Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM NEUROBEHAVIOR

PADA PASIEN TETANUS

Disusun Sebagi Syarat Memenuhi Tugas Mata Kuliah Askep Neurobehavior


Dosen Pengampu: Bejo Danang

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh
Kelompok 2

1. Nurul Khasanah (108114011)


2. Siti Karina (108114012)
3. Novieka Dwi (108114013)
4. Lutfi Tri K (108114014)
5. Anah Nur A (108114015)
6. Tuminah (108114016)
7. Mey Ferdita (108114017)
8. Khasbulloh (108114018)
9. Joni Koswara (108114019)
10. Rachmawati Nur (108114020)
11. Nilam Marwati (108114021)
12. Retno Dwi (108114022)

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) AL-IRSYAD AL-
ISLAMIYYAH CILACAP
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunai-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Sistem Neurobehavior Pada Pasien Tetanus dengan baik dan
tepat pada waktu yang ditentukan. Terimakasih penyusun ucapkan kepada bapak
Bejo Danang yang telah membimbing dan memotivasi kelompok ini dalam
menyelesaikan makalah ini. Kelompok juga berterima kasih kepada rekan
mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat III yang telah memberikan kritik dan saran
untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam pembelajaran Asuhan
keperawatan Neurobehaior, tentang Asuhan Keperawatan Sistem Neurobehavior
Pada Pasien Tetanus. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan
kualitas makalah ini. Semoga makalah ini memenuhi kriteria penilaian dan
bermanfaat bagi pembaca.

Cilacap, 12 Juni 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................. Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 1
C. TUJUAN ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. DEFINISI TETANUS ............................................................................................. 3
B. ETIOLOGI .............................................................................................................. 3
C. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................ 4
D. PATOFISIOLOGI................................................................................................... 4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................................ 6
F. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN.................................. 6
G. KOMPLIKASI ........................................................................................................ 7
H. PENCEGAHAN ..................................................................................................... 7
I. ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................. 8
1. Analisis Data ....................................................................................................... 8
2. Diagnosa Keperawatan & Prioritas Utama ......................................................... 9
3. Intervensi Keperawatan....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di
seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta
kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30
tahun terakhir, hanya terdapat sembilan penelitian RCT (Randomized
Controlled Trials) mengenai pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun
2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data
dari WHO, data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia
adalah sekitar 700.000-1.000.000 kasus per tahun. (Dire, 2009)
Tetanus yang juga dikenal sebagai lockjaw (kejang mulut), merupakan
infeksi termediasi-eksotoksin akut yang disebabkan oleh basilus anaerobik
pembentuk spora, Clostridium tetani. Tetanus bersifat fatal pada hampir 60%
orang yang tidak terimunisasi, biasanya dalam 10 hari setelah serangan.
Komplikasinya antara lain atelektasis, pneumonia, emboli pulmoner, ulser
gastrik akut, kontraktur fleksi dan aritmia kardiak. Jika gejala berkembang
dalam waktu 3 hari setelah paparan, prognosisnya buruk. Setelah masuk ke
tubuh, Clostridium tetani menyebabkan infeksi lokal dan nekrosis jaringan.
Clostridium tetani memproduksi toksin yang menyebar menuju jaringan
sistem saraf pusat. (Tim Indeks, 2011) Imunisasi sebagai salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tetanus.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian tetanus?
2. Apa etiologi dari tetanus ?
3. Apa manifestasi dari tetanus?
4. Bagaimana diagnose dari tetanus?

1
C. TUJUAN
1. Untuk mngetahui defenisi tetanus
2. Mengetahui etiologi tetanus
3. Menjelaskan manifestasi tetanus
4. Untuk mengerti diagnose tetanus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI TETANUS
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium Tetani dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti dengan kekakuan otot seluruh badan (Batticaca, 2008).
Tetanus adalah penyakit yang ditandai oleh spasme otot yang tidak
terkendali akibat kerja neurotoksin kuat, yaitu tetanu spasmin yang dihasilkan
bakteri ini (Mulyawan, 2009).

B. ETIOLOGI
Clostridium Tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat
anaerob. Membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas
kendali SSP), patogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik
(batticaca, 2008).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda dan tanah
yang dipupuk dengankotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada
luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati (korpus allienum) karena
merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka dengan
infeksi piogenik, dimana piogenik mengkomsumsi oksigen pada luka sehingga
suasana menjadi anaerob yang penting bagi tubuhnya basil tetanus (Batticaca,
2008).
Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini bersifat
obligat anaerob, berbentuk batang Gram positif. Dapat membentuk spora yang
terdapat di terminal sehingga menghasilkan drum-stick appearance pada
pewarnaan spora maupun pewarnaan gram. Spora dapat ditemukan di tanah,
debu, garam, air, atau feses. Sedangkan bentuk vegetatif beserta spora terdapat
di feses binatang, cavum oris mamalia, dan manusia.

3
C. MANIFESTASI KLINIS
Tetanus disebabkan oleh kerja toxin tetanus di dalam susunan saraf
pusat. Hambatan inhibisi motor neuron mengakibatkan peningkatan tonus otot
dan spasme otot skelet. Terdapat suatu periode asimtomatik setelah inokulasi
bakteri C. tetani, yang dinamakan periode inkubasi. Periode ini biasanya
berlangsung 7-10 hari. Kemudian muncul gejala berupa spasme otot, periode
ini disebut periode onset yang berkembang selama kira-kira 24-72 jam.
Gejala awal yang tampak berupa trismus (kaku rahang), kaku otot, dan
myalgia. Terkadang spasme otot terjadi hanya di daerah sekitar luka (tetanus
lokalisata) tetapi biasanya terjadi di seluruh tubuh (tetanus generalisata).
Spasme terjadi karena amplifikasi dari tonus otot yang bervariasi intensitas
dan durasinya akibat stmulasi motoric yang tidak terinhibisi. Spasme dapat
muncul akibat stimuli sederhana seperti suara keras, cahaya yang terang,
ataupun manipulasi fisik. Spasme otot-otot wajah menimbulkan gambaran
risus sardonicus, dan keterlibatan otot-otot punggung dan leher menimbulkan
gambaran opisthotonus. Pada kasus yang parah spasme dapat menyerang otot-
otot pernapasan sehingga menyebabkan kematian oleh karena asfiksia.
Spasme otot-otot laryng yang melibatkan vocal cord juga dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas.

D. PATOFISIOLOGI
Bentuk vegetatif C. tetani gampang mati akibat paparan oksigen, akan
tetapi spora dapat bertahan di berbagai kondisi dan memungkinkan transmisi
bakteri. Spora dapat bertahan dari perubahan pH maupun suhu, bahkan dapat
bertahan selama autoclaving beberapa menit. Begitu spora masuk ke dalam
jaringan, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif. Tetanus neonatorum
terjadi karena perawatan tali pusar yang tidak baik. Penggunaan alat yang
tidak steril sewaktu pemotongan tali pusar menyebabkan tetanus pada
neonates. Sedangkan infeksi pada anak-anak dan dewasa disebabkan oleh
laserasi atau luka yang terkontaminasi bakteri maupun sporanya. Otitis media,
caries dentis juga penting dalam infeksi tetanus pada anak-anak.

4
Clostridium tetani menghasilkan dua jenis toxin, yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin. Tetanolysin merupakan suatu hemolisin dan bersifat oxygen
labile (mudah diinaktivasi oleh oksigen), sedangkan tetanospasmin merupakan
suatu neurotoxin yang bersifat heat labile (tidak tahan panas). Tetanolysin
merupakan suatu toxin yang dikode oleh plasmid. Toxin ini secara serologis
mirip dengan Streptolysin O (Streptococcus pyogenes) dan hemolysin yang
dihasilkan oleh Clostridium perfringens dan Listeria monocytogenes.
Kepentingan klinis dari toxin ini tidak diketahui karena sifatnya yang mudah
dihambat oleh oksigen dan serum kolesterol.
Tetanospasmin adalah toxin yang berperan dalam manifestasi klinis
dari tetanus. Begitu toxin ini terikat dengan saraf, toxin tidak dapat
dieliminasi. Penyebaran tetanospasmin dapat melalui hematogen ataupun
limfogen yang kemudian mencapai targetnya di ujung saraf motorik. Toxin ini
memiliki 2 subunit dan 3 domain, subunit A (light chain) dan subunit B
(heavy chain). Begitu toxin disekresikan, suatu protease endogen akan
memecah tetanospasmin mejadi 2 subunit. Reseptor untuk toxin ini adalah
gangliosida pada neuron motoris. Domain pengikat karbohidrat
(Carbohydrate-binding Domain) pada ujung carboxy-terminal subunit B
berikatan dengan reseptor asam sialat yang spesifik dan glikoprotein pada
permukaan sel saraf motoric. Kemudian toxin akan diinternalisasi oleh vesikel
endosome. Asidifikasi endosome akan menyebabkan perubahan konformasi
ujung N-terminus subunit B, kemudian terjadi insersi subunit B kedalam
membrane endosome, sehingga memungkinkan subunit A keluar menembus
membrane endosome menju ke sitosol.
Toxin mengalami retrograde axonal transport dari perifer kemudian
menu saraf presinaps, tempat toxin tersebut bekerja. Subunit A merupaan
suatu zinc-dependent metalloprotease yang memecah vesicle-associated
membrane protein-2, VAMP-2 (atau sinaptobrevin). Protein ini merupakan
komponen utama SNARE-complex yang berperan dalam endositosis dan
pelepasan neurotransmitter. Toxin ini menghambat pelepasan inhibitory
neurotransmitter, yaitu glycine dan GABA (gamma-amino butyric acid).
Sehingga aktifitas motor neuron menjadi tidak terinhibisi dan memberikan

5
gambaran kekakuan otot, spasme dan paralisis spastik. Proses ini terjadi di
semua sinaps, termasuk neuromuscular junction (NMJ). Otot-otot yang
memiliki jaras persarafan (neuronal pathways) terpendek akan terkena lebih
dahulu, seperti otot-otot mastikasi. Sehingga pada awal gejala timbul trismus
(kaku rahang) dan disfagia.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk penyakit tetanus
(Maharani, 2012) yaitu :
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang.
2. Pemeriksaan darah leukosit :8000-12000 m/l
3. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis
kekakuan otot rahang.
4. Laboratorium : leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi
kuman kulit.
5. Pemeriksaan ECG : dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


1. pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium : luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat
dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-
luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU 4500 IU
terapi sebanyak >1000 IU ,ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan
clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak
2. terapi suportif
a. hindari rangsang suara, manipulasi yang merangsang
b. perawatan umum, oksigen
c. bebas jalan nafas dari lendir, bila perlu trakeoustomi

6
d. diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutris parenteral, hindari
dehidrasi. Selama passase usus baik, nutrisi internal merupakan pilihan
selain berfungsi untuk mencegah atrofi saluran cerna
e. kebersihan mulut, kulit hindari obstipasi, retensi urin

G. KOMPLIKASI
Menurut (Mansjoer, 2000) komplikasi yang terjadi pada tetanus yaitu :
1. Laringospasme (spasme pita suara atau spasme otot pernafasan)
2. Patah tulang belakang atau tulang panjang akibat kontraksi akibat kejang
yang lama.
3. Infeksi nosokomial karena perawatan yang lama.
4. Pneumonia aspirasi
5. Dekubitus
6. Emboli paru

Menurut Abidin (2008) komplikasi yang terjadi pada penyakit tetanus


yaitu :
1. Laserasi otot.
2. Fraktur.
3. Dehidrasi.
4. Aspirasi.
5. Infeksi sekunder oleh kuman lain.
6. Eksitasi saraf simpatis.

H. PENCEGAHAN
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selam 10 th setelah suntikan:
A. DPT vaksin pada bayi dan anak
B. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa
2. Membersihkan semu jenis luka setelah injury terjadi, sekecil apapun
3. Melahirkan ditempat yang terjaga kebersihannya

7
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Analisis Data
No. Data Problem Etiologi
1. DS : - Ketidakefektifan Terkumpulnya Liur
DO : Bersihan Jalan Di Dalam Rongga
Dispnea Napas Mulut
Penurunan suara nafas
Sianosis
Kelainan suara nafas
(Wheezing)
Kelainan suara nafas
(Rales)
Kesulitan berbicara
Produksi sputum
2. DS : Nyeri akut Agen Injury Biologis
Laporan secara verbal
DO :
Laporan secara non
verbal
Posisi antalgik
(menghindari nyeri)
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati
Muka topeng (nyeri)
Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit/
gerakan kacau,
menyeringai)

3. DS : Resiko infeksi
DO :
Adanya prosedur invasif
Ketidakcukupan
pengetahuan untuk
menghindari paparan
patogen
Penurunan Hb (P: 13,5
sampai 18,0 gr/dl, W:
12,0 sampai 16,0 gr/dl
Peningkatan leukosit
(5000-10.000 Ul)

8
Penurunan respon
terhadap peradangan
Ketidakadekuatan status
imun

2. Diagnosa Keperawatan & Prioritas Utama


1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas b.d Terkumpulnya Liur Di
Dalam Rongga Mulut
2. Nyeri akut b.d agen injury
3. Resiko infeksi

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan AIRWAY MANAGEMENT
Bersihan Jalan keperawatan selama ..........x 24 (MAnajemen Jalan Nafas)
Napas b.d jam, diharapakan bersihan jalan 1. Posisikan pasien untuk
Terkumpulnya nafas efektif. memaksimalkan ventilasi
Liur Di Dalam Kriteria hasil: 2. Identifikasi pasien
Rongga Mulut Respiratory Status : Airway perlunya pemasangan alat
Patency jalan nafas buatan
Indikator IR ER 3. Atur intake untuk cairan
1. Tidak didapatkan mengoptimalkan
demam keseimbangan.
2. Tidak didapatkan 4. Monitor respirasi dan
kecemasan status O2
3. Irama nafas 5. Informasikan pada klien
sesuai yang dan keluarga tentang
diharapkan suctioning
4. Frekuensi
pernafasan sesuai
yang diharapkan
5. Tidak didapatkan
tercekik
6. Pengeluaran
sputum pada jalan
nafas
7. Bebas dari suara
nafas tambahan

2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan PAIN MANAGEMENT


agen injury keperawatan selama ..........x 24 (Manajemen Nyeri)
jam, diharapakan nyeri teratasi. 1. Lakukan pengkajian nyeri
Kriteria hasil: secara komprehensif

9
Pain Level termasuk lokasi,
Indikator IR ER karakteristik, durasi,
1. Melaporkan frekuensi, kualitas dan
adanya nyeri faktor presipitasi
2. Luas bagian 2. Observasi reaksi
tubuh yang nonverbal dari
terpengaruh ketidaknyamanan
3. Frekuensi nyeri 3. Gunakan teknik
4. Panjangnya komunikasi terapeutik
episode nyeri untuk mengetahui
5. Pernyataan nyeri pengalaman nyeri pasien
6. Ekspresi nyeri 4. Evaluasi pengalaman
pada wajah nyeri masa lampau
7. Keringat berlebih 5. Evaluasi bersama pasien
8. Kehilangan selera dan tim kesehatan lain
makan tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
6. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
7. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
8. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
9. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
10. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
11. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
12. Tingkatkan istirahat
13. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil

10
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan INFECTION CONTROL
keperawatan selama ..........x 24 1. Pertahankan teknik isolasi
jam, diharapakan infeksi tidak 2. Gunakan sabun
terjadi antimikrobia untuk cuci
Kriteria hasil: tangan
Risk Control 3. Pertahankan lingkungan
Indikator IR ER aseptik selama
1. Memonitor faktor pemasangan alat
resiko dari 4. Ganti letak IV perifer dan
lingkungan line central dan dressing
2. Memonitor faktor sesuai dengan petunjuk
resiko dari umum
perilaku personal 5. Gunakan kateter
3. Mengembangkan intermiten untuk
strategi kontrol menurunkan infeksi
resiko yang kandung kencing
efektif 6. Tingkatkan intake nutrisi
4. Mengatur strategi 7. Berikan terapi antibiotik
pengontrolan bila perlu
resiko seperti
yang dibutuhkan
5. Melaksanakan
strategi kontrol
resiko yang
dipilih
6. Memodifikasi
gaya hidup untuk
mengurangi
resiko
7. Menghindari
paparan yang bisa
mengancam
kesehatan
Berpartisipasi
dalam skrining
masalah
kesehatan
Memperoleh
imunisasi yang
sesuai

11
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/22239/20/2._Naskah_Publikasi_Ilmiah.pdf. Diakses pada


tanggal 6 Juni 2017 pukul 14.00 WIB
http://dokumen.tips/documents/askep-tetanus-5618144e56036.html. Diakses pada
tanggal 6 Juni 2017 pukul 15.00 WIB
http://www.academia.edu/10146822/LAPORAN_PENDAHULUAN_TETANUS.
Diakses pada tanggal 6 Juni 2017 pukul 15.10 WIB
http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf. Diakses pada tanggal
6 Juni 2017 pukul 15.30 WIB
https://www.scribd.com/document/241032613/ASKEP-TETANUS. Diakses pada
tanggal 6 Juni 2017 pukul 16.00 WIB

12

Anda mungkin juga menyukai