idrus2404@gmail.com
ABSTRAK
Anemia, terutama anemia defisiensi besi, masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Prevalensi anemia masih tinggi pada kelompok risiko tinggi yaitu ibu hamil, menyusui, balita, anak usia
sekolah dan WUS. Selain kekurangan zat besi dalam konsumsi makanan dan penyakit infeksi, berbagai
faktor mempunyai kontribusi relatif terhadap anemia. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi
relatif status retinol terhadap anemia pada anak usia sekolah. Penelitian dilakukan di Tasikmalaya dan
Ciamis pada 173 anak umur 5-9 tahun dari keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi
anemia 14,5 persen, prevalensi kurang vitamin A (KVA) 10,9 persen. Konsumsi energi, protein, zat besi,
vitamin C, vitamin B12, folat, dan seng masih di bawah AKG (2004). Setelah dikontrol dengan asupan
energi, protein, dan vitamin B12 anak yang menderita KVA memiliki odds ratio 3,33 kali untuk menjadi
anemia (p=0.063, 95%, CI 0,93-11.84) dibandingkan anak yang tidak KVA.
ABSTRACT
Anemia, particularly iron deficiency anemia, is one of the major public health nutrition problem in
Indonesia. The prevalence is still high among high risk groups namely pregnant and lactating mother,
children underfives, schoolage children, and woman of reproductive age. The major causes of anemia are
low intake and low bioavailability of iron. However, vitamin A status and other nutrient intakes have been
reported to contribute to anemia. The study determines relative contribution of vitamin A status (serum
retinol) to anemia. Samples are 173 children age 6-9 year old of poor households in Tasikmalaya and
Ciamis districts. The study found the prevalence of anemia in children 6-9 year old is 14.5 percent and
vitamin A deficiency (VAD) is 10.9 percent. Odds ratio of children suffering VAD on anemia is 3.33
(p=0.063, 95%CI 0.93-11.84) after controlling for intakes of energy, protein, and vitamin B12.
A
nemia, terutama anemia defisiensi besi, Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004
diakui sebagai gangguan gizi yang paling menunjukkan jumlah penderita anemia pada
umum di dunia, yang mempengaruhi anak usia 5-11 tahun mencapai 24 persen.3
lebih dari dua miliar orang di negara maju dan Kekurangan zat besi, kekurangan vitamin
negara-negara berkembang. Demikian juga A, dan peradangan dapat menyebabkan anemia
kekurangan vitamin A juga masih merupakan pada anak-anak, tapi kontribusi relatif dari
masalah kesehatan masyarakat yang utama di berbagai faktor belum diketahui dengan baik.
dunia 1 Kelompok yang rentan menderita Kekurangan zat besi adalah penyebab utama
anemia ini adalah ibu hamil, ibu menyusui, anemia pada anak-anak prasekolah di seluruh
balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur. dunia,4 dan anemia defisiensi besi telah
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, dikaitkan dengan perkembangan psikomotor
WHO, diperkirakan prevalensi keseluruhan yang tertunda dan gangguan pertumbuhan,
anemia pada anak prasekolah di negara serta kelelahan.5,6,7
65
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
Sedangkan kekurangan vitamin A diketahui miskin baik dari kriteria pemerintah pusat
dapat memicu terjadinya anemia. Beberapa maupun daerah setempat. Hanya rumahtangga
penelitian telah menunjukkan bahwa yang memiliki kartu tersebut yang dipilih untuk
kekurangan vitamin A dapat menyebabkan menjadi sampel. Kriteria inklusi meliputi: anak
gangguan pada metabolism zat besi.8,9,10 usia sekolah berusia 5-9 tahun, tidak ada
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan indikasi berlawanan dengan sampling darahnya
anemia melalui efek pada metabolisme besi, (misalnya, hemofilia), tidak mengidap penyakit
hematopoiesis, dan peningkatan kerentanan serius (kronis atau akut), dan tidak mengidap
terhadap infeksi.11 anemia yang serius (<7 g/dl).
Studi lain menunjukkan bahwa asupan besi
yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan
Pengumpulan data
prevalensi anemia.12 Namun, hanya sepertiga
Pengumpulan data menggunakan
dari kejadian anemia pada populasi dapat
kuesioner yang sudah dilakukan pengujian
dikaitkan dengan defisiensi besi dan ada
lapangan dan terstruktur yang dilakukan oleh
kemungkinan bahwa faktor-faktor penting
enumerator/pewawancara yang sudah dilatih
lainnya mempengaruhi prevalensi anemia di
terlebih dahulu.Pendidikan minimal enumerator
wilayah tersebut.13
adalah Diploma III kesehatan yang bekerja di
Beberapa penelitian gizi dari seluruh dunia
Puskesmas maupun Dinas Kesehatan
menunjukkan hubungan yang erat antara
Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.
kekurangan vitamin A dan anemia.14,15 Ada
Pada saat pengumpulan data direkrut juga
bukti yang jelas dari hubungan antara serum
koordinator lapangan di kabupaten Tasikmalaya
retinol dan indikator zat besi16,17,18, dan
dan Ciamis yang bertugas mengawasi secara
kekurangan vitamin A dianggap sebagai salah
langsung pada proses pengumpulan data.
satu penyebab anemia.11
Berdasarkan kajian tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang Pengambilan darah
hubungan kekurangan vitamin A dengan Darah diambil dari vena mediana cubiti.
anemia pada anak usia sekolah. Darah vena dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
darah EDTA dan darah tanpa anticoagulan
(plain). Darah EDTA digunakan untuk
METODE PENELITIAN
pengukuran hemoglobin dengan menggunakan
hemocue dan dibaca langsung di tempat. Darah
Penelitian ini merupakan bagian dari tanpa anticoagulan dimasukkan dalam
penelitian awal Riset Khusus Evaluasi Dampak vacutainer untuk dilakukan centrifuge. Darah
Fortifikasi Minyak Goreng Dengan Vitamin A, tanpa anticoagulan ini setelah di-centrifuge
Badan Penelitian dan Pengembangan dipisahkan bagian jernih (serum) dari endapan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI tahun sel-sel darah. Serum dibagi menjadi 2 (dua) vial
2011. Desain penelitian adalah cross-sectional. ukuran 1,5 ml, masing masing vial berisi 0,5 ml.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli Kemudian vial-vial tersebut ditempatkan dalam
2011 di dua kabupaten, yaitu Kabupaten rak tabung dan selanjutnya disimpan dalam cool
Tasikmalaya dan Ciamis di 8 kecamatan peri- box dengan suhu -4oC. Bila subjek menderita
urban. Di tiap-tiap kecamatan dipilih 3 desa anemia berat, subyek dirujuk ke Puskesmas
peri-urban, sehingga keseluruhan terdapat 24 terdekat.
desa. Hanya anak kelompok umur 6-9 tahun Analisis sampel
yang dianalisis dalam tulisan ini, sedangkan Data biokimia meliputi kadar hemoglobin
kelompok lainnya tidak dianalisis. dan kadar vitamin A. Kurang vitamin A apabila
kadar vitamin A kurang dari 20 ug/dl. Anemia
Unit Sampel dan besar sampel adalah keadaan dimana seseorang mempunyai
Unit pengambilan sampel adalah kadar hemoglobin di bawah nilai normal
rumahtangga miskin yang mempunyai anak berdasarkan jenis kelompok umur dan jenis
sekolah usia 5-9 tahun di 24 desa sekitar kota kelamin. Untuk subjek usia 2-11 tahun
yang terpilih (clusters). Definisi rumahtangga dikategorikan anemia bila kadar Hb kurang dari
miskin berdasarkan keberadaan kartu keluarga 11,5 g/dl..
66
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
Hemoglobin diukur menggunakan alat ukur pengumpulan data. Tujuan utama dari pelatihan
HemocueTM portabel dan hemocuvettes ini adalah untuk membakukan pemahaman
(Hemocue, Aangelsborg, Swedia). Pengukuran enumerator tentang studi dan kewajiban
dilakukan langsung di fasilitas kesehatan desa, mereka, dan memastikan bahwa enumerator
dan hasilnya dicatat pada formulir individu dan memiliki kemampuan yang sebanding dalam
dikomunikasikan kepada subyek yang pengumpulan data dan manajemen termasuk
bersangkutan. Untuk pemeriksaan serum mengidentifikasi dan memecahkan masalah
retinol, serum yang disimpan dalam cool box , yang mungkin muncul selama pelaksanaan
segera dikirim ke laboratorium pusat PT P di penelitian. Enumerator adalah petugas tenaga
Jakarta untuk dianalisa kadar retinol dengan pelaksana gizi (TPG) Puskesmas degan latar
menggunakan HPLC. belakang pendidikan gizi.
Panduan untuk pengumpulan data terdiri
Pemeriksaan Hemoglobin Metode Cyanmeth dari petunjuk wawancara dan pedoman
dengan Hemocue: pengisian kuesioner. Pengawasan dilakukan
Siapkan alat hemocue dengan membaca oleh tim peneliti dan koordinator lapangan.
blangko terlebih dahulu, kemudian membaca Tujuan pengawasan meliputi: 1) pengendalian
standar sebelum digunakan untuk pembacaan operasional oleh tim peneliti untuk memecahkan
sampel guna melihat apakah alat stabil. semua masalah yang muncul selama
Letakkan ujung cuvette hemocue di permukaan pengumpulan data dan 2) pengawasan teknis
sampel darah sampai cuvette terisi oleh darah. oleh koordinator lapangan/ supervisor untuk
Kemudian dibaca dengan alat hemocue, mengendalikan kelengkapan dan validitas
selanjutnya ditunggu sekitar 1 menit, maka akan instrumen untuk wawancara.
keluar kadar Hb di layar monitor hemocue
Sumber utama untuk kesalahan selama
pengumpulan sampel adalah ketidaklengkapan
Data konsumsi makanan
data, salah pelabelan dan penyimpanan data
Pengumpulan data konsumsi makanan
kurang baik. Data tidak lengkap dipantau
dilakukan dengan metode food recall 2x24 jam,
dengan menggunakan lembar ringkasan desa
dengan tidak diambil secara berurutan untuk
dan lembar ringkasan sampel. Penomoran
mengontrol terhadap variasi dan jumlah
identitas sampel dilakukan untuk semua
makanan yang dikonsumsi oleh sampel.
kuesioner individu, rumahtangga, antropometri,
Wawancara recall konsumsi dilakukan terhadap
spesimen darah, konsumsi makanan.
anak usia sekolah 5-9 tahun di rumahtangga
dengan pendampingan orangtua anak. Pemeriksaan terhadap kelengkapan
Beberapa makanan jadi yang banyak formulir pengumpulan data/ kuesioner dilakukan
dikonsumsi anak di tiap desa terpilih yang langsung di lapangan untuk memastikan
belum diketahui bahan dan beratnya dibeli dan apakah nomor identifikasi telah diberikan untuk
ditimbang dengan food scale untuk masing-masing formulir dan juga untuk
memperkiraan berat bahan makanannya lebih memeriksa data yang tidak lengkap.
tepat. Koordinator lapangan bertanggung jawab untuk
tugas ini. Kontrol data juga dilakukan untuk
Manajemen Data konsistensi semua variabel yang saling terkait.
Manajemen data termasuk memeriksa Bila kuesioner yang tidak lengkap, koordinator
kelengkapan data, entri data, verifikasi data, lapangan kembali ke rumahtangga masing-
dan cleaning data. Untuk memastikan kualitas masing dan menyelesaikan kelengkapan
data yang dikumpulkan, tiga prosedur kuesioner.
pengendalian kualitas data diterapkan dalam Pengendalian mutu di tingkat analisa
studi. Ketiga prosedur kualitas data adalah: laboratorium diterapkan untuk semua indikator
pretest-kuesioner, uji variasi antar pada dua tingkatan yaitu: pra-analisis yang
pewawancara, dan supervisi. Pretest kuesioner bertujuan untuk memastikan bahwa peralatan
dilakukan dua kali di Bogor dan di daerah yang dipilih dan cara kerja /prosedur kerja
penelitian saat pelatihan. sudah tepat dan memadai, dan selama analisis
Untuk mengontrol variasi antar-enumerator, yang bertujuan untuk memastikan bahwa
pelatihan enumerator dilakukan sebelum proses berlangsung dengan tepat. Untuk
67
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
Tabel 1
Karakteristik Data Baseline
68
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
dan seng dihitung menurut kelompok umur 5-6 Prevalensi anemia dan kekurangan vitamin
tahun dan kelompok umur 7-9 tahun sesuai A
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG, 2004).19
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Pada penelitian ini didapatkan prevalensi
asupan energi, protein, besi, vitamin C, folat, anemia pada anak usia sekolah sebesar 14,5
vitamin B12, dan seng masih di bawah AKG persen (n=25), sedangkan prevalensi
(2004), baik pada kelompok umur 5-6 tahun kekurangan vitamin A (<20g/dl) sebesar 10,9
maupun kelompok umur 7-9 tahun. Secara persen (n=19).
lengkap gambaran karakteristik sampel dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2
Distribusi Anemia pada Anak Usia Sekolah menurut Status Vitamin A
Anemia
Status vitamin A Ya Tidak p-value OR 95% CI
% %
Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa pada laki-laki (16,7%) lebih tinggi dibandingkan
persentase anak usia sekolah yang kekurangan pada perempuan (12,6%). Selanjutnya menurut
vitamin A dan mengalami anemia sebesar 27,8 umur diketahui bahwa persentase anemia lebih
persen. Sedangkan persentase anak usia tinggi pada kelompok umur 5-6 tahun (15,2%)
sekolah yang cukup vitamin A mengalami tahun dibandingkan umur 7-9 tahun (14,0%)
anemia sebesar 12,4 persen (Tabel 2).Menurut (Tabel 3).
jenis kelamin, diperoleh persentase anemia
Tabel 3
Distribusi Anemia pada Anak Usia Sekolah menurut Karakteristik (Jenis Kelamin dan Umur)
Anemia
Karakteristik Ya Tidak p-value OR 95% CI
% %
Jenis Kelamin
Laki-laki 16,7 83,3 0,454 0,723 0,30-1,69
Perempuan 12,6 87,4
Umur (tahun)
5-6 15,2 84,8 0,837 0,913 0,38-2,17
7-9 14,0 86,0
Persentase anemia pada anak usia sekolah lebih tinggi dibandingkan persentase anemia
menurut asupan energi, protein, besi, vitamin C, anak usia sekolah dengan asupan protein
folat, vitamin B12, dan seng dapat dilihat pada 70% AKG (4,2%). Demikian juga pada
Tabel 4. Persentase anemia anak usia sekolah persentase anemia anak usia sekolah dengan
dengan asupan energi <80% AKG (14%) lebih asupan besi, vitamin C, folat, vitamin B12, dan
tinggi dibandingkan persentase anemia anak seng yang kurang (<100%AKG) lebih tinggi
usia sekolah dengan asupan energi 80% AKG dibandingkan persentase anemia anak usia
(8,5%). Persentase anemia anak usia sekolah sekolah dengan asupan besi, folat, vitamin B12,
dengan asupan protein <70% AKG (16,3%) dan seng yang cukup (100%AKG).
70
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
Tabel 4
Distribusi Anemia pada Anak Usia Sekolah menurut Asupan Zat Gizi
Anemia
Asupan Zat Gizi Ya Tidak p-value OR 95% CI
% %
Asupan Energi
<80% AKG 14,0 86,0 0,354 1,747 0,53-5,68
80% AKG 8,5 91,5
Asupan Protein
<70% AKG 16,3 83,7 0,053 4,481 0,98-20,48
70% AKG 4,2 95,8
Asupan Besi
<100% AKG 13,0 87,0 0,413 2,393 0,29-19,29
100% AKG 5,9 94,1
Asupan Vitamin C
<100% AKG 11,5 88,5 0,437 0,522 0,10-2,67
100% AKG 20,0 80,0
Asupan Folat
<100% AKG 12,8 87,2 0,500 2,055 0,25-16,70
100% AKG 6,7 93,3
Asupan Vitamin B12
<100% AKG 11,7 88,3 0,766 0,844 0,27-2,58
100% AKG 13,5 86,5
Asupan Seng
<100% AKG 11,6 88,4 0,158 0,131 0,01-2,20
100% AKG 50,0 50,0
Persentase anemia pada anak usia sekolah dan effect modifier dan selanjutnya dilakukan
menurut asupan energi, protein, besi, vitamin C, eliminasi effect modifier.Tahap pertama
folat, vitamin B12, dan seng dapat dilihat pada mengevaluasi variabel kovariat yang masuk
Tabel 4. Persentase anemia anak usia sekolah dalam model, yaitu dengan melihat hasil p value
dengan asupan energi <80% AKG (14%) lebih dari masing-masing variabel terkait dengan
tinggi dibandingkan persentase anemia anak status anemia pada anak usia sekolah. Semua
usia sekolah dengan asupan energi 80% AKG variabel kovariat yang memenuhi persyaratan
(8,5%). Persentase anemia anak usia sekolah dalam analisis multivariate (p value< 0,25) atau
dengan asupan protein <70% AKG (16,3%) secara substansi terkait dengan status anemia
lebih tinggi dibandingkan persentase anemia pada anak usia sekolah dimasukkan dalam
anak usia sekolah dengan asupan protein pemodelan.
70% AKG (4,2%). Demikian juga pada
persentase anemia anak usia sekolah dengan Selanjutnya dari hasil analisis multivariate
asupan besi, vitamin C, folat, vitamin B12, dan logistic regression hubungan kekurangan
seng yang kurang (<100%AKG) lebih tinggi vitamin A dengan anemia pada anak usia
dibandingkan persentase anemia anak usia sekolah menunjukkan bahwa anak usia sekolah
sekolah dengan asupan besi, folat, vitamin B12, yang kekurangan vitamin A memiliki odds ratio
dan seng yang cukup (100%AKG). 3,33 kali (CI 95%: 0,93-1,84) untuk berisiko
Dari hasil analisis bivariate (Tabel 2, Tabel anemia dibandingkan dengan anak usia sekolah
3, Tabel 4) dilanjutkan dengan langkah yang cukup vitamin A setelah dikontrol dengan
pemodelan yang diawali dengan variabel asupan energi, asupan protein, dan
mengikutsertakan semua potential confounder asupan vitamin B12 (Tabel 5).
69
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
Tabel 5
Nilai Koefisien Beta, Standar error, Nilai p, dan Exp(B)
Model Akhir Hubungan Kekurangan Vitamin A dengan Anemia pada Anak Usia Sekolah
71
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
asupan zat besi heme, frekuensi konsumsi dikontrol variabel asupan energi, asupan
makanan pelancar absorpsi zat besi.21 protein, dan asupan vitamin B12.
Pentingnya pengetahuan dan sikap ibu,
perhatian dan dukungan ibu terhadap Saran
kesehatan anak terutama terhadap anemia juga Perlu adanya program pilihan untuk
mempunyai peran signifikan terhadap kejadian mengatasi kekurangan vitamin A maupun
anemia.22 Penelitian tersebut juga menunjukkan anemia pada anak sekolah umur 5-9 tahun.
status sosial ekonomi rumahtangga dan Kegiatan penyuluhan makanan sehat dan
pendidikan berperan nyata dalam peningkatan bergizi di sekolah, ataupun menyediakan
nilai hemoglobin anak. fasilitas warung sehat di sekolah diharapkan
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, dapat menjadi program alternatif. Di samping
menyebutkan bahwa anemia, terutama anemia perlu dipikirkan untuk membuat produk
defisiensi besi dan masalah kurang gizi lainnya, makanan yang difortikasi zat besi ataupun
merupakan konsekuensi dari kemiskinan. Akan vitamin A untuk mencukupi kebutuhan
tetapi intervensi tetap perlu dilakukan untuk micronutrient khususnya pada anak sekolah
mencegah anemia mengingat konsekuensi umur 5-9 tahun.
terhadap peningkatan morbiditas dan resistensi
terhadap infeksi, konsekuensi terhadap UCAPAN TERIMA KASIH
perkembangan kognisi anak, hambatan
pertumbuhan anak, maupun konsekuensi Ucapan terima kasih disampaikan kepada
anemia pada usia selanjutnya. Penurunan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
angka kemiskinan, penganekaragaman Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Robert
makanan yang bergizi, peningkatan pelayanan L Tielden selaku konsultan penelitian, Kepala
kesehatan dan sanitasi lingkungan, dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Kepala
peningkatan perawatan anak dan pemberian Dinas Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten
makanan.30 Ciamis, serta jajarannya mulai dari Sub-Dinas,
Pada anak usia sekolah tidak ada program Kepala Puskesmas, dokter Puskesmas, Tenaga
gizi yang khusus seperti pada anak balita. Oleh Pelaksana Gizi Puskesmas, bidan desa yang
karena itu di bidang gizi perlu berbagai strategi telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan
program gizi yang mendukung adanya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga
perbaikan konsumsi makanan yang masih disampaikan kepada pihak PT Prodia yang
kurang bervariasi seperti ditemukan dalam melaksanakan pengumpulan data biokimia.
analisis hasil Susenas yang menunjukkan Juga kepada para enumerator yang telah
bahwa akses terhadap bahan makanan tinggi melakukan wawancara dan pengumpulan data
mikronutrien, perbaikan pola pemberian dengan tekun.
makanan kepada anak, peningkatan
pengetahuan keluarga tentang gizi.23 Selain itu RUJUKAN
fortifikasi makanan merupakan salah satu
upaya peningkatan konsumsi zat gizi mikro. 1. World Health Organization. Nutrition for
Fortifikasi wajib pada terigu yang sudah health and development. A Global agenda
dilakukan di Indonesia perlu terus dengan zat for combating malnutrition.
besi, zinc, folat, vitamin B12, vitamin B2 perlu WHO/NHD/2000.6. Geneva: WHO, 2000.
terus dipertahankan.31 2. Administrative Committee on
Coordination/Sub-Committee on Nutrition
SIMPULAN DAN SARAN (ACC/SCN. Fourth Report on the World
Nutrition Situation. Geneva: ACC/SCN,
Simpulan 2000
Adanya kecenderungan anak usia sekolah 3. Badan Litbang Kesehatan. Survei
umur 5-9 tahun yang kekurangan vitamin A Kesehatan Rumah Tangga 2004. Jakarta:
berisiko mengalami anemia sebesar 3,33 kali Badan Litbang Kesehatan, 2004.
(p=0.063) dibandingkan anak usia sekolah umur 4. Allen L & Casterline-Sabel J. Prevalence
5-9 tahun yang cukup vitamin A setelah and causes of nutritional anemias. In
72
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
73
Gizi Indon 2013, 36(1):65-74 Hubungan kekurangan vitamin A dengan anemia Idrus Jusat, dkk.
24. Muhilal, Permeisih D, Idjradinata YR, iron metabolism. Am. J. Clin. Nutr. 1990;51:
Muherdiyantiningsih & Karyadi, D. Vitamin 7679.
A-fortified monosodium glutamate and 28. Aggett, PJ. Iron. In: Erdman Jr JW,
health, growth, and survival of children: a Macdonald IA, Zeisel SH, eds. Present
controlled field trial. Am. J. Clin. Nutr. Knowledge in Nutrition. 10th Edition. Ames:
1998;48: 12711276. John Wiley & Sons, 2012.
25. Mwanri L, Worsley A, Ryan P & Masika, J.
29. McDermid, JM and Lnnerdal, B. Iron. Adv
Supplemental vitamin A improves anemia
Nutr. 2012; 3: 532-3.
and growth in anemic school children in
Tanzania. J. Nutr. 2000; 130: 26912696. 30. World Health Organization. Iron Deficiency
26. Semba, RD, Muhilal, West Jr, KP, Winget, Anemia: Assessment, Prevention, and
M, Natadisastra, G, Scott, A, et al. Impact Control: A Guide for Programme Managers.
of vitamin A supplementation on Geneve: WHO, 2001.
hematological indicators of iron metabolism 31. Departemen Perindustrian dan
and protein status in children. Nutr. Res. Perdagangan. Peraturan Menteri
1992;12: 469478. Perindustrian nomor
27. Bloem, MW, Wedel, M, van Agtmaal, EJ, 153/MPP/Kep/5/2001tanggal 2 Mei 2001,
Speek, AJ, Saowakontha, S & Schreurs, tentang Penerapan secara wajib SNI
WHP. Vitamin A intervention: short-term tepung terigu sebagai bahan makanan.
effects of a single, oral, massive dose on Jakarta: Departemen Perindustrian, 2001.
74