Anda di halaman 1dari 32

3.

4 FILTRASI
Menurut G.Bernasconi (1995) filtrasi ialah pemisahan bahan secara mekanis
berdasarkan ukuran partikelnya yang berbeda-beda. Filtrasi dilakukan dengan bantuan
media filter dan beda tekanan. Molekul-molekul cairan atau gas dibiarkan menerobos
lubang pada media filter, sedangkan partikel-partikel padat yang lebih kasar akan tertahan
oleh media filter.
Filtrasi digunakan untuk memisahkan bahan padat dari cairan atau gas, misalnya
untuk mendapatkan suatu fraksi padat yang diinginkan atau untuk membuang fraksi padat
yang tidak dikehendaki. Filtrasi secara luas digunakan di industri kimia maupun di industri
proses lainnya. Jenis peralatan dan media filter yang digunakan didesain khusus sesuai
dengan kebutuhan pemakaian di industri tersebut. Peralatan filtrasi di industri umumnya
menggunakan vakum, tekanan atau gaya sentrifugal untuk mendorong fluida (cairan)
melalui deposit (endapan) padatan cake.
Menurut siklus operasi, filter dapat dibagi dua yaitu filter curah (batch) dan filter
kontinyu. Filter dijalankan secara curah, dimana cake diambil setelah filter dijalankan
(tahap penyaringan), sedangkan pada filter kontinyu cake diambil terus menerus secara
berkesinambungan.
Filtrasi digunakan untuk bermacam-macam keperluan, misalnya sebagai saringan
yang digunakan pada industri rokok filter, vacuum cleaner, penyaringan kopi, air
conditioning (AC), dalam sistem penyaringan air dan juga dalam persiapan analisa kimia.
Dalam lab. kimia, filtrasi biasanya dilakukan dengan menggunakan corong Buchner
dimana cairan disedot dari suspensinya dengan menggunakan vakum.
Filtrasi pada dasarnya adalah proses curah/diskontinyu (batch). Dengan filter curah
seperti plate and frame press dimana peralatan harus dihentikan untuk mengeluarkan cake,
sehingga prosesnya bertahap. Ada juga filtrasi dengan proses kontinyu seperti rotary drum
filter yang prosesnya berlangsung terus menerus, namun secara periodik perlu dihentikan
untuk menukar media filter (filter cloths). Batch filter dapat diubah menjadi continuous
filter dengan menggunakan beberapa unit secara paralel. Produk/ hasil filtrasi yang bernilai
dapat berupa filtrat yang bersih atau cake padat (solid cake). Peralatan filtrasi di industri
dengan peralatan filtrasi di laboratorium hanya berbeda dalam jumlah bahan yang
ditangani dan keperluan untuk operasi biaya rendah.

24
3.4.1 Filtrasi pada Pemisahan Padat-Cair
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan padatan dari suatu suspensi dalam suatu
likuida (campuran partikel padatan yang teratur dan tidak mengendap dalam cairan atau
gas) dengan media berpori atau saringan yang fungsinya menahan zat padat dan
melewatkan cairannya.
Pada umumnya pori-pori media filter lebih besar dari ukuran partikel yang akan
disaring, dan media filter akan berfungsi secara efisien hanya sesudah lapisan endapan
awal terjebak dan terbentuk di atas permukaan filter.
Untuk semua jenis filtrasi, slurry (suspensi) dapat dialirkan karena adanya gaya
dorong (driving force) misalnya gaya berat/ gravitasi bumi (misalnya gravity filter),
tekanan rendah/ vakum/ hampa (misalnya vacuum filter), tekanan lebih (misalnya pressure
filter) dan gaya sentrifugal (misalnya centrifugal filter). Pada Gambar 3.6 diilustrasikan
operasi suatu jenis filtrasi yang terdiri dari media filter, penyangga media filter, dan lapisan
padatan atau filter cake yang sudah terbentuk. Lapisan padatan atau filter cake terbentuk
secara perlahan-lahan membentuk lapisan endapan awal yang makin lama makin tebal di
atas media filter. Media filter bisa berupa kain penyaring, kertas saring, anyaman goni,
pasir, logam halus, asbes, dan sebagainya.

Gambar 3.6 Operasi Filtrasi

Semakin lama penyaringan maka makin tebal cake yang terbentuk, akibatnya
tahanan cake terhadap cairan yang lewat semakin besar sehingga aliran semakin kecil. Tipe
proses filtrasi yang diilustrasikan di atas disebut dengan filtrasi cake (cake filtration);
jumlah zat padat dalam suspensi besar dan kebanyakan partikel-partikelnya terkumpul

25
dalam filter cake yang kemudian dapat terpisah dari media filter. Bila jumlah zat padat
sangat kecil, misalnya dalam filtrasi air atau udara, partikel-partikel sering lebih kecil dari
lubang media filter dan menembus sangat dalam sebelum tertangkap. Proses ini disebut
filtrasi unggun dalam (deep bed filtration).
Untuk cake filtration, faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
dan perncangannya adalah :
1) Kemampuan untuk menyangga solid di atas pori-porinya secara cepat sesudah umpan
(suspensi) dimasukkan.
2) Resistansi (tahanan) minimum terhadap aliran filtrat
3) Resistansi terhadap reaksi kimia
4) Cukup kuat untuk menahan tekanan proses
5) Cukup kuat untuk menjaga kerusakan secara mekanis
6) Berkemampuan untuk mengeluarkan filter cake dengan mudah
7) Biaya yang serendah-rendahnya.
Daya atau laju filtrasi adalah jumlah cairan atau gas yang menerobos per satuan
waktu. Faktor-faktor yang paling penting dan berpengaruh pada laju filtrasi adalah :
1) Luas permukaan filter (saringan)
2) Beda tekanan antara kedua sisi media filter
3) Viskositas (kekentalan) filtrat
4) Resistansi filter cake
5) Resistansi media filter dan lapisan awal cake, dan
6) Penurunan tekanan dari umpan ke arah bagian media filter.

3.4.2 Media Filter


Media filter adalah suatu lapisan berpori yang terbentuk dari bahan-bahan lepas
atau terpadatkan (misalnya pasir, anyaman, kertas, kerak = sinter body). Semua proses
filtrasi memerlukan media filter untuk menahan padatan (solid). Pemilihan jenis media
filter sangat penting untuk suksesnya operasi filtrasi.
Media filter untuk filtrasi skala industri harus memenuhi berbagai keperluan.
Pertama dan terpenting adalah media filter tersebut harus mampu menahan zat padat yang
disaring dari slurry dan menghasilkan filtrat yang bersih. Pori-pori tidak tersumbat
sehingga laju filtrasi terlalu rendah. Media filter harus mempermudah pengambilan filter

26
cake dan filter cake itu sendiri harus bersih. Media filter harus tidak mudah robek dan
mesti tahan secara kimia terhadap larutan-larutan yang digunakan.
Dari sekian banyak media filter yang tersedia, biasanya hanya sebuah atau beberapa
saja yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtrasi tertentu secara sempurna. Hal
ini karena pemilihan media sangat dibatasi oleh sederetan faktor seperti:
1) Sifat bahan yang difiltrasi: pH, korosivitas, kemampuan menggembung, daya larut,
kemampuan terabrasi, suhu dan ukuran butir bahan padat)
2) Konstruksi alat filtrasi: luas permukaan filter, beda tekanan, daya tampung beban dan
bentuk filter.

Jenisi-jenis media filter yang sering ditemukan dalam aplikasi proses filtrasi antara
lain adalah:
1) Serat tenunan (fabric of woven fiber)
2) Tenunan logam atau ayakan (metal fabrics or screens). Tersedia dari berbagai bahan
seperti nikel, tembaga, kuningan, perunggu, aluminium, baja (steel), baja tahan karat
(stainless steel), baja putih (monel), logam campuran (alloy) dan lain-lain. Bahan-bahan
ini cocok untuk bahan-bahan beracun (toxid materials) asalkan pemiliharaan bahan
media filter dilakukan dengan baik, karena bahan-bahan logam ini relatif tahan terhadap
korosi dan suhu tinggi.
3) Lakan/ bulu kempa dan katun (pressed felts and cotton batting). Material ini dipakai
untuk menyaring partikel gelatin dari cat dan larutan-larutan kental lainnya.
4) Bahan bukan tenunan (non woven fabrics). Terbuat dari serat sintetik seperti polyester,
nylon atau polyolefin, polipropilen, poli tetra fluor etilen, poli amida. Material ini lebih
ringan dari lakan.
5) Kertas saring (filter paper). Tersedia dalam berbagai permeabilitas, ketebalan dan
kekuatan. Dibanding material lain, kertas saring kekuatannya sangat rendah, maka
dalam pemakaiannya memerlukan penyangga. Contohnya kertas saring yang digunakan
pada corong buchner.
6) Media keras berpori (rigid porous media). Tersedia dalam bentuk lembaran, plat dan
tube. Material yang dipakai misalnya sintered stainless steel dan metal-metal graphite,
aluminium oxide, silica, porcelain, juga plastik seperti gamut.

27
7) Membran polimer (polymer membranes). Untuk aplikasi filtrasi pemisahan partikel-
partikel halus yaitu mikrofiltrasi (MF) dan ultrafiltrasi (UF). Membrannya terbuat dari
berbagai material seperti cellulose acetates dan polyamide.
8) Zat padat berbentuk unggun butiran (granular beds of particulate solids). Lapisan solid
seperti pasir atau batubara, dipakai sebagai media filter untuk menjernihkan air atau
larutan kimia dari sejumlah kecil suspensi partikel.

3.4.3 Bahan Penolong (filter aids)


Geankoplis (1985) menyatakan, bahan-bahan penolong filter tertentu dapat
digunakan untuk membantu filtrasi. Bahan ini dapat digunakan dengan berbagai cara.
Dapat digunakan sebagai precoat sebelum slurry disaring. Cara ini akan mencegah zat-zat
padat berbentuk gelatin yang menyebabkan penyumbatan media filter dan juga
memperoleh filtrat yang lebih jernih. Bahan penolong juga ditambahkan ke dalam slurry
sebelum penyaringan. Cara ini akan menambah porositas dari cake dan mengurangi
tahanan cake selama filtrasi. Di dalam filter putar (rotary filter), bahan penolong ini dapat
dipakai sebagai precoat, dan irisan lapisan tipis ini akan melapisi cake. Penggunaan bahan
penolong biasanya dibatasi pada hal-hal dimana cake dibuang atau endapan dapat
dipisahkan secara kimia dari bahan penolong tersebut.
Menurut Coulson (1978) bahan penolong filter terutama digunakan apabila filter
cake relatif kedap terhadap aliran filtrat. Bahan penolong ini adalah bahan-bahan padat
untuk membentuk unggun yang sangat tinggi voidages (?) dan karena itu bahan penolong
filter mampu menambah porositas filter cake jika ditambahkan ke dalam slurry sebelum
filtrasi. Dengan adanya bahan penolong filter ini dapat mengurangi tahanan filter cake
spesifik, yang juga menghasilkan pembentukan cake yang lebih tebal. Berdasarkan
pertimbangan ekonomi diperlukan suatu jumlah bahan penolong filter optimum yang harus
ditambahkan dalam kasus-kasus tertentu. Jumlah aktual sangat tergantung pada sifat-sifat
bahan.
G. Bernasconi (1995) menjelaskan bahwa bahan penolong filter adalah bahan padat
dengan luas permukaan yang besar sekali sehingga memiliki daya adsorpsi yang besar
terhadap partikel-partikel padat yang sangat halus. Disamping itu karena strukturnya,
bahan penolong filter mampu membentuk filter cake yang agak longgar.
Bahan penolong filter dapat berupa misalnya kieselguhr (kerikil berasal dari algae
silikat yang membatu, dikenal dengan nama hyplocelite), batu-batu vulkanik atau serat-

28
serat asbes. Geankoplis (1985) menyebutkan kieselguhr sebagai tanah diatomis tidak dapat
ditekan (incompresible diatomaceous earth) yang unsur utamanya silika. Selain kieselguhr
dapat juga digunakan selulose kayu atau zat-zat padat berpori inert lainnya. Bahan-bahan
tersebut tahan terhadap asam, tetapi dapat rusak oleh larutan basa yang panas
(G.Bernasconi, 1995). Kieselguhr yang umum digunakan sebagai bahan penolong filter
mempunyai voidage kira-kira 0,85. Penambahan dalam jumlah relatif kecil akan
menambah voidage filter cake pada umumnya (Coulson, 1978).

3.4.4 Kriteria Pemilihan Alat Filtrasi


Jenis peralatan filtrasi yang ditawarkan di pasaran banyak sekali, karena filtrasi
dipengaruhi oleh banyak faktor. Di samping itu satu jenis alat filtrasi tidak dapat sekaligus
memenuhi persyaratan untuk semua proses. Faktor-faktor yang berpengaruh misalnya:
1) Jenis campuran. Campuran gas-padat memerlukan ruang filtrasi dan luas permukaan
filter yang lebih besar daripada campuran cair-padat. Hal ini disebabkan volume gas
lebih besar daripada cairan. Di samping itu pada campuran gas-padat hanya mungkin
digunakan beda tekanan yang kecil.
2) Jumlah bahan yang lolos dan yang tertahan. Semakin besar jumlah campuran yang
harus difiltrasi, semakin besar laju filtrasi yang diperlukan dan dengan demikian juga
semakin besar luas permukaan total filter. Selain itu filtrasi bahan padat memerlukan
volume kerja filter cake yang jauh lebih besar daripada filtarsi jernih. Ukuran
pemanfaatan yang optimal dapat berupa luas permukaan filter yang sebesar mungkin
dengan ruang filter yang sekecil mungkin.
3) Tekanan filtrasi (beda tekanan). Tekanan filtrasi mempengaruhi jenis konstruksi dan
ukuran alat filtrasi.
4) Jenis operasi. Konstruksi alat pada dasarnya berbeda untuk operasi yang kontinyu atau
yang tidak kontinyu.
5) Pencucian. Bila filter cake harus dicuci, diperlukan tambahan perlengkapan untuk
mencuci. Tergantung pada jenis cairan pencuci yang digunakan, yaitu apakah
mengandung air, mudah terbakar atau beracun, maka alat filtrasi harus dikonstruksi
dengan cara yang berbeda-beda (misalnya terbuka, tertutup, dengan perangkat pengisap,
dengan ruang yang terpisah-pisah).
6) Sifat bahan yang difiltrasi. Baik konstruksi maupun jenis bahan yang dipakai untuk
membuat alat filtrasi tergantung pada bahan yang difiltrasi, apakah bersifat asam, basa,

29
netral, mengandung air, mudah terbakar, tahan api, peka terhadap oksidasi, steril, panas
atau dingin. Konstruksi dapat terbuka, tertutup atau dalam lingkungan gas inert.
7) Sifat filtrasi. Apakah filter cake yang terbentuk dapat ditekan atau tidak dapat ditekan,
tergantung pada ukuran dan bentuk partikel bahan padat. Sifat filter cake itu
selanjutnya mempengaruhi luas permukaan filter, tebal cake, beda tekanan dan juga
ukuran pori dari media filter.
Faktor-faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam memilih peralatan filtrasi
(filter) adalah:
1) Sifat-sifat fisik fluida, khususnya viskositas, densitas, sifat racun (toxicity), dan sifat
korosi;
2) Sifat fisik padatannya seperti ukuran, bentuk partikel, distribusi ukuran dan
karakteristik packingnya;
3) Konsentrasi padatan dalam suspensi (feed);
4) Jumlah material yang ditangani dan juga harganya;
5) Mana yang lebih berharga, zat padat atau cairan atau keduanya;
6) Perlukah mencuci padatan yang telah terfiltrasi;
7) Apakah terjadi kontaminasi suspensi terhadap filtrat atau berbagai komponen dalam
peralatan dapat merusak produk;
8) Apakah umpannya perlu dipanaskan;
9) Apakah perlakuan awal (pre-treatment) akan dapat membantu;
10) Sifat alamiah slurry dan cake yang terbentuk;
11) Dibutuhkan kekeringan cake; dan
12) Apakah tercemarnya zat padat dengan bahan penolong (filter aid) diterima.

3.4.5 Jenis-jenis Peralatan Filtrasi


Untuk filtrasi campuran padat-cair, jenis alat filtrasi yang dapat dipilih antara lain
adalah:
1) Filter pasir (sand filter);
2) Filter kelongsong (cartridge filter);
3) Filter spiral;
4) Filter pelat (platen filter);
5) Filter hisap (suction filter);
6) Pres filter (filter press);

30
7) Filter putar (rotary filter), dan
8) Filter sentrifugal.

Filter unggun (bed filter)


Jenis filter yang sangat sederhana ini adalah filter unggun yang ditunjukkan secara
skematis pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Filter unggun partikel padat (Geankoplis, 1989)

Jenis filter ini umumnya digunakan untuk hal-hal dimana sejumlah kecil zat padat
diambil dari sejumlah besar air dalam penjernihan likuid. Biasanya lapisan bawah unggun
terdiri dari lapisan kerikil kasar yang diletakkan di atas plat berlubang (perforated or
slotted plate). Di atas kerikil diletakkan pasar halus yang biasanya berfungsi sebagai media
filter yang sesungguhnya. Air dialirkan dari atas ke bafel yang mengatur air keluar.
Likuida jernih keluar dari bagian bawah.
Filtrasi berlangsung sampai endapan partikel yang tersaring tersumbat diatas pasir
sehingga laju alir menurun. Kemudian aliran berhenti dan air dialirkan dalam arah yang
berlawanan sehingga alirannya ke atas, dicuci kembali (backwashing) unggun dan diambil
zat padat yang terendap. Peralatan ini hanya dapat digunakan untuk endapan-endapan yang
tidak melekat kuat pada pasir dan dengan mudah dapat diambil dengan pencucian kembali.
Filter ini biasanya berupa tangki terbuka yang digunakan untuk menyaring air minum
untuk kebutuhan perkotaan. Jenis filter berikut (sand filter = filter pasir) sering digunakan
untuk menyaring air dalam skala industri.

Filter Press Plat dan Bingkai (plate and frame filter press)
Salah satu jenis filter lain yang penting adalah filter press plat dan bingkai, yang
ditunjukkan pada Gambar 3.8. Filter ini terdiri dari plat (plate) dan bingkai (frame) yang
dipasang dengan kain penyaring pada kedua sisi dari plat. Plat mempunyai lubang-lubang
31
saluran sehingga likuida filtrat yang jernih dapat mengalir ke bawah sepanjang plat.
Umpan slurry dipompa ke dalam filter dan mengalir melalui saluran ke dalam masing-
masing bingkai terbuka sehingga slurry mengisi bingkai. Filtrat mengalir melalui kain
penyaring dan zat padat membentuk cake pada bingkai disisi kain penyaring. Filtrat
mengalir diantara kain penyaring dan permukaan plat melalui saluran-saluran dan
kemudian keluar. Filtrasi berlangsung sampai semua bingkai-bingkai terisi dengan
padatan.

Gambar 3.8 Diagram Filter Pres Plate & Frame

Filter pres biasanya mempunyai suatu saluran terpisah yang dapat dibuka pada
masing-masing bingkai. Pemeriksaan visual dapat dilakukan untuk melihat jika filtrat
mengalir dengan bersih. Jika satu saluran keruh karena kebocoran kain penyaring atau
faktor-faktor lain, saluran tersebut dapat ditutup secara terpisah. Bila bingkai-bingkai
sudah penuh, bingkai dan plat dipisahkan dan cake diambil. Kemudian filter dipasang
kembali dan siklus diulangi.
Jika cake dicuci, cake tertinggal dalam plat dan dengan pencucian cake terbentuk,
seperti ditunjukkan dalam gambar b. Dalam filter ini satu saluran terpisah disediakan untuk
air pencuci masuk. Air pencuci masuk dari inlets yang mempunyai sisi terbuka disamping
kain filter pada setiap plat dari filter press tersebut. Air pencuci kemudian mengalir melalui
kain penyaring, langsung ke cake kosong, melalui kain penyaring pada sisi bingkai-bingkai
yang lain, dan keluar dari saluran buang. Perlu dicatat bahwa ada dua jenis plat dalam
gambar b. yaitu yang mempunyai saluran untuk menampung air pencuci disamping kain
filter, dan yang tidak mempunyai saluran.

32
Filter pres digunakan dalam proses batch. Filter ini sederhana dalam pengoperasian,
serbaguna dan fleksibel dalam operasi dan dapat digunakan pada tekanan tinggi jika
diperlukan, untuk larutan-larutan viskos atau filter cake mempunyai tahanan tinggi.

Filter Press
Filter pres terdiri atas elemen-elemen filter (hingga mencapai 100 buah) yang
berdiri tegak atau terletak mendatar, disusun secara berdampingan atau satu diatas yang
lain. Elemen-elemen ini terbuat dari plat-plat beralur yang dilapisi kain filter dan disusun
pada balok-balok luncur sehingga dapat digeser-geser. Dengan suatu sumbu giling atau
perlengkapan hidraulik, plat-plat itu dipres menjadi satu diantara bagian alat yang diam
(bagian kepala) dan bagian yang bergerak. Saluran masuk dan saluran keluar terdapat di
bagian kepala (untuk sistem tertutup) atau saluran keluarnya di samping plat-plat (untuk
sistem terbuka). Panjang plat dapat berkisar antara 400 dan 1500 mm, tergantung pada
jumlah plat, dengan luas total permukaan filter hingga 150 m2. Tebal cake dapat mencapai
50 mm. Tergantung pada besar dan jumlah plat, volume kerja dari filter cake dapat
mencapai 3000 liter.
Pada dasarnya harus dibedakan antara filter pres bingkai dan filter pres kamar. Pada
filter pres bingkai, terdapat sebuah bingkai diantara setiap dua plat. Bingkai ini memberi
ruang untuk ditempati filter cake. Pada konstruksi semacam ini banyak sekali volume kerja
cake hilang jika plat dibuat tebal dan masif. Pada filter pres kamar, plat-plat dibuat lebih
tipis dan dipasang dalam bingkai penyekat sehingga membentuk kamar yang
sesungguhnya. Dengan panjang konstruksi yang sama, volume kerja cake mencapai 40%
lebih besar. Sebagai keuntungan yang lain, filter cake hanya bersentuhan dengan kain filter
dan tidak dengan bahan dasar alat.
Pada filter pres bingkai, tidak ada masalah dalam mengalirkan suspensi masuk
melalui bingkai-bingkai. Tetapi pada filter pres kamar, hal tersebut menjadi sukar karena
konstruksinya yang kompak. Pada umumnya kesukaran ini dapat diatasi dengan membuat
sistem pemasukan tertentu, misalnya penyekrupan kain pada bingkai penyekat atau
membuat lubang-lubang di tengah plat.

Proses filtrasi
Pada filtrasi dengan filter pres horizontal, suspensi masuk pada bagian kepala
melalui saluran yang terbentuk oleh lubang-lubang di bagian atas plat. Pada filter pres
bingkai, suspensi mengalir melalui bingkai-bingkai sedangkan pada filter pres kamar,

33
suspensi mengalir diantara plat-plat masuk ke dalam ruang filtrasi yang sesungguhnya.
Filtrat menerobos kedua sisi kain filter, kemudian mengalir di belakang kain filter
sepanjang alur-alur plat turun ke dalam saluran. Saluran ini juga terbentuk dari lubang-
lubang pada plat. Pada sistem tertutup filtrat keluar di bagian kepala, sedangkan pada
sistem terbuka filtrat mengalir dari masing-masing plat melalui sebuah keran ke dalam
saluran terbuka yang terletak di luar alat pres.
Seringkali cara kerja sistem tertutup maupun sistem terbuka dapat diterapkan pada
alat yang sama dengan memasang saluran pembuangan khusus dan keran bercabang tiga.
Keuntungan filtrasi dengan saluran keluar yang terbuka adalah bila suatu kain filter
mengalami kerusakan, maka gangguan ini segera dapat dilokalisir. Sedangkan filtrasi
dengan pembuangan tertutup sesuai untuk bahan-bahan yang mengandung racun, berbau
atau bahan yang mudah terbakar. Kelebihan filter press antara lain:
1) Karena bentuknya yang sederhana, filter ini serbaguna dan dapat digunakan untuk
beragam bahan pada kondisi ketebalan cake dan tekanan yang bervariasi.
2) Biaya perawatan rendah.
3) Mempunyai luas penyaringan yang besar pada ruang lantai yang kecil dan dibutuhkan
sedikit peralatan tambahan.
4) Banyak sambungan berada diluar, dan kebocoran mudah dideteksi.
5) Tekanan yang tinggi mudah diperoleh.
6) Umumnya cocok jika cake dan likuida sebagai produk utama.
Sedangkan kekurangan filter press antara lain:
1) Filter pres dioperasikan secara bertahap dan pembongkaran yang terus menerus
condong menyebabkan penggunaan kain penyaring relatif tinggi.
2) Meskipun banyak kelebihan yang disebut di atas, filter pres membutuhkan tenaga kerja
yang agak besar dan tidak cocok untuk high throughputs.
3) Tidak dapat menangani pada proses-proses dengan kapasitas besar.

3.1 PROSES MEMBRAN


Filtrasi membran termasuk dalam proses pemisahan dalam rentang yang luas dari
filtrasi dan ultrafiltrasi sampai ke reverse osmosis (RO). Efisiensi dari berbagai jenis
filtrasi ini tergantung pada perbedaan ukuran pori dan partikel yang tersisihkan. Selama
perang dunia ke II Jerman telah banyak menggunakan membran untuk analisa bakteri di
dalam air minum, akan tetapi setelah perang berakhir teknologi membran berkembang

34
pesat di Amerika Serikat. Pengembangan dan penelitian mulai banyak diterapkan pada
proses-proses pemisahan dengan membran, khususnya dalam proses desalinasi air (Peter,
1996). Membran polimer untuk proses ultrafiltrasi telah berkembang sejak tahun 1930.
Salah satu pengembangannya dilakukan oleh William Elford dengan menggunakan
selulosa asetat dan selulosa nitrat.
Pada tahun 1950 direalisasikan satu unit pemisahan dengan membran berskala besar
yang dikerjakan oleh Reid dan rekan-rekannya di Universitas Florida. Pada tahun 1960
dapat diwujudkan suatu proses pemisahan dengan menggunakan membran RO untuk
desalinasi air laut. Membran yang digunakan adalah membran asimetrik selulosa asetat
yang tak berpori (dense skin layer) yang merupakan hasil penelitian oleh Loeb &
Sourirajan pada tahun 1963. Pada tahun 1984 sampai tahun 1985 sebuah perusahaan air
minum Lyonnaise des Eaux dan Degremont yang memiliki 45 juta klien di seluruh dunia
terus melakukan pengembangan penggunaan teknologi membran dalam proses pengolahan
air minum. Hingga tahun 1996 perusahaan ini telah menginstalasi 30 buah filtration plant
dengan kapasitas 50-5500 m3/hari. Mulai tahun 1986 pemasaran membran mulai
merambah ke seluruh dunia, khususnya USA, Eropa, Jepang dan negara lainnya. Sampai
tahun 1996 data yang diperoleh dari penerbit Membrane & Separation Technology News,
75% dari seluruh membran yang terdistribusi terjual ke USA, Eropa dan Jepang (Peter,
1996).

3.5.1 Definisi Proses Membran


Proses membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen
dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai penghalang
(barrier) tipis yang sangat selektif di antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen
tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui
membran (Mulder, 1996). Contoh proses membran misalnya: mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
nanofiltrasi, pervaporasi, elektodialisis dan reverse osmosis (RO).
Membran memisahkan bahan atas dasar bentuk dan ukuran molekul, menahan
komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan
melewatkan komponen dengan ukuran yang lebih kecil. Larutan yang mengandung
komponen yang tertahan disebut konsentrat atau retentat, dan larutan yang mengalir
melewati membran disebut permeat. Dengan cara ini selain berfungsi sebagai sarana
pemisahan, membran juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu

35
larutan yang dilewatkan melalui membran tersebut (Peter, 1996). Proses membran
melibatkan umpan (cair dan gas), dan gaya dorong (driving force) akibat perbedaan
tekanan (P), perbedaan konsentrasi (C) dan perbedaan energi (E). Pada Tabel 3.2
ditunjukkan berbagai proses membran dan masing-masing gaya dorong yang bekerja pada
proses tersebut, serta fasa aliran umpan dinyatakan sebagai fasa 1 dan aliran fasa permeat
dinyatakan sebagai fasa 2.

Tabel 3.2 Beberapa Proses Membran dan Driving Force

Proses membran Fasa 1 Fasa 2 Driving force


Mikrofiltrasi L L P
Ultrafiltrasi L L P
Nanofiltrasi L L P
Reverse Osmosis L L P
Sumber: Mulder, 1996

Teknologi membran sebenarnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan proses


pemisahan konvensional dan memiliki beberapa keuntungan, antara lain:
1) Pemisahan dilakukan berdasarkan ukuran molekul (bentuk, muatan).
2) Kebutuhan energi berada pada level yang moderat, tidak terjadi perubahan fasa.
3) Tidak ada buangan tambahan.
4) Peralatannya modular (modul membran dapat di scale-up dengan unit-unit lain).
5) Penyusunan mode operasi secara kontinyu atau batch mudah dilakukan.
6) Peralatannya kompak:
ukuran sistem sebanding dengan ukuran luas permukaan membran;
tempat yang diperlukan kecil;
memungkinkan untuk diterapkan dalam skala besar.
Disamping memiliki kelebihan, proses membran juga memiliki beberapa
keterbatasan, diantaranya adalah:
1) Terjadinya fenomena polarisasi konsentrasi, yaitu terjadinya gradien konsentrasi aliran
umpan pada permukaan membran yang dapat mereduksi kinerja membran.
2) Fouling, yaitu bahan yang mengendap dan melekat pada permukaan membran.
3) Stabilitas membran dan umur membran; aplikasi bahan polimer sebagai bahan
membran dibatasi oleh rentang pH dan suhu operasional, serta resistensinya terhadap
zat-zat kimia tertentu.

36
3.5.2 Klasifikasi Membran
Secara garis besar operasi membran dapat dibedakan berdasarkan beberapa
parameter, yaitu: (1) gaya dorong; (2) mekanisme pemisahan; (3) struktur membrane; dan
(4) fasa kontak. Klasifikasi berdasarkan empat parameter diatas ditunjukkan pada Tabel
3.3 berikut.
Tabel 3.3 Klasifikasi Operasi Membran
Operasi Gaya Struktur Fasa
Mekanisme pemisahan 1 *
2
membran dorong membran
Mikrofiltrasi Pressure Sieve Macropores L L

Ultrafiltrasi Pressure Sieve Mesopores L L


Sieve+(solution/diffusion+ Micropores L L
Nanofiltrasi Pressure
exclution)
Reverse Solution/diffusion+ Dense L L
Pressure
Osmosis exclution
Sumber: (Peter, 1996); Ket: * fasa 1 adalah fasa umpan

Klasifikasi membran yang melibatkan beda tekanan sebagai gaya dorong,


berdasarkan kemampuan pemisahan membran ini dapat dibedakan atas mikrofiltrasi (MF),
ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF) dan reverse osmosis (RO). Tabel 3.4 menunjukkan
ukuran berbagai senyawa yang dapat tertahan dalam proses membran MF, UF, NF dan RO.

Tabel 3.4 Senyawa yang Tertahan pada Proses RO, UF, NF dan MF.

Senyawa BM (D) Ukuran (nm) RO UF NF MF


Ragi dan jamur 103 - 104 *
Sel bakteri 300 - 104 * *
Emulsi minyak 100 - 104 * *
Koloid 100 103 * *
Virus 30 - 300 *
Protein 104 106 2 10 * *
Polisakarida 104 - 106 2 - 10 * *
Enzim 104 106 2-5 * * *
Gula sederhana 200 400 0,8 1,0 * * *
Zat organik 100 500 0,4 0,8 * *
Zat anorganik 10 100 0,2 0,4 *
Sumber: Mulder, 1996
Dalam pemakaiannya, membran osmosa balik (RO) banyak digunakan untuk
desalinasi air laut, sedangkan nanofiltrasi banyak digunakan dalam proses pemisahan ion
multivalen seperti pemisahan ion kalsium dan magnesium pada proses pelunakan air.
Ultrafiltrasi banyak dipakai pada proses-proses yang simultan yang terdiri dari pemurnian,

37
pemekatan dan fraksionasi dari makromolekul maupun suspensi koloid yang lebih halus.
Mikrofiltrasi merupakan metoda utama untuk pemisahan partikel-partikel tersuspensi dari
aliran umpan.

3.5.2.1 Mikrofiltrasi
Membran MF mempunyai ukuran pori yang lebih besar dari UF. MF dapat menahan
koloid besar dan partikel berukuran lebih besar 0,1 m. Membran ini beroperasi pada
tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan fluks lebih besar 50 L.m-2. jam-1.bar-1 (Mulder,
1996).

3.5.2.2 Ultrafiltrasi
Membran ultrafiltrasi (UF) termasuk membran macropores yang hanya dapat
menahan koloid, partikel, semua jenis mikroorganisme seperti bakteri dan virus atau
makromolekul yang berukuran 0,001-0,02 m, tetapi dapat dilalui zat terlarut seperti
kation dan anion sederhana. Pori-pori membran UF dapat terdeteksi dengan foto SEM, dan
kebanyakan berbentuk asimetrik. Membran ini beroperasi pada tekanan berkisar 1-5 bar
dan batasan fluks mencapai 10-50 L.m-2. jam-1.bar-1 (Mulder, 1996).
Membran UF dibuat dari berbagai bahan polimer dan zat anorganik/ mineral
berukuran 10-2000 Angstrom, seperti selulosa asetat (CA), polimer polisulfon, akrilik,
polikarbonat, PVC, poliamida, poliasetal, poliakrilat, polivinilidenefluorida. Juga dapat
dibuat dari bahan keramik, aluminium oksida, zirkonium oksida dsb.

3.5.2.3 Nanofiltrasi
Nanofiltrasi disebut juga low pressure reverse osmosis atau membran softening,
karena banyak digunakan pada proses pelunakan air. Selektifitas atau kemampuan
pemisahannya berada antara RO dan UF, yaitu yang dapat melewatkan senyawa di bawah
1 nm. Oleh sebab itu membran nanofiltrasi juga banyak digunakan untuk pengendalian
senyawa-senyawa organik di dalam proses pengolahan air minum (Peter, 1996). Membran
ini dapat merejeksi kuat ion-ion divalen, sedangkan ion monovalen lebih sedikit. Membran
ini beroperasi pada tekanan berkisar 5-20 bar dan batasan fluks mencapai 1,4-12 L.m-2.
jam-1.bar-1 (Mulder, 1996).

3.5.2.4 Reverse Osmosis


Apabila dua larutan dengan konsentrasi solut yang berbeda dipisahkan oleh membran
semipermeabel, air akan berpindah dari kompartemen yang konsentrasinya lebih rendah ke

38
dalam kompartemen yang konsentrasinya lebih tinggi. Tinggi muka air yang
konsentrasinya lebih tinggi akan naik. Peristiwa pengenceran larutan ini disebut osmosis.
Osmosis didefinisikan sebagai proses migrasi molekul air melewati membran akibat
adanya gaya tarik dari momen dipol molekul air terhadap ion dan molekul polar pada sisi
membran yang lain. Molekul air tertarik oleh ion-ion pada sisi kedua membran. Larutan
dengan konsentrasi solut lebih tinggi memiliki jumlah ion terlarut yang lebih banyak,
sehingga lebih banyak molekul air tertarik ke dalam larutan tersebut. Ion-ion dalam bentuk
terhidrasi di dalam air memiliki kecenderungan untuk tidak dapat melewati membran
akibat ukuran hidrasinya. Selama ion terhidrasi dengan ukuran besar tidak mampu
melewati membran, proses migrasi molekul air dari larutan konsentrasi rendah ke larutan
konsentrasi tinggi terus berlangsung.
Migrasi molekul air ini mengakibatkan naiknya level air pada kompartemen dengan
konsentrasi tinggi dan penurunan level pada kompartemen dengan konsentrasi rendah.
Gaya yang mengakibatkan perpindahan molekul air melewati membran disebut tekanan
osmosis. Tekanan osmosis didefinisikan sebagai beda tekanan dan energi potensial antara
dua larutan yang dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel. Rule of thumb (petunjuk
praktis) osmosis adalah setiap 1 psi tekanan osmosis diakibatkan oleh beda konsentrasi
TDS 100 mg/L.
Jika pada kompartemen yang berisi larutan pekat diberikan tekanan yang cukup,
aliran air dapat dibalikkan ke arah kompartemen dengan konsentrasi larutan yang lebih
rendah. Air mulai berpindah ke arah kompartemen yang konsentrasinya lebih rendah.
Proses ini dinamakan proses osmosis balik (reverse osmosis).

3.5.3 Desain Sistem RO


Desain sistem RO mencakup semua aspek proses untuk memurnikan air, dari suplai
air umpan sampai pengguna akhir. Komponen-komponen sistem diringkaskan pada
Gambar 3.9. Faktor yang dipertimbangkan termasuk suplai air umpan (sumber dan
analisis), kebutuhan pretreatment, kebutuhan sistem pemompaan, jenis dan konfigurasi
membran, pencucian, tekanan (energi), recovery, post treatment dan seluruh operasi dan
pemeliharaan (Scott, 1995).

39
FEEDWATER SUPPLY PRETREATMENT
Source Scale control
Surface pH adjustment
Well Inhibitors
Waste Softening
Analysis Microbial control
Temperature Chlorination/dechlorination
Seasonal Variations Suspended solids
Metal oxide
Organics

RO MEMBRANES
Configuration
Material
HIGH PRESSURE PUMPS
Pressure
Chemical resistance
Efficiency
Productivity (flux)
Salt Rejection Flowrate
Recovery Materials

END USE
POST TREATMENT Potable
pH adjustment Industrial
Degasification Ultra Pure
Demineralization Recycle
Disinfection Discharge

Gambar 3.9 Komponen dalam Desain Sistem RO (Scott, 1995)

Kinerja sistem RO adalah fungsi dari jenis membran, konsentrasi padatan terlarut
(dissolves solid), suhu umpan dan tekanan yang digunakan. Karena komposisi masing-
masing limbah berbeda maka uji panduan (pilot test) diperlukan, dan biasanya dilakukan
dengan sampel air limbah asli sebanyak 189 liter (50 galon). Selama ujicoba, kinerja
sistem RO umumnya diukur dengan tiga parameter: fluks, konversi (recovery) dan rejeksi.
Ketiga faktor ini merupakan hal yang menjadi pertimbangan desain sistem membran
(Freeman, 1993).
Secara teoritis tekanan osmosis berbeda-beda, sama halnya dengan tekanan gas ideal
(James M.Montgomery, 1985; Conlon, 1990, in Lin, S.D., 2001).

nRT
. (3.21)

Atau (Applegate, 1984):

40
1.12T m (3.22)

dimana:
= tekanan osmosis, psi
n = jumlah mol zat terlarut (solute)
R = konstanta gas
T = suhu absolut, oC + 273
= volume molar air
m = jumlah mol semua unsur ion dan non-ion dalam larutan

Pada kesetimbangan, perbedaan tekanan antara dua sisi membran RO sama dengan
perbedaan tekanan osmosis. Pada zat terlarut konsentrasi rendah, tekanan osmosis () suatu
larutan dinyatakan dengan persamaan berikut (USEPA, 1996):

CsRT (3.23)

dimana:
= tekanan osmosis, psi
CS = konsentrasi zat terlarut dalam larutan, mol/cm3 atau mol/ft3
R = konstanta gas ideal, ft.lb/ mol.K
T = suhu absolute, K= oC + 273
m = jumlah mol semua unsur ion dan non-ion dalam larutan
Berdasarkan tekanan yang digunakan, proses RO dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis yaitu (Osmonics, 2000):
1) RO tekanan tinggi dengan rentang tekanan 5,6-10,5 MPa (56-105 bar) seperti untuk
aplikasi desalinasi air laut.
2) RO tekanan sedang dengan rentang tekanan 1,4-4,2 MPa (14-42 bar), yang sering
dipakai untuk desalinasi air payau.
3) RO tekanan rendah atau loose RO dengan rentang tekanan 0,3-1,4 MPa (3-14 bar),
seperti sering dipakai untuk demineralisasi parsial.
Membran RO dapat menyisihkan hampir semua spesi solut dalam larutan baik solut
anorganik, organik dan penyisihan bakteri. Mekanisme pemisahan spesi berdasarkan
proses yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk spesi, muatan ion dan interaksi
faktor-faktor tersebut dengan membran itu sendiri (Scott, 1995). Berdasarkan ukurannya,
solut yang terdapat didalam air dapat diklasifikasikan menjadi tiga kisaran ukuran yaitu

41
kisaran ionik (0,0001-0,01 m), kisaran makromolekul (0,01-1 m) dan partikel halus ( 1-
100 m). Pengklasifikasian ini tidak berlaku ketat, tapi memudahkan untuk menentukan
proses membran yang cocok untuk digunakan. RO mampu merejeksi kontaminan atau
partikel dengan diameter 0,0001 m. Penyisihan kekeruhan atau mikroba (desinfeksi)
dapat dilakukan oleh semua proses membran termasuk RO, tetapi secara ekonomis akan
lebih menguntungkan menggunakan MF dan UF. Proses transfer massa yang terjadi pada
RO merupakan proses difusi, akibatnya proses RO mampu menyisihkan garam, kesadahan,
patogen, kekeruhan, prekursor produk samping disinfeksi, senyawa organik sintetik dan
juga pestisida (Osmonics, 2000).
Filtrasi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil biasanya membutuhkan gaya
dorong yang lebih besar (tekanan). Membran RO mampu menghilangkan partikel dengan
MWCO 100-500. Berbagai ion dan zat terlarut lain dapat direjeksi oleh RO dapat dilihat
pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Rejeksi Berbagai Ion dengan Membran RO

Zat terlarut Rejeksi rata-rata, %


a
- Ion-ion monovalen (Na,K,Cl,NO3) 94-98
- Ion-ion divalent (Ca,Mg,SO4,CO3)a 98-99.5
- Ion-ion trivalent 99.0-99.9
- Unsur dengan BM > 180 98-100
- Microsolute dengan BM > 100b >90
- Microsolute dengan BM < 100b 0-90
- (Na2SO4, K2SO4, CaSO4)c 99*
- (MgSO4, NiSO4, CuSO4)c >99**
- TDS 95-97
Sumber: (Crawford, H.B., 1990; a Mulder, 1996; b, cOsmonics, 2000)
Ket: * Membran RO CA; **Membran RO TFC poliamida
pada operasi tekanan sedang

Secara konsepsual, sistem RO mempunyai beberapa keuntungan dalam pengolahan


limbah (Freeman, 1993):
1) Pelarut dan zat terlarut dalam beberapa kasus dapat direcycle dalam proses manufaktur,
daripada memerlukan pengolahan dan pembuangan. Misalnya aplikasi RO pada
industri electroplating.
2) Proses pemisahan tidak membutuhkan energi tambahan (energy-intensive). untuk
perubahan fasa seperti yang dibutuhkan pada proses distilasi dan evaporasi. Karena itu,
biaya operasi yang terkait dengan kebutuhan energi juga relatif rendah.

42
3) Capital cost relatif rendah. Hanya saja, karena biaya bahan membran sudah stabil,
beberapa RO terapan sekarang harganya lebih ekonomis.
4) Peralatan RO tidak membutuhkan ruang yang besar. Karena RO juga merupakan
proses mekanik, maka hanya membutuhkan tingkat keahlian operasional yang rendah.
5) Proses membran dengan mudah dapat dikombinasikan dengan proses pemisahan yang
lain.
6) Sifat membran dapat divariasikan dan dapat dikontrol.

Sistem Reverse Osmosis juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain


(Freeman, 1993):
1) Biaya operasi dan biaya awal yang relatif tinggi.
2) Memerlukan pengolahan pendahuluan untuk air baku keruh dengan asam dan bahan-
bahan kimia lain untuk mencegah fouling membran dari lumpur, padatan tersuspensi,
besi, mangan, presipitat kalsium karbonat dan magnesium hidroksida.
3) Memerlukan penstabilan air dengan kapur (lime) atau bahan-bahan kimia lain untuk
mencegah korosi dalam sistem distribusi.
4) Pembuangan limbah reject. Karena konsentrasi limbah reject dari unit RO lebih tinggi
dari regenerant brine dari pabrik ion exchange, buangan limbah ini yang terus menerus
akan menimbulkan sedikit masalah.
5) Fluks atau selektifitas rendah.
6) Umur membran pendek.
7) Polarisasi konsentrasi/ fouling membran.

3.5.4 Parameter Proses


Kinerja membran dinyatakan dengan retensi dan laju permeasi. Konsentrasi umpan
umumnya konstan yang diset-up dilaboratorium, tapi bila suatu modul atau sistem
diperkirakan konsentrasi umpan yang masuk berbeda dari konsentrasi retentat. Ini
menandakan bahwa komposisi dari bagian umpan berubah terhadap jarak. Hasilnya adalah
selektifitas atau retensi dan fluks yang melalui membran adalah fungsi jarak dalam sistem.
Dalam mendesain sistem membran, parameter-parameter proses harus didefinisikan
(Mulder,1996). Skematik sistem dengan aliran inlet, umpan, dibagi menjadi dua aliran
yang lain yaitu aliran retentat dan aliran permeat, ditunjukkan pada Gambar 3.10.

43
membran
umpan retentat
cf q f cr q r

cp qp
permeat

Gambar 3.10 Skematik sistem membran RO (Mulder, 1996)

Umpan masuk ke sistem dengan konsentrasi solut Cf (kg/m3) dan laju alir umpan qf
(m3/det). Solut tertahan oleh membran dengan jumlah tertentu dan pelarut dapat melewati
membran dengan bebas. Karena konsentrasi solut meningkat dengan jarak dan mempunyai
nilai Cr di retentat dengan laju alir retentat qr. Konsentrasi di permeat Cp dan laju alir
permeat qp.
Recovery atau yield (dengan simbol S) didefinisikan sebagai laju fraksi umpan yang
melewati membran (Mulder,1996):


Recovery (S) = (3.24)

Rentang recovery dari 0-1 dan merupakan parameter penting secara ekonomi. Proses
membran secara komersial sering didesain nilai recovery setinggi mungkin. Tetapi
recovery juga mempengaruhi membran atau kinerja proses. Di laboratorium, recovery
biasanya diset-up mendekati nol (S0) yang menunjukkan kinerja separasi maksimum.
Dengan meningkatnya recovery, kinerja menurun karena konsentrasi komponen
meningkat. Lin (2001) menyebut persentase air umpan yang di-recovery dinyatakan
dengan istilah recovery air.
Qp
Re cov ery 100% (3.25)
Qf

dimana:
Qp = laju air produk/retentat, m3/hari atau gpm (galon per menit)
Qf = laju air umpan, m3/hari atau gpm
Recovery air untuk pabrik RO umumnya dirancang sekitar 75-80% untuk air payau
dan 20-25% untuk air laut (James M.Montgomery, 1985, in: Lin, S.D., 2001)

44
Parameter proses penting yang lain adalah reduksi volume (VR), yang didefinisikan
sebagai rasio antara laju alir umpan awal dan laju alir retentat. Reduksi volume
mengindikasikan masih ada larutan tertentu yang meningkat konsentrasinya:

qf
VR (3.26)
qr

Dalam operasi batch, reduksi volume VR didefinisikan sebagai:

Vf
VRbatch (3.27)
Vr

Dimana Vf dan Vr adalah volume awal dan volume akhir secara berturut-turut.
Retensi atau koefisien retensi yang menyatakan solut yang tertahan oleh membran
juga merupakan parameter proses yang penting. Retensi R didefinisikan sebagai:

Cf Cp Cp
R 1 (3.28)
Cf Cf

Dengan:
C f konsentrasi solute dalam umpan

C p = konsentrasi solute dalam permeat

3.5.5 Kinerja Membran


Scott (1995) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kinerja membran
RO. Misalnya pengaruh suhu, mempengaruhi laju air dan tekanan osmosis. Koefisien
permeabilitas bertambah dengan naiknya suhu. Tekanan osmosis juga bertambah dengan
naiknya suhu, oleh karenanya akan menurunkan fluks. Petunjuk praktis mengenai
pengaruh suhu adalah bahwa kapasitas membran bertambah kira-kira 3% setiap oC
kenaikan suhu (di atas suhu baku 25 oC).
Laju permeat dan rejeksi garam tergantung pada jenis bahan membran, ketebalan
membran, kualitas air umpan dan juga kondisi operasi. Manufaktur membran menentukan
secara khusus kapasitas peralatan dan rejeksi garam berdasarkan pengukuran kinerja
dengan larutan NaCl dibawah kondisi baku. Kondisi baku tergantung pada konfigurasi
peralatan (misalnya fiber atau spiral) dan diperuntukkan menggunakan misalnya air laut,
air payau seperti tercantum dalam Tabel 3.5.

45
Tabel 3.5 Ringkasan Beberapa Kondisi Pengujian Baku RO

Pengujian Peralatan Larutan Tekanan,psig Recovery,% Suhu,oC


Air payau Spiral 2 gdm-3 NaCl 400-420 (27- 10-15 25
tek. Tinggi 28 atm)

Air payau Spiral 2gdm-3 NaCl 225 (15 atm) 10-15 25


tek.rendah

Air laut Spiral 30-35 gdm-3 800-1000 30-35 25


NaCl (54-68 atm)

Air payau Fiber 1,5 gdm-3 400 (27 atm) 75 25


tek.tinggi NaCl

Air laut Fiber 30-35 gdm-3 800-1000 30-35 25


NaCl (54-68 atm)
Sumber: Scott, 1995

Rejeksi NaCl dan rejeksi garam dan solut lainnya merupakan hal penting. Perlu
diperhatikan bahwa passage/ lintasan (100-% rejeksi) ion-ion divalen (Ca2+, SO42-, Mg2+)
besarnya 1,5-2 kali dari ion-ion monovalen (Na+, Cl-). Tapi harga ini berbeda beda
tergantung bahan membran seperti terlihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Karakteristik Membran dan Rentang Operasi yang Direkomendasi


CA HFF TFC
Rejeksi garam 90-97% 90-96% 90-98%
Rejeksi silika 85% 85% 98%
Rejeksi nitrat 85% 85% 92%
Toleransi klorin (ppm) 0,2-0,5 0 0
SDI maksimum 5 3 5
Rentang suhu 32-95oF 32-95oF 32-113oF
Rentang rejeksi organik 300 + mwt 300 + mwt 200 + mwt
nominal
Tipikal tekanan operasi, 400 400 250
psig
Rentang pH 3,0-6,5 4-11 2-11
Fluks, laju, gpd/ft2 12-16 2-4 15-20
Ketahanan biologi rendah (poor) baik (good) sangat baik (exc
Kompak pada thn ke-3 20% 20% 20%
Hidrolisis 2xSP@3 thn tidak tidak
Sumber: Scott,1995

46
Klasifikasi membran juga didasarkan pada beberapa kriteria yang berbeda-beda,
diantaranya: klasifikasi berdasarkan mekanisme pemisahan, morfologi fisik dan klasifikasi
berdasarkan bahan kimia untuk pembuatannya (Peter, 1996).

3.5.6 Klasifikasi Membran


Terkait mekanisme pemisahan, terdapat tiga mekanisme penting yang tergantung
pada sifat spesifik suatu komponen yang akan disisihkan atau ditahan oleh suatu membran
yaitu:
1) Pemisahan yang didasarkan atas dasar perbedaan bentuk atau ukuran (sieve effect).
Contoh yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan dialisis. Membran yang digunakan adalah
membran berpori (porous membrane). Membran ini dikatagorikan atas tiga jenis:
Macropores (ukuran pori > 50 nm);
Mesopores (ukuran pori 2 - 50 nm);
Micropores (ukuran pori < 2 nm).
2) Pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kelarutan dan difusifitas dari bahan di
dalam membran (solution-diffusion mechanism). Contohnya operasi gas permeation
(GP), pervaporation (PV) dan reverse osmosis (RO). Membran yang digunakan
termasuk katagori dense membrane atau nonporous membrane.
3) Pemisahan yang didasarkan pada beda potensial listrik suatu spesi (electrochemical
effect). Contohnya Electrodialysis (ED) dan Donnan Dialysis (DD). Membran yang
digunakan biasanya disebut ion exchange membrane.
Sedangkan berdasarkan struktur atau morfologinya, membran dapat klasifikasikan
sebagai berikut:
1) Membran isotropic, yaitu membran yang memiliki ukuran pori sama antara lapisan atas
dengan lapisan bawah.
2) Membran anisotropic, yaitu membran yang ukuran porinya tidak sama antara bagian
atas dengan bagian bawah. Lapisan atas sangat tipis dan memiliki ukuran pori yang
sangat kecil yang berfungsi sebagai membran utama, sedangkan bagian bawahnya
berupa lapisan yang lebih tebal dan berpori yang jauh lebih besar yang berfungsi
sebagai support. Membran ini dibagi lagi menjadi membran asimetrik (asymmetric
membrane) dan membran komposit (composite membrane).

47
Membran sintetis dapat dibuat dari berbagai jenis zat yaitu: bahan organik (polimer)
dan anorganik (logam, keramik dan gelas). Berdasarkan bahan pembuatnya, membran
dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1) Membran Organik
Salah satu membran organik yang penting adalah polimer. Bahan yang sangat banyak
digunakan adalah selulosa dan turunannya. Membran ini banyak digunakan karena
disamping bersifat hidrofilik, juga memiliki ketahanan terhadap asam, basa, suhu dan
sangat sukar diuraikan oleh mikroorganisme (Peter, 1996). Jenis-jenis bahan kimia
untuk membuat membran organik antara lain: cellulose acetate (CA), poly(m-
phenylene isophtalamide) (Normex), polyethenmide (Ultem), polyacrylonitrile (PAN),
polysulphone (PSf), polyuthersulphone (PES), teflon, polyvinylidenefluoride (PVDF),
polyethylene (PE), polycarbonate (PC), polypropylene (PP).
2) Membran Anorganik
Zat anorganik umumnya mempunyai kelebihan pada ketahanan dan stabilitas yang
tinggi terhadap sifat kimia dan suhu jika dibandingkan dengan bahan polimer. Namun
membran anorganik memiliki kelemahan karena sifatnya rapuh dan harganya relatif
mahal. Oleh sebab itu membran ini banyak digunakan pada industri kimia yang
menggunakan proses suhu sangat tinggi dan industri farmasi yang menggunakan
sterilisasi dengan termal. Membran anorganik yang sering digunakan adalah membran
metal (logam), gelas dan keramik.

3.5.7 Pemilihan Membran


Kualitas air adalah faktor utama dalam memilih jenis membran. Kualitas akan
menentukan jenis dan jumlah langkah pre-treatment yang dibutuhkan untuk mendapatkan
kinerja yang terbaik dari membran RO. Pemilihan membran dan kebutuhan pre-treatment
bersama-sama dalam mendesain sistem. Membran ideal seharusnya menunjukkan fluks
dan rejeksi yang tinggi, toleran terhadap klorin, tahan terhadap serangan biologi, tahan
terhadap fouling oleh koloid dan bahan suspensi, menunjukkan kekuatan mekanis,
stabilitas kimia, stabilitas panas dan tidak mahal (Scott, 1995).
Metode pre-treatment dibutuhkan untuk menyisihkan bahan suspensi dan koloid,
untuk mencegah scaling membran dengan presipitasi garam terlarut dan mencegah fouling
dari pertumbuhan biologi, koloid, spesi organik logam oksida dan logam hidroksida.
Sistem manufaktur sudah merekomendasikan metode pencucian untuk pre-treatment air

48
umpan yang tergantung pada kualitas air umpan dan kualitas produk air yang diharapkan.
Pretreatment padatan tersuspensi dan koloid ditentukan dengan silk density index (SDI)
umpan yang dihitung dari kinerja mikrofiltrasi umpan menggunakan filter 0,45 mm. SDI
dihitung dari rasio waktu yang dibutuhkan untuk 500 cm3 umpan yang melewati filter awal
dan setelah 15 menit yang digunakan secara kontinyu, pada tekanan konstan (Scott, 1995).
Ada tiga bahan membran yang umum digunakan pada proses RO yaitu selulosa
asetat (spiral wound), poliamida (hollow fibre, spiral wound) dan thin film composite
(TFC). Membran selulosa asetat dibuat dari selulosa diasetat dan selulosa triasetat.
Peningkatan kandungan acetyl dapat memperbaiki stabilitas kimia dan rejeksi garam tetapi
menurunkan fluks. Membran selulosa asetat tidak direkomendasikan untuk mengolah
umpan hangat karena akan meningkatkan kemungkinan penyerangan biologi. Membran ini
lebih tahan terhadap klorin dan degradasi biologi tidak mungkin terjadi. Membran
poliamida aromatik (poliaramid) tidak toleran terhadap klorin dan umpan harus bebas
klorin. Membran ini mempunyai stabilitas kimia yang baik dan dapat digunakan pada
rentang pH yang lebih luas (4-11) dan suhu (0-35 oC). Poliamida fibre ditandai dengan
dense skin yang tebalnya 0,1-1,0 mm. Membran ini sangat rentan terhadap fouling dan
serangan biologi. Membran poliamida digunakan untuk pengolahan air payau (sumur
dalam) dan air laut. Rejeksi garam dari membran ini ditingkatkan dengan posttreatment
terhadap serat, misalnya dengan poli vinil metil eter.

Membran Film Tipis (Thin Film Membranes)


Membran thin film composite (TFC) terdiri dari lapisan barrier sangat tipis dengan
tebal 0,2 mm pada bagian atas yang didukung dengan polisulfone microporous.
Keuntungan membran ini yaitu dapat dioperasikan pada fluks yang lebih tinggi dan
tekanan yang lebih rendah, mempunyai ketahanan/stabilitas kimia lebih besar dan mampu
merejeksi garam lebih tinggi, tidak biodegradable dan mampu merejeksi bahan silika,
nitrat dan organik lebih tinggi. Rentang operasi membran ini pada pH 2-12 dan suhu 0-40
o
C (Scott, 1995), sementara itu menurut Freeman (1993) rentang pH dan suhu membran
TFC sedikit lebih tinggi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.7 berikut.

49
Tabel 3.7 Batasan Fisik dan Kimia Membran RO
Batasan Batasan suhu
Bahan membran Batasan lain
pH maks.,oC
Selulosa asetat 2.5-7 29-50 Terdegradasi secara biologi
Poliamida aromatik 4-11 35-46 Tidak tahan klorin
Komposit film tipis <1-13 46-79 Tahan klorin pada level rendah
(Thin-film composite) (100 ppm)
Sumber: McCoy and Associates, Inc., in: Freeman,1993.

Ada dua jenis TFC yang banyak digunakan: poliamida dan polietherurea. Membran
poliamida banyak digunakan sebagai pelindung thin film di atas polisulfone. Poliamida
adalah polimer sintetik dan karena itu bukan tujuan dari serangan biologi, akan tetapi
sangat rentan terhadap fouling biologi. Poliamida mempunyai dua karakteristik:
1) Muatan permukaan: Poliamida menunjukkan muatan permukaan anion sedang sampai
kuat. Untuk alasan ini, permukaan poliamida akan menunjukkan afinitas yang kuat
untuk bahan organik dan bakteri.
2) Morfologi permukaan: Dari foto SEM, membran poliamida mempunyai permukaan
tidak rata sangat ekstrim dengan retakan, pengait dan bagian yang rendah dibandingkan
dengan selulosa asetat dan poliethenurea yang kuduanya halus. Bakteri dan bahan
organik menjadi terperangkap dipermukaan tidak rata dari film poliamida dan sukar
untuk dilepaskan atau membutuhkan pencucian yang lebih sering.
Membran poliethenurea digunakan sebagai pelindung thin film di atas polisulfone.
Membran ini mempunyai muatan permukaan yang diperkirakan netral sampai agak kation
dan memberikan sedikit masalah dengan fouling tinggi, bahan organik atau bakteri karena
permukaannya yang halus. Secara keseluruhan, degradasi biologi tidak terjadi dengan thin
film sintetik. Fouling biologi dapat terjadi dengan thin film poliamida, dan fouling ini
sering keras dan sukar untuk diperbaiki.
Toleransi membran TFC terhadap fouling lebih rendah daripada selulosa asetat. TFC
lebih banyak digunakan untuk sistem pengolahan dengan kualitas tinggi dan sering dipakai
untuk instalasi RO yang besar dimana TFC menawarkan kebutuhan energi yang lebih
rendah. Karena TFC mempunyai stabilitas pH yang tinggi, maka pH yang lebih tinggi
dapat diterapkan bila mencuci membran ini. TFC secara khusus digunakan untuk fouling
organik atau minyak dimana larutan dengan pH tinggi diperlukan untuk pencucian yang
efektif.

50
3.5.8 Konfigurasi Membran
Membran dapat dibentuk dalam berbagai konfigurasi dan ukuran, tergantung pada
pemakaiannya. Komponen utama sistem membran adalah membran sebagai lapisan
separasi, dan kontainer (modul) yang mengatur kondisi pergerakan aliran di sekitar
membran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain modul membran antara lain:
adanya penunjang fisik, ketebalan packing, efektifitas pengelolaan fluida, kapabilitas
padatan tersuspensi, pembersihan setempat, kemudahan pemeliharaan dan penggantian.
Membran dapat berbentuk plat datar (plate and frame), gulungan (spiral wound), pipa
(tubular) dan serat berongga (hollow fiber).
Modul berbentuk gulungan terdiri dari material membran dan spacer yang tersusun
seperti sandwich yang membungkus/ melilit seperti suatu gulungan yang mengelilingi pipa
dalam berpori. Dua lembar membran dipisah oleh bahan penyalur permeat. Membran-
membran dilekatkan bersama-sama pada ujung untuk menutup penyalur permeat, dan
penyalur permeat akan menyambung (in turn attached) ke pipa pengumpul berpori. Bila
membran digulung mengelilingi pipa, dua lembar pasangan membran dipisahkan oleh
mesh spacer yang dipersiapkan sebagai jalan aliran umpan. Membran gulungan kemudian
dimasukkan dalam selongsong/ shell bertekanan. Umpan dimasukkan dari ujung
selongsong dan mengalir secara aksial melalui mesh spacer secara berlawanan ke ujung
selongsong. Permeat diambil dari pipa pengumpul berpori.

3.5.9 Polarisasi Konsentrasi


Polarisasi konsentrasi adalah pembentukan gradien konsentrasi di dekat permukaan
membran akibat perbedaan kecepatan transport dari berbagai komponen di dalam aliran
fluida. Polarisasi konsentrasi menyebabkan bahan terlarut terkumpul pada permukaan
membran, membentuk lapisan gel. Lapisan itu makin menebal sehingga tahanan
hidroliknya dapat mengurangi fluks. Polarisasi konsentrasi terjadi akibat adanya penolakan
zat terlarut untuk melewati membran, sehingga konsentrasi zat terlarut di permukaan
membran menjadi lebih tinggi daripada larutan umpan. Polarisasi konsentrasi dapat
diminimasi dengan meningkatkan turbulensi serta shear aliran dekat permukaan membran,
mengurangi tekanan, mengurangi kadar makromolekul terlarut (BM tinggi), mengurangi
recovery, mempertinggi suhu serta memperbesar kelarutan makromolekul tadi (Freeman,
1993).

51
3.5.10 Fouling dan Scaling
Masalah serius yang sering ditemui dalam reverse osmosis adalah kecenderungan
penurunan fluks sepanjang waktu operasi akibat pengendapan atau pelekatan bahan di
permukaan membran, hal ini dikenal sebagai fouling dan scaling (Rautenbach, 1989).
Fouling biasanya disebabkan oleh adanya pengendapan oksida logam, bahan koloid,
pertumbuhan biologi oleh bakteri atau mikroorganisme. Sedangkan scaling biasanya terjadi
akibat pelekatan bahan seperti CaSO4, CaCO3, BaSO4, SiO2, SrSO4, Mg(OH)2. Fouling
dapat dikendalikan dengan cara mengurangi polarisasi konsentrasi, pencucian dan
pemeliharaan. Hal yang sangat mendasar dalam upaya pencucian dan pemeliharaan
membran adalah menghindari kontak antara membran dengan bahan umpan sampai kering,
sehingga menyebabkan mengendapnya bahan-bahan padat pada permukaan maupun pada
pori-pori membran. Selain itu perlu diketahui juga komponen dari aliran umpan yang
memungkinkan terjadinya fouling, hal ini berhubungan dengan strategi yang efektif untuk
dapat menentukan jenis bahan pencuci yang sesuai. Umur pakai (life time) suatu membran
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan pencuci dan prosedur yang digunakan. Pertimbangan
dalam pemilihan bahan pencuci tidak saja didasarkan pada bahan membran tapi juga pada
perlengkapan membran lain yang digunakan.
Nilson (1990) menyebutkan proses terjadinya fouling pada membran meliputi
tahapan sebagai berikut:
1) Polarisasi konsentrasi, adalah peningkatan konsentrasi lokal dari suatu zat terlarut pada
permukaan membran. Pada polarisasi konsentrasi ini, fluks mengalami penurunan
karena adanya peningkatan pada tahanan hidrodinamik pada lapisan batas dan kenaikan
tekanan osmotik lokal. Polarisai konsentrasi merupakan peristiwa yang dapat balik
(reversible), karena efeknya dapat dihilangkan atau dikurangi dengan menurunkan
tekanan operasi dan konsentrasi umpan.
2) Perpindahan zat terlarut dari permukaan membran ke dalam bahan membran, dalam hal
ini pori-pori membran, hingga antara zat terlarut yang satu dengan yang lain benar-
benar teradsorpsi atau melewati langkah desorpsi atau adsorpsi yang reversible dalam
pori-pori membran.
3) Adsorpsi zat terlarut pada pori membran sehingga terjadi pemblokiran ataupun
penyempitan ukuran pori membran.

52
Kedua tahap terakhir inilah yang disebut fouling karena mengakibatkan penurunan
fluks yang tidak dapat balik (irreversible). Penurunan fluks yang terjadi akibat fouling
yang sifatnya reversible dapat diatasi dengan teknik pencucian membran (membrane
washing) atau dengan cara backflush, akan tetapi kalau penurunan fluks terjadi akibat
fouling yang besifat irreversible maka harus dilakukan pencucian secara kimia (chemical
cleaning). Jika setelah pencucian secara kimia fluks belum bisa mendekati fluks semula,
maka membran harus diganti dengan yang baru. Penurunan fluks permeat dapat terjadi
dalam satu atau lebih tahap bergantung pada sistem. Namun biasanya berlangsung cepat
pada menit-menit awal operasi untuk kemudian mengikuti penurunan fluks secara
perlahan.

Jenis-jenis Fouling
Tipe-tipe penyumbatan dan penyempitan pori membran pada peristiwa fouling
dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1) Complete Pore Blocking. Jenis fouling ini terjadi jika ukuran partikel zat terlarut tepat
menyumbat lingkaran pori membran, sehingga pori membran tertutup total.
2) Intermediate Pore Blocking. Jika ukuran partikel-partikel zat terlarut lebih kecil dari
ukuran pori membran, maka akibat terakumulasinya partikel-partikel zat terlarut di
permukaan membran, pori membran menjadi terlapisi oleh hamparan partikel tersebut.
3) Internal Pore Blocking. Bentuk yang lain dari fouling, jika ukuran partikel zat terlarut
lebih kecil dari ukuran diameter membran, maka akan terjadi penyempitan ukuran pori
membran akibat teradsorpsi dan terdeposisi partikel-partikel di sekeliling bagian
dalam pori membran. Penyempitan pori-pori efektif membran ini menyebabkan
tahanan membran meningkat.
4) Cake Filtration. Fouling jenis ini terjadi jika ukuran partikel zat terlarut sangat kecil
dan memiliki sifat-sifat gel jika berada dalam keadaan terakumulasi. Cake filtration ini
dapat meningkatkan tahanan hidrolik secara kontinyu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fluks dan menyebabkan terjadinya fouling
antaralain adalah tekanan operasi, konsentrasi umpan, kecepatan aliran dan turbulensi,
suhu, serta konfigurasi membran.

Tekanan Operasi
Sebelum terbentuknya gel atau cake, peningkatan tekanan pada sistem ultrafiltrasi
akan sebanding dengan peningkatan fluks, meskipun untuk larutan makromolekul

53
peningkatan ini biasanya tidak linear. Pada peningkatan tekanan lebih lanjut, lapisan
polarisasi konsentrasi suatu saat akan menjangkau suatu harga konsentrasi batas sehingga
fluks menjadi bebas dari pengaruh tekanan dan berada dibawah kontrol perpindahan
massa. Jika peningkatan tekanan tetap dilanjutkan maka efeknya hanya akan meningkatkan
fluks sesaat saja sehingga perpindahan zat terlarut ke dan dari permukaan membran
mencapai kesetimbangan dan fluks secara esensial tidak berubah (Cheryan, 1986).
Keadaan ini akan berubah ketika lapisan fouling terbentuk dan terpadatkan pada tekanan
tinggi. Peningkatan tekanan pada saat ini hanya akan menghasilkan suatu fluks yang lebih
rendah.

Konsentrasi Umpan
Perubahan konsentrasi juga akan dapat mempengaruhi viskositas, densitas dan
difisivitas dari larutan umpan. Penggunaan konsentrasi umpan yang tepat sangat
menentukan dalam proses ultrafiltrasi. Konsentrasi umpan yang rendah akan menyebabkan
bertambahnya biaya operasi yang dikeluarkan karena waktu operasi yang dibutuhkan pada
proses ini akan menjadi lebih lama. Sementara jika proses dilangsungkan pada konsentrasi
tinggi kemungkinan terjadinya fouling yang diikuti dengan penurunan fluks menjadi lebih
besar, sehingga dibutuhkan biaya tambahan untuk mereduksi fouling tersebut.

Kecepatan Aliran dan Turbulensi


Kecepatan umpan akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada permukaan
membran. Kecepatan umpan yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penggerusan
lapisan deposit meterial sehingga akan menyebabkan berkurangnya tahanan hidrolik pada
lapisan fouling. Kecepatan umpan yang terlalu rendah akan menyebabkan penurunan fluks
yang cukup tajam. Metoda yang umum digunakan untuk meregenerasi laju penggerusan
yang tinggi atau turbulensi yang dibutuhkan untuk mereduksi ketebalan lapisan fouling
adalah dengan meningkatkan kecepatan fluida, laju resirkulasi dan mempersempit saluran
(channel) fluida.

Suhu
Pada umumnya suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan fluks yang lebih tinggi,
hal ini disebabkan karena penurunan tahanan hidrolik karena menurunnya viskositas dan
densitas fluida (Peter, 1996), akan tetapi peningkatan suhu tidak akan terlalu berpengaruh
terhadap fouling.

54
Konfigurasi dan Pemilihan Bahan Membran
Membran-membran yang bersifat hidrofobik seperti polisulfon akan memiliki
kecenderungan untuk terjadinya fouling lebih besar, hal ini disebabkan oleh sifat membran
yang mudah mengadsorpsi zat terlarut. Berbeda dengan membran yang hidrofilik yang
tidak dapat mengadsorpsi zat terlarut secara signifikan. Selain sifat-sifat bahan, ukuran pori
membran juga mempengaruhi pembentukan fouling. Semakin kecil ukuran pori membran
yang digunakan kecenderungan terjadinya fouling lebih besar.

Metode Pengurangan Fouling


Fouling membran adalah faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kinerja
sistem RO. Fouling disebabkan oleh bahan tersuspensi di dalam umpan atau bahan yang
mengendap selama pengolahan, dan dapat dikurangi dengan (Freeman, 1993) :
1) Instalasi sistem pre-treatment umpan (misalnya: koagulasi dan filtrasi) atau prefilter 5
m untuk menyisihkan padatan tersuspensi (suspended solids).
2) Prefiltering umpan dengan karbon aktif untuk mengeliminir bahan-bahan organik.
3) Menambah bahan dispersi (dispersants).
4) Mengatur pH umpan.
5) Klorinasi umpan (diikuti dengan deklorinasi untuk sistem membran poliamida
aromatik) untuk mencegah tumbuhnya organisme biologi dalam modul RO.
6) Mempertahankan aliran turbulen (ditingkatkan dengan menggunakan spacer khusus,
menambah laju alir umpan, atau mengurangi laju produksi permeat).
7) Menggunakan pipa tekanan rendah yang terbuat dari PVC, polyethylene atau
fiberglass, dan pompa, dan sistem perpipaan tekanan tinggi yang terbuat dari baja tahan
karat 304 atau 316 untuk mengurangi produk korosi dalam umpan.

55

Anda mungkin juga menyukai