Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Golongan T
Kelompok I
FAKULTAS FARMASI
2017
BAB 1. TUJUAN PRAKTIKUM
Sel otot polos adalah sel otot yang memiliki bentuk memanjang dengan kedua
ujungnya yang runcing dan nukleus terletak di tengah sel otot. Serat miofibril pada otot polos
bersifat homogen dan lebih kecil dari serabut otot lurik. oto polos terdiri dari serabut-serabut
kecil yang umumnya berdiameter 1-5 mikrometer dan panjangnya hanya 20-500 mikrometer
dan oto polos tidak memperlihatkan gambaran garis lintang. Otot polos mempunyai aktin,
myosin, dan tropomyosin, tetapi tidak mempunyai troponin. Juga terdapat reticulum
sarkoplasmik yang tidak berkembang dengan baik. Otot polos terdapat pada dinding
pembuluh darah, dinding saluran pencernaan, paru-paru, dan ovarium. Otot ini bersifat
lambat bereaksi dalam menerima rangsang, tetapi tahan terhadap kelelahan, dan bekerja di
bawah pengaruh saraf tak sadar. Cara kerja otot polos tidak menurut perintah otak, tetapi
terjadi diluar kesadaran otak. Itulah penyebab otot polos disebut juga otot tak sadar (otonom).
(Anonim. 2012)
1. Bentuk otot polos seperti gelondong, dan kedua ujungnya meruncing dan bagian
tengahnya menggelembung
2. Tiap sel otot polos memiliki satu inti sel yang terletak di tengah.
3. Otot polos merupakan otot tak sadar (otonom). Otot polos berkontraksi dengan
refleks karna otot polos merupakan otot tak sadar.
4. Waktu kontraksi otot polos dari 3 sampai 180 detik
5. Otot polos tidak memiliki garis yang melintang seperti yang ada pada otot lurik
6. Otot polos memiliki reaksi yang lambat dan tidak mudah lelah atau terus menerus
bekerja walaupun kita tidur.
Penelitian kimiawi menunjukkan bahwa filamen aktin dan myosin yang berasal dari
otot polos akan saling berinteraksi satu sama lain dengan cara yang sama dengan interaksi
kedua filament tersebut lakukan di otot rangka. Selanjutnya proses kontraksi diaktifkan oleh
ion kalsium dan adenosine trifosfat (ATP) yang dipecah menjadi adenosine difosfat (ADP)
untuk memberikan energi bagi kontraksi. (Setiadi. 2007)
Penggunaan sedikit energy oleh otot polos ini secara luas bersifat penting bagi keseluruhan
ekonomi energi tubuh, karena organ-organ seperti usus, kandung kemih, kandung empedu,
dan organ visera lainnya sering harus mempertahankan tonik kontraksi otot hamper dalam
waktu yang tak terbatas.
2.3.3 Kelambatan Onset Kontraksi dan Relaksasi Seluruh Jaringan Otot Polos
Jaringan otot polos yang tipikal akan mulai berkontraksi 50 sampai 100 milidetik setelah otot
polos dirangsang, lalu mencapai kontraksi penuh sekitar 0,5 detik kemudian, dan selanjutnya
kekuatan kontraksi otot ini berkurang dalam waktu 1 hingga 2 detik berikutnya, sehingga
menghasilkan waktu kontraksi total 1 hingga 3 detik. Karena ada begitu banyak jenis otot
polos, kontraksi pada beberapa tipe dapat berlangsung sesingkat 0,2 detik atau selama 30
detik.
Kontraksi otot polos bergantung pada kalsium ekstrasel dan otot polos bekerja secara
involuntir (diluar kesadaran). Potensial aksi dapat ditimbulkan oleh:
1. Peregangan
Mengakibatkan penurunan potensial membrane, peningkatan frekuensi potensial aksi, dan
peningkatan tonus.
2. Efek Hormon
Menyebabkan kontraksi atau relaksasi otot melalui mekanisme reseptor.
3. Rangsangan neurotransmitter dari sistem saraf.
Akan tetapi, timbulnya potensial aksi terjadi pada otot polos itu sendiri tanpa adanya
ekstrinsik stimulasi. Hal ini dikarenakan adanya basic slow wave rhytm yang timbul karena
ketidakmantapan potensial membrane. Slow wave ini disebut juga sebagai gelombang pace
maker. Walaupun suat potensial aksi, tetapi slow wave dapat mengakibatkan timbulnya
potensial aksi yang menyebar ke seluruh bagian otot polos apabila slow wave meningkat
mencapai nilai ambang hingga kemudian terjadi kontraksi. (Campbell, N A. 2004)
2.4 Mekanisme Kerja Obat pada Kontraksi Otot Polos
2.4.1 Acetylcholine
Farmakodinamik Acetylcholine
Ach disimpan di dalam vesikel. saat terdapat rangsang berupa potensial aksi, akan terdapat kenaikan
kadar Ca2+ yg akan mengaktifkan protein kinase yg memfosforilasi sinapsin. akibatnya, maka vesikel
yg dekat dengan membran akan berdifusi dengan membran presinaptik dan melepaskan Ach. Ach
akan berdifusi ke reseptornya.
Reseptor Ach pada syaraf parasimpatik adalah reseptor asetilkolin muskarinik.
kemudian asetilkolin juga dapat diinaktivasi oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan kolin.
kolin akan masuk kembali ke dalam sel syaraf untuk menjadi bahan baku pembuatan Ach berikutnya.
2.4.2 Carbachol
Farmakologi Carbachol
Carbachol hanya berbeda dengan substitusi gugus carbamoyl pada metil terminal.
Memiliki bentuk yg hampir mirip dengan struktur asetil kolin. Namun obat golongan ini lebih
tahan terhadap enzim pendegradasi Asetilkolin esterase. karenanya efek obatnya dapat
bertahan lama.
2.4.2 Pilokarpin
Farmakologi Pilokarpin
Pilokarpin digunakan sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan miosis dengan
larutan 0,5% - 3%. Obat ini digunakan juga sebagai diaforetik dan untuk menimbulkan
salivasi, diberikan per oral dengan dosis 7,5 mg. Aerkolin hanya digunakan dalam bidang
kedokteran hewan untuk penyakit cacing gelang. Muskarin hanya berguna untuk penelitian
dalam laboratorium, dan tidak digunakan dalam terapi. Aseklidin adalah suatu senyawa
sintetik yang strukturnya mirip aerkolin. Dalam kadar 0,5% - 4% sama efektifnya dengan
pilokarpin dalam menurunkan tekanan intrakular. Obat ini digunakan pada penderita
glaukoma yang tidak tahan pilokarpin (Goodman and Gillman's, 2012).
Dalam golongan ini termasuk 3 alkohol yaitu muskarin yang berasal dari jamur
Amanita muscaria, pilokarpin yang berasal dari tanaman Pilocarpus jaborandi dan
Pilocarpus microphyllus dan aerkolin yang berasal dari Areca catechu (pinang). Pada
umumnya ketiga obat ini bekerja pada efektor muskarinik, kecuali pilokarpin yang juga
memperlihatkan efek nikotinik. Efek nikotinik ini juga terlihat setelah diadakan denervasi.
Pilokarpin terutama menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, dapat mencapi tiga
liter. Efek terhadap kelenjar keringat ini terjadi karena perangsangan efek langsung dan
sebagai karena perangsangan ganglion. Suatu kekhususan dari kelenjar keringat ialah bahwa
secara anatomi kelenjar ini termasuk sistem simpatik, tetapi neurotransmitornya asetilkolin.
Ini yang menjelaskan terjadinya hiperhidrosis oleh zat kolenergik
Pada umumnya, pemberian Epi menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergic.
Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitor pada saraf adrenergik adalah NE. Efek yang
paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain
(Goodman and Gillman's, 2012).
Efek Epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor
adrenergic pada otot polos yang bersangkutan. Saluran cerna melalui reseptor dan 2,
Epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya: tonus dan motilitas
usus dan lambung berkurang. Reseptor 1 dan 2 terdapat pada membran sel otot polos
sedangkan reseptor 2 menyebabkan hambatan pelepasan Ach. Pada sfingter pylorus dan
ileosekal, Epinefrin menimbulkan kontraksi melalui aktivasi reseptor 1
2.4.4 Atropine
Farmakodinamika Atropine
4. Pilih jenis obat yang akan digunakan. Pilihan obat untuk agonis : asetilkolin,
pilokarpin, adrenalin/epinefrin. Pilihan obat untuk antagonis : atropin.
10. Bila belum ada perubahan dibandingkan sebelum diberikan obat, tingkatkan
konsentrasi larutan dengan meningkatkan konsentrasi larutan menjadi M.
Sebelum obat dengan konsentrasi yang baru dimasukkan, terlebih dulu dilakukan
proses flushing dengan memilih Flush Reservoir to Bath
13. Ulangi prosedur diatas hingga terjadi perubahan pada grafik kontraksi otot. Pada saat
perubahan grafik dimulai terjadi, catat konsentrasi larutan, dan FBC.
14. Setelah konsentrasi di mana grafik kontraksi otot mulai berubah telah dicatat,
eksperimen diulang dengan melakukan variasi volume (0,1 s.d 0,5 ml) pada
konsentrasi yang telah dicatat semula.
15. Catat volume minimal dan FBC dimana perubahan grafik kontraksi otot mulai
terlihat.
Gambar 5.1. Grafik saat usus kelinci diberikan carbachol volume 0,5 ml dengan konsentrasi
10-3 M.
Pada saat usus kelinci diberikan Carbachol volume 0,50 ml dengan konsentrasi 10-3
M tidak terjadi perubahan gaya kontraksi dan mempunyai grafik yang tetap sampai
pergantian konsentrasi 10-2 M, 10-1 M.
Gambar 5.2. Grafik saat usus kelinci diberikan Pilocarphine volume 0,5 ml dengan
konsentrasi 10-3 M.
Pada saat Pilocarphine diberikan pada otot usus kelinci dengan volume 0,50 ml
dengan konsentrasi 10-3 M maka terjadi peningkatan pada gaya kontraksi dibandingnkan
dengan gaya kontraksi normal. Pilocarphine memiliki sifat parasimpatik sehingga
menyebabkan otot berkontraksi sehingga menyebabkan grafik tersebut naik.
Gambar 5.3. Grafik saat otot usus kelinci diberikan Acethylcoline volume 0,5 ml
dengan konsentrasi 10-7 M.
Pada gambar 5.3 menunjukkan bahwa otot mengalami peningkatan kontraksi, pada
percobaan ini larutan thyrode ditambah obat acethylcoline sebanyak 0,5ml dengan
konsentrasi 10-7 M terjadi peningkatan grafik, sebelumnya pada konsentrasi yang lebih tinggi
dengan volume yang sama grafik tidak mengalami peningkatan (grafik stabil seperti sebelum
ditambah acethylcoline).
Gambar 5.4. Grafik saat usus kelinci diberikan Acethylcoline volume 0,5 ml dengan
konsentrasi 10-2 M
Pada konsentrasi 10-2 M mengalami kontraksi maksimum, yaitu kontraksi yang
terjadi tidak mengalami peningkatan lagi. Jadi jika konsentarsi di turunkan menjadi 10-1 M
grafik tidak akan mengalami kenaikan lagi.
Gambar 5.4. Grafik saat usus kelinci diberikan Phenylephrine volume 0,5 ml dengan
konsentrasi 10-3 M
Gambar 5.4. Terjadi penurunan grafik setelah cairan thyrode ditambah obat
phenylephrine sebanyak 0,5 ml dengan konsentrasi 10-3 M, jadi semakin tinggi konsentrasi
obat yang ditambahkan maka grafik yang terjadi akan semakin turun.
Gambar 5.5. Grafik saat otot usus kelinci diberikan adrenaline volume 0,50 ml
Pada Gambar 5.5. dilakukan percobaan dengan menambahkan obat adrenaline pada
volume 0,5ml dengan konsentrasi 10-5 M kontraksi yang terjadi yaitu menunjukkan
penurunan grafik yang maksimum.
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1. Pembahasan Hasil Praktikum
6.1.1.Penambahan Pilocarpine
Pada percobaan otot lambung kelinci penambahan pilocarpine dapat menaikkan
kontraksi otot lambung, kenaikan kontraksi tersebut disebabkan karena pilocarpine.
6.1.2.Penambahan Acetylcholine
Berdasarkan hasil praktikum, penambahan asetilkolin menyebabkan terjadinya
kenaikan frekuensi. Asetilkolin merupakan parasympatic agent yang menurunkan
potensial membran dengan threshold agar tetap. Dalam grafik didapatkan
gambaran grafik yang mengalami kenaikan.
6.1.3. Penambahan Adrenaline
Pada saat penambahan carbachol tidak terjadi perubahan gaya kontraksi dan
mempunyai grafik yang tetap sampai pergantian konsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 5.4. Grafik saat usus kelinci diberikan Acethylcoline volume 0,5 ml dengan
konsentrasi 10-3 M