Anda di halaman 1dari 19

FARMASI KLINIK

FORMULATIUM RUMAH SAKIT

Dosen :

Nama : Ainun Wulandari, S. Farm., M.Sc., Apt

Di susun oleh :

1. Rubman sikumbang (13330097)


2. Maratun sholikhah (13330108)
3. Adinda mulyawati pasaribu (13330116)
4. Kanza sadhat (13330121)
5. Ona irawati kalauw (13330129)
6. Nurfajriah (13330134)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini yang berjudul FORMULARIUM RUMAH SAKIT.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ainun
Wulandari, S. Farm., M.Sc., Apt selaku dosen Interaksi obat kami. Dan segenap pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Jakarta, April 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .. i
Daftar Isi .. ii
BAB I Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang.. 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II Tinjauan Pustaka 3
2.1 Petunjuk penggunaan buku formularium . 3

2.2 Kebijakan Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi

Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.. 3


2.3 Kebijakan obat generik di RSCM...4
BAB III Pembahasan .. 12
3.1 Formularium Obat.. 12
BAB IV Penutup 17
4.1 Kesimpulan .. 17
4.2 Saran . 17
Daftar Pustaka iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya obat akan diresepkan bila memang diperlukan dan dalam setiap kasus, pemberian
obat harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan risikonya (costbenefitratio). Kebiasaan
peresepan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk bagi pasien seperti kurangnya efektivitas
obat,kurang aman, pengobatan biaya tinggi dan sebagainya.
Dalam buku Guide to Good Prescribing yang diterbitkanoleh WHO tahun 1994 telah dibuat
pedoman penggunaan obat secara rasional. Langkah-langkah pengobatan rasional tersebut
Disusun sebagai berikut:
Langkah 1: Tetapkan masalah pasien
Sedapat mungkin diupayakan menegakkan diagnosis secara akurat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis yang seksama, pemeriksaan penunjang yang tepat. Diagnosis yang akurat serta
identifikasi masalah yang jelas akan mempermudah rencana penanganan.
Langkah 2: Tentukan tujuan terapi
Tujuan terapi disesuaikan untuk setiap masalah atau diagnosis yang telah dibangun berdasarkan
patofisologi penyakit yang mendasarinya.
Langkah 3: Strategi pemilihan obat
Setiap pemilihan jenis penanganan ataupun pemilihan obat harus sepengetahuan dan kesepakatan
dengan pasien. Pilihan penanganan dapat berupa penanganan non farmakologik maupun
farmakologik. Pertimbangan biaya pengobatan pun harus dibicarakan bersama-sama dengan pasien
atau keluarga pasien.
a. Penanganan non farmakologik
b. Penanganan farmakologik
Langkah 4: Penulisan resep obat
Sebuah resep obat berisi perintah dari penulisnya kepada apoteker sebagai pihak yang menyerahkan
obat kepada pasien.Resep harus ditulis dengan jelas, mudah dibaca dan memuat
informasi nama dan alamat penulis resep, tanggal peresepan, nama dan kekuatan obat, dengan
singkatan dan satuan yang baku, bentuk sediaan dan jumlahnya, cara pemakaian dan peringatan.
Nama, umur pasien serta alamat juga dicantumkan, kemudian dibubuhi paraf atau tanda tangan
dokter.
Langkah 5: Penjelasan tentang aturan pakai dan kewaspadaan
Pasien memerlukan informasi, instruksi dan peringatan yangakan memberinya pemahaman sehingga
ia mau menerima dan mematuhi pengobatan dan mempelajari cara minum obat yang
benar. Informasi yang jelas akan meningkatkan kepatuhan pasien.
Langkah 6: Pemantauan pengobatan
Pemantauan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan dan sekaligus menilai apakah diperlukan
tambahan upaya lain.Pemantauan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif. Pemantauan pasif
artinya dokter menjelaskan kepada pasien tentang apa yang harus dilakukan bila pengobatan tidak
manjur.Pemantauan aktif berarti pasien diminta datang kembali pada waktu yang ditentukan untuk
dinilai hasil pengobatan terhadap penyakitnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana petunjuk penggunaan buku formularium?
2. Apa saja kebijakan Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi Di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo?
3. Bagaimana Kebijakan obat generik di RSCM
4. Apa saja isi Formularium yang ada dirumah sakit Cipto Mangunkusumo?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini diantaranya adalah :
1. Mengetahui petunjuk bagaimana penggunaan buku formularium yang ada di Rumah Sakit
2. Untuk mengetahui kebijakan Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3. Untuk Kebijakan obat generik di RSCM
4. Untuk mengetahui isi Formularium yang ada di Rumah Sakit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU FORMULARIUM


Buku Formularium RSCM edisi tahun 2015 dibagi menjadi 4bagian:
A. Warna biru: berisi informasi umum
B. Warna putih: berisi daftar obat formularium yang disusun berdasarkan kelas terapi mengikuti
ketentuan pada Buku Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan modifikasi
C. Warna merah jambu: berisi lampiran-lampiran:
1. Kebijakan Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi di RSCM.
2. Kebijakan penggunaan obat generik secara rasional di RSCM.
3. Contoh formulir pengusulan obat baru. Formulir ini digunakan oleh staf medis untuk
mengajukan usulan obat yang akan dimasukkan dalam formularium. Formulir ini dapat
diminta pada Sekretaris Panitia Farmasi dan Terapi RSCM d/a Instalasi Farmasi, Gedung
CMU 2 lantai 3, siemens: 7894, Telp: 31906371
4. Contoh formulir permintaan obat non formularium. Formulir ini digunakan oleh staf medis
untuk mengajukan permintaan khusus obat yang tidak tercantum di formularium. Formulir ini
dapat diminta di setiap satelit farmasi terdekat.
5. Contoh formulir laporan efek samping obat. Formulir ini dapat digunakan oleh dokter/
apoteker/perawat untuk melaporkan adanya efek samping obat. Formulir ini tersedia di setiap
nurse station, atau dapat diminta ke satelit farmasi terdekat.
6. Tabel Interaksi Obat
7. Nama dagang yang dihapuskan dari Formularium RSCM
8. Daftar Sediaan Generik
D. Warna kuning: berisi indeks kelas terapi, indeks obat berdasarkan nama generik, indeks obat
berdasarkan nama dagang
Pada bagian B (kertas berwarna putih) yang berisi daftar obat Formularium, terdiri dari:
Kolom NO KELAS TERAPI berisi kode kelas terapi yang mengacu
pada kode DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dengan modifikasi.
Kolom No Urut Obat, dimaksudkan adalah nomor urut obat dari subkelas terapi.
Kolom F/NF maksudnya adalah:
F = obat Formularium Nasional (Fornas)
NF = obat non Fornas
Kolom NAMA GENERIK berisi nama generik obat
Kolom BENTUK SEDIAAN berisi bentuk sediaan obat. Pada kolom ini juga dipisahkan, mana
bentuk sediaan yang masuk dalam Fornas (F) dan mana yang tidak (NF)
Kolom KEKUATAN berisi kekuatan sediaan obat
Kolom NAMA DAGANG berisi nama dagang produk obat yang disetujui masuk dalam
formularium adalah maksimal: 1 (satu) original product (nama dagang yang memegang hak paten
obat), 2 (dua) copy drugs dan 1 (satu) sediaan generik.
Untuk obat yang tersedia produk generiknya, maka pada kolom nama dagang, sediaan generic
ditandai dengan cetak tebal
Pada kolom KETR (keterangan) dicantumkan :
- Pada kelas terapi 6.2, antibiotika digolongkan berdasarkan pembatasan peresepannya, yaitu:
Lini Pertama (A) : Antibiotika yang boleh diresepkan oleh semua dokter yang bertugas di
RSCM.
Lini Kedua (B) : Antibiotika yang boleh diresepkan bila pemeriksaan mikrobiologik
memperlihatkan adanya resistensidengan antibiotika lini pertama,
pasienalergi dengan antibiotika lini pertama,penggunaannya merupakan
prosedurstandar di departemen/ divisi, atau penggunaannyatelah disetujui
oleh TimProgram Pengendalian ResistensiAntimikroba (PPRA) RSCM.

Lini ketiga (C) : Antibiotika yang boleh diresepkan setelahmendapat persetujuan oleh
konsultanspesialis penyakit infeksi di masingmasingdepartemen atau
PanitiaAntibiotika RSCM.

- Resitriksi:
Pembatasan penggunaan hanya untuk indikasi tertentu atau di tempat pelayanan tertentu.

(..TABLE)
2.2 Kebijakan Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

A. Pendahuluan
Perbekalan farmasi : yang dikelola rumah sakit meliputi obat, reagensia, radiofarmaka, alat
kesehatan, dan gas medis.Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan salah satu
segi manajemen rumah sakit yang penting karena peran perbekalan farmasi dalam pelayanan
kesehatan cukup besar baik dari sisi medik maupun ekonomi. Inefisiensi dalam pengelolaan
perbekalan farmasi akan berdampak negative terhadap kinerja rumah sakit baik secara medik,
ekonomi dan sosial. Mutu pelayanan farmasi sangat memengaruhi kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu perbekalan farmasi harus dikelola dengan baik
agar selalu tersedia setiap saat diperlukan dan dengan mutu yang terjamin. Selain itu, penggunaan
perbekalan farmasi yang tidak rasional merupakan masalah besar di semua tingkat pelayanan
kesehatan. Di rumah sakit masalah ini harus mendapat perhatian serius karena dampaknya tidak
hanya terhadap morbiditas dan mortalitas pasien saja tetapi juga terhadap biaya dan mutu
pelayanan kesehatan.
Pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi bersifat multidisipliner yang meliputi
serangkaian kegiatan, yaitu: pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, peresepan,
penyiapan/peracikan, pemberian, dan pemantauan. Rangkaian kegiatan tersebut harus
diselenggarakan secara efektif dan efisien dengan berorientasi pada keselamatan pasien.
Mengingat kompleksnya kegiatan-kegiatan tersebut, maka diperlukan kebijakan perbekalan
farmasi di rumah sakit yang disepakati dan diterapkan sehingga mutu pelayanan rumah sakit
dapat memberikan keselamatan dan kepuasan bagi pasien.
B. Organisasi dan Tata laksana
Organisasi :
Direktur Utama RSCM adalah penanggungjawab atas kebijakan yang diberlakukan di
rumah sakit, termasuk kebijakan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
Direktur Medik dan Keperawatan adalah pengendali program pengelolaan perbekalan
farmasi di RSCM
Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Direktur Medik dan Keperawatan
yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan
peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
Bidang Pelayanan Medik adalah staf pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi
yang bertugas melakukan pengkajian terhadap perencanaan yang diusulkan Instalasi Farmasi
beserta departemen/unitpelayanan dan sistem pengendaliannya.
Departemen Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola kegiatan
pelayanan medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan keselamatan pasien
serta mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan, penelitian.
Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktorat Medik dan
Keperawatan dan mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi
kebutuhan semua pelayanan kesehatan di RSCM yang optimal, produksi sediaan farmasi,
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi di satelit farmasi, serta melaksanakan
pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etik profesi.
Satelit Farmasi adalah bagian dari Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan farmasi di
unit pelayanan.
Depo Farmasi adalah tempat menyimpan perbekalan farmasi berupa bahan medis habis
pakai (BMHP) yang berada di bawah dan menjadi tanggung jawab unit kerja pelayanan.
Unit Layanan Pengadaan adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktorat
Umum dan Operasional yang bertugas untuk melakukan pembelian melalui prosedur sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Panitia Penerimaan adalah Panitia yang dibentu oleh Direktur Utama untuk menerima
barang yang dibeli
Instalasi Administrasi Logistik adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah
Direktorat Umum dan Operasional yang mempunyai tugas melaksanakan pemesanan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan perbekalan farmasi sesuai
prosedur.
C. Perencanaan dan pengadaan
1. Perencanaan mengacu kepada formularium serta daftar alat kesehatan dan reagensia yang
telah disepakati oleh pengguna dan ditetapkan oleh Direksi RSCM.
2. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensiadilakukan berdasarkan perencanaan yang
diajukanoleh pengguna.
3. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formulariumserta alat kesehatan dan
reagensia yang tidaktercantum dalam daftar alat kesehatan dan reagensiahanya dapat
dilakukan setelah mendapat rekomendasidari PFT dan disetujui oleh direksi.
4. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia untukseluruh kebutuhan RSCM
dilaksanakan sesuai denganperaturan yang berlaku di RSCM.
5. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia di luarjam kerja Instalasi Administrasi
Logistik dilakukanmengikuti Standar Prosedur OperasionalPengadaan Perbekalan
Farmasi Di Luar Jam KerjaInstalasi Administrasi Logistik
D. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dokter tamu dan dokter PPDS
yangbertugas dan mempunyai surat izin praktik di RSCM.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokteryang memiliki nomor SIP (Surat Izin
Praktik) atau SIPK(Surat Izin Praktik Kolektif) di RSCM
3. Yang berhak menulis resep obat kemoterapi dan obat anestesi untuk sedasi adalah dokter
4. yang memilikinomor SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat IzinPraktik Kolektif) di
RSCM dan memiliki kewenanganmelalui ketetapan dari Direktur Utama RSCM.
5. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelummasuk rumah sakit harus dicatat pada
rekam medik dandiketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses olehpetugas kesehatan
lain yang terkait.
6. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat(medication reconciliation).
Penyelarasan obat adalahmembandingkan antara daftar obat yang sedang
7. digunakan pasien sebelum admisi dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi
duplikasi,terhentinyaterapi suatu obat (omission) atau kesalahan obat
8. lainnya.
9. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinanadanya kontraindikasi, interaksi obat,
dan reaksi alergi.
10. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketikaobat pertama kali diresepkan,
rejimen berubah, atauobat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekammedik
dituliskan terapi lanjutkan dan pada kardeks (catatan pemberian obat) tetap
dicantumkan nama obatdan rejimennya.
11. Resep dibuat secara elektronik menggunakan system EHR atau manual pada blanko
lembar resep berkopRSCM yang telah dibubuhi stempel Departemen/Unit
12. Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
13. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakanistilah dan singkatan yang lazim
sehingga tidak disalahartikan.
14. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalamdaftar Look Alike Sound Alike
(LASA) yang diterbitkanoleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahanpembacaan
oleh tenaga kesehatan lain.
15. Obat yang diresepkan harus sesuai denganFormularium RSCM.
16. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)harus diresepkan obat sesuai
Formularium Nasional(Fornas). Jika dibutuhkan obat non Fornas, maka harus
17. mendapatkan persetujuan Tim Pengendali di Unit Pelayanan.
18. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai denganyang tercantum dalam Daftar Alat
Kesehatan RSCM.
19. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep reguler,resep cito, resep pengganti obat
emergensi
20. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
- Nama pasien
- Nomor rekam medik atau tanggal lahir
- Berat badan pasien (untuk pasien anak dan pasien
- kemoterapi)
- Tinggi badan (untuk pasien kemoterapi)
- Nama dokter
- Tanggal penulisan resep
- Nama ruang pelayanan
- Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi
obat pada bagian kananatas lembar resep manual atau secara elektronikdalam sistem
informasi farmasi
- obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama dalam Formularium,
dilengkapi dengan bentuksediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta
kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
- Jumlah sediaan
- Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan
obat (untukbahan padat : mikrogram, miligram, gram) dan untukcairan: tetes,
milliliter, liter.
- Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan
dalambentuk campuran tersebut telah terbukti aman danefektif.
- Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar indikasi yang
disetujui oleh BadanPengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan
- clinical pathway atau panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.
- Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau
prn atau pro renata, harus dituliskan indikasi (contoh: bila nyeri, bila demam)
dan dosis maksimal dalam sehari.
C. Pemberian
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalahdokter atau perawat yang sudah
memiliki kompetens dan mempunyai surat izin praktik di RSCM.
2. Kebijakan tentang kewenangan tenaga keperawatandalam pemberian obat ditetapkan
melalui ketetapanDirektur Utama.
3. pemberian obat ke pasien harus sesuai denganStandar Prosedur Operasional Pemberian
Obat.
4. Pada pemberian obat secara infus, label nama obatditempelkan pada botol infus atau
syringe pump.Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka labelnama obat
ditempelkan pada setiap syringe pump dandi setiap ujung jalur selang.
5. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapatmemberikan obat di bawah
supervisi instruktur klinik,kecuali obat-obat khusus dan high alert.
6. Obat yang akan diberikan kepada pasien harusdiverifikasi oleh perawat/dokter
mengenaikesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatanmeliputi: nama obat, waktu
dan frekuensi pemberian,dosis, rute pemberian dan identitas pasien.
7. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harusdipastikan mutunya baik dengan
diperiksa secaravisual.
8. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dankontraindikasi dengan obat yang akan
diberikan.
9. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksakembali oleh perawat kedua sebelum
diberikankepada pasien.
10. Pemberian obat harus dicatat di Lembar PemberianObat sesuai Standar Prosedur
OperasionalPemberian Obat.
11. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harusmendapatkan edukasi terlebih dahulu
dan dipantauoleh perawat.
12. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalanfarmasi, termasuk kehilangan, maka
konsekuensifinansial menjadi tanggung jawab pihak yangbersalah.

D. Kajian Penggunaan Obat (Drug Utilization Review)


1. Kajian penggunaan obat merupakan pengkajiansistematik terhadap seluruh aspek
penggunaan obatyang bertujuan untuk menjamin penggunaan obatyang aman dan cost-
effective serta meningkatkankualitas pelayanan kesehatan. Program ini mengevaluasi,
menganalisis dan menginterpretasikanpola penggunaan obat baik secara kuantitatif
maupunkualitatif. Hasil pengkajian selanjutnya menjadi dasardalam mengidentifikasi
kekurangan dan menyusunstrategi untuk perbaikan.
2. Obat-obat yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi:obat yang diduga banyak
digunakan secara tidakrasional, obat mahal dan obat yang sedang dievaluasiapakah akan
dimasukkan, dikeluarkan ataudipertahankan sebagai obat formularium.
3. Dalam rapat PFT statistik perencanaan danpemakaian obat harus disajikan dan
didiskusikanuntuk mengetahui permasalahan pengadaan danpenggunaan obat yang
sedang terjadi.
4. Dari data statistik obat dapat dilakukan analisis pareto(analisis ABC). Pemecahan
masalah diutamakanpada kelompok obat yang menyerap biaya tinggi(kelompok A)
dengan sasaran penekanan biayasecara bermakna.
5. Statistik obat berguna pula untuk menghitung tingkatkonsumsi obat di RSCM, yang
dinyatakan dalamdefined daily dose (DDD) per 100 tempat tidur.
Denganmembandingkan tingkat konsumsi obat di RSCMdengan rumah sakit yang setara
dapat ditentukanapakah penggunaan satu macam/kelompok obatberlebihan, sedang, atau
kurang.
6. Kajian kuantitatif penggunaan obat perlu dilanjutkandengan kajian kualitatif untuk
mengetahui sebab daritimbulnya masalah obat, dan bagaimana caramengatasinya.
7. Kajian penggunaan obat harus berlanjut denganpenentuan strategi/intervensi yang
bertujuan untukmemecahkan masalah obat. Intervensi yang dapatdilakukan untuk
memajukan penggunaan obat yangrasional yaitu: edukasi (seminar, diskusi
kelompok,bimbingan perorangan, pelayanan informasi obat),tatalaksana (audit, umpan
balik), dan pembatasan(penghentian otomatis, pembagian lini penggunaanobat).
E. Pedoman Pengobatan
1. Pedoman pengobatan merupakan bagian daripedoman pelayanan medik untuk satu
penyakit tertentuyang diterbitkan oleh Departemen. Pedoman itumerupakan kesepakatan
yang didasarkan pada buktiilmiah teringgi, disesuaikan dengan dengan kondisilokal,
disahkan oleh Komite Medik, dan harus diikutioleh semua dokter yang sedang melayani
pasiendengan penyakit tersebut.
2. Pedoman pengobatan yang baik perlu mencakupinformasi tentang pengobatan non-
farmakologik,penggunaan obat sesedikit mungkin, pertimbanganpemilihan obat
berdasarkan efektifitas dan biaya, obatyang digunakan tercantum di dalam
formularium,pernyataan obat mana yang masuk lini pertama,kedua, dan ketiga, dosis dan
lama pemberian, kontraindikasidan efek samping, dan tingkat keahlian yangdiizinkan
meresepkan obat tertentu.
3. Satu pedoman pengobatan pertama kali dibuatrancangannya oleh tim yang ditunjuk oleh
ketuadepartemen, kemudian diedarkan ke seluruh stafdepartemen dan PFT untuk
dikomentari dandisempurnakan, dan terakhir diujicobakan di dalampelayanan. Hasil uji
coba diumpanbalikkan ke seluruhstaf medis dan PFT.
4. Agar selalu mengikuti kemajuan dan perkembanganpengobatan yang mutakhir, maka
pedomanpengobatan perlu ditinjau secara berkala, dimulaikembali dengan penunjukan
satu tim oleh kepaladepartemen, kemudian disempurnakan dandiujicobakan lagi.
F. Penilaian Obat Baru
1. Obat baru harus dinilai aspek kemanjuran,kemanfaatan, keamanan, kualitas, dan
harganya.Penilaian obat baru harus dilakukan secara kritis yangbertujuan untuk
memasukkan obat baru itu ke dalamformularium, atau untuk menggantikan obat
yangsudah ada di dalam formularium. Obat baru dapatmenggantikan obat lama jika
secara keseluruhan lebihunggul ditinjau dari aspek kemanjuran, kemanfaatan,keamanan,
kualitas dan biayanya.
2. Penilaian kemanjuran (efficacy) obat baru dilakukanmelalui telaah kritis kepustakaan.
Penilaiankemanfaatan dilakukan melalui in-use trial dalampelayanan dengan menghitung
seluruh biaya yangtimbul akibat penggunaan obat itu (cost-effectivenessstudy) dan
membandingkannya dengan pengobatanstandar. Penilaian keamanan dilakukan melalui
telaahkritis kepustakaan, yang harus diikuti dengan programpemantauan efek samping di
tempat pelayanan.Penilaian kualitas obat jadi dilakukan denganmemeriksa dokumentasi
kendali mutu dari pabrikpembuat sediaan jadi yang meliputi sifat fisiko-kimiabahan
baku, formulasi, uji stabilitas, uji desintegrasi,uji disolusi, dan uji bioavailabilitas dari
batch pertama.
3. Sumber informasi yang digunakan dalam telaah kritisharus dapat dipercayai, yaitu artikel
asli yangditerbitkan oleh jurnal kedokteran yang mempunyaimekanisme peer review,
tinjauan kepustakaan berupameta-analisis (Cochrane Library), newsletter
yangmempunyai reputasi baik, dan buku ajar. Informasiyang diterbitkan atau disponsori
oleh Sebagai panduan untuk telaah kritis kepustakaandapat digunakan lembar check list
agar dapatmengenali letak kesalahan dan bias dari suatupenelitian. Makin banyak ditemui
kesalahan danpenyimpangan dalam pelaksanaan dan penulisanlaporan penelitian, maka
makin sukar untuk dipercayahasil penelitian tersebut.
4. Obat penelitian dikelola secara tersendiri dan dipantaupenyimpanannya oleh
Instalasi Farmasi.
5. perusahaanfarmasi perlu dibaca dengan cermat karena terkaitdengan promosi yang
membesarkan efektifitas danmenutupi efek buruk obat.
G. Promosi Obat
1. Berdasarkan pedoman promosi yang dikeluarkan oleh WHO, klaim promosi obat harus
dapat dipercaya, tak belebihan, jujur, informatif, seimbang, berdasarkan data terbaru,
dapat diperiksa kebenarannya dan dilakukan dengan cara-cara yang baik.
2. Cara promosi obat yang baik adalah memberi kesempatan kepada perusahaan obat untuk
menyampaikan informasi tentang obat yang dipromosikan dihadapan PFT dan staf medis
di Departemen atau Divisi. Presentasi kemudian dilanjutkan dengan tinjauan secara ilmiah
oleh staf medis, ahli farmakologi atau apoteker.
3. Obat sampel tidak diperbolehkan untuk digunakan di rumah sakit
4. Promosi yang dilakukan dengan cara menjanjikan insetif kepada dokter atau institusi
melalui peresepan obat merupakan tindakan yang harus dihindari dan diberi sanksi.
KEBIJAKAN OBAT GENERIK DI RSCM
Disadur dari :
SK Bersama Direktur RSCM dengan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
No. 1051/IU.K/34/VII/1989 tanggal 10 Juli 1989
3723/PIO2.H4.FK/E/1989

KEBIJAKAN OBAT GENERIK DI RSCM


Disadur dari :
SK Bersama Direktur RSCM denganDekan Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaNo.
1051/IU.K/34/VII/1989 tanggal 10 Juli 19893723/PIO2.H4.FK/E/1989
Ketentuan :
1. Semua dokter di RSCM harus menulis resep dengan nama generik.
2. Dokter yang kurang disiplin dalam penulisan resep obat generik akandikenakan sanksi:
a. Bagi dokter ahli (staf): dicantumkan dalam Dp3, berpengaruhpada kenaikan pangkat.
b. Dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis: mempengaruhi konduite
pendidikan.
1. Penggunaan obat paten secara terbatas masih diizinkan, apabila obattersebut benar-benar
diperlukan oleh pasien dan obat generiknyabelum ada, dengan persetujuan Direktur RSCM.
2. Direktur RSCM membentuk Panitia Farmasi dan Terapi.
Organisasi Pelaksanaan Penggunaan obat generik di RSCM :
- Direktur RSCM bertanggung jawab dalam :
1. Pelaksanaan penggunaan obat generik di RSCM kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan R.I.
2. Membuat kebijakan pokok pelaksanaan penggunaan obat generic secara rasional di RSCM.
3. Memantau, mengadakan evaluasi pelaksanaan penggunaan obatgenerik secara rasional di
RSCM.
4. Mengangkat dan memberhentikan anggota Panitia Farmasi danTerapi.
5. Mengadakan rapat pimpinan RSCM / FKUI untuk menyajikan hasilmonitoring dan evaluasi
Panitia Farmasi dan Terapi RSCM kepadapara Kepala KSMF dan Kepala Instalasi.
6. Mengadakan perubahan dan pengembangan kebijakan pelaksanaanpenggunaan obat generik
di RSCM bila dianggap perlu.
- Panitia Farmasi dan Terapi RSCM, bertanggung jawab dalam:
1. Memberikan saran kepada Direktur tentang kebijakan farmasi danterapi di RSCM.
2. Menyusun Formularium RSCM yang setiap tahun diadakan evaluasidan bila dianggap perlu
mengusulkan perubahan danpenyempurnaan.
3. Mengadakan pemantauan penggunaan obat generik di RSCM.
4. Melaporkan hasil monitoring dan evaluasi kepada Direktur RSCMsebagai bahan monitoring,
evaluasi dan umpan balik kepada KepalaKSMF dan Kepala Instalasi.

- Apoteker Pengelola Apotik RSCM, bertugas :


1. Untuk mengadakan obat generik di RSCM.
2. Melayani resep obat generik.
3. Melaporkan kepada Panitia Farmasi dan Terapi tentang banyaknyaresep yang dilayani dan
banyaknya resep yang tidak ditulis dengannama generik.
BAB III

PEMBAHASAN

Obat yang Obat yang Efek Mekanisme


mempengaruhi (Obat 1) mempengaruhi (Obat 2)
Alopurinol Azatioprin, Toksisitas obat 2 dapat Penghambatan enzim
Merkaptopurin meningkat metabolisme obat 2 di
hepar
Amiodaron, Antikoagulan dan oral Menngkatkan efek obat Penghambatan enzim
Steroid anabolic, (Warfarin) 2 metabolisme obat 2
Simetidin,
Flukonazol,
Metronidazol
Amiodaron, Digoksin Toksisitas obat 2 dapat Penghambatan eksresi
Ditiazem terjadi obat 2
Amiodaron Fenitoin Toksisitas obat 2 Penghambatan
Kloramfenikol, meningkatkan metabolisme obat 2
Mikonazol
Antasida Besi (Fe) Absorpsi obat 2 Pemebentukan khelat
Hormon tiroid berkurang yang sukar diabsopsi
Kuinolon
Tertrasiklin
Antasida Itrakonazol Absopsi obat 2 Peningkatan pH
Ketokonazol berkurang disaluran cerna oleh
obat 1, sedangkan obat
2 membutuhkan suasana
asam untuk dapat
diabsopsi
BAB IV

KESIMPULAN

Pada dasarnya obat akan diresepkan bila memang diperlukan dan dalam setiap kasus, pemberian
obat harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan risikonya (costbenefitratio). Kebiasaan
peresepan obat yang tidak rasional akanberdampak buruk bagi pasien seperti kurangnya efektivitas
obat,kurang aman, pengobatan biaya tinggi dan sebagainya.
Dalam buku Guide to Good Prescribing yang diterbitkanoleh WHO tahun 1994 telah dibuat
pedoman penggunaan obatsecara rasional. Langkah-langkah pengobatan rasional tersebut
Disusun sebagai berikut:
Langkah 1: Tetapkan masalah pasien
Langkah 2: Tentukan tujuan terapi
Langkah 3: Strategi pemilihan obat
Langkah 4: Penulisan resep obat
Langkah 5: Penjelasan tentang aturan pakai dan kewaspadaan
Langkah 6: Pemantauan pengobatan

Anda mungkin juga menyukai