Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN HASIL KERJA PRAKTEK BALAI BESAR VETERINER

Uji Cemaran Mikroba Bakteri Escherichia Coli Terhadap


Bahan Pangan Asal Hewan Di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Kesmavet)

NAMA : MAULYDA AWWALIYAH P

NIM : 1414142006

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Hasil Kerja Praktek Balai Besar Veteriner dengan Judul Uji Cemaran
Mikroba Bakteri Escherichia coli terhadap Bahan Pangan Asal Hewan Di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) yang disusun oleh :
nama : Maulyda Awwaliyah.P
NIM : 1414142006
telah diperiksa secara seksama oleh Dosen Pembimbing Kerja Praktek, maka dinyatakan
diterima.

Makassar, Oktober 2017

Mengetahui
Dosen Pembimbing Kerja Praktek

DR. A. Munisa, S.Si., M.Si


NIP: 19720526 199802 2 001
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Cemaran Mikroba .................................................................... 4
2.2 Bahan Pangan Asal Hewan ...................................................... 6
2.3 Escherichia coli ........................................................................ 8
BAB III METODE KERJA .......................................................................... 11
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 11
3.3 Metode Kerja............................................................................ 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 13
4.1 Hasil ................ ........................................................................ 13
4.2 Pembahasan.. ........................................................................ 13
Bab V PENUTUP ............................................................ 16
5.1 Kesimpulan. ..................................................................... 16
5.2 Saran ........................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA . ................................... 18


LAMPIRAN . ....................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jaminan keamanan pangan atau bahan pangan telah menjadi tuntutan sering
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Jaminan kemanan
pangan telah menjadi tuntutan dalam perdangangan nasional maupun internasional.
Jaminan kemananan panganpun dapat diartikan sebagai jaminan bahwa pangan atau
bahan pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar tidak akan
membahayakan kesehatan manusia. Tanpa jaminan keamanan, pangan atau bahan akan
sukar diperdagangkan, bahkan dapat ditolak. Oleh karena itu, untuk menjamin
kesetaraan dalam perdagangan gorbal, diperlukan standar yang dapat diterima oleh
semua Negara yang terlibat didalamnya. Indonesia telah mempunyai beberapa standar
nasional yang berkaitan dengan keamanan pangan asl ternak yang diharapkan dapat
memberikan jaminan kemanan produkpangan asal ternak, seperti standar Nasional
Indonesia (SNI) mengenai batas maksimun cemaran mikroba dan batas maksimun
residu dalam bahan makanan asal ternak.
Keamanan pangan juga merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Pangan
No.7 tahun 1996. Di samping itu jugan telah ada Undang-Undang No.8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen yang dapat menjadi landasan hokum bagi
perberdayaan dan perlindungan konsumen dalam memperoleh haknya atas pangan
yang aman. Titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang atau
peternakan. Manajemen atau tata laksana peternakan akan menentuan kualitas prodak
ternak yang dihasilkan seperti susu, telur dan daging. Lingkungan disekitar peternakan
seperti air, tanah, tanaman serta keberadaan dan keadaan hewan lain disekitar
peternakan akan mempengaruhi kualitas dan keamanan produk ternak yang dihasilkan.
Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein
hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang
mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga akan lebih mudah
dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya. Namun demikian, pangan asal ternak akan
menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan manusia apabila tidak aman.
Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak merupakan persyaratan mutlak yang
harus dipenuhi bersama.
Meskipun memiliki manfaat yang sangat banyak bagi tubuh namun daging
merupakan produk peternakan yang sangat rentan terhadap kontaminasi mikroba
karena daging mempunyai pH dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroba. Nilai pH daging sapi normal berkisar antara 5,46 6,29. Kontaminasi
mikroba yang dapat merusak daging dapat berasal sejak ternak masih hidup maupun
setelah ternak disembelih.
Pengawasan residu dan cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan
sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perlindungan kesehatan dan
keamanan konsumen. Perdagangan internasional yang menuju ke arah pasar bebas
akan menyebabkan tuntutan pembeli yang menekankan kepada produk hewani yang
bebas residu cemaran mikroba.
Cemaran mikroba dalam bahan pangan asal hewan serta olahannya merupakan
masalah yang menjadi perhatian utama dari konsumen. Banyak titik kritis yang sangat
potensial untuk terjadinya kontak dan masuknya mikroba kedalam bahan pangan asal
hewan serta olahannya. Adanya mikroba tertentu pada bahan pangan dapat digunakan
sebagai indikator kualitas pangan yang terkait dengan umur simpan dan indikator
keamanan pangan. Keberadaan bahan pangan yang berkorelasi dengan keberadaan
patogen, sehingga mikroba ini dapat digunakan sebagai indikator keamanan pangan.
Mikroba indikator yang digunakan untuk menilai keamanan pangan dengan
keberadaan patogen yang berasal dari saluran pencernaan baik sebagai akibat adanya
kontaminasi fekal baik langsung maupun tidak langsung yaitu bakteri kelompok
koliform seperti Escherichia coli.
Escherichia coli merupakan salah satu agen penyebab keracunan pangan yang
berasal dari produk hewani. Escherichia coli juga menjadi salah satu mikroba
indikator sanitasi. Keberadaan Escherichia coli pada pangan dapat menunjukkan
praktek sanitasi lingkungan yang buruk. Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan
diare, baik bagi orang dewasa, maupun anak-anak. Pada saluran pencernaan manusia
enteropatogonik Escherichia coli (EPEC) akan menyebabkan diare, sedangkan
enterohemoragik Escherichia coli (EHEC) akan membentuk koloni pada saluran
pencernaan sehingga mengakibatkan terjadinya atrofi dari mikrofili sel-sel epitel usus
manusia.
Dalam penyediaan bahan pangan asal hewan untuk konsumsi, harus memenuhi
kriteria aman (safety), sehat (sound), utuh (wholesomeness) dan halal, baik dari proses
produksi hingga ke konsumen (from farm to table). Lingkaran tersebut
merupakan sirkulasi lalu lintas produk peternakan yang mutlak harus dibina dan
diawasi. Sehingga diperlukan adanya kegiatan untuk menjamin kualitas Bahan
Pangan Asal Ternak, salah satunya adalah melalui proses pengujian cemaran mikroba
bakteri Escherichia coli.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah bagaimana
tingkat cemaran mikroba pada pangan asal hewan yang ada di Laboratorium
Kesehatan Masyarakat Veteriner?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai berdasarkan rumusan masalah,
adalah untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba pada pangan asal hewan yang ada
di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cemaran Mikroba


Cemaran mikroba adalah kontaminasi dalam bahan asal hewan berupa
mikroorganisme yang membahayakan kesehatan manusia. Cemaran mikroba yang
dikategorikan dapat membahayakan kesehatan manusia adalah jenis cemaran mikroba
sesuai SNI 01-6366-2000 pada daging, telur, susu serta olahannya adalah Coliform,
Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus aureus, Chlostridium sp, Salmonella
sp, dan Champhylobacter sp (Poernomo,1994).
Titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang atau
peternakan. Manajemen atau tata laksana peternakan akan menentukan kualitas
produk ternak yang dihasilkan seperti susu, telur, dan daging. Lingkungan di sekitar
peternakan seperti air, tanah, tanaman serta keberadaan dan keadaan hewan lain di
sekitar peternakan akan mempengaruhi kualitas dan keamanan produk ternak
yang dihasilkan. Cemaran bahan kimia atau cemaran biologi dari lingkungan
peternakan akan terbawa dalam produk ternak yang dihasilkan. Keamanan pangan
asal ternak juga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak. Pakan
dan bahan pakan ternak harus jelas jenis dan asalnya, serta disimpan dengan baik
(Dartini dkk, 2003).
Cemaran mikroba dapat terjadi saat ternak masih hidup selanjutnya mikroba
masuk dalam rantai pangan. Cemaran pestisida pada air, tanah dan tanaman pakan
yang diberikan kepada ternak dapat masuk ke dalam tubuh ternak dan residunya akan
ditemukan dalam produk ternak. Selain residu pestisida, residu obat hewan terutama
antibiotik dapat terjadi pada produk ternak akibat pemberian antibiotik tanpa
memperhatikan anjuran pemakaian. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga
kesehatan ternak sangat penting untuk mengurangi pemberian obat -
obatan kepada ternak (Dartini dkk, 2003).
Bakteri merupakan penyebab utama penyakit yang ditularkan dari ternak
ke manusia melalui pangan, antara lain Salmonella sp., Bacillus anthracis,
Mycobacterium tuberculose, dan Brucella abortus. Bakteri tersebut menyerang ternak
saat di kandang, yang kemudian dapat menular ke manusia karena pemeliharaan dan
proses panen yang tidak higienis, seperti pemotongan ternak dan pemerahan susu.
Pengolahan tidak selalu dapat menghilangkan bakteri yang mencemari produk
ternak saat di peternakan atau pada saat panen. Spora bakteri antrak yang
mencemari susu tidak dapat dihilangkan dengan pasteurisasi. Pencemaran dapat
dicegah dengan penerapan cara beternak yang baik (good farming practices) dan
penanganan panen yang baik pula (Dartini dkk, 2003).
Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen, dan adanya zat penghambat.
Keberadaan mikroba di dalam pangan tidak selamanya menguntungkan, tetapi juga
dapat mendatangkan kerugian. Misalnya jika kehadiran mikroba tersebut mengubah
bau, rasa, dan warna yang tidak dikehendaki, menurunkan berat atau volume,
menurunkan nilai gizi/nutrisi, mengubah bentuk dan susunan senyawa serta
menghasilkan toksin yang membahayakan di dalam pangan (Betty dan Yendri, 2007).
Sebagian besar penyakit pada manusia disebabkan oleh makanan yang tercemar
bakteri patogen, seperti penyakit Tipus, Disentri, Botulisme, dan Hepatitis A.
Penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan sering menimbulkan masalah serta
memiliki dampak yang cukup berbahaya terhadap kesehatan manusia antara lain
adalah antraks, salmonellosis, brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis, E. coli,
kolibasilosis, dan S. aureus (Supar dan T. Ariyanti, 2005). Penyakit karena makanan
dapat berpengaruh buruk terhadap kemampuan tubuh untuk mencerna, menyerap, atau
mendaya gunakan zat gizi, selain itu juga dapat menginduksi perubahan metabolik
akut dan kronis.
Menurut Standar Nasional Indonesia (2009) SNI 01-7388-2009 batas
maksimum cemaran mikroba adalah jumlah jasad renik/mikroba maksimum (CFU/gr)
yang diijinkan atau direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan asal
hewan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada
Daging (Dalam Satuan CFU/g).

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM


Jenis Cemaran Mikroba
Daging Segar/beku Daging Tanpa Tulang
a) Jumlah Total Kuman (Total Plate 1 x 104 1 x 104
Count)
b) Coliform 1 x 102 1 x 102
c) Escherichia coli (*) 1 x 101 1 x 101
d) Enterococci 1 x 102 1 x 102
e) Staphylococcus aerus 1 x 102 1 x 102
f) Clostridium sp 0 0
g) Salmonella sp (**) Negatif Negatif
h) Camphylobacter sp 0 0
i) Listeria sp 0 0
Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif MPN : Most
Probable Number/angka paling memungkinkan/paling mendekati CFU : Coloni
Forming Unit.

2.2 Bahan Pangan Asal Hewan


Bahan pangan asal hewan seperti daging dan telur selain sebagai sumber
protein yang nilainya tinggi juga merupakan salah satu media yang baik
bagi perkembangbiakan mikroorganisme dan dapat bertindak sebagai pembawa
(transmitter) beberapa jenis penyakit yang kadang-kadang sifatnya berbahaya bagi
manusia. Disamping itu, juga potensial mengandung residu, karena pemakaian obat-
obatan dalam bidang peternakan tidak dapat dihindarkan untuk menjaga
kesehatan dan sebagai pemacu pertumbuhan ternak (Murdiati dan Bahri,1991).
Tersedianya daging atau bahan pangan hewani yang aman, sehat,
utuh/murni dan halal sangat dibutuhkan seiring dengan peningkatan kesadaran,
pendidikan dan kesejahteraan hidup masyarakat. Di samping itu, dalam era
perdagangan bebas aspek keamanan dan mutu bahan pangan hewani juga menjadi
tuntutan untuk dapat bersaing dengan produk hewani baik dari dalam maupun
luar negeri. Pengamatan terhadap adanya cemaran mikroba dan residu obat dalam
rangkaian proses produksi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan keamanan dan mutu pangan asal hewan, mengingat hamper semua
kejadian penyakit karena makanan (food borne disease) disebabkan oleh mikroba.
Sedangkan alergi, keracunan, karsinogen, teratogen, resistensi terhadap antibiotika
dan akibat negatif lainnya merupakan akibat yang ditimbulkan oleh residu
(Sudarjat,1991).
Ditemukannya residu antibiotika dalam makanan asal hewan erat kaitannya
dengan penggunaan antibiotika untuk pencegahan dan pengobatan penyakit serta
penggunaan sebagai imbuhan pakan (feed additive). Hal yang merisaukan
adalah adanya pencampuran bahan baku imbuhan pakan dalam ramuan yang
dilakukan sendiri di peternakan yang kurang dapat dijamin ketepatan takarannya
yang juga dapat menyebabkan terpaparnya residu tersebut pada pangan asal hewan.
Oleh karena itu diperlukan pengawasan yang ketat sejak dari pembudidayaan,
pemberian pakan dan obat-obatan, penanganan pasca panen, penyimpanan dan
pendistribusiannya sampai ke konsumen (Taha SR, 2012).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Oleh karena itu, ketersediaan pangan yang cukup baik, kualitas maupun kuantitas
terus diupayakan oleh pemerintah melalui program ketahanan pangan. Melalui
program tersebut diharapkan masyarakat mendapatkan pangan yang sehat dan halal
untuk dikonsumsi. Bahan pangan hewani harus terjamin keamanannya agar
masyarakat terhindar dari bahaya mengkonsumsi pangan yang tidak aman (Taha SR,
2012).
Perdagangan global memberikan dampak terhadap produk pertanian, baik
produk hewani maupun tanaman pangan, yaitu munculnya isu kemanan pangan.
Beberapa isu tentang keamanan pangan produk pertanian yang meresahkan
masyarakat adalah kasus antraks, keracunan susu, avian influenza, cemaran mikroba
patogen pada produk ternak, dan cemaran aflatoksin pada jagung dan kacang tanah.
Pangan asal hewan (daging, susu, telur) dan olahannya merupakan media yang baik
bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya sebagai bahan pangan mudah rusak.
Food borne illness adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen
yang mencemari makanan, seperti Escherichia coli, Salmonella sp, Staphylococcus
aureus, Clostridium botulinum, dan Campylobacter sp (Taha SR, 2012).
Bahan pangan asal ternak yang sering terkontaminasi oleh E.coli diantaranya
adalah daging ayam, daging sapi, telur dan produk olahannya . Bahan pangan yang
terkontaminasi bakteri patogen E.coli dapat menghasilkan perubahan fisik dan
kimiawi yang merugikan dan berbahaya apabila dikonsumsi karena dapat
menimbulkan penyakit gastroenteritis akut yang menyerang terutama anak-anak
balita dan, sering menyebabkan wabah diare baik di rumah shkit maupun di
masyarakat (Dartini dkk, 2003).

2.3 Escherichia coli


Kualitas dari produk pangan untuk dikonsumsi manusia pada dasarnya
dipengaruhi oleh mikroorganisme salah satu contohnya adalah cemaran dari bakteri
Escherichia coli. Dalam persyaratan mikrobiologi Escherichia coli atau dapat
disingkat E.coli dipilih sebagai indikator tercemarnya air atau makanan, karena
keberadaan E.coli dalam sumber air atau makanan merupakan indikasi pasti terjadinya
kontaminasi tinja manusia. E.coli yang terdapat pada makanan dan minuman yang
masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit seperti kolera, disentri,
gastroenteritis dan berbagai penyakit saluran pencernaan yang lain (Soemari, 2001).
Escherichia coli atau E.coli adalah salah satu spesies bakteri gram negatif.
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak dapat mempertahankan zat warna
Kristal violet sewaktu proses pewarnaan gram sehingga akan menghasilkanwarna
merah bila diamati dengan mikroskop, sedangkan bakteri gram positif akan
menghasilkan warna ungu hal ini terjadi terutama karena adanya perbedaan struktur
dinding sel. Sebagian besar spesies bakteri gram negatif bersifat patogen. E.coli
merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik,dengan tipe metabolism
fermentasi dan respirasi, baik tumbuh pada suhu optimal 37o C (Soemari, 2001).
E.coli berasal dari Filum Proteobacteria, Kelas Gama Proteobacteria, Ordo
Enterobacteriales, Familia Enterobacteriaceae, Genus Escherichia, Spesies
Escherichia coli. E.coli berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 x 0,4
sampai 0,7 gram negative, tidak bersimpai, bergerak aktif dan tidak berspora.
E.coli dapat bertahan hingga suhu 60oC selama 15 menit atau 55oC selama 60 menit
(Baehaqi, 2014).

(Sumber : www.textbookofbacteriology.net)
Escherichia coli adalah mikroba normal di dalam saluran pencernaan manusia
dan hewan, termasuk sapi. Sapi diketahui sebagai reservoir utama dari Verocytotoxin-
producing Escherichia coli O157, dan merupakan sumber penularan utama dari agen
ini ke manusia. Kebanyakan E.coli tidak berbahaya tetapi beberapa spesies E.coli
seperti tipe O157:H7 dapat mengakibatkan keracunan makanan pada manusia yaitu
diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan yaitu bernama verotoksin
(Anggraeni, 2012). Strain E. coli O157:H7 penting terkait dengan gejala
haemorrhagic colitis (HC) dan haemolytic uraemic syndrome (HUS) pada manusia.
Sekitar 2-10% kasus infeksi E. coli O157:H7 menyebabkan kematian (Baehaqi, 2014).
Bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan hemoragik kolitik
dan hemolitik uremik. Hemoragik kolitik menyebabkan perut kram yang diikuti diare
berdarah setelah waktu inkubasi 3-8 hari, sedangkan hemolitik uremik menyebabkan
gagal ginjal dan anemia (Fardiaz,1983). Galur E.coli yang dapat menimbulkan
sindroma patogen dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu : (a) Enteropathogenic
E.coli (EPEC), (b) Enteroinvasive E.coli (EIEC), (c) Enterotoxigenic E.coli (ETEC),
(d) Enterohemorrhagic E.coli (EHEC) atau dikenal juga dengan E.coli O157:H7.
Semua tipe tersebut berasosiasi dengan foodborne disease (Bhunia A, 2008).
Bahan pangan asal ternak yang telah terkontaminasi bakteri E.coli berarti produk
tersebut berpotensi menjadi rusak dan turun mutunya serta membahayakan kesehatan
manusia yang mengkonsumsinya. Mountney menyatakan bahwa populasi mikroorganisme
yang terdapat pada bahan pangan asal ternak dapat mengakibatkan kerusakan secara
organoleptik seperti terjadi perubahan warna, bau, dan timbulnya lendir pada permukaan
sampel (Taha SR, 2012).
Escherichia coli merupakan mikroflora yang paling mendominasi saluran
pencernaan manusia dan hewan . Bakteri tersebut berpotensi patogenik baik di dalam
maupun di luar saluran pencernaan . Di dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan
diare . Di luar saluran pencernaan dapat menginfeksi saluran urinari, dari asimtomatik
sampai urosepsis .Dapat menyebabkan neonatal meningitis,pneumonia dan infeksi pada
permukaan tubuh dan luka . E. coli terdiri dari banyak serotipe, sekitar 160 serotipe .
Berdasarkan sifat antigen virulensi yang dimiliki oleh serotipe E. coli dalam menimbulkan
penyakit, bakteri ini dapat dikelompokkan menjadi enteropatogenik, enterohemorrhagik,
enterotoksigenik, entero-agregatif, enteroinvasif, uropatogenik dan lain-lain . Dosis E. coli
untuk dapat menimbulkan gejala infeksi pada hospes tergantung pada sifat virulensi
tersebut (Soemari, 2001).
BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktek ini yaitu :
Hari/Tanggal : Senin 10 Juli Selasa 05 September 2017
Waktu : 08.00 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Kesmavet Balai Besar Veteriner Maros

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
3.2.a. Alat
Alat yang digunakan yaitu cawan petri, pipet, botol pengencer (durham),
inkubator 35, stomacher, waterbath, jarum inokulasi dengan diameter bagian
dalam 3mm, timbangan, rak tabung, pinset, bunsen, gelas ukur, erlenmeyer,
mikropipet dan autoklaf.
3.2.b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu Sampel, Larutan Buffered Pepton Water
(BPW), Medium EC Broth, Medium Levine Eosin Metylen Blue Agar (L-EMBA)
dan Media Lauryl Tryptose Broth, Plastik Stomacher.

3.3 Metode Kerja


Adapun metode kerja yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Uji Pendugaan E.coli
a. Menimbang sampel 25 gr untuk sampel padat / 25 mL untuk sampel cair.
b. Menambahkan 225 mL Buffered Pepton Water (BPW)
c. Mendistomacher dengan kecepatan sedang selama 1-2 menit (Kecuali untuk susu
cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 101 .
d. Membuat pengenceran sampel 102 dan 103 dan seterusnya.
e. Menghomogenkan menggunakan vortex
f. Mengambil masing-masing 1 mL dari setiap pengenceran (101 -
103 ) menggunakan mikropipet dan memindahkan ke tabung Lauryl Tryptose
Broth (LTB) yang berisi tabng durham.
g. Menginkubasi pada suhu 35 selama 24-48 jam
h. Membuat control positif
Uji Penegasan E.coli
a. Memindahkan biakan positif (terbentuk gas) ke E.coli Broth (ECB)
b. Menginkubasi selama 24 2 jam pada waterbath dengan suhu 45,5
c. Mengamati adanya pembentukan gas. Jika hasilnya negatif (tidak terbentuk gas)
inkubasikan kembali selama 48 2 jam. Jika hasilnya positif (terbantuk gas)
memindahkan dengan streak/gores ke media Levine Eosin Methylen Blue Agar
(L-EMBA) kemudian menginkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35.
d. Koloni yang diduga E.coli berdiameter 2-3 mm, berwarna hitam atau gelap pada
bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengikat pada
media L-EMBA.
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Hasil
No. Kode Sampel Hasil Uji Jumlah Cemaran SNI
1. A 01 Positif 2,8 102 cfu/gr 1 101 cfu/gr
2. A 02 Positif 3,1 102 cfu/gr 1 101 cfu/gr
3. A 03 Negatif - 1 101 cfu/gr
4. A 04 Positif 2,6 102 cfu/gr 1 101 cfu/gr

4.2 Pembahasan
Pada pengujian cemaran mikroba Escherichia coli, sampel yang digunakan
adalah daging ayam yang pada masing-masing sampel diberi kode sampel. Pengujian
cemaran mikroba Escherichia coli dilakukan selama 3 hari. Pada hari pertama
pengujian, langkah-langkah yang dilakukan yaitu menimbang sampel 25 gr lalu
menambahkan 225 mL Buffered Pepton Water (BPW) kemudian mendistomacher
dengan kecepatan sedang selama 1-2 menit dan diperoleh larutan dengan pengenceran
101 . Selanjutnya dibuat pengenceran sampel 102 dan 103 dan seterusnya dan
dihomogenkan menggunakan vortex dan diambil masing-masing 1 mL dari setiap
pengenceran (101 - 103 ) menggunakan mikropipet dan memindahkan ke tabung
Lauryl Tryptose Broth (LTB) yang berisi tabng durham. Untuk selaanjutnya di
inkubasi pada suhu 35 selama 24-48 jam.
Selanjutnya pada hari kedua pengujian dilakukan pengamatan terhadap sampel
dengan cara mengamati pembentukan gas. Biakan yang positif Escherichia coli
dipindahkan ke E.coli Broth (ECB) dan diinkubasi selama 24 2 jam pada waterbath
dengan suhu 45,5. Biakan yang hasilnya negatif (tidak terbentuk gas) inkubasikan
kembali selama 48 2 jam. Jika hasilnya positif (terbantuk gas) memindahkan dengan
streak/gores ke media Levine Eosin Methylen Blue Agar (L-EMBA) kemudian
menginkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35.
Hari ketiga pengujian masuk pada tahap penegasan koloni Escherichia coli.
Koloni yang diduga E.coli berdiameter 2-3 mm, berwarna hitam atau gelap pada
bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengikat pada media
Levine Eosin Methylen Blue Agar (L-EMBA).
Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa dari 4 sampel yang diujikan, 3 sampel
dinyatakan positif tercemar bakteri Escherichia coli. Hasil yang positif semuanya
melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI, nilai cemaran Escherichia
coli terendah yaitu 2,6 x 102 cfu/gr dan nilai tertinggi cemaran yaitu 3,1 x 102 cfu/gr.
Adapun nilai ambang batas untuk cemaran mikroba Escherichia coli berdasarkan
Standar Nasional Indonesia SNI 01-7388-2009 tentang batas maksimum cemaran
mikroba yang diijinkan atau direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan
asal hewan adalah 1 x 102 cfu/gr.
Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung
atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti air, debu,
udara, tanah, dan alat-alat pengolah baik yang terjadi selama proses produksi atau
penyiapan. Untuk meminimalkan jumlah bakteri sebaiknya cara pengangkutan yang
benar seharusnya menggunakan kendaraan berpendingin atau cooler box agar bakteri
tidak berkembang (BPOM RI, 2008).
Kontaminasi mikroba pada daging dimulai sejak berhentinya peredaran darah
pada saat penyembelihan, terutama apabila alat-alat yang dipergunakan untuk
pengeluaran darah tidak steril. Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui
permukaan daging selama persiapan daging, pemotongan karkas atau daging,
pembuatan produk daging olahan, pengepakan, penyimpanan, dan distribusi. Jadi,
segala sesuatu yang dapat kontak dengan daging secara langsung atau tidak
langsung, bisa merupakan sumber kontaminasi mikroba (Soeparno, 2009).
Kontaminasi yang tinggi dari Escherichia coli pada daging ayam berhubungan
erat dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan sanitasi dan higienis dalam proses
penyajian dan penanganan terhadap daging. Proses penyajian daging ayam, utamanya
di pasar juga kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene, karena daging yang
dipersiapkan untuk dijual oleh pedagang tidak ditutup dan disimpan dalam suhu
kamar (tidak pada suhu dingin), dan akibat dari suhu penyimpanan ini akan
berdampak pada perkembangan bakteri secara cepat (Suardana dkk., 2009).
Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat
dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban,
dan nilai gizi) keadaan lingkungan sumber makanan tersebut diperoleh, serta kondisi
pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat
mengubah karakter organoleptik, sehingga mengakibatkan perubahan nutrisi, nilai
gizi atau bahkan merusak makanan tersebut. Bahan pangan dapat bertindak
sebagai perantara atau substrat untuk tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat
patogenik terhadap manusia (BPOM RI, 2008).
Sebagian besar penyakit pada manusia disebabkan oleh makanan yang tercemar
bakteri patogen, seperti penyakit tipus, disentri, botulisme, dan hepatitis A
(Winarno, 1997). Penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan sering
menimbulkan masalah serta memiliki dampak y adalah antraks, salmonellosis,
brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis, E. coli, kolibasilosis, dan S. aureus
(Supar 2005).
Foodborne disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan
dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia.
Mikroba yang menimbulkan penyakit dapat berasal dari makanan produk ternak yang
terinfeksi atau tanaman yang terkontaminasi (Bahri 2001). Makanan yang
terkontaminasi selama pengolahan dapat menjadi media penularan penyakit.
Penularan penyakit ini bersifat infeksi, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh
mikroba yang hidup dan berkembang biak pada tempat terjadinya peradangan.
Mikroba masuk ke dalam saluran pencernaan manusia melalui makanan, yang
kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh. Dalam kondisi yang sesuai, mikroba
patogen akan berkembang biak di dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan
gejala penyakit.
Foodborne disease yang disebabkan oleh salmonella dapat menyebabkan
kematian pada manusia, media pencemarannya dapat berasal dari air pencuci yang
telah terkontaminasi. Mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan foodborne
disease antara lain Compylobacter, E. coli, dan Listeria. Gejala umum foodborne
disease adalah perut mual diikuti muntah-muntah, diare, demam, kejang-kejang, dan
gejala lainnya. Memperbaiki sanitasi terutama lingkungan, merupakan salah satu
solusi terbaik dalam mengantisipasi cemaran mikroba. Sanitasi yang buruk yang
menyebabkan air tercemar tinja yang mengandung kuman penyakit, menyebabkan
terjadinya waterborne disease.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Cemaran mikroba adalah kontaminasi dalam bahan asal hewan berupa


mikroorganisme yang membahayakan kesehatan manusia. Cemaran mikroba
yang dikategorikan dapat membahayakan kesehatan manusia adalah jenis
cemaran mikroba sesuai SNI 01-6366-2000 pada daging, telur, susu serta
olahannya adalah Coliform, Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus
aureus, Chlostridium sp, Salmonella sp, dan Champhylobacter sp.
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa dari 4 sampel
yang diujikan, 3 sampel dinyatakan positif tercemar bakteri Escherichia coli.
Hasil yang positif semuanya melebihi ambang batas yang telah ditetapkan
oleh SNI, nilai cemaran Escherichia coli terendah yaitu 2,6 x 102 cfu/gr dan
nilai tertinggi cemaran yaitu 3,1 x 102 cfu/gr. Adapun nilai ambang batas
untuk cemaran mikroba Escherichia col adalah 1 x 102 cfu/gr.
Dalam penyediaan bahan pangan asal hewan untuk konsumsi, harus
memenuhi kriteria aman (safety), sehat (sound), utuh (wholesomeness) dan
halal, baik dari proses produksi hingga ke konsumen (from farm to
table). Lingkaran tersebut merupakan sirkulasi lalu lintas produk
peternakan yang mutlak harus dibina dan diawasi. Adapun bentuk
pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pengolahan untuk menekan atau menghambat pertumbuhan bakteri,
walaupun cara ini belum selalu dapat menghilangkan bakteri yang
mencemari produk ternak saat berada di peternakan atau pada saat
panen.
b. Pengendalian residu dan cemaran mikroba pada produk pangan asal
ternak dengan menekankan batas maksimum cemaran dan residu
antibiotik.
c. Penerapan sistem keamanan pangan pada setiap proses produksi
melalui good farming practices (GFP), good handling practices (GHP),
dan good manufacture practices (GMP).
d. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat
terhadap penyakit yang disebabkan oleh cemaran mikroba sehingga
dapat mengeliminasi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran
mikroba pada bahan pangan asal ternak.

5.2 Saran
Untuk meningkatkan keberhasilan kerja praktek Universitas Negeri
Makassar di periode selanjutnya dan demi kesuksesan serta nama baik
almamater untuk kemajuan instansi yang ditempati. Sebagai mahasiswa
Universitas Negeri Makassar peserta KKN-KP tahun 2017 memberikan saran
yang sifatnya membangun antara lain sebagai berikut:
1. Persiapan mental, kesehatan yang baik dan pengetahuan tentang balai besar
veteriner dalam menunjang keberhasilan setiap kegiatan yang telah disusun
dan direncanakan.
2. Kekompakan dan kebersamaan rekan-rekan tim kerja praktek sangat
diperlukan agar bisa lebih mempermudah dalam pengurusan setiap kegiatan
kerja praktek.
3. Pemberitahuan program kepada masyarakat setempat agar dapat
memperoleh dukungan penuh dari masyarakat demi kelancaran program
kerja yang telah disusun dan direncanakan baik untuk program kerja praktek
maupun untuk KKN.
DAFTAR PUSTAKA

Baehaqi, K. Y. 2014. Perbandingan Coliform, Escherichia coli, Escherichia coli


O157,dan Escherichia coli O157:H7 pada Feses Sapi Bali di Kecamatan
Abiansemal, Kabupaten Badung. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Udayana: Denpasar

Bahri, S. 2001. Mewaspadai Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan, Pakan, dan
Produk Peternakan di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 20(2):5564.

Bhunia, A. 2008. Foodborne Microbial Pathogens. Springer : New York.

Betty dan Yendri. 2007. Cemaran Mikroba Terhadap Telur Dan Daging Ayam.
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat : Padang.

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.


2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. 9(2): 1-11.

Dartini N.L., A.A.G.Putra, G. Kertayadnya, A.A.,Dewi. 2003. Tingkat Cemaran


Mikroba, Residu Antibiotika Sulfa dan Pestisida pada Bahan Asal Hewan
di Propinsi Bali, NTB dan NTT tahun 1996-2002. Makalah Workshop
Nasional Kesmavet Tahun 2003. Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner Regional VI: Denpasar.

Fardiaz, S. 1983. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Murdiati, T.B. and S. Bahri, 1991. Pola Penggunaan Antibiotika dalam


Peternakan Ayam di Jawa Barat, Kemungkinan Hubungan dengan
Masalah Residu. Jurnal Proceeding Kongres Ilmiah ke-8 ISFI : Jakarta.

Poernomo, S., 1994. Salmonella pada Ayam di Rumah Potong Ayam


Dan Lingkungannya di Wilayah Jakarta Dan Sekitarnya. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan
Hewan Dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan : Bogor.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Metode Pengujian Cemaran Mikroba


dalam Daging,Telur dan Susu, serta Hasil Olahannya. SNI 01-7388-
2009. Dewan Standardisasi Nasional : Jakarta.

Suardana, I.W dan I.B, Swacita. 2009. Higiene Makanan. Udayana


University Press : Bal
Sudarjat, S. 1991. Epidemiologi Penyakit Hewan Jilid I. Direktorat Bina
Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian:
Jakarta.

Soemari. 2001. Tingkat pencemaran Coliform dan Escherichia coli pada Daging
Sapi Yang Di Jual Di Beberapa Pasar Tradisional di Wilayah Kotamadya
Surabaya. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga:
Surabaya.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging Edisi Ke-5. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.

Supar dan T. Ariyanti. 2005. Keamanan Pangan Produk Peternakan Ditinjau dari
Aspek Prapanen: Permasalahan dan Solusi. Prosiding Lokakarya
Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan Bogor. 14 September
2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan: Bogor.

Taha, S. R. 2012. Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan di Pasar


Tradisional Kota Gorontalo. Laporan Penelitian Dosen Muda Dana PNBP
Tahun anggaran 2012. Jurusan Peternakan. Fakultas Ilmu Pertanian.
Universitas Gorontalo: Gorontalo.
LAMPIRAN

Persiapan Sampel
Ruang Pengujian

Penambahan 225 mL Larutan Proses Stomacher Sampel


Buffered Pepton Water pada Sampel

Proses Pengenceran Sampel Sampel di Inkubasi


Penuangan Media Pemindahan Biakan Positif ke
Media dengan Metode Gores

Hasil Uji Negatif


Hasil Uji Positif

Hasil Uji Positif

(Sumber: Selfiana Dwi Rosa dkk, 2017)

Anda mungkin juga menyukai