Anda di halaman 1dari 19

MENOMETRORAGIA

Definisi
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan
siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu
spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma
endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen
eksogen. Menoragia adalah perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari
dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan
kasus ini sama dengan hipermenorea. Menometroragia, yaitu perdarahan yang
terjadi dengan interval yang tidak teratur disertai perdarahan yang banyak dan
lama.

Penyebab
Sebab-sebab organik perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium
disebabkan oleh kelainan pada:
a. Serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
portio uteri, karsinoma servisis uteri.
b. Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens,
abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri,
karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
c. Tuba fallopii; kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
d. Ovarium; radang overium, tumor ovarium.
Sebab fungsional perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan
disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause,
tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir
fungsi ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah
sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah
20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional
dalam masa pubertas,akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh
sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

1
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional belum diketahui
secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim
disfungsional, antara lain: kegemukan (obesitas), faktor kejiwaan, alat kontrasepsi
hormonal alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices). Beberapa penyakit
dihubungkan dengan perdarahan rahim, misalnya: trombositopenia (kekurangan
trombosit atau faktor pembekuan darah), kencing manis (diabetus mellitus), dan
lain-lain. Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ
reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-lain.

Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi
(pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan
lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten). Sekitar 90%
perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi
(anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
Pada siklus ovulasi, perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan
menstruasi maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi
karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap
terbentuk. Sedangkan pada siklus tanpa ovulasi (anovulation), perdarahan rahim
sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak
terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon
progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami
penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah
dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan
rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di sisi lain, perdarahan tidak terjadi
bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti
perdarahan di permukaan lainnya, jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.

Gambaran klinik
Perdarahan rahim dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.

2
Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita
mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.

a. Perdarahan Ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore).
Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada
masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus
haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk survei suhu badan basal
dapat membantu. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya:
1. Korpus Luteum Persisten
Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan
ovarium yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan
ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering
menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten
dapat menimbulkan pelepasan endometrium yang tidak teratur (irregular
shedding). Diagnosis ini dibuat dengan melakukan kerokan yang tepat
pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke-4 mulainya
perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi
disamping nonsekresi.
2. Insufisiensi Korpus Luteum.
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenore. Kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan
LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial
dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang
seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah
dalam uterus.

3
4. Kelainan Darah
Seperti anemia, purpura trombositopenia, dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.

b. Perdarahan Anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang
kadang bersifat siklik, dan kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar
estrogen ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu
fungsional aktif. Folikelfolikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
atresia, dan kemudian diganti oleh folikel folikel baru. Endometrium dibawah
pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula
proliferasi dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran ini
diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling
sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause. Pada masa
pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau
keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya
fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan
keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan menjadi normal dan
siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang dewasa dan terutama dalam masa
pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan disfungsional dapat dijumpai
pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit
darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya.
Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan
disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor
psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian
obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahanan
ovulatoir.

4
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam
pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.
Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan
laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) yang didahului oleh tanda
premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan
tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen) lebih cenderung bersifat
ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur
setelah mengalami amenore berbulan bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh (0,3 0,6 C), peningkatan kadar progesteron serum
( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada
biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti
ovulasi. Diagnosis DUB (Disfunctional Uterine Bleeding) setelah eksklusi
penyakit organik traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena
tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada
sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus
genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah
mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium
tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai
pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika
simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB
perimenopause adalah sekitar 1 persen. Maka dari itu, pengambilan sampel
endometrium penting dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar HCG, FSH,
LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui dilatasi dan kuretase ataupun
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon

5
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium.
Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase.
Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang
sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat.
Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif
dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam
uji coba terapeutik.

Penatalaksanaan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai
kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai
berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal.
3. Transfusi jika kadarhemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Menghentikan Perdarahan
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage)
Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi
wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim. Obat (medikamentosa)-
golongan estrogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol
valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani
kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain,
misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguanfungsi liver.
Dosis dan cara pemberian: Estrogen konjugasi (estradiol valerat): 2,5 mg
diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler
(melalui bokong). Jika perdarahannya banyak, dianjurkan untuk opname, dan
diberikan estrogen konjugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus

6
(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4
jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi (estrogen
konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti) akan mengontrol
secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung
terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit.
Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus
endometrium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB
sekunder akibat depot progestogen (Depo Provera). Kekurangan terapi ini ialah
bahwa setelah suntikan dihentikan,perdarahan timbul lagi.
Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling
efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak
atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah
memberikan kontrasepsi oral, obat ini dapat dihentikan setelah 3 6 bulan dan
dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang
normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan diperlukan
pengobatan berkelanjutan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan
endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin. Speroff
menganjurkan pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral
denganregimen menurun secara bertahap.
Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas
jam, selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini
biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam, penghentian obat
akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai
diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar
terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis
pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari,
kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali
setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena
paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan
menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana
DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan

7
yaitu mencegah kehamilan.Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan
berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak
responsif terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan
dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin
(sindrom Asherman) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita
hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obese, tidak merokok dan tidak
hipertensi.

Golongan Progesterone
Pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara
lain:Medroksi progesteron asetat (MPA) 10-20mg per hari, diminum selama 7-10
hari. Norethisteron 31 tablet, diminum selama 7-10 hari. Kaproas hidroksi-
progesteron 125 mg secara intramuscular.

OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser
dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7
hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB
ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama
espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah
selama menstruasi (mensturual blood loss/MBL) dan manfaatnya paling besar
pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. Mengatur
menstruasi agar kembali normal setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya
adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian
progesteron 21 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke
14-15 menstruasi. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Terapi
yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Satu
kantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb)
0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-
kira perlu sekitar 4 kantong darah.

8
Prognosis
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi).
Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat
memberikan angka kesembuhan hingga 90 %. Pada wanita muda, yang sebagian
besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.

9
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. SK
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tegalrejo RT 08 RW 03 Bawen Kabupaten
Semarang
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk RSUD : 24 Juni 2013
Tanggal periksa : 25 Juni 2013
No.RM : 020549

B. Anamnesis
Keluhan utama : sudah 3 hari pasien keluar flek darah kemerahan
dari vagina
Keluhan Tambahan:
Nyeri di perut bawah menjalar sampai ke punggung, pusing, pinggang sampai
kaki terasa pegal, kadang mual
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien P4A1 mengaku perdarahan keluar setiap habis berhenti haid (3 hari
berhenti haid, lalu timbul perdarahan). Keluhan ini sudah dirasakan pasien
sejak bulan november tahun 2010. Warna darah haid merah kehitaman,
kadang disertai gumpalan-gumpalan darah. Dalam satu hari ganti pembalut
tiga kali (pembalut ukuran maxi, darahnya agak penuh)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah memiliki keluhan yang sama, haid tidak berhenti sejak tanggal 9 Mei
2010 sampai Juni 2010, kemudian melakukan pengobatan dan haid berhenti,

10
setelah obat habis haid kembali muncul berkepanjangan (mulai November
2010 hingga sekarang).
Pasien memiliki riwayat kuretase pada tahun 2011 dengan keluhan yang sama
Pasien juga memiliki riwayat kista ovarii pada tahun 1999
Riwayat Penyakit Keluarga
Memiliki riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus, asma
Riwayat Sosial
Pasien tidak merokok dan minum alkohol
Riwayat Operasi
Pernah menjalani operasi kista ovarii pada tahun 1999
Riwayat Haid
Menarche kurang lebih pada usia 13 tahun. Lama haid bisa lebih dari 1 bulan,
siklus tidak teratur
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku belum mengkonsumsi obat dan tidak sedang menjalani
pengobatan tertentu. Pasien sudah menjalani USG dengan dokter Adi, Sp.OG
dan memiliki rencana kuret.
Riwayat KB
Pasien mengaku tidak menggunakan KB

C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di bangsal Bougenville kamar kelas II, 25 Juni 2013.
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,7 0C
4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala

11
Mesocephal, simetris
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

b. Pemeriksaan leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

c. Pemeriksaan thoraks
Paru : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan
kiri, kelainan bentuk dada (-) Perkusi orientasi
selurus lapang paru sonor, suara dasar vesikuler,
ronki (-) , Wheezing (-)
Jantung : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen
Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Hepar dan Lien : supel, tidak ada perbesaran

e. Pemeriksaan ekstremitas
Edema (-), varises (-), akral dingin, capillary refill < 2 detik

f. Status Lokalis
Nyeri tekan pada daerah suprapubik.

12
Terdapat cairan keluar dari vagina berwarna kemerahan, ada bercak di
celana dalam.

5. Pemeriksaan Penunjang (tanggal 24 Juni 2013)


a. Darah Rutin
Hemoglobin : 9.1 g/dl (L)
Leukosit : 7.7 ribu
Eritrosit : 3.70 juta (L)
Hematokrit : 29.2 % (L)
Trombosit : 347 ribu
MCV : 78.9 mikro m3 (L)
MCH : 24.6 pg (L)
MCHC : 31.2 g/dl (L)
RDW : 13.4 %
MPV : 7.3 mikro m3
Limfosit : 1.7 103/mikroL
Monosit : 0.5 103/mikroL
Granulosit : 5.5 103/mikroL
Limfosit % : 21.7 % (L)
Monosit % : 6.4 % (H)
Granulosit % : 71.9 %

b. USG
Tampak penebalan dinding endometrium.

c. Hasil PA dari Jaringan Kuretase


Terdapat hiperplasia akibat pengobatan sebelumnya.

D. Diagnosis
P4A1 dengan Menometroragia

13
E. Penatalaksanaan
Non Farmakologi:
Bed rest
Dilakukan tindakan Curretase Diagnostik
Farmakologi:
Injeksi Criax (1 x 2 gr intravena)
Maxpro
Maltiron
Asam Traneksamat

14
BAB III
ANALISA KASUS

Identifikasi Masalah (SOAP)


1. Subjektif (S)
Pasien berusia 49 tahun memiliki keluhan utama sudah 3 hari
pasien keluar flek darah kemerahan dari vagina. Perdarahan keluar setiap
habis berhenti haid (3 hari berhenti haid, lalu timbul perdarahan). Keluhan
ini sudah dirasakan pasien sejak bulan november tahun 2010. Warna darah
haid merah kehitaman, kadang disertai gumpalan-gumpalan darah. Dalam
satu hari ganti pembalut tiga kali (pembalut ukuran maxi, darahnya agak
penuh). Kasus ini sesuai dengan menometroragia dimana definisinya
adalah perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak teratur disertai
perdarahan yang banyak dan lama.
Menometroragia bisa disebabkan oleh kelainan organik ataupun
sebab fungsional perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organic (perdarahan disfungsional/DUB). Perdarahan
disfungsional sering terjadi pada wanita di usia pre-menopause yaitu
terjadi tanpa ovulasi (anovulatorik), karena tidak terjadi ovulasi, kadar
hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah.
Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan
(hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (pembuluh darah dan kelenjar) yang
memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena
dinding rahim yang rapuh. Di sisi lain, perdarahan tidak terjadi bersamaan.
Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti
perdarahan di permukaan lainnya, jadilah perdarahan rahim
berkepanjangan. Hal tersebut yang kemungkinan terjadi pada pasien Ny.
SK ini.
Perdarahan disfungsional bisa dikaitkan dengan penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim, tetapi pasien mengaku tidak menggunakan KB,
maka kemungkinan ini dapat disingkirkan. Walaupun jarang, perdarahan
rahim juga dapat terjadi karena adanya kista ovarium (polycystic ovary

15
disease), pasien ini memiliki riwayat kista ovarium tetapi sudah dioperasi
pada tahun 1999, sehingga kemungkinan akibatnya bukan karena itu.

2. Objektif (O)
Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva agak pucat (anemis),
didukung oleh pemeriksaan penunjang darah rutin dimana kadar
hemoglobinnya rendah, yaitu 9,1 g/dl. Hal ini dapat terjadi karena
perdarahan sudah berlangsung lama dan berkepanjangan.
Pada pemeriksaan lokalis terdapat cairan keluar dari vagina
berwarna kemerahan, ada bercak (spotting) di celana dalam, menunjukkan
bahwa perdarahan masih terjadi tetapi dalam jumlah yang sedikit.
Pada pemeriksaan USG terlihat adanya penebalan (hiperplasi) dinding
endometrium tanpa ditemukan adanya kelainan organik.

3. Assessment (A)
Diagnosis : P4A1 dengan Menometroragia
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak
teratur disertai perdarahan yang banyak dan lama.

4. Planning (P)
Tatalaksana
Non Farmakologik:
Tirah baring (Bed rest)
Dilakukan tindakan Curretase Diagnostik
Pada kasus ini telah dilakukan kuretase sebagai upaya menghentikan
perdarahan sekaligus pengambilan sampel untuk patologi anantomi. Pada
seorang dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan
perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas.

16
Farmakologik
1. Criax (1 x 2 gr intravena)
Komposisi : ceftriaxone Na
Indikasi : infeksi saluran napas, genital, abdomen, ginjal,
tulang dan jaringan lunak. GO, ISK, sepsis,
meningitis, profilaksis pra-op
Kontraindikasi : diketahui hipersensitif terhadap sefalosporin
Perhatian : hipersensitivitas terhadap penisilin, syok
anafilaktik, gagal ginjal dan hati berat
Efek Samping : gangguan GI, enterokolitis, pseudomembran
(jarang), gangguan koagulasi darah, oliguria,
mikosis, demam, peningkatan kreatinin serum

2. Maxpro
Komposisi: Cefixime
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sefalosporin
Efek samping: syok, hipersensitifitas, kelainan hematologi,
gangguan GI

3. Maltiron
Merupakan multivitamin dan mineral
Komposisi per tablet: vitamin A 6.000 IU, vitamin B1 3 mg,
vitamin B2 3 mg, vitamin B6 2 mg, vitamin B12 2 mcg, vitamin C
75 mg, vitamin D 400 IU, nicotamide 20 mg, Ca pantothenate 10
mg, biotin 0.02 mg, Fe fumarate 135 mg, Ca carbonate 250 mg,
copper sulphate 3.93 mg, manganese sulphate 4.06 mg, Mg 9.95
mg, Zn 6.6 mg, Na tetraborate 0.882 mg, K 3.35 mg, Na 0.504 mg,
K iodide 0.016 mg
Lebih baik diminum setelah makan untuk absorpsi yang lebih baik
dan menghindari rasa tidak nyaman pada GI-tract.

17
4. Asam Traneksamat
Merupakan analog asam aminokaproat, yaitu penghambat bersaing
dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin
sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor
pembekuan darah. Oleh karena itu, asam aminokaproat dapat
membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang
berlebihan.
Efek samping: pruritus, eritema, hipotensi, dispepsia, mual, diare.

5. Prognosis
Prognosis baik (ad bonam).

18
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee., 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.


Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H., 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H., 2010. Ilmu Kandungan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anonim., 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi K Unud/RS


Sanglah. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar.

B, Achmad., 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi. Bandung :


Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

Brooks, MB., 2006. Mentrorraghia. E-medicine from WebMD,


Available: http:/www.emedicine.com.fastsplash.obgyn (Accessed : 30 Juni 2013).

Manuaba Ida Bagus, 2005. Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

19

Anda mungkin juga menyukai