Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemekaran Wilayah Desa secara intensif hingga saat ini telah berkembang

di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dalam bidang ekonomi,

keuangan (rencana dana add 1 Milyar setiap desa), pelayanan public dan aparatur

pemerintah desa termasuk juga mencakup aspek social politik, batas wilayah

maupun keamanan serta menjadi pilar utama pembangunan pada jangka panjang.

Secara historis, desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat

politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Dalam

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan

bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah

menjadi institusisosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa

merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya

sendiri serta relative mandiri. Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat

dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya

pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa

tersebut (Wijaya, 2007).

1
Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli

berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hokum

publik maupun hokum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat

menuntun dan dituntut dimuka pengadilan. Sebagai wujud demokrasi, di desa

dibentuk Badan Perwakilan Desa yang berfungsi sebagai Lembaga Legislatif dan

Pengawas terhadap pelaksanaan peraturan desa, Anggaran pendapatan dan

Belanja serta Keputusan Kepala Desa. Untuk itu, kepala desa dengan persetujuan

Badan Perwakilan Desa mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hokum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dengan pihaklain,

menetapkan sumber-sumber pendapatan desa, menerima sumbangan dari pihak

ketiga dan melakukan pinjaman desa. Kemudian berdasarkan hak atas asal-usul

desa bersangkutan, kepala desa dapat mendamaikan perkara atau sengketa yang

terjadi diantara warganya (Wijaya, 2007).

Demikian halnya Desa Waturempe pada dasarnya dimekarkan dengan

tujuan meningkatkan kemampuan masyarakat desa. Selain itu luas wilayah yang

dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat

dengan didukung sarana dan prasana yaitu tersedianya infrastruktur pemerintah

desa. Dengan syarat pemekaran wilayah desa untuk wilayah Sulawesi jumlah

penduduknya harus mencapai 1000 jiwa atau 200 KK, desa Waturempe sudah

memenuhi syarat tersebut.

Mengacu pada uraian di atas perlu maka peneliti mengambil judulFaktor-

Faktor Yang Mendorong Pemekaran Desa (Studi Di Desa Waturempe, Kecamatan

Tikep, Kabupaten Muna Barat)

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah

a. Bagaimana proses pemekaran Desa Waturempe Kecamatan Tiworo

Kepulauan, Kabupaten Muna Barat?

b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pemekaran Desa

Waturempe Kecamatan Tiworo Kepulauan, Kabupaten Muna Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, yang menjadi

tujuan dari penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui proses pemekaran Desa Waturempe Kecamatan Tiworo

Kepulauan, Kabupaten Muna Barat.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemekaran Desa

Waturempe Kecamatan Tiworo Kepulauan, Kabupaten Muna Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat diadakannya penelitian ini adalah untuk memperluas

pengetahuan tentang desa terutama untuk mengembangkan kajian dalam

disiplin Ilmu Pemerintahan. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat

menjadi acuan bagi penelitian sejenis.

3
b. Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan,

saran, ataupun wacana yang mendalam kepada pihak yang terkait dengan

pemekaran wailayah Desa Waturempe Kecamatan Tiworo Kepulauan,

Kabupaten Muna Barat.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemekaran

Pemekaran daerah adalah suatu proses membagi suatu daerah administratif

yang sudah ada menjadi dua atau lebih daerah otonom baru. Berdasarkan UU RI

Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah asli amandemen UU RI

Nomor 22 Tahun 1999. (HAW.Widjaja,2007 : 311). Pada dasarnya, pemekaran

secara hukum memiliki dasar yang kuat dimana Undang-Undang No. 32 Tahun

2004 BAB II Pasal 4 ayat 3 tentang pemerintahan daerah, dijelaskan bahwa

pemebentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian

daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah

atau lebih. (HAW.Widjaja, 2007 : 311).

Berdasarakan hal di atas ini merupakan suatu kesempatan yang penting

bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kesanggupannya dalam

melaksanakan urusan-urusan pemerintah lokal sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan masyarakat.Hal ini perlu di antisipasi agar kinerja pemerintah daerah

dapat meningkatkan secara signifikan dalam mengurus rumah tangganya dan

pelayanan kepada masyarakat melalui peningkatan kapasitas perangkat daerah.

4
Semua urusan terkait pemekaran wilayah menelan biaya, yang celakanya

dalam banyak kasus tidak diimbangi oleh kenaikan memadai pada pelayanan

masyarakat oleh daerah-daerah yang bersangkutan, bahkan sebenarnya tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang dimekarkan malahan merosot kalau di

bandingkan dengan kondisinya sebelum dimekarkan, secara nasional kian banyak

wilayah akan menyulitkan pula koordinasi.

Pemekaran daerah merupakan bagian dari upaya penataan wilayah dalam

upaya meningkatakan kapasitas pemerintahan daerah yang di anggap memiliki

masalah dengan luasnya wilayah. Dalam prakteknya, konsep pemekaran dan

pembentukan daerah di Indonesia seolah menjadi satu-satunya solusi penataan

wilayah. Konsep yang sudah terlanjur muncul sebagai trend pemerintah daerah di

Indonesia ini pada akhirnya mereduksi alternatif-alternatif penataan wilayah

lainnya.

Pemahaman semacam ini tidak terlepas dari penafsiran yang sempit

terhadap makna dan tujuan penataan wilayah karena penataan wilayah dikaitkan

dengan kemampuan dan kemandirian daerah otonomi. Padahal makna yang

terkandung dealam konsep penataan wilayah jauh lebih luas dari sekedar indikator

kemandirian sebagai daerah otonom. Penataan wilayah juga mencakup

kemampuan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif dan efisien

dengan menggunakan segala potensi dan sumber daya yang tersedia.

Berdasarkan asumsi tersebut, konsep penataan wilayah sebenarnya dapat

dilakukan melalui tiga cara yaitu: 1) Pemekaran; 2) Penggabungan; 3) Regrouping

5
sup-sup wilayah dalam daerah yang bersangkutan (misalnya regrouping

kecamatan dan/desa dalam kabupaten).

2.2 Tujuan Pemekaran

Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah

yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial

politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang

memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, yang di maksud dengan faktor

lain pertimbangan kemampuan keuangan tingkat kesejahteraan masyarakat,

rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam regulasi-regulasi

ini secara umum biasa dikatakana bahwa kebijakan pembentukan, penghapusan

dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, melalui:

1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah

3. Percepatan pengelolaan potensi daerah

Menurut Lupiyoadi dkk (2006) ada lima dimensi karakteristik kualitas

pelayanan yaitu adalah :

1) Tangibles adalah kemampuan seorang pegawai dalam menunjukan

eksistensi kepada masyarakat, penmpilan kemampuan sarana dan

prasarana fisik pegawai dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah

6
buktinyata dari pelayanan yang di berikan oleh pemberi jasa, yang

meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang di gunakan serta

penampilan pegawai.

2) Realibility adalah kemampuan pegawai untuk memberikan

pelayanansesuai yang di janjikan secara akurat dan terpercaya.

3) Responseveness adalah kemauan untuk membantu dan memberikan

pelayanan yang cepat dan tepat kepada masyarakat dengan penyampaian

informasi yang jelas.

4) Assurance adalah pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan

pegawai untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat kepada kantor

tersebut.

5) Emphaty adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat

individualatau pribadi yang di berikan keapada masyarakat dengan

berupaya memahami keinginan masyarakat.

Usulan dan kebijakan pemekaran daerah sangat banyak terjadi dan bahkan

upaya-upaya untuk melakukan pemekaran daerah terus saja terjadi. Kebijakan

pemekaran daerah yang berjumlah lebih dari dua ratusankasus tidak didorong oleh

latar belakang yang seragam, dan tidak pulamembawa dampak yang sama.

Pemekaran di masing-masing daerah mempunyai kekhasannya sendiri yang tidak

mudah untuk digeneralisasikan. Namun demikian, untuk kepentingan perumusan

kebijakan di tingkat nasional,perlu dilakukan identifikasi dampak pemekaran

secara umum.Dampak initidak hanya terkait dengan penyelenggaraan

7
pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan di tingkat nasional, tetapi juga

dampak sosial, politik dan ekonominya di tingkat daerah.

Pembentukan atau pemekaran daerah otonom memang dapat menambah

ruang politik local bagi tumbuhnya partisipasi politik dan demokratisasi di tingkat

lokal. Namun kebijakan ini juga harusmempertimbangkan ketersediaan anggaran

nasional maupun propinsi untuk membiayai daerah baru tersebut. Pembiayaan di

sini maksudnya adalah lokasi dan dana perimbangan dan DAU yang harus di

perhitungkan untuk daerah yang bersangkutan.

Tujuan yang relevan denganPemekaran Daerah adalah

1. Meningkatkan Pelayanan dan Kesejahteran Kepada Masyarakat

2. Memperkokoh Basis ekonomi Rakyat

3. Mengatur Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat

4. Membuka Peluang dan Lapangan Pekerjaan

5. Memberikan Peluang Daerah Mendapatkan insventor Secara Langsung.

2.3 Pemekaran Desa

Dengan adanya otonomi daerah maka memungkinkan daerah untuk

memajukan atau menyejahterakan daerahnya, salah satunya melalui pemekaran

daerah. Undang-undang 32 Tahun 2004 menyebutkan tentang makna

pembentukkan daerah yaitu pembentukan daerah dapat berupa penggabungan

beberapa daerah atau beberapa daerah yang bersandingan atau pemekaran dari

satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan daerah otonom mempunyai

dua penafsiran. Penafsiran yang pertama tentang istilah daerah otonomi berasal

8
dari pemahaman yang meluas atas pengertian daerah yang dipahami sebagai area,

teritorial atau kekuasaan atas luas tanah tertentu. Daerah dalam penafsiran ini

dipahami sebagai teritorial fisik berupa lahan, daratan, tanah dalam batas-batas

fisik tertentu yang berada dalam wilayah kekuasaan tertentu. Penafsiran

berikutnya tentang daerah otonom yaitu dimaknai kumpulan orang yang secara

satu kesatuan memiliki untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2006 menjelaskan tentang

persyaratan dan kriteria pembentukan maupun pemekaran sebuah daerah. Syarat

administrasi, teknis dan fisik kewilayahan merupakan rangkaian persyaratan yang

harus diperhatikan jika suatu daerah akan di mekarkan. Syarat teknis mencangkup

sebelas indikator, yaitu: kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,

sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan, keamanan, pertimbangan

kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali

pelaksanaan pemerintah daerah. Suatu daerah akan memperoleh rekomendasi

untuk dimekarkan jika total nilai dari sebelas indikator tersebut masuk dalam

kategori mampu atau sangat mampu. Sementara syarat fisik kewilayahan meliputi

cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasana pemerintah.

Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 didukung dengan adanya teori

yang di kemukakan oleh Ratnawati mengenai pemekaran daerah. Syarat-syarat

pembentukan daerah dan kriteria pemekaran adalah menyangkut kemamampuan

ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas

daerah, dan perimbangan-pertimbangan lain yang memungkinkan

9
terselenggaranya otonomi seperti keamanan dan ketertiban, ketersedian sarana

pemerintahan, rentang kendali (Ratnawati, 2009 : 24).

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang

Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa, Perubahan Status Desa menjadi

Kelurahan bahwa syarat-syarat pembentukan desa yaitu:

a. Jumlah penduduk, untuk wilayah Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau

200 KK

b. Luas Wilayah, dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan

pembinaan masyarakat

c. Wilayah kerja, memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar

dusun

d. Sosial budaya, yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama

dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat

e. Potensi desa, yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia

f. Batas desa, yang dinyatakan dalam bentuk pea desa yang diteapkan

dengan peraturan daerah

g. Sarana dan prasarana, yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintah

desa dan perhubungan

Sedangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun

2005, pembentukan Desa harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk

b. Luas wilayah

c. Bagian wilayah kerja

10
d. Perangkat

e. Sarana dan Prasarana

2.4 Proses Pemekaran Desa

Pemekaran desa belakangan ini hampir tidak terkendali, bahkan sudah

mendekati 70 ribu desa di seluruh Indonesia. Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

Gamawan Fauzi menyatakan :

"Pemekaran kecamatan sekarang terlalu besar dan pemekaran desa juga

terlalu besar, mungkin karena ingin mendapatkan uang bantuan desa lebih

banyak.

Oleh karena itu, kata Mendagri, perlu mengatur masalah pemekaran

tersebut, dan tidak hanya berdasarkan persetujuan bupati dan DPRD setempat.

Menurut dia, ke depan untuk pemekaran desa atau nagari harus ada izin gubernur

dengan ketentuan dan persyaratan yang diperketat, termasuk pemekaran daerah di

Indonesia. "Kemendagri sedang membuat grand design persyaratan pemekaran

dan yang tidak seringan dulu lagi. Dulu ada daerah dengan penduduk hanya 6.000

ingin jadi kabupaten juga dan ini terjadi pada beberapa provinsi," katanya. Justru

itu, kata dia, sekarang persyaratan lebih ketat dan ada tiga persyarakat umum,

pertama, syarat administrasi, kedua, geografis yang didalamnya dilihat problema-

problema di wilayah tersebut.

Tata cara pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan

status desa menjadi kelurahan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 28 Tahun 2006. Menurut Permendagri ini, yang dimaksud dengan

11
pembentukan desa adalah penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang

bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau

pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Dengan kata lain, Permendagri ini

mengatur secara bersamaan paket pembentukan, penggabungan atau penghapusan

desa.

Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa. Adapun dalam

pembentukan desa harus memenuhi 7 syarat, yaitu:

1. jumlah pendudukan untuk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau

300 KK, wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200

KK, dan wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750

jiwa atau 75 KK.

2. luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan

masyarakat.

3. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun.

4. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan

kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat.

5. potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia.

6. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan

peraturan daerah.

7. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa

dan perhubungan.

12
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul

desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan

desa dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan desa

paling sedikit 5 (lima) tahun.

Dengan melihat syarat-syarat yang sudah ditetapkan dan diatur dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tersebut, maka

Pemerintah daerah Muna dalam hal ini Bupati selaku Kepala Daerah harus benar-

benar serius dalam menanggapi setiap usulan proposal permohonan pemekaran

Desa yang masuk. Dengan memperhatikan hasil observasi yang dilakukan oleh

Tim Verifikasi yang dibentuk Bupati, dari hasil itulah akan terlihat layak atau

tidaknya untuk dilakukan pemekaran desa tertentu sesuai dengan persyaratan

yang ada.

Adapun tatacara Pembentukan Desa adalah sebagai berikut :

1. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa.

2. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala

Desa.

3. Mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat

tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita

Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa.

4. Kepala desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota

melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah

administrasi desa yang akan dibentuk.

13
5. Melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi

bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota. Dibentuklah Tim

Kabupaten/Kota dan Tim Kecamatan atas perintah Bupati/Walikota untuk

melakukan observasi ke desa yang akan dimekarkan.

6. Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pembentukan Desa (jika layak untuk dibentuk).

7. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa untuk

menentukan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk.

Bupati/Walikota melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat

desa.

8. Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur

masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD.

9. DPRD dan Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas Rancangan

Peraturan Daerah tentang pembentukan desa. Bila diperlukan dapat mengikut-

sertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa.

10. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui

bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD

kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

11. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa oleh

pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal

persetujuan bersama.

14
12. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa oleh

Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan

tersebut disetujui bersama.

13. Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah di dalam Lembaran

Daerah jika Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa

dianggap sah.

Pembiayaan pembentukan, pengggabungan dan penghapusan Desa serta

perubahan status Desa menjadi Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Pembinaan dan pengawasan terhadap

Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan status Desa

menjadi Kelurahan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan melalui pemberian pedoman

umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervise.

2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemekaran Desa

Pemekaran desa adalah pembentukan desa baru dengan cara

mengembangkannya dari desa yang telah ada. Pemekaran Desa ini bertujuan

untuk meningkatkan pelayanan publik dan percepatan pembangunan guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa.

Dalam hal pemakaran pemerintah sangat mendukung. Setelah menerima

aspirasi masyarakat, pemerintah sebagai unsur pelayanan publik memberikan

fasilitas-fasilitas, guna lancarnya proses pemekaran.

15
Dalam pelaksanaan pembentukan Desa terdapat faktor pendukung dan

penghambat berikut ini (Wijoyo, 2013):

2.5.1 Faktor Pendukung

a. Terpenuhinya unsur-unsur syarat pemekaran wilayah berupa luas wilayah,

jumlah penduduk, potensi desa, keragaman sosial budaya, sarana dan

prasarana untuk membentuk wilayah administratif baru

b. Derasnya aspirasi dari masyarakat untuk mewujudkan pemekaran wilayah

berupa pembentukan Desa yang diyakini akan semakin mempermudah

pembangunan di wilayah tersebut.

c. Aparat pemerintah dan pandangan yang searah terkait upaya peningkatan

kualitas daerah khususnya di tingkat desa

d. Terciptanya suasana kondusif selama proses pemekaran wilayah yang

ditandai dengan tidak adanya masalah yang mengandung unsur

perpecahan seperti demonstrasi dan penolakan terhadap upaya

pembentukan Desa.

2.5.2 Faktor Penghambat

a. Adanya unsur politis yang sempat mengganggu proses pemekaran wilayah

mengingat pemekaran wilayah identik dengan pembagian wilayah beserta

kekuasaan yang terkandungdi dalamnya.

b. Adanya tarik ulur kepentingan antara pihak yang ingin memisahkan diri

dari wilayah induk untuk membentuk wilayah baru.

16
c. Pembahasan di DPRD yang terlalu lama membuat masyarakat sempat

pesimistis akan upaya pemekaran wilayah yang berdampak pada

ketidakpercayaan publik pada aparat pemerintah.

d. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang berkualitas sehingga pemahaman

akan pentingnya tujuan dari pemekaran wilayah sering terabaikan, hal ini

terindikasi dari masyarakat yanglebih mementingkan kepentingan

pribadi/golongan daripada kepentingan bersama.

2.6 Kerangka Pikir

Pemekaran sejatinya menjadi batu loncatan bagi kesejahteraan masyarakat

di sebuah wilayah khususnya pemekaran desa mengingat hakikat dari berdirinya

pemerintahan adalah tidak lain untuk mensejahterakan masyarakat, dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar Negara menjamin untuk memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga sudah

menjadi kepastian bagi segenap penyelenggara pemerintahan untuk menjadikan

masyarakatnya menjadi lebih sejahtera.

Masyarakat dibutuhkan dalam menjalankan pembangunan sehingga peran

serta desa sebagai lembaga pemerintahan yang berada paling dekat dengan

masyarakat mempunyai peran krusial dalam pembangunan nasional menuju

kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan peran sentral tersebut maka desa

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 tentang

Desa diberikan kewenangan dalam mengelola keuangan dan secaramandiri

17
menjalankan roda pemerintahannya sendiri melalui prinsip-prinsip pemerintahan

partisipatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemekaran Desa Waturempe

Kecamatan Tiworo Kepulauan Kabupaten Muna Barat terdiri dari faktor

pendukung dan faktor penghambat.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Proses Pemekaran Desa

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Pemekaran Desa Waturempe

Faktor Pendukung Faktor Penghambat

a. Terpenuhinya unsur-unsur syarat a. Adanya unsur politis yang


pemekaran wilayah sempat mengganggu proses
b. Derasnya aspirasi dari masyarakat pemekaran
c. Aparat pemerintah dan b. Adanya tarik ulur kepentingan
pandangan yang searah antara pihak
d. Terciptanya suasana kondusif c. Pembahasan di DPRD yang
selama proses pemekaran. terlalu lama
(Wijoyo, 2013) d. Kurangnya Sumber Daya
Manusia yang berkualitas
(Wijoyo, 2013)

Pemekaran Desa Waturempe


18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Waturempe Kecamatan

Tikep Kabupaten Muna Barat dengan pertimbangan bahwa Desa

Waturempe Pemekaran dari Keluran Tiworo. Waktu untuk penelitian

ini akan di mulai pada bulan oktober 2017 samapai selesai di Desa

Waturempe Kecamatan Tikep Kabupaten Muna Barat.

3.2 Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan jenis penelitian

deskriptif dengan metode analisis kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah

suatu pendekatan yang mengungkap situasi social tertentu dengan

mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata

berdasarkan tehnik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang

diperoleh dari situasi yang alamiah. Penelitian kualitatif memiliki

karateristik dengan mendeskripsikan suatu keadaan yang sebenarnya,

tetapi laporannya bukan sekedar bentuk laporan suatu kejadian tanpa

suatu interpretasi ilmiah.

19
3.3 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian adalah

1. Data kualitatif adalah data yang akan disajikan dalam bentuk narasi untuk

mendeskripsikan mengenai dampak social ekonomi yang dihadapi

masyarakat pasca pemekaran wilayah.

2. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk

table dengan menggunakan angka-angka atau presentase.

3.4 Sumber Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian meliputi:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung pada saat

melalukan penelitian dilapangan dari sejumlah informan melalui tahapan

observasi dan wawancara.

2. Data sekunder yaitu data tambahan yang diperoleh dari kajian pustaka

dengan membaca karya ilmiah dan buku-buku yang relevan dengan

permasalahan penelitian, dapat juga diperoleh dari dokumen-dokumen

yang didapatkan pada saat melaksanakan penelitian.

3.5 TeknikPengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan

menggunakan teknik penelitian sebagai berikut:

20
a. Studi Kepustakaan (Library Studi) yakni pengumpulan data dan informasi

melalui buku-buku, literatur-literatur bacaan lainnya yang relevan dengan

masalah yang akan diteliti

b. Studi lapangan (Field Research) yakni penelitian yang langsung dilakukan

kelapangan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dengan

menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Pengamatan/Observation, yakni dilakukan dengan cara mengamati

langsung objek penelitian tentang problematika tentang social ekonomi

dalam dampak pemekaran bagi kehidupan masyarakat.

b. Wawancara/Interview yaitu peneliti melakukan Tanya jawab kepada

informan dengan memberikan pertanyaan sesuai data yang dibutuhkan

berdasarkan pedoman wawancara.

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengolah dan

menganalisa data yaitu analisis deskriptif. Data yang diperoleh

kemudian disederhanakan dalam bentuk tabel dan penghitungan

sederhana agar lebih mudah dipahami, dan kemudian akan dilihat faktor

mana yang lebih dominan.

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian adalah suatu Konsep yang

digambarkan dalam definisi konsep tentu saja tidak akan dapat

21
diobservasi atau diukur gejalanya dilapangan. Untuk dapat

diobservasi atau diukur, maka suatu konsep harus didefinisikan

secara operasional. Definisi operasional ini dimaksudkan untuk

memberikan rujukan-rujukan empiris apa saja yang dapat ditemukan

dilapangan untuk menggambarkan secara tepat konsep yang dimaksud

sehingga konsep tersebut dapat diamati dan diukur. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa definisi operasional merupakan

jembatan yang menghubungkan conceptual-theoretical level dengan

empirical observational level.

1. Pemekaran desa adalah pembentukan desa baru dengan cara

mengembangkannya dari desa yang telah ada

2. Proses pemekaran wilayah desa Waturempe, Kecamatan Tiworo

Kepulauam, Kabupaten Muna Barat ditinjau dari aspek otonomi daerah.

Adapun indikator yang digunakan peneliti adalah :

a. Penjaringan Aspirasi Masyarakat

Penjaringan aspirasi masyarakat yang dimaksud peneliti adalah

bagaimana proses pelaksanaan penjaringan aspirasi

masyarakat dalam proses pemekaran desa.

b. Pembentukan Panitia Pemekaran Desa

Pembentukan panitia pemekaran desa yang dimaksud peneliti

adalah bagaimana proses pembentukan panitia pemekaran

desa.

c. Proses Penyusunan Ranperda

22
Proses penyusunan ranperda yang dimaksud peneliti adalah

peneliti ingin mengetahui proses penyusunan ranperda

pemekaran desa.

23

Anda mungkin juga menyukai