 18 tahun, wali atau orang tua atau
keluarga terdekat (penanggung jawab)
4. Setelah Pasien dan keluarga paham tentang tindakan
kedokteran yang akan dilakukan, kemudian menandatangani
surat persetujuan yang telah tersedia dengan disertai saksi
sesuai dengan format yang ada

UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS


2. Dpjp
3. Staf keperawatan
4. Pasien dan keluaraganya

PANDUAN PELAKSANAAN PERSETUJUAN TINDAKAN


KEDOKTERAN
1. Umum

a. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab seorang


(pasien) itu sendiri. Dengan demikian, sepanjang keadaan tersebut tidak
sampai mengganggu orang lain, maka keputusan untuk mengobati atau
tidaknya masalah kesehatan yang dimaksud, sepenuhnya terpulang dan
menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
b. Bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi untuk
meningkatkan atau memulihkan kesehatan seseorang (pasien) hanya
merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima oleh seorang (pasien) yang
bersangkuatn. Karena kesungguhan dalam pelayanan kedokteran, tidak
seorangpun yang dapat memastikan keadaan hasil dari diselenggarakannya
pelayanan kedokteran tersebut (uncertainty result), dank arena itu tidak etis
jika sifatnya jika penerimaannya dipaksakan. Jika seseorang karena satu dan
lain hal, tidak dapat atau tidak bersedia menerima tindakan kedokteran yang
ditawarkan, maka sepanjang penolakan tersebut tidak membahayakan orang
lain, harus dihormati.
c. Bahwa hasil dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil
guna apabila terjalin kerjasama yang baik antara dokter dan pasien, sehingga
dapat saling mengisi dan melengkapi. Dalam rangka menjalin kerjasama yang
baik ini perlu diadakan ketentuan yang mengatur tentang perjanjian antara
dokter atau dokter gigi dengan pasien. Pasien menyetujui (consent) atau
menolak, adalah merupakan hak pribadinya yang tidak boleh dilanggar,
setelah mendapat informasi dari dokter atau dokter gigi terhadap hal-hal yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi sehubungan dengan pelayanan
kedokteran yang diberikan kepadanya.
d. Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapatkan
informasi dan consent berarti persetujuan (ijin). Yang di maksud dengan
Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju
(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas,
rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang
kedokteran yang dimaksud.
e. Bahwa untuk mengatur keserasian, keharmonisan, dan ketertiban hubungan
dokter atau dokter gigi dengan pasien melalui informed consent harus ada
panduan sebagai acuan bagi seluruh personil rumah sakit.

1. Dasar

Sebagai dasar ditetapkannya Panduan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran ini


adalah peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang menyangkut
persetujuan tindakan kedokteran, yaitu:
a. Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
c. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
d. Peraturan Pemerintanh Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang tenaga Kesehatan;
f. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis;
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
h. Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor: HK.00.06.3.5.1866 Tahun 1999
tentang Panduan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis.
2. Tujuan

Panduan ini bertujuan agar dijadikan acuan bagi seluruh dokter, dokter gigi dan seluruh
tenaga kesehatan Rumah Sakit Rawamangun dalam melaksanakan ketentuan tentang
persetujuan tindakan kedokteran.

3. Pengertian

a. Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien


atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
b. Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang selanjutnya disebut Tindakan
Kedokteran, adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik
atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
c. Tindakan invasif, adalah tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien.
d. Tindakan Kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau
kecacatan.
e. Pasien, adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
f. Dokter atau Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun
di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
g. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-suadara kandung atau pengampunya.

Ayah :
- Ayah Kandung
- Termasuk Ayah adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan
penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Ibu :
- Ibu Kandung
- Termasuk Ibu adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan
penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Suami :
- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istri :
- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri
persetujuan/ penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.
h. Wali, adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum
dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum, atau orang yang
menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.
i. Induk semang, adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut
bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain, seperti pemimpin asrama dari anak
perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang
belum dewasa.
j. Gangguan Mental, adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara
klinis menimbulkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang,
mencakup Gangguan Mental Berat, Retardasi Mental Sedang, Retardasi Mental
Berat, Dementia Senilis.
k. Pasien Gawat Darurat, adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat
atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.

4. Tata laksana Persetujuan dan Penjelasan Tindakan Kedokteran

Dalam menetapkan dan Persetujuan Tindakan Kedokteran harus memperhatikan


ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Memperoleh Informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya
memberikan informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter atau dokter gigi
2. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dianggap benar jika memenuhi
persyaratan dibawah ini:
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan
kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (The Consent must be for what will be
actually performied)
b. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan
(Voluntary)
c. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi
hukum
d. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan
cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan
3. Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurang-kurangnya
mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical procedure);
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, risikonya (alternative medical procedures and risk);
d. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin
terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and without medical
procedures);
f. Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak
dilakukan;
g. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan
kedokteran yang dilakukan (purpose of medical procedure)
h. Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan kedokteran.

4. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan


Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung
jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila
berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada
dokter atau dokter gigi lain dengan sepengetahuan dokter atau dokter gigi yang
bersangkutan. Bila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi tanggung jawab
berada ditangan dokter atau dokter gigi yang memberikan delegasi.

Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti
atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman. Penjelasan tersebut
dicatat dan didokumentasikan dalam berkas rekam medik oleh dokter atau dokter gigi
yng memberikan penjelasan dengan mencantumkan:
Tanggal
Waktu
Nama
Tanda tangan
Pemberi penjelasan dan penerima

Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan yang akan diberikan
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenag kesehatan lain sebagai saksi.

Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah:


(1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.

(2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:


a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik, ataupun rehabilitatif;
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi;
c. Alternatif tindakan lian berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan;
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya,
hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Setelah perluasan
tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi harus memberikan
penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.

(3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko
dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan,
kecuali:
a. Resiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat
ringan;
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable).

(4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:


a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).

Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu
dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan
penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada
dokter atau dokter gigi lain yang kompeten. Tenaga kesehatan tertentu dapat
membantu memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya. Tenaga kesehatan
tersebut adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara
langsung kepada pasien.
Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan bagi
pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga
pasien yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran

5. Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan

Yang berhak untuk memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi adalah:


a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau telah menikah
b. Bagi pasien dibawah 21 tahun, persetujuan (informed consent) atau penolakan
tindakan medis dibrikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut:
1. Ayah/ Ibu Kandung
2. Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang
tuanya berhalangan hadir, persetujuan (informed consent) atau penolakan tindakan
medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
1. Ayah/Ibu Kandung
2. Saudara-Suadara Kandung
3. Induk Semang
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (informed consent) atau
penolakan penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut:
1. Ayah/Ibu Kandung
2. Wali yang sah
3. Saudara-saudara Kandung
e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) Persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan menurut hal tersebut.
1. Wali
2. Curator
f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua, persetujuan atau penolakan
tindakan medic diberikan oleh mereka menurut urutan hal tersebut.
1. Suami/Istri
2. Ayah/Ibu Kandung
3. Anak-anak Kandung
4. Saudara-saudara Kandung

Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral consent),
tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent).
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir
persetujuan tindakan kedokteran.
Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri, formulir tersebut sudah
diisi lengkap oleh dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan kedokteran atau
oleh tenaga medis lain yang diberi delegasi, untuk kemudian yang bersangkutan
dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang perlu dibacakan dihadapnnya.
Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak mengandung
risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan dianggap meragukan, maka
dapat dimintakan persetujuan tertulis.

6. Ketentuan pada Situasi Khusus

(1) Tindakan penghentian/ penundaan bantuan hidup (withdrawing/ withholding life


support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien
(2) Persetujuan penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter atau dokter gigi yang
bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis.

7. Penolakan Tindakan Kedokteran

(1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan
(2) Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak memberikan
atau menolak memberikan persetujuan tindakan kedokteran adalah orang tua,
keluarga, wali atau kuratornya.
(3) Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau istri tidak diikut sertakan
menandatangani persetujuan tindakan kedokteran, kecuali untuk tindakan keluarga
berencanan yang sifatnya irreversible; yaitu tubektomi atau vasektomi.
(4) Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi dan
kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter atau dokter gigi maka
orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan medis apapun yang akan
dilakukan dokter atau dokter gigi.
(5) Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk
memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan kedokteran tersebut harus
dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedokteran tersebut me
(6) Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter pasien.
(7) Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat, kecuali
tindakan kedokteran yang direncanakan sedah sampai pada tahapan pelaksanaan yang
tidak mungkin lagi dibatalkan
(8) Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka berhak menarik
kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau anggota keluarga lainnya
yang kedudukan hukumannya lebih berhak sebagai wali.
(9) Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus diberikan
secara tertulis dengan menandatangani format yang disediakan.

8. Dokumen Persetujuan Tindakan Kedokteran


(1) Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan
tindakan kedokteran harus dicatat dalam rekam medis.
(2) Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran harus disimpan
bersama-sama rekam medis.
(3) Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan kedokteran,
menggunakan formulir dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Tenaga keperawatan bertindak
sebagai salah satu saksi;
b. Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
c. Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan
kedokteran;
d. Dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan harus ikut membubuhkan
tanda tangan sebagai bukti bahwa telah memberikan informasi dan penjelasan
secukupnya;
e. Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol jari kanan.

9. Penutup

Dengan ditetapkannya panduan pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran ini maka


setiap personil Rumah Sakit Rawamangun agar melaksanakan ketentuan tentang
panduan pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran ini dengan sebaik-baiknya.

Nama :

CATATAN EDUKASI TERINTEGRASI No.RM :

PASIEN/KELUARGA Tgl. Lahir: L/P

Ruangan/Poliklinik:

HAMBATAN BELAJAR:
1. Tdk Ada 2. Pandangan Terbatas 3. Hambatan Bahasa: Tidak Ya: ____________
4. Kognisi Terbatas 5. Pendengaran Terbatas 6. Hambatan Emosi 7. Keterbatasan Fisik

8. Pertimbangan Budaya dlm perawatan: Tidak Ya: ________ 9. Tdk bisa membaca

Tanggal dan Tanda Tangan


GAYA BELAJAR YANG DISUKAI:

Verbal TertulisDemonstrasiLain-lain:

PENERIMA EDUKASI METODA PEMBELAJARAN EVALUASIPEMBELAJARAN

1.Pasien 1. Diskusi 1. Pemahaman Secara Verbal

2. Pasangan (isteri/suami) 2. Tertulis/ Makalah 2. Demonstrasi Ulang

3. Orang Tua 3. Demonstrasi 3. ButuhPenguatan

4. Saudara Kandung 4. Video

5. Lain-lain: 5. Lain-lain: _____________


Metoda Pembelajaran

Evaluasi Pembelajaran
Hambatan Belajar

PenerimaEdukasi

TandaTa TandaTan
ngan/ gan/
Tgl/ TOPIK EDUKASI namaEd namaPen KETERANGAN/
ukator erimaEdu
Jam
kasi CATATAN
Penjelaskan tentang kondisi Edukasi Point 1 sd 4
medis dan diagnosis pasti dilakukanoleh DPJP

Rencana pelayanan dan


pengobatannya

Proses untuk mendapatkan


persetujuan
HakPasiendankeluarga untuk
berpartisipasi dalam keputusan
pelayanannya

CONTOH

PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Dengan menyatakan sesungguhnya telah memberikan penolakan untuk dilakukan tindakan
kedokteran berupa:

Terhadap diri saya sendiri:
Nama : (L/P)
Umur : Tahun
Alamat :
Bukti diri/KTP:
Yang tujuan,sifat dan perlunya tindakan kedokteran tersebut diatas,serta resiko yang dapat
ditimbulkan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.demikian
pernyataan penolakan ini saya buat denagn penuh kesadaran dan tanpa paksaan

PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Dengan ini menyatakan sesunggunya telah memberikan persetujuan untuk dilakukan


tindakan kedokteran berupa:

Terhadap diri saya sendiri:

Nama : (L/P)

Umur : Tahun

Alamat :

Bukti diri/KTP :

Yang tujuan,sifat dan perlunya tindakan kedokteran tersebut diatas,serta resiko yang dapat
ditimbulkan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan penolakan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan

Tanjung morawa,..2016

Yang bersangkutan

(..)

RUMAH SAKIT UMUM


MITRA SEHAT
Jln.SEI MERAH NO.300
Desa Dagang Kerawang telp.085277611545
SUMUT
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT
NO:

TENTANG
KEBIJAKAN TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN

Direktur RSU MITRA SEHAT setelah :

Menimbang : a) 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan RSU MITRA


SEHAT maka diperlukan penyelelnggaraan kebijakan tentang
penjelasan hak pasien dalam pelayanan.
2. Bahwa agar pelayanan penyelenggaran kebijakan tentang
penjelasan hak pasien dalam pelayanan terlaksana dengan baikperlu
adanya kebijakan kepala RS MITRA SEHAT sebagai landasan bagi
penyelenggaran kebijakan tentang penjelasan hak pasien dalam
pelayanan.
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam a
dan b perlu ditetapkan dengan keputusan kepala RS MITRA
SEHAT

1. 1) Undang undang repoblik Indonesia nomor 36 Tahun 2009 tentang


kesehatan
2) Undang-undang repoblik Indonesia nomor 44 Tahun2009 tentang
RS
Mengingat : 3) Surat edaran direktur jenderal pelayanan medic nomor
Y.M.0.2.04.3.5.2504 tanggal 10 juni 1997 tentang pedoman hak
dan kewajiban pasien,dokter dan rumah sakit

: MEMUTUSKAN

Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT MITRA SEHAT


TENTANG KEBIJAKAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM
PELAYANAN DI RUMAH SAKIT MITRASEHAT.
:
:
Pertama : Memberlakukan kebijakan tentang penjelasan hak pasien dalam pelayanan
di RSU MITRA SEHAT sebagai mana terlampir dalam keputusan ini.

Kedua : Kebijakan tentang penjelasan hak pasien dalam pelayanan ini dimaksudkan
sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan pasien di RS MITRA
SEHAT

Ketiga : Kebijakan tentang penjelasan hak pasien dalam pelayanan ini


merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan kepala RSU
MITRA SEHAT

Tanjung morawa , 2016

Direktur
RSU MITRA SEHAT

(Dr.Victor Eka Harianto)

PANDUAN

TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN

BAB I
PENDAHULUAN

1) LATAR BELAKANG
Bahwa sudah tidak bisa dipungkiri lagi dimana kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh pada perkembangan kebutuhan
manusia,yang salah satunya dibidang teknologi informasi menjadi kebutuhan pokok setiap
orang dalam rangka pengembangan pribadi dilingkungan sosialnya.
Dibidang pelayanan kesehatan dirumah sakit ada 3 pelaku utama yang berperan
masing masing mempunyai hak dan kewajiban,ketiga pelaku tersebut adalah:
pasien,dokter dan rumah sakit.pengaturan hak dan kewajiban tersebut telah ditentukan
dalam berbagai peraturan perundang undangan.
Mengacu kepada UUtersebut,maka sudah seharusnya pelaku utama pelayanan
kesehatan dirumah sakit yaitu:pasien,dokter,dan rumah sakit secara terbuka mengetahui
hak dan kewajiban masing-masing yang mungkin selama ini belum diketahui secara utuh.

2) TUJUAN
Adapun tujuan dari panduan hak pasien dalam pelayanan adalah agar pasien
mengetahui sejauh mana hak pasien dalam pelayanan.

3) MANFAAT
Membantu kelancaran proses pelayanan
Bahwa hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien.

Menetapkan:
Pertama : Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di RSU MITRA SEHAT.
Kedua : Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi,adil dan jujur.
Ketiga : Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa
distriminasi.
Keempat : Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai standar profesi
keperawatan
Kelima : Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di RS
Keenam : Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan
pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak
luar.
Ketujuh : Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di
rumah sakit tersebut(second opinion)terhadap penyakit yang
dideritanya sepengetahuan dokter yang merawat.
Kedelapan : Pasien berhak atas privasi dan kerahasian penyakit yang dideritanya
termasuk data-data medisnya.
Kesembilan: Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
1. Penyakit yang diderita
2. Tindakan medis apa yang hendak dilakukan
3. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan
untuk mengatasinya
4. Alternative terapi lainnya
5. Diagnosanya
6. Perkiraan biaya pengobatan
Kesepuluh : Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Kesebelas : Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung
jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya.
Keduabelas : Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
Ketigabelas : Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama ini tidak menggangu pasien lainnya.
Keempatbelas : Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan dirumah sakit
Kelimabelas : Pasien berhak mengajukan usul,saran,perbaikan atas perlakuan
rumah sakit terhadap dirinya.
Keenambelas :Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun
spiritual.

SPO TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM


PELAYANAN
No. dokumen :
No.
Halaman:
/0/04/RSU MS/2016 Revisi :
1
0
RSU MITRA
SEHAT

Ditetapkan Oleh
STANDAR
Tanggal Terbit : Direktur Rsu Mitra
OPERASIONAL
Sehat
PROSEDUR
Dr.Victor Eka Harianto
PENGERTIAN Pemberian penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang hak-
haknya dalam memperoleh pelayanan di rumah sakit terkait
TUJUAN Untuk memberikan penjelasan hak pasien dan keluarga dalam
memperoleh pelayanan
KEBIJAKAN Tentang penjelasan hak pasien dalam pelayanan
PROSEDUR 1. Ucapkan salam
2. Pastikan identitas pasien
3. Memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada
pasien dan kelurga atas keadaanyang dialami pasien
4. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
haknya dalam memperoleh pelayanan rumah sakit
5. Memberikan layanan yang manusiawi, adil, jujur dan
tanpa diskriminasi
6. Memberikan pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasiona
7. Memberikan layanan yang efektif dan efisen sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
8. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
9. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain ( second opinion ) yang memiliki Surat
Ijin Praktek (SIP ) baik di dalam maupun di luar rumah
sakit.
10. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
11. Memberikan persetujuan dan kerahasiaan penyakit yang
akan dilakukan pleh tenaga kesehatan terhadap penyakit
yang dideritanya.
12. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis,tujuan tindakan medis,alternative
tindakan,resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan
13. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
14. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien
lainnya.
15. Memperoleh keadaaan dan keselamatan diirnya selama
dalam perawatan di RS.mengajukan usul,saran,perbaikan
atas perlakuan RS terhadap dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesui
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS


2. Ketua kelompok staf medis
3. Staf medis
4. Staf keperawatan
Nama :

CATATAN EDUKASI TERINTEGRASI No.RM :

PASIEN/KELUARGA Tgl. Lahir: L/P

Ruangan/Poliklinik:

HAMBATAN BELAJAR:

1. Tdk Ada 2. Pandangan Terbatas 3. Hambatan Bahasa: Tidak Ya: ____________


4. Kognisi Terbatas 5. Pendengaran Terbatas 6. Hambatan Emosi 7. Keterbatasan Fisik

8. Pertimbangan Budaya dlm perawatan: Tidak Ya: ________ 9. Tdk bisa membaca

Tanggal dan Tanda Tangan


GAYA BELAJAR YANG DISUKAI:

Verbal TertulisDemonstrasiLain-lain:

PENERIMA EDUKASI METODA PEMBELAJARAN EVALUASIPEMBELAJARAN

1.Pasien 1. Diskusi 1. Pemahaman Secara Verbal

2. Pasangan (isteri/suami) 2. Tertulis/ Makalah 2. Demonstrasi Ulang

3. Orang Tua 3. Demonstrasi 3. ButuhPenguatan

4. Saudara Kandung 4. Video

5. Lain-lain: 5. Lain-lain: _____________


Metoda Pembelajaran

Evaluasi Pembelajaran
Hambatan Belajar

PenerimaEdukasi
TandaTa TandaTan
ngan/ gan/
Tgl/ TOPIK EDUKASI namaEd namaPen KETERANGAN/
ukator erimaEdu
Jam
kasi CATATAN
Penjelaskan tentang kondisi Edukasi Point 1 sd 4
medis dan diagnosis pasti dilakukanoleh DPJP

Rencana pelayanan dan


pengobatannya

Proses untuk mendapatkan


persetujuan

HakPasiendankeluarga untuk
berpartisipasi dalam keputusan
pelayanannya
RUMAH SAKIT UMUM
MITRA SEHAT

Jln.SEI MERAH NO.300


Desa Dagang Kerawang telp.085277611545
SUMUT

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MITRA SEHAT


NO:
TENTANG

KEBIJAKAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN DAN PENGOBATAN

Direktur RSU MITRA SEHAT setelah :

Menimbang : 1. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di RSU Mitra Sehat


perlu di buat peraturan tentang bagaimana kebijakan penjelasan
hak pasien dalam pelayanan dan pengobatan.
2. Bahwa dalam memandu dan mendukung hak pasien dan keluarga
dalam pelayanan dan pengobatan diperlukan suatu panduan.
3. Bahwa panduan dalam memandu dan mendukung hak pasien dan
keluarga perlu ditetapkan dengan surat keputusan direktur RSU
MITRA SEHAT

Mengingat 1. Undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang


: Rumah Sakit.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang praktik kedokteran.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan.

: MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEBIJAKAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN
DAN PENGOBATAN
Kedua : Kebijakan penjelasan hak pasien dalam pelayanan di RSU MITRA
SEHAT di maksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Kebijakan penjelasan hak pasien dalam pelayanan di RSU MITRA
SEHAT sebagaimana di maksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan
acuan dalam memberikan pelayanan di RSU MITRA SEHAT.
Keempat Peraturan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan dan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tanjung Morawa

Pada Tanggal :

Direktur

RSU MITRA SEHAT

(Dr. Victor Eka Harianto)

PANDUAN

TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN

BAB I

PENDAHULUAN

4) LATAR BELAKANG
Bahwa sudah tidak bisa dipungkiri lagi dimana kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh pada perkembangan kebutuhan
manusia,yang salah satunya dibidang teknologi informasi menjadi kebutuhan pokok setiap
orang dalam rangka pengembangan pribadi dilingkungan sosialnya.
Dibidang pelayanan kesehatan dirumah sakit ada 3 pelaku utama yang berperan
masing masing mempunyai hak dan kewajiban,ketiga pelaku tersebut adalah:
pasien,dokter dan rumah sakit.pengaturan hak dan kewajiban tersebut telah ditentukan
dalam berbagai peraturan perundang undangan.
Mengacu kepada UUtersebut,maka sudah seharusnya pelaku utama pelayanan
kesehatan dirumah sakit yaitu:pasien,dokter,dan rumah sakit secara terbuka mengetahui
hak dan kewajiban masing-masing yang mungkin selama ini belum diketahui secara utuh.

5) TUJUAN
Adapun tujuan dari panduan hak pasien dalam pelayanan adalah agar pasien
mengetahui sejauh mana hak pasien dalam pelayanan.

6) MANFAAT
Membantu kelancaran proses pelayanan
Bahwa hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien.

Menetapkan:
Pertama : Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di RSU MITRA SEHAT.
Kedua : Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi,adil dan jujur.
Ketiga : Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa
distriminasi.
Keempat : Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai standar profesi
keperawatan
Kelima : Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di RS
Keenam : Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan
pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak
luar.
Ketujuh : Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di
rumah sakit tersebut(second opinion)terhadap penyakit yang
dideritanya sepengetahuan dokter yang merawat.
Kedelapan : Pasien berhak atas privasi dan kerahasian penyakit yang dideritanya
termasuk data-data medisnya.
Kesembilan: Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
7. Penyakit yang diderita
8. Tindakan medis apa yang hendak dilakukan
9. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan
untuk mengatasinya
10. Alternative terapi lainnya
11. Diagnosanya
12. Perkiraan biaya pengobatan
Kesepuluh : Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Kesebelas : Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung
jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya.
Keduabelas : Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
Ketigabelas : Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama ini tidak menggangu pasien lainnya.
Keempatbelas : Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan dirumah sakit
Kelimabelas : Pasien berhak mengajukan usul,saran,perbaikan atas perlakuan
rumah sakit terhadap dirinya.
Keenambelas :Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun
spiritual.

SPO TENTANG PENJELASAN HAK PASIEN DALAM


PELAYANAN
No. dokumen :
No.
Halaman:
/0/04/RSU MS/2016 Revisi :
1
0
RSU MITRA
SEHAT

Ditetapkan Oleh
STANDAR Direktur Rsu Mitra
Tanggal Terbit :
OPERASIONAL Sehat
PROSEDUR

Dr.Victor Eka Harianto


Pengertian : Pemberian penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang hak-
haknya dalam memperoleh pelayanan di rumah sakit terkait
Tujuan : Untuk memberikan penjelasan hak pasien dan keluarga dalam
memperoleh pelayanan
Kebijakan : Tentang penjelasan hak pasien dalam pelayanan
Prosedur 1) Ucapkan salam
2) Pastikan identitas pasien
3) Memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada
pasien dan kelurga atas keadaanyang dialami pasien
4) Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
haknya dalam memperoleh pelayanan rumah sakit
5) Memberikan layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi
6) Memberikan pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasiona
7) Memberikan layanan yang efektif dan efisen sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi
8) Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
9) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain ( second opinion ) yang memiliki Surat
Ijin Praktek (SIP ) baik di dalam maupun di luar rumah sakit.
10) Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
11) Memberikan persetujuan dan kerahasiaan penyakit yang
akan dilakukan pleh tenaga kesehatan terhadap penyakit
yang dideritanya.
12) Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis,tujuan tindakan medis,alternative
tindakan,resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan
biaya pengobatan
13) Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
14) Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
15) Memperoleh keadaaan dan keselamatan diirnya selama
dalam perawatan di RS.mengajukan usul,saran,perbaikan
atas perlakuan RS terhadap dirinya.
16) Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesui
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

1. Pimpinan RS
Unit Terkait : 2. DPJP
3. Staf keperawatan
4. Pasien dan keluarga

SURAT PERNYATAAN PENOLAKAN PENGOBATAN


PENOLAKAN PENGOBATAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,saya


Nama : (L/P)
Umur : tahun
Alamat :
Dengan ini menyatakan PENOLAKAN PENGOBATAN:
Terhadap saya : saya bernama :
Tgl lahir : laki-laki/perempuan :
Alama :

Saya memahami perlunya dan manfaat pengobatan tersebut sebagaimana telah dijelaskan
seperti diatas kepada saya,termasuk resiko dan komplikasi yang mungkin timbul.
Saya bertanggung jawab secara penuh atas segala akibat yang mungkin timbul sebagai akibat
tidak dilakukannya pengobatan tersebut.

Tanjung morawa, 2016


Pukul :

Yang menyatakan
Saksi:

(.) (.) ()

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan
terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk
mencegah kematian.
Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak
dilakukan Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan
ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary
resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi permasalahan
darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus
ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah satu
keputusan yang paling sulit, adalah masalah etika yang menyangkut perawat
ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan
dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah
'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba
pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan
RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika kita
memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh
pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi
kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR adalah
karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan
RJP. Situasi ini umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini kadang-kadang
diberikan nama samaran yang berbeda di rumah sakit yang berbeda. Pada
pasien biasa ketika kode staf pasien suatu kawanan seluruh tim resusitasi
ruangan. Dada akan dikompresi dengan tangan untuk mensimulasikan detak
jantung dan sirkulasi darah. Sebuah tabung dimasukkan ke dalam mulut dan
tenggorokan dan Pasien diletakkan pada ventilator untuk bernafas untuk
Pasien. Jika hati Pasien dalam irama mematikan Pasien terkejut dengan
jumlah besar listrik untuk tersentak kembali ke irama. Obat yang diberikan
dan secara manual dipompa melalui
sistem dengan penekanan dada. Jika semua ini berhasil, hati Pasien
mulai untuk mengalahkan sendiri lagi dan pasien berakhir di ventilator untuk
membuatnya / napasnya. Ini tidak biasanya datang tanpa konsekuensi.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah
kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada
sedang dilakukan untuk mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum
seefektif detak jantung biasa. Meskipun oksigen dipompa ke paru-paru
mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah beberapa oksigen dari
mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin besar
kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP
akan berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan
paru-paru. Apa pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini
sangat normal untuk mendengar retak tulang rusuk dan tulang. Dibutuhkan
banyak kekuatan untuk kompres jantung dengan sternum dan tulang rusuk
duduk di sampingnya. Terutama orang tua biasanya mengalami kerusakan
dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis dalam dan dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien
pemulihan dan kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah
daripada mereka sebelum resusitasi tersebut. Biasanya Pasien berakhir pada
ventilator setelah RJP. Jika Pasien memiliki organ yang rusak, kerusakan
terutama otak, ada kemungkinan Pasien mungkin bukan karena ventilator
tapi karena terlambatnya oksigen masuk ke otak.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda utuk melarang
melakukan Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruaang perawatan
ataupun di pintu masuk, sudah ada tandan tulisan DNR. Pasien DNR tidak
benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien masih
diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh
pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti berdetak) tim
medis tidak akan melakukan CPR/RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Ketika dokter
dan perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus pada
tindakan penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan Paliatif
B. TUJUAN
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus
henti jantung henti nafas.

C. PERTIMBANGAN STATUS DNR


DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu:
1. sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal
pasien dengan kanker stadium empat parah, jadi rasanya tidak perlu
adanya resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap
eutanasia ( dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang
sudah tidak terjamin).
4. Kaku mayat.

5. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari


tubuhnya dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir per
vaginam. Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak
lintang dan janin sudah meninggal.

6. Dekomposisi.

7. Lividitas dependen.

8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan
untuk hidup (pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital)

D. PROSEDUR MENOLAK RESUSITASI (DNR)


Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan
kesepakatan para dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan
dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun menurut para dokter yang
merawat si pasien bahwa keadaan pasien sudah tidak memungkinkan untuk
dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi keluarga pasien tidak
menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat diberikan.
Karena hal itu dapat dianggap neglecting patient, dan pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien
dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu
diberitahu tentang keadaan pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR,
walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena
mereka tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun
juga keadaan pasien sudah parah, atau karena pasien sudah lanjut usia.
Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya
memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau
renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock, pasti
sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias
dibiarkan meninggal dengan tenang.
Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis
pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di
tempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu
kamar atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya,
revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam
medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan
gelang DNR di musnahkan.
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
a. Diagnosis
b. Alas an DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau
dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR
di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di
musnahkan.
Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila
keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu
dengan mengikuti prosedur berikut :

1. Hubungi kontrol medik.


2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.

3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan


(misal : kanker).

4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, pemayaran


EKG).

5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.

6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak


perintah DNR.

7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil
menghubungi
kontrol medik.

8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan


mungkin tetap membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah
pasien mungkin potensial sebagai donor organ atau jaringan.

9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk
memastikan irama asistol atau agonal dan lampirkan strip kopi pada
laporan.
RSU MITRA
SEHAT
PENOLAKAN RESUSITASI

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
.../0/04/RSU
MS/2016

Ditetapkan,
SPO Terbit Tanggal
Hak Pasien Direktur Rsu Mitra Sehat
Dan Keluarga
Pasien
(Dr. Victor Eka Harianto)

Pengertian Suatu pendapat pasien atau keluarga memberikan penolakan


pengobatan atau resusitasi setelah mendapat penjelasan dari
dokter penanggung jawab pasien.

Tujuan Pasien atau keluarga memahami dan mengerti tentang hak-


haknya dalam menolak resusitasi dan pengobatan serta risiko
yang diakibatkan dari keputusan tersebut.
Staf rumah sakit menghormati hak pasien dan keluarga
Kebijakan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit mitra sehat tentang
penolakan resusitasi.

Prosedur Pasien dewasa berhak menolak tindakan atas dirinya sendiri


atau pasien yang tidak bisa membuat keputusan terhadap
dirinya (belum cukup umur, gangguan kesadaran mental dan
fisik) diwakilkan kepada anggota keluarga atau wali yang
ditunjuk secara hukum dengan membuat pernyataan
penolakan tindakan dan pengobatan secara tertulis setelah
mendapat penjelasan risiko yang diakibatkan oleh dokter
penanggung jawab pasien
Perawat mendokumentasikan keputusan pasien atau keluarga
di rekam medis 13.1
Perawat melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien
Apabila pasien atau keluarga menarik kembali keputusan
penolakan tindakan dan pengobatan, maka dilakukan secara
tertulis

Unit Terkait Pimpinan RS


Ketua komdik
Staf medis/ dpjp
Staf keperawatan
FORMULIR PENOLAKAN RESUSITASI
DAN PELAYANAN PALIATIF
Formulir ini adalah perintah dokter dimana petugas paramedis (perawat, bidan)tidak
diperintahkan melakukan tindakan resusitasi dasar berupa pelayanan bantuan hidup dasar dan
tindakan medis lainnya yang tertulis sebagai berikut:

Identitas Pasien:
Nama Lengkap :
Tempat dan Tanggal Lahir :
No RM :

Persyaratan dan instruksi dokter:


Saya, dokter yang bertandatangan dibawah ini menginstruksikan petugas paramedis
(perawat, bidan) untuk tidak melakukan hal-hal yang tertulis dibawah ini:
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......
Tanjung morawa.2016
Direktur
RSU MITRA SEHAT

(Dr. Victor Eka Harianto)

Panduan Manajemen Nyeri

Pengertian : perasaan dan pengalaman emosional yang tidak


menyenangkan yang terkait dengan adanya kerusakan
jaringan potensial atau actual.
Nyeri terbagi atas 2 : - akut
- kronis
Gejala dan keadaan nyeri
1. Nyeri bisa berupa nyeri tajam, tumpul, rasa terbakar,
menyentak yang berpariasi dalam intensitas dan
lokasinya
2. Suatu stimulus yang sama dapat menyebabkan gejala
nyeri yang berubah sama sekali misalnya tajam menjadi
tumpul
3. Gejala kadang bersifat nonspesifik
4. Nyeri akut dapat mencetuskan hipertensi
5. Nyeri kronis sering kali tidak ada tandanyata
6. Nyeri bersifat subyektif,
Tujuan Nyeri

1. Mengurangi instensitas dan durasi keluhan nyeri


2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut
menjadi gejala nyeri kronis yang persisten
3. Mengurangi penderitaan dan ketidak mampuan akibat
nyeri
4. Memiimalkan reaksi tak diinginkankan atau intoleransi
terhadap terapi nyeri
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan
mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan
aktipitas sehari-hari
SPO ASESMEN NYERI

RSU MITRA
SEHAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


....../0/04/RSU MS/2016
Terbit Tanggal Ditetapkan oleh
SPO Direktur Rsu Mitra Sehat
ASESMEN
NYERI

(Dr..Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Menyiapkan pasien dan keluarga tentang strategi mengurangi nyeri


atau menurunkan nyeri ke level kenyamanan yang diterima oleh
pasien

TUJUAN Memfasilitasi pasien untuk tindakan pengurangan nyeri


KEBIJAKAN Dilakukan pada pasien yang mengalami nyeri

PROSEDUR 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif tentang nyeri,


termasuk lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor presipitasi
2. Amati perlakuan non verbal yang menunjukkan
ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan komunikasi
efektif
3. Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat
4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik yang dapat diterima
tentang pengalaman nyeri dan merasa menerima respon
pasien terhadap nyeri
5. Identifikasi dampak pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
6. Evaluasi pasca mengalami nyeri termasuk riwayat individu dan
keluarga mengalami nyeri kronik atau yang menimbulkan
ketidakmampuan
7. Evaluasi bersama klien tentang efektifitas pengukuran kontrol
paska nyeri yang dapat digunakan
8. Bantu pasien dan keluarga untuk memperoleh dukungan
9. Bersama keluarga mengidentifikasi kebutuhan untuk mengkaji
kenyamanan pasien dan merencanakan monitoring tindakan
10. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama berakhir, antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Ajarkan kepada pasien untuk mengontrol faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon pasien mengalami
ketidaknyamanan (misal: temperature ruangan, cahaya,
kebisingan)
12. Mengajarkan pada pasien bagaimana mengurangi atau
menghilangkan faktor yang menjadi presipitasi atau
meningkatkan pengalaman nyeri (misal: ketakutan, kelemahan,
monoton, dan rendahnya pengetahuan)
13. Pilih dan implementasikan berbagai pengukuran (misal:
farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal) untuk
memfasilitasi penurun nyeri
14. Mengajarkan kepada pasien untuk mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurun nyeri
15. Anjurkan pasien untuk memantau nyerinya sendiri dan
intervensi segera
16. Ajarkan teknik penggunaan nonfarmakologi (misal:
biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, guided imagery, terapi
musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, acupressure,
terapi dingin/panas, dan pijatan)
17. Jelaskan tentang penggunaan analgetik untuk penurun nyeri
yang optimal
18. Gunakan pengukuran control nyeri sebelum nyeri meningkat
19. Lakukan verifikasi tingkat ketidaknyamanan dengan pasien,
catat perubahan pada rekam medik.
20. Evaluasi keefektifan pengukuran kontrol nyeri yang dilakukan
dengan pengkajian terus-menerus terhadap pengalaman nyeri
21. Modifikasi pengukuran kontrol nyeri pada respon pasien
22. Dorong istirahat yang adekuat/tidur untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
23. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri,
sesuai keperluan
24. Beri informasi yang akurat untuk mendukung pengetahuan
keluarga dan respon untuk pengalaman nyeri
25. Melibatkan keluarga dalam modalitas penurun nyeri, jika
mungkin
26. Pantau kepuasan pasien dengan manajemen nyeri pada
rentang spesifik
UNIT TERKAIT Pimpinan RS
Staf medis/DPJP
Staf keperawatan
Instalasi Rawat Inap
ICU
SPO PELAYANAN KEDOKTERAN TENTANG MANAJEMEN
NYERI
RSU MITRA
SEHAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


....../0/04/RSU MS/2016
Terbit Tanggal Ditetapkan oleh
SPO Direktur
ASESMEN Rsu Mitra Sehat
NYERI

(Dr..Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Perasaan dan pengalaman emosional dan tidak menyenangkan


yang terkait dengan adanya kerusakan jarinagn.

TUJUAN Memfasilitasi pasien untuk tindakan pengurangan nyeri


KEBIJAKAN Dilakukan pada pasien yang mengalami nyeri

PROSEDUR 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif tentang nyeri,


termasuk lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor presipitasi
2. Amati perlakuan non verbal yang menunjukkan
ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan komunikasi
efektif
3. Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat
4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik yang dapat diterima
tentang pengalaman nyeri dan merasa menerima respon
pasien terhadap nyeri
5. Identifikasi dampak pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
6. Evaluasi pasca mengalami nyeri termasuk riwayat individu
dan keluarga mengalami nyeri kronik atau yang menimbulkan
ketidakmampuan
7. Evaluasi bersama klien tentang efektifitas pengukuran kontrol
paska nyeri yang dapat digunakan
8. Bantu pasien dan keluarga untuk memperoleh dukungan
9. Bersama keluarga mengidentifikasi kebutuhan untuk
mengkaji kenyamanan pasien dan merencanakan monitoring
tindakan
10. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama berakhir, antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Ajarkan kepada pasien untuk mengontrol faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon pasien mengalami
ketidaknyamanan (misal: temperature ruangan, cahaya,
kebisingan)
12. Mengajarkan pada pasien bagaimana mengurangi atau
menghilangkan faktor yang menjadi presipitasi atau
meningkatkan pengalaman nyeri (misal: ketakutan,
kelemahan, monoton, dan rendahnya pengetahuan)
13. Pilih dan implementasikan berbagai pengukuran (misal:
farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal) untuk
memfasilitasi penurun nyeri
14. Mengajarkan kepada pasien untuk mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurun nyeri
15. Anjurkan pasien untuk memantau nyerinya sendiri dan
intervensi segera
16. Ajarkan teknik penggunaan nonfarmakologi (misal:
biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,
acupressure, terapi dingin/panas, dan pijatan)
17. Jelaskan tentang penggunaan analgetik untuk penurun nyeri
yang optimal
18. Gunakan pengukuran control nyeri sebelum nyeri meningkat
19. Lakukan verifikasi tingkat ketidaknyamanan dengan pasien,
catat perubahan pada rekam medik.
20. Evaluasi keefektifan pengukuran kontrol nyeri yang dilakukan
dengan pengkajian terus-menerus terhadap pengalaman nyeri
21. Modifikasi pengukuran kontrol nyeri pada respon pasien
22. Dorong istirahat yang adekuat/tidur untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
23. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri,
sesuai keperluan
24. Beri informasi yang akurat untuk mendukung pengetahuan
keluarga dan respon untuk pengalaman nyeri
25. Melibatkan keluarga dalam modalitas penurun nyeri, jika
mungkin
26. Pantau kepuasan pasien dengan manajemen nyeri pada
rentang spesifik
UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS
2. Staf medis/DPJP
3. Staf keperawatan

PANDUAN

PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL


( END of LIFE )

PENDAHULUAN

Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan


yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal
dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah
psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses
kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan
rasa sedih dan kehilangan.
Tujuan rumah sakit untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus
mempertimbangkan tempat asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti hospice
atau unit asuhan palliatif), tipe pelayanan yang diberikan dan kelompok pasien yang
dilayani. Rumah sakit mengembangkan proses untuk mengelola pelayanan akhir
hidup. Proses tersebut adalah :
1. memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola secara
tepat.
2. memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan
respek.
3. melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala.
4. merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-gejala.
5. mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.

PRINSIP PELAYANAN PASIEN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)

1. Rumah sakit memberikan dan mengatur pelayanan akhir kehidupan.


2. Asuhan pasien dalam proses kematian harus meningkatkan kenyamanan dan
kehormatannya.

MAKSUD DAN TUJUAN PELAYANAN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)


Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus
sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya.
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
asuhan selama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah
sakit termasuk :
a) pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga;
b) menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
c) menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
d) mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan;
e) memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya. Untuk mencapai tujuan ini semua staf
harus menyadari akan kebutuhan pasien yang unik pada akhir hidupnya
(lihat juga HPK.2.5, Maksud dan Tujuan). Rumah sakit mengevaluasi mutu
asuhan akhir-kehidupan, berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga
dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.

A. DEFINISI
1. Kondisi Terminal adalahsuatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkinlagi
dapatdilakukan perbaikansehingga akan menyebabkan kematian dalam
rentang waktu yang singkat. Pengaplikasianterapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminaladalah pasiendengankondisi terminal yang
makin lama makin memburuk
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.
4. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otakterhenti, tetapi
tidak ireversibel.
5. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik
selama beberapa jam atau hari.
6. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak
dan serebelum.
7. Alat Bantu Napas (Ventilator ) adalahalatyang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasiuntuk mempertahankan
peroksigenasi.
8. Witholding life supportadalah penundaan bantuan hidup
9. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan
bantuan hidup (Witholding life support)
11. 11.Iforemed consent dalam profesi kedokteran adalah:pernyataan
setuju (consent atau iji dari sesorang(pasien) yang diberikan secar
bebas,rasional tanpa paksaan terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesdudah mendapatkan informasi yang cukup
tenang kedokteran yang dimaksud

12. Donasi organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor
kepada resipien.

13. Perawatan paliatif adalah upaya medis untuk meningkatkan atau


mempertahankan kualitas hidu pasien dalam kondisi terminal.

B.RUANG LINGKUP

1. Aspek keperawatan
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien yaitu mulai dari
titik yang actual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskan
meninggal dunia atau mati,seseorang dinyatakan meniggal/mati apabila
fungsi jantung dan paru-paru berhenti.kematian sistemik auat kematian
system tubuh lainnyaterjadi dalam beberapa menit dan otak merupakan
organ besar pertama yang menderita kehilangan fungi yang ireversibel
selajutnya organ organ lain akan mati,respon pasien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,psikologis,social yang
dialami,sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda.hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditujukan oleh
pasien terminal

Menurut ELISABETH KULIBER ROSS M.D ada 5 fase menjelang


kematian yaitu:

A. DENIAL(FASE PENYANGKALAN/PENGINGKARAN DIRI)

Dimulai ketika orang didasarkan bahwa ia menderita penyakit yang parh


dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan
bahkan mungkin mengingkarinya.penyangkalan ini merupaakan mekanis
pertahanan yang sering kali ditemukan pada hamper setiap pasien pada
saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya.

B. ANGER(FASE KEMARAHAN)

Terjadi ketika pasien tidak lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan


meninggal,masanya tiba dimana ia mengakui bahwa kematian memang
sudah dekat,tetapi kesadaran ini sering kali disertai dengan munculnya
ketakutan dan kemarahan .kemarahan ini sering kali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan .kemarahan ini sering kali
diekpresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada
pelayanan di RS atau dirumah.umumnya pemberi pelayanantidak
menyadari,bahwa tingkah laku pasien sebgai ekpresi dari frustasi yang
dialaminya,sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian bukan
argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena
kemarahannya
C. BARGAINING (FASE TAWAR MENAWAR).

Ini adalah fase dimana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup
sedikit lebih lama lagi dikurangi penderitanya,mereka bisa menjanjijkan
macam-macam hal kepada TUHAN,TUHAN kalau ENGKAU menyakan
kasihmu dan keajaiban.kesembuhan MU,maka aku akan
mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMU.

D. DEPRESION(FASE DEPRESI)

Setelah ternyata penyakitnya makin parah,tibalah fase


depresi,penderitanya merasa putus asa melihat masa depannya yang
tanpa harapan .

E. ACCEPTANCE (FASE MENERIMA/PASRAH)

tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan


yang ia alami.pada umumnya setelah jangka waktu tertentu mereka akan
dapat menerima kenyataan,bahwa kematian sudah dekat,mereka mulai
kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi
dengan berita dan persoalan disekitarnya.

Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagi masalah baik


fisik,psikologis maupun social spiritual antara lain:

a) Problem oksigenisasi :nafas tidak teratur,cepat atau lambat,pernapasan


cheyne stokes,sirkulasi perifer menurun,perubahan
mental,gelisah,tekanan darah menurun,hypoksia,akumulasi secret,nadi
regular.

b) Problem eliminasi :kontipasi medikasi atau mobilitas memperlambat


peristaltic,kurang diet,serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi,inkon tinensiafekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau
kondisi penyakit(meisca colon)retensiurin,inkon tinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mistrauma medulla
spinalis,oliguri terjadi sering penurunan intake cairan atau kondisi
penyakit misalnya gagal ginjal.
c) Problem nutrisi dan cairan :asupan makanan dan cairan
menurun,peristaltic,disertai abdomen,kehilangan BB,bibir kering dan
pecah-pecah.lidah kering dan
membengkak,mual,muntah,cegukan,dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.

d) Problem suhu :ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai


selimut

e) Problem sensori :penglihatan menjadi kabur,refleks berkedip hilang saat


mendekati kematian,menyebabkan kekeringan pada kornea,pendengaran
menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,penglihatan
kabur,pendengaran kurang,sensasi menurun

f) Problem nyeri :ambang nyeri menurun,pengobatan nyeri dilakukan


secara intra vena,pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.

g) Problem kulit dan mobilitas :sering kali tirah baring lama menimbulkan
maslah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi
yang sering

h) Masalah psikologis :pasein terminal dan orang terdekat biasanya


mengalami banyak respon,perasaan emosi,perasaan marah dan putus asa.

2. Perawatan paliatif

Perawatan plaiatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of


death.perawatan paliatif menyangkut psikologis,spiritualis,fisik,keadaan
social,terkait hal ini memberikan pemahanan bagi keluarga dan pasien
sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan
sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih saying
diakhiri kehidupan pasien tersebut.

3. Aspek medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sering ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak(MO)walaupun
jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi
buatan(ventilator)dipertahankan akan tetapi banyak pulayang memakai
konsep mati btang otak(MBO) sebagai pengganti aMO dalam penentuan
mati dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberikan
bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal,pilihan ini sering kali
menimbulkan dilemma terutama bagi keluarag pasien karena mereka
menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya
akan menambah penderitaan pasien.keluarga menginginkan sebuah proses
dimana berbagai itervensi medis(mis; pemakaian ventilator )tidak lagi
diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal
akibat penyakit yang mendasarinya.ketika keluarga/wali meminta dokter
menghentikan bantuan hidup(withholding life support)terhadap pasien
tersebut.maka dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat
sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
dilaksanakan,tim dokter telah memberikan informasi kepada keluarga
tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusan keluarga/wali
tertulis dalam informed concent.

C.TATA LAKSANA

1) Aspek keperawatan

I. Asesmen keperawatan

Perawat dapat berbagai penderitaan pasein menjelang ajal dan


mengintervensi dengan melakukan asesmen yang tepat sbb:

a) Asesmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga:

1 Closed awareness: pasien da atau keluarga percaya bahwa pasien


akan segera sembuh.

2 Mutual pretense :keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan


tidak membicarakannya lagi,kadang-kadang keluarga menghindari
percakapan tentang kematian demi menghindari dari tekanan.
3 Open awwrences : keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk
mempertimbangkannya walaupun terasa sulit keberatan untuk
memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.kesadaran
ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah,bahkan dapat berpartipasi dalam
merencanakan pemakaman.pada tahapan ini perawat atau dokter
dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga seperti
autopsy atau donasi organ.

b) Asesmen factor fisik pasien.

Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada


berbagai masalah fisik,perawat harus mampu mengenal perubahan
fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi:

1.Pernapsan(breath)

a. Apakah teratur tidak teratur

b. Apakah ada suara nafas tambahan seperti


ronki,wheezing,stridor,crckles

c. Apakah terjadi sesak nafas

d. Apakah ada batuk,bila ada apakah produktif atau tidak

e. Apakah ada sputum bila ada bagaimana jumlah,warna,bau


dan jenisnya.

f. Apakah memakai ventilasi mekanik(ventilator)atua tidak

2. Kardiovaskuler(blood)

a. Bagaimana irama jantung,apakah regular atau irregular

b. Bagaimana akral,apakah hangat,kering ,merah,dingin,basah


pucat

c. Bgaaimana pulsasi,apakah sangat kuat,teraba,lemah


teraba,hilang timbul atau tidak teraba
d. Apakah ada pendarahan atua tidak bila ada dimana lokasinya

e. Apakah ad cvc atau tidak bila ada berap ukurannyadalam


CMH2O

f. Berapa tensi dan MAP dalam ukuran MMHG

g. Lain-lain bila ada.

3. Persyrafan(brain)

a. Bagaimana ukuran gsc total untuk mata,verbal,motoric dan


kesadaran pasien

b. Berapa ukuran icp dalam cmh20

c. Apakah ad tanda tik seperti nyeri kepala atua muntah


proyektil

d. Bagaimana konjungtiva,apakah anemis atau kemerahan

e. Lain-lain dan bila ada

4. Perkemihan(blader)

a. Bagaimana area genital,apakah bersih atau kotor

b. Berpa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari

c. Bagaimana cara buang air kecil,apakah spontan atau dengan


bantuan dower chaterter

d. Bagiamana produksi urin,berapa jumlah cc/jam,bagaimana


warnanya,bagaimana baunya.
5. Pencernaan(bowel)

a. Bagaimana nafsu makan,apakah baik atau menurun

b. Bagaimana porsi makan,habis atau tidak

c. Minum berpa cc /hari dengan jenis cairan

d. Apakah mulut bersih,kotor dan berbau

e. Apakah ada mual atau muntah

f. Buang air besar berapa kali sehari,apakah teratur atau


tidak,bagaimana konsistensi,warna dan bau dari feses

6. Musculoskeletal/inergumen

a. Bagaimana kemampuan pergerakan sendi,bebas atu terbatas

b. Bagaimana warna kulit,apakah icterus sianotik


,kemerahan,pucat atau hiperpigmentas

c. Apakah ad odema atau tidak bila ada dimana lokasinya

d. Apakah ada decubitus atua bila dimana lokasinya dan apa


jenis lokasinya

e. Apakah ada luka atau tidak bila dimana lokasinya dan apa
jenis lukanya

f. Apkah ada kontraktur atau tidak bila ada dimana lokasinya

g. Apakah ada fraktur atau tidak bila ada dimana lokasinya dan
apa jenis frakturnya

h. Apakah ada jalur infuse atau tidak bila dimana lokasinya

c) Asesmen tingkat nyeri pasien


Lakukan asesmen ras nyeri pasein,bila nyeri sangat mengganggu
maka segera lakukan manejemen nyeri yang memadai

d) Asesmen factor kulturopsikososial

1) Tahap denial :asesmen pengetahuan pasien,kecemasan pasien dan


penerimaan pasien terhadap penyakit,pengobatan dan hasilnya.

2) Tahap anger : pasien menyalahkan semua orang,emosi tidak


terkendali,komunikasi ada dan tiada,orientasi pada diri sendiri

3) Tahap bargaining :pasien mulai menerima keadaan dan berusaha


untuk mengulur waktu,rasa marah udah berkurang.

4) Tahap depresi :asesmen potensial bunuh diri,gunakan kalimat


terbuka untuk mendapatkan data dari pasien.

5) Tahap acceptance :asesmen keinginan pasien untuk


istirahat,menyendiri.

e) Asesmen factor spiritual

Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang


yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya,biasanya pada saat
pasien sedang berada ditahapan bargaining.

1) Intervensi keperawtan

a. Pertahankan kebersihan tubuh,pakaian dan tempat tidur pasien

b. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien

c. Lakukan suction bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas

d. Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat

e. Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/infeksi


kornea

f. Lakukan oral hygiene


g. Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan dilakukan masase
pada daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu
putih untuk mencegah dekubilitus

h. Anjurkan manajemen nyeri yang memadai

i. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien


berdoa

j. Tujukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga


yang berduka

k. Ajak keluarga berpartisipasi dalam pengambilan keputusan


terhadap asuhan pasien seperti penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) atau penundaan bantuan hidup
(withholding life support)

2.Aspek medis

2.1.intervensi medis

Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakitn yang serius,maka


beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hihup pasien sbb:

a. Tindakan resusitasi jantung paru otak(RJPO)

Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang


mengalami henti nafas atau henti jantung RJPO diindikasikan untuk
pasien yang tidak bernafas dan tidak menunjukan tanda tanda
sirkulasi dan tanpa intruksi DNR direkam medisnya.

b. Pemakaian alat ventilasi mekanik(ventilator)

Pemakaian ventilator,ditunjukan untuk keadaan tertentu karena


penyakit yang berpotensi atau menyebabkan ggal nafas,

c. Pemberian nutrisi
1) Feeding tube :sering pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung,sehingga perlu dilakukan
pemasangan feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut

2) Parenteral nutrition adalah sebuah upaya untuk mengirim niutrisi


secara langsung kedalam pembuluh darah yang berguna untuk
menjaga kebutuhan nutrisi pasien.

d. Tindakan dialysis

Tindakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami


penurunan fungsi ginjal,baik yang akut maupun yang kronik dengan
LFGml/menit,pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun
sehungga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai
uremia.

e. Pemberian antibiotic

Pasien terminal memiliki resiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasein lainnya.infeksi berat ini paling sering ditemukan
pada saluran pernapasan,saluran kemih,peredaran darah ataut daerah
trauma/operasi.infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas
dan mortalitas,pemanjangan masa perawatan dan pembengkakan
biaya perawatan,penyebab meningkatnya resiko infeksi ini bersifat
multifactorial,meliputi penurunan fungsi imun,gangguan fungsi
barrierusus,penggunaan antibiotic
spectrum,luas,katekolamin,penggunaan preparat darah atau alat
kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).pada menderitanya
penyakit terminal dengan pronose yang buruk hendaknya
diiformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan
resusitasi maupun ventilator.

2.2.withdrawing life support dan with holding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan
hidup(withdrawing life support)dan penurunan bantuan
hidup(withholding life support) yang dilakukan pada pasien yang
dirawat diruang rawat intensif care(IRIR DAN ROI)keputusan
withrawing/withholding adalah keputusan medis dan etis yang dilakukan
oleh 3 dokter dokter spesialis anestesilogi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis
RS.

a. Informed consent

Pada keadaan khusus dimana perlunya adanya tindakan


penghentian /penundaan bantuan hidup(withdrawing/withholding
life support) pada seorang pasien maka mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien.persetujuan penghentian /penundaan
bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara
tertulis(writen concent)dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam formulir pemberian informasi kondisi terminal yang
disimpan dalam rekam medis pasien,dimana pernyataan tersebut
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJPyang
bersangkutan mengenal beberapa hal sebagai berikut:

1. Diagnosa

a) Temukan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat


tersebut

b) Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan


witdrawing/withholding life support

2. Terapi yang sudah diberikan

3. Prognosis:

a) Prognosis tentang hidup matinya(ad vitam)

b) Prognosis tentang fungsinya(ad functionan)

c) Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam)


b. Kondisi terminal

Tidak dilakukan tindakan tindakan luar biasa,pada pasien-pasien


yang jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan
memperpanjang kehidupan ,untuk pasien ini dapat dilakukan
penghentian atau penundaan bantuan hidup .pasien yang masih
sadar tapi tanpa harapan ,hanya dilakukan tindakan terapeutik
/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

c. Mati batang otak(MBO)

Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan


fungsi batang otak yang ireversibel.setelah kriteria mati batang
otak (MBO)yang ada terpenuhi.pasien ditentukan meninggal dan
disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan.jika
dipertimbangkan donasi organ.bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil.keputusan
penentuan MBO dilakukan oleh 3 dokter yaitu doter spesilais
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi ,dokter
spesalis saraf 1,dokter lain yang ditunjuk olek komite medis RS
dengan prosedur pengujian MBO sebagai berikut:

1. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas


yang menetap(ireversibel) yaitu:

a) Tidak ada respon terhadap cahaya

b) Tidak ada refleks kornea

c) Tidak ada refleks ventibule-okular

d) Tidak ada refleks respon motor terhadap rangsangan adekuat


pada area somatic

e) Tidak ada refleks muntah(gag refleks)atau refleks batuk


karena pada area somatic

f) Tes hamil nafas positif


2. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif,tes
diulang lagi 25 menit kemudian

3. Bila tes tetap positif,maka pasien dinyatakan mati walaupun


jantung masih berdenyut dan ventilator harus segera dihentikan

4. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinyatakan mati


dan bukan sewaktu mayat dilepas dari ventilator atau jantung
berhenti berdenyut.

2.3.donasi organ

Prosedur donasi organ pasien MBO adalah sebagai berikut:

a) Sesorang yang telah membuat tes timonidonasi organ


harus memberitahukan kepada tim RS

b) Ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang


dibutuhkan diambil

c) Khusus pada penentuan MBO untuk donor organ,kerja


dokter yang menyatakan MBO harus tidak sangkut paut
dengan tindakan transplantasi.

d) Penentuan MBO untuk donor organ hendaknya segera


diberitahukan kepada tim transplantasi dan pembedahan
dapat dilaksanakan sesuai kesepakatan tim
operasi.komunikasi dengan tim transplantasi dilakukan
sedini mungkin jika ada donor organ dari pasien yang
akan dinyatakan MBO

D.DOKUMENTASI

1. Formulir asesmen tahap terminal

2. Formulir informed consent

3. Formulir persetujuan tindakan kedokteran

4. Formulir penolakan pernyataan pemberian informasi


kondisi terminal
RUJUKAN

1) UU RI NO.44 TAHUN 2009 tentang RS

2) UU RI NO.29/2004 pada pasal 46 tentang praktik kedokteran

3) Peraturan menteri kesehatan RI no.


519/MENKES/PER/111/2011 tentang pedoman penyelenggaraan
pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di RS.

4) Carpenito,2005,medical,nursing,asesmen dan diagnosa books


,geogle.com

5) Penetuaan mati,penentuan mati,web com/definisi mati

6) htm mati/euthanasia,ulasan kedokteran,blogsot.com/mati otak


brian death.

7) End of life ethical overview,center for bioethis university of


minnesota 2005.
SPO PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL

No. dokumen :
No.
Halaman:
Revisi :
/0/04/RSU MS/2016 1 /2
0

RSU MITRA
SEHAT

Ditetapkan Oleh

STANDAR Tanggal Terbit : Direktur Rsu Mitra Sehat


OPERASIONAL
PROSEDUR

(Dr.Victor Eka Harianto)

PENGERTIAN Usaha bimbingan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit yang
bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi
dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan untuk mendampingi pasien rawat inap,
agar mampu memahami arti dan makna hidup sesuai dengan keyakinan
dan agama yang dianut masing masing.

TUJUAN Agar pasien mendapatkan pelayanan pasien tahap terminal di RS

KEBIJAKAN Keputusan Direktur Nomor : .tentang Kebijakan Hak Pasien dan


Keluarga Di Lingkungan Rumah Sakit

PROSEDUR 1. Ucapkan salam


2. Perkenalkan diri dan jelaskan tugas dan peran anda
3. Dokter penanggung jawab memberikan informasi kepada pasien
dan atau keluarga yang diberi wewenang mengenai penyakit
pasien berada pada kondisi tahap terminal.
4. Berikan kesempatan pasien dan atau keluarga untuk bertanya
dan atau pendapat yang berkaitan dengan kebutuhan pelayanan
pasien tahap terminal.
5. Berikan pengertian kepada pasien dan atau keluarga, apabila
menghendaki pelayanan pasien tahap terminal, dapat
menghubungi perawat.
6. Pasien dan atau keluarga meminta pelayanan pasien tahap
terminal kepada perawat dan perawat membantu mengisikan
form tersebut.
7. Lakukan verifikasi kembali mengenai informasi pelayanan
pasien tahap terminal kepada pasien dan atau keluarga untuk
ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang terkait.
8. Formulir diarsip di rekan medis pasien
9. Pastikan identitas diri pasien dan atau keluarganya
10. Berikan pelayanan pasien tahap terminal sesuai dengan formulir
permintaan pasien dan keluarga oleh petugas pelayanan pasien
tahap terminal yang diminta.
Ucapkan terima kasih dan semoga anda puas.
1. Pimpinan RS
UNIT TERKAIT 2. 2.Staf medis/DPJP
3. 3.Staf keperawatan
Panduan Penyelesaian Komplain

Pengertian

Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tidak


terlepas adanya komplain yang terjadi antara pasien dan rumah sakit.
Komplain merupakan akibat situasi dimana keinginan atau kehendak
yang berbeda atau berlawanan antara pasien dengan pihak rumah
sakit, sehingga keduanya saling terganggu. Untuk itu komplain
tersebut perlu diselesaikan dengan baik sehingga tidak melebar terlalu
jauh dari pokok permasalahannya. Komplain ini terjadi karena
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin diharapkan
oleh pasien terhadap pihak rumah sakit. Hal ini dapat mengganggu
bahkan membuat emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas kerja. Untuk itu perlu dibuat suatu panduan menangani
komplain dalam mengatasi hal tersebut agar semuanya bisa diatasi.

Ruang lingkup khusus


Ruang lingkup untuk komplain ini hanya diwilayah rumah sakit
dalam hal pelayanan terhadap pasien.

Tujuan umum
Secara umum, tujuannya adalah menangani semua keluhan dari
pasien agar bisa diselesaikan secara professional dan kekeluargaan.

Tujuan khusus
Agar pasien yang tidak puas bisa mendapat jawaban dan
penjelasan dari pihak rumah sakit.

Tata Laksana
Pasien complain di jam kerja.

1. Unit petugas terkait terkait menerima komplain dari pasien.


2. Minta bantuan kepada atasan/karu apabila pasien tidak puas
dengan jawaban petugaspadahariitujuga.
3. Minta bantuan kepada handling complainapabila pasien tidak
puas dengan jawaban atasan/Karu,untuk disampaikan ke
manajemenpadahariitujuga.
4. Pasien akan mengisi form R.inap atau R.jalantentang isi
complainnya dan diberikan olehhandling complainuntuk
ditindak-lanjutipadahariitujuga
5. Handling complainakan menyampaikan kepada manajemen dan
pihak yang terkait atas complain tersebut dan meminta
jawabannyapadahariitujuga.
6. Complain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada dokter
medical information yang dimana akan di rapatkan di komite
medik (jika perlu) untuk memberikan jawaban dan
penjelasannya berdasarkan standar Rumah Sakit Komplain yang
tidak bersifat medis, akan diatasi oleh Handling
complaindengan pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah
Sakit paling lambat 2x24jam
7. Jika jawaban sudah diterima oleh handling complain, handling
complainakan menyampaikan jawabannya kepada pasien secara
langsung (yang sifatnya non medis), dan ditemani oleh medical
information (yang sifatnya medis) sebagai jawaban resmi dari
pihak manajemen. Dalam menyampaikan jawaban, handling
complainmengundang pasien / keluarga secara kekeluargaan
yang bertempat di ruang tamu lantai dasar.
8. Bila pasien tidak puas Handling complainakan melaporkan ke
Handling complainManager untuk mengatasi permasalahannya.
(Bila perlu diskusikan solusi dengan Direktur Rumah Sakit
9. Semua komplain yang terjadi akan di laporkan oleh costumer
service,handling complain untuk direkap menjadi laporan
bulanan handling complainkepada pihak manajemen.
10. Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk
perbaikan, baik dari sisi SDM maupun Sistem.

Pasien Komplain Diluar Jam Kerja


1. Unit petugas terkait terkait menerima komplain dari pasien.
2. Minta bantuan kepada Manajer On Duty (MOD) apabila pasien
tidak puas dengan jawaban petugaspadahariitujuga.
3. Bila pasien tidak puas dengan jawaban ManajerOn Duty
(MOD0, maka minta pasien isi form R.Inap atau R.jalan untuk
disampaikan ke manajemen.
4. ManajerOn Duty (MOD) memberikan Form R.inap atau R.jalan
tentang isi complainnya kepadahandling complainuntuk
ditindak-lanjutikeesokanharinya.
5. Handling complainakan menyampaikan kepada manajemen dan
pihak yang terkait atas complain tersebut dan meminta
jawabannya.Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi
oleh Handling complaindengan pihak yang terkait berdasarkan
standar Rumah Sakit .....2x24jam.
6. Jika jawaban sudah diterima oleh handling complain, handling
complainakan menyampaikan jawabannya kepada pasien secara
langsung (yang sifatnya non medis), dan ditemani oleh medical
information (yang sifatnya medis) sebagai jawaban resmi dari
pihak manajemen. Dalam menyampaikan jawaban, handling
complainmengundang pasien / keluarga secara kekeluargaan
yang bertempat di ruang tamu lantai dasar.
7. Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Handling
complainakan melaporkan ke Handling complainManager untuk
mengatasi permasalahannya. (Bila perlu diskusikan solusi
dengan Direktur Rumah Sakit
8. Semua komplain yang terjadi akan di laporkan oleh costumer
service untuk direkap menjadi laporan bulanan handling
complainkepada pihak manajemen.
9. Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk
perbaikan, baik dari sisi SDM maupun Sistem.

Anda mungkin juga menyukai