Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space
occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen
supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen,
vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis
dari bagian tubuh lainnya.

Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena
kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke
otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat
tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal
bagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma). Insiden tertinggi pada tumor otak
dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria.
Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan
mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas
penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang
mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan intra kranial ( PTIK ) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume
otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume
yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga
tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena
berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal
dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus
meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial
yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum

Setelah membahas makalah Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak,
mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan mereka tentang cara cara menangani pasien
dengan tumor otak sesuai Asuhan Keperawatan yang telah ditegakkan.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu :
1. Mengetahui dan Memahami Anatomi otak
2. Mengetahui dan Memahami Fisiologis otak
3. Mengetahui dan Memahami Defenisi Tumor Otak
4. Mengetahui dan Memahami Patofisiologi Tumor Otak
5. Mengetahui dan Mengenali Manifestasi Klinis dari Tumor Otak
6. Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan Tumor Otak
7. Dapat menyusun Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tumor Otak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak.

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut
meningen. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
Tulang
Merupakan pelindung paling luar setelah jaringan ikat dan kulit kepala
Piameter
Adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
Lapisan araknoid
Terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh darah,
Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta selaput yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.
Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.Lapisan ini
biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.Lapisan
periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan berperan
sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal.Dalam pada
durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk
membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma.
Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla
spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

Cairan serebrospinalis
Cairan mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan
ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma
darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein.Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari
pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan
cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla
spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara
darah dan otak serta medulla spinalis.

Otak mempunyai enam bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan
varol.

Otak besar (Cerebrum)

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus
yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.

Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-
kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh,
dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
Cerebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak.
Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf. Ventrikel I dan II (ventrikel
lateral) terletak dalam hemisfer serebral. Korpus kolosum yang terdiri dari serabut
termielinisasi menyatukan kedua hemisfer. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh
fisura dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan
sesuai tempat tulangnya
berada.
Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan
Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum
Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.

Diensefalon

Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer
serebral,kecuali pada sisi basal.
TALAMUS
Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 cm dan panjang 3 cm) substansi abu-abu
yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing massa menonjol keluar untuk
membentuk sisi dinding ventrikel ketiga.

HIPOTALAMUS
Terletak di dinding inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi
dinding ventrikel ketiga.
Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi
vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu
tubuh, keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual.
Hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri,
kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan
atau inhibisi hormon kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
EPITALAMUS Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa berukuran kecil,
badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung posterior
epitalamus.

Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah
terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin.
Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

Otak kecil (Cerebelum)

Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari
bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar. Serebelum
bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan
baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP
berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi. Serebelum juga
berfungsi untuk mempertahankan postur.
Sumsum sambung (medulla oblongata)

Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus
memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral. Pusat medulla adalah
nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung, tekanan darah,
pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI
dan XII terletak di dalam medulla.. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks
yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

Saraf Kranial
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf
cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut
sensorik dan serabut motorik.

1. Saraf Olfaktorius( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal.
Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui traktus
olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera
penciuman berada.
2. Saraf Optik( CN II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa ke badan sel
akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada
bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen optic. Seluruh serabut
memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus
dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk persepsi indera
penglihatan.
3. Saraf Okulomotorius( CN III )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata
(kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata
dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera
otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
4. Saraf Taklear( CN IV )
Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan
merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial.Neuron motorik berasal dari langit-langit
otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik
dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak.

5. Saraf Trigeminal ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari
saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan rongga
nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia
trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi :
Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air
mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas,
gusi dan bibir) dan palatum.
Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang
danarea temporal kulit kepala.

6. Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral
mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
7. Saraf Fasial( CN VII)
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini
menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva.
Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian
anterior lidah.
8. Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. Cabang koklear atau
auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran dalam
organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke
bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada
lobus temporal. Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan
ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik
pada telinga dalam.
9. Saraf Glosofaringeal ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi
otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik
membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah
dan sensasi umum dari faring dan laring ; neuron ini juga membawa informasi
mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.
10. Saraf Vagus ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan
menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik membawa
informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke
medulla dan pons.
11. Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron
motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal dari medulla dan menginervasi
otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis serviks
dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik
membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ;
misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.
12. Saraf Hipoglosal ( CN XII )
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik membawa
informasi dari spindel otot di lidah.

2.2 Tumor Otak


2.2.1 Definisi
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun
metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara,
prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tumor berarti benjolan, yaitu suatu proses yang mengambil tempat. (Soemarmo
Markam. 2009: 266)
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun
tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat
dalam intrakranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh
sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meaningen otak,
termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh
darah dan selaput otak. (Fransisca B Batticaca. 2008: 84)

Tumor intrakranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di
otak meaningen dan tengkorak. (Arif Muttaqin. 2008: 264)

2.2.2 Etiologi

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

1. Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang


mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma yang secara berturut-
turutberpangkal pada saku Rathke, mesenkima dan ektoderma embrional dan
korda dorsalis.

3. Radiasi
efek radiasi terhadap dura memang dapat menimbulkan pertumbuhan sel dura, sel
didalam otak atau sel yang sudah mencapai keewasaan, pada umumnya agak
kurang peka terhadap efek radiasi dibanding dengan sel neoplasma. Maka dari itu
radiasi digunakan untuk pemberantasan pertumbuhan neoplasmatik. Tetapi dosis
subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkim, sehingga masih
banyak peneliti yang menekankan radiasi sebagai faktor etiologik neoplasma
saraf.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

5. Substansi-substansi karsinogenik.
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

6. Hormonal.
Ketidak seimbangan hormon pada Kelenjar pituitari yang memiliki berbagai jenis
sel hipofisis, masing-masing memproduksi khusus hormon dilepaskan ke dalam
aliran darah yang mempengaruhi organ-organ lain di dalam tubuh.
Tumor hipofisis berasal dari salah satu sel khusus. Jika sel-sel tumor
menghasilkan kelebihan satu atau lebih hormon, itu disebut "fungsional"
adenoma.
2.2.3 Epidemiologi

Berdasarkan data statistik Central Brain Tumor Registry of United State (2005-2006)
angka insiden tahunan tumor intra kranial di Amerika Serikat adalah 14,8 per 100.000
populasi pertahun di mana wanita lebih banyak (14,1) dibandingakn pria ( 14,5).
Estimasi insiden Tumor Intrakranial primer adalah 8,2 per 100.000 populasi pertahun.
Data data insiden dari berbagai negara negara lainnya pertahun adalah berkisar antara 7-
13 populasi per 100.000 pertahun (Jepang 9/100.000 populasi/tahun, Swedia 4/100.000
polpulasi/tahun ). Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan kelompok
umur penderita. Angka insiden ini cenderung meningkat sejak kelompok usia dekade
pertama yaitu dari 2/100.000 populasi pertahun pada kelompok umur 40 tahun, dan
kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi pertahun dan kelompok usia 70
tahun 18,1/100.000 di mana perbandingan wanita (20,3) dan pria (15,2)

2.2.4 Klasifikasi
Proses neoplasmatik atau proses malignitas di sususnan saraf mencakup neoplasma
safar primer dan non-saraf atau metastatik. Kira-kira 10%dari semua proses
neoplasmatik diseluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8%
berlokasi di ruang intrakranial, dan 2% di ruang kanalis spinalis.
Urutan frekuensi neoplasma di ruang intrakranial adalah sebagai berikut: Glioma
(41%), meningioma (17%), adenoma hipofisis (13%), neurilemoma (12%), neoplasma
metastatik dan neoplasma pembuluh darah serebral. Sedangkan urutan yang berlaku di
dalam ruang kanalis spinalis adalah: neurilemoma, meningioma, glioma, sarkoma,
hemangioma, dan kordoma.
Keganasan Tumor Otak yang memberikan implikasi pada prognosa didasari oleh
morfologi sitologi tumor dan konsekwensi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku
biologis. Sifat sifat keganasan tumor otak secara klasik didasari oleh hasil evaluasi
morfologi makroskopis dan histologi neoplasma, dikelompokkkan atas kategori kategori:

1. Beningna (jinak)
Dimana morfologi tumor tersebut makroskopis menunjukkan batas yang jelas
tidak infiltrat dan hanya mendesak organ organ sekitarnya. Disamping itu
biasanya dijumpai adannya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis
maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologinya
menunjukkan struktur sel yang reguler, pertumbuhan lambat tanpa mitosis
dentitas sel yang rendah dan differensiasi struktur yang jelas parenkhin, stroma
yang tersusun teratur tanpa adanya formasi baru.
2. Maligna (ganas)
Ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrat atau ekspansi destruktif tanpa
batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan
rekurensi pasca pengangkatan total.
Pada paengalaman klinis kasus kasus tumor otak ternyata tidak hanya dipernakan
oleh kategori histologis dai atas semata atau dengan kata lain bahwa histologi tumor otak
kategori jinak pun berakibat fatal. Yang menjadi kriteria keganasan klinis tumor otak
adalah tampilan tingkah laku dan diinduksi serta dipernakan oleh :
Volume aktif tumor (termasuk edema sekelilingnya)
Efek masa yang ada (termasuk herniasi)
Keterlibatan dengan aliran liquor (hidrsefalus)
Keterlibatan arteri (infark)
Keterlibatan pusat pusat vital (hipotalamus dan batang otak).
(Satyanegara, )
Penggolongan Tumor

1. Klasifikasi berdasarkan keganasan oleh Cushing dan Kernohan (1949)

CUSHING KERNOHAN
Astrositoma Astrositoma grade I dan II
Oligodendroglioma Oligodendroglioma grade I-IV
Ependiloma Ependiloma
Meduloblastoma Meduloblastoma
Glioblastoma multiforme Astrositoma grade III dan IV
Pinealoma (teratoma) Pinealoma
Ganglioneuroma (glioma) Neuroastrositoma grade II-III
Neuroblastoma Neuroblastoma grade II-III
Papiloma pleksus khoroid Tumor campur
Tumor unclassified
Papiloma pada khoroid

2. Berdasarkan gradasi keganasan oleh Broders (1915)


Grade I : differensiasi sel 75-100%
Grade II : differensiasi sel 50-75%
Grade III : differensiasi sel 25-50%
Grade IV : differensiasi sel 0-25%
3. Berdasarkan jenis tumor
a) Jinak.
Acoustic neuroma.
Meningioma.
Pituitary adenoma.
Astrocytoma (grade I)
b) Malignant
Astrocytoma (grade 2,3,4)
Oligodendroglioma.
Apendymoma.
4. Berdasarkan lokasi
a) Tumor intradural
Ekstramedular.
Cleurofibroma.
Meningioma
b) Intramedular.
Apendymoma.
Astrocytoma.
Oligodendroglioma.
Hemangioblastoma
c) Tumor ekstradural.
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal,
tiroid, paruparu, ginjal dan lambung.

5. Tumor menurut jenis sel diantaranya :


1. Glioma
Glioma adalah neoplasma yang berasala dari sel glia. Tergantung
pada morfologi sel yang menyusunnya, maka glio dapat dibagi dalam
astrositoma, oligodendroma dan meduloblastoma. Seringkali dijumpai
bahwa pada suatu daerah glioma terdapat morfologi campuran, misalnya
sel yang tidak dapat dibedakan dari astrosit normal yang berada ditengah-
tengah astrosit yang jelas patologik.
a. Astrositoma
Astrositoma ialah tumbuh ganda yang berasal dari astrosit.
Neoplasma ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa muda dan dapat
tumbuh di semua bagian otak. Secara anatomi patologis ada 4 derajat
keganasan : astrositoma derajat 1 terdiri atas sel-sel yang menyerupai
astrosit normal. Astrositoma derajat 2 sel-sel lebih padat, besarnya
tidak sama, pembuluh-pembuluh darah mulai berproliferase.
Astrositoma derajat 3 tampak tanda-tanda keganasan yang jelas
yaitu pleiositosis, mitosis yang sering kali tidak normal, terdapat sel-
sel raksasa, proliferase pembuluh darah disertai perdarahan-
perdarahan.
Astrositoma derajat 4 tanda-tanda keganasan lebih hebat lagi.
Astrositoma derajat 3 dan 4 juga disebut glioblastoma multiforme.
Astrositoma baik jinak maupun ganas tidak menunjukkan batas yang
jelas dengan jaringan yang sehat. Hal ini menimbulkan kesukaran bagi
dokter yang mengoperasi untuk menentukan sampai berapa banyak
jaringan yang harus diangkat. Neoplasma ini juga dijumpai di dalam
medula spinalis tetapi lebih jarang.
b. Oligodendroglioma
Jarang dijumpai dan hanya mencakup 10% dari semua jenis
glioma yang ditemukan pada semua golongan umur, terutama pada
golongan umur 40-50 tahun. Tempat predileksinya ialah
supratentorial dan 50% terletak di lobus frontalis. Pertumbuhannya
lambat dan kawasannya terutama di substansia alba dengan batas
yang jelas. Didalam daerahnya terdapat kista, perkapuran dan
hemoragi.
c. Ependimoma
Tumor ganas yang berasal di bagian dalam dinding ventrikel.
Pasa anak-anak tempat yang palling sering adalah ventrikel keempat.
Tumor ini menyerang jaringan sekitarnya dan menyumbat ventrikel.
Kematian biasanya terjadi dalam 3 tahun / kurang.
d. Meduloblastoma
Merupakan neoplasma di fosa kranii posterior teutama pada
asank-anak. Dibanding dengan frekuensi astrositoma pada anak-anak,
meduloblastoma adalah neoplasma serebeli nomor 2 pada anak-anak.
Predileksinya ialah garis tengah serebelum.
2. Meningioma
Merupakan neoplasma intrakranial, lebih sering dijumpai pada
wanita daripada pria, terutama pada golongan umur 50-60 tahun dan
memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada bebrapa dari satu
keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada
umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yagn berasal dari
glioblas disekitar vili arakhnoid. Sel di medula spinalis yang sebanding
dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada pertemuan antara
arakhnoid dan dura yang menutupi radiks.
Tempat perdileksinya di ruang kranium supratentorial ialah daerah
parasagital. Yang terletak di krista sfenoid, paraselar dan baso-frontal biasa
depeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial,
kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut
serebelopontin. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan
pada tulang tengkorak, sedangakan yang gepeng justru menimbulkan
hiperostosis.
3. Adenoma hipofisis
Tumor ini sering dijumpai dalam klinik. Asal tumor ini ialah sel-sel
kelenjar hipofisis, karena pertumbuhan tumor ini kiasma optik yang
terletal di atasnya akan tertekan dengan akibat timbulnya gangguan dalam
lapang pandang. Karena hipofisis belahan depan ialah kelenjar endokrin,
pada adenoma hipofisis akan timbul gejala-gejala endokrin yang sifatnya
ditentukan oleh jenis tumor. Ada 3 jenis adenoma hipofisis, yaitu adenoma
eosinofil, adenoma basofil, adenoma kromofob.
Adenoma eosinofil pada anak-anak akan mengakibatkan
pertumbuhan raksasa. Jadi lebih besar dan lebih tinggi daripada orang
biasa. Pada orang dewasa akan timbuk keadaan yang dinamakan
akromegali yaitu pembesaran tangan, kaki, jari-jari, mandibula, kulit, dan
lidah menebal.
Pada adenoma basofil, bila timbul pada anak-anak akan terjadi
distrofi adiposogenital yaitu penimbunan lemak di daerah muka, leher,
bahu, abdomen, disertai hiportrofi genital eksterna. Mungkin dijumpai
hipertensi dan osteoporosis.
Pada adenoma kromofob, berat badan bertambah, libido berkurang.
Bila fungsi seluruh kelenjar menjadi berkurang akan timbul keadaan
hipopitultarismus atau sindroma sbeehan yakni kakeksia nervosa, disebut
juga penyakit simmonds.
4. Neurilemoma
Tumor ini berasal dari sel-sel sarung schwann yang melingkupi
saraf perifer. Di dalam rongga tengkorak tumor ini biasanya tumbuh pada
nervus VIII dari sudut yang dibentuk olah medula oblongata, pons, dan
serebelum. Karena itu tumor ini memberikan gejala yang disebut sindrom
anngiilus medulo pentoserebelum.
Neurinoma ialah tumor spinal yang paling sering dijumpai di dalam
kanal vertebra. Tumor yang ganas disebut neurinosa poma. Sel-sel ini
berbentuk lonjong-lonjong bila terpotong memanjang dan tersusun dalam
aliran-aliran. Tidak jarang nukleus sel-sel ini tersusun seperti pagar yang
disebut formasi palisade.
Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan araksia ipsilateral
akibat kompresi batang otak, serebelum, dan palsi nervus kranialis bagian
bawah (bulbar). Akhirnya terjadi gambaran peningkatan tekanan
intrakranial, terutama jika terjadi hidrosefalus akibat obstruksi pada tingkat
ventrikel ke empat. Tumor lain yang dapat mengenai sudut serebelopontin
termassuk meningioma dan metastasis.

5. Neoplasma Intrakranial Yang Berasal Dari Jaringan Pembuluh Darah


Neoplasma yang berinduk pada jaringan vaskuler yang bersifat
neoplasmatik hanya satu yaitu hemangioblastoma. Tetapi malformasi
kapilar dan vena intrakranial biasanya digolongkan dalam kelompok
neoplasma vaskuler juga. Hemangioblastoma merupakan tumor pembuluh
darah yang berkista. Kista-kistanya mengandung cairan yang santokrom.
Tempat predileksinya ialah fosa kranii posterior, terutama di serebellum
dan lebih jarang di medula spinal. Jika hemangiioblastoma intrakranial
atau spinalis dijumpai pada seorang penderita dengan ginjal dan atau
pankreas yang berkista atau dengan tumor ginjal yang jinak, maka sindrom
keseluruhannya dinamakan sindrom Lindau. Adakalanya
hemangioblastoma ditemukan pada retina penderita penyakit Lindau, dan
kombinasi tersebut dikenal sebagai penyakit Hippel-Lindau. Tumor
pembuluh darah intrakranial yang sebenarnya bukan neoplasma,
melainkan suatu daerah yang mengandung kapiler-kapiler yang berdilatasi
dikenal sebagai telangiektasie kapiler. Tempat predileksinya ialah pons ,
mesenfalon dan talamus.
Malformasi yang timbul karena arteri bermuara langsung dalam
vena, yang dinamakan fistula arterio-venosa atau arterio-venous-shunt
tergolong dalam tumor, karena adanya pengembungan-pengembungan
vena yang langsung bersambung ke arteri. Tumor semacam itu dapat
dijumpai pada korteks serebri atau serebeli, tetapi jarang sekali ditemukan
pada medula spinalis. Yang paling sering ditemukan ialah di korteks
parietalis, yang merupakan kawasan pendarahan arteria serebri media.
Karena tekanan intravenous meningkat akibat bersambungnya arteri
dengan vena secara langsung, maka pengaliran balik darah vena kawasan
lain dapat terbendung. Maka dari itu retina, orbita dan kulit tengkorak
dapat dijumpai vena-vena yang mengembung dan berkelok-kelok jalannya.
Dilatasi vena-vena yang bersangkutan mempermudah terjadinya
perdarahan intrakranial dan ekstrakranial.
6. Neoplasma Metastatik Intrakranial
Kira-kira 20% dari tumor serebri adalah neoplasma metastatik. Dan
tidak jarang manifestasi serebral timbul sebagai tanda pertama proses
neoplasmatik diluar susunan saraf. Neoplasma metastatik intrakranial
paling sering dijumpai pada golongan diatas umur 50 tahun. Kira-kira 70%
berlokasi di serebrum dan 30% di serebelum. Kebanyakan tidak soliter
melainkan multipel.
Kira-kira 50% berasal dari karsinoma bronkus. Neoplasma
metastatik intrakranial berikutnya, menurut urutan frekuensinya berasal
dari mamae, ginjal, lambung, prostat, dan tiroid.
Tumor yang berasal dari jaringan di pelvis atau rongga abdomen
bermetastatik ke ruang intrakranial melalui vena pelvika, ke atrium kanan dan
tiba di paru-paru dan dari paru-paru disebar melalui aliran arterial sistemik.
Lintasan metastatik lainnya ialah vena paravertebralis yang bersambung
dengna sinus venous intrakranial yang dikenal sebagai sistem venosa serebral
dan serebelar Batson.
2.2.4 Patofisiologi

Kerusakan (atau mutasi) genetik mungkin didapat dari akibat pengaruh lingkungan
seperti trauma, zat kimia, radiasi atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum.
Hipotesis genetik pada kanker mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat
ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik (yaitu tumor
bersifat monoklonal). Pendapat ini telah terbukti pada sebagian tumor yang dianalisis.
Tiga kelas gen regulatorik normal-protoonkogen yang mendorong pertumbuhan; gen
penekan kanker (tumor supressor gene) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen);
dan gen yang mengatur kematian sel terencana (programmed cell death) atau apoptosis
adalah sasaran utama pada kerusakan genetik
Tumor otak terjadi dari sel otak yang mempunyai deoxiribonukleat acid (DNA)
abnormal. Kerusakan pada DNA atau genetik tersebut mungkin didapat akibat dari
pengaruh lingkungan maupun dari dalam tubuh manusia.
Radiasi inonisasi dosisi tinggi yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu lama
terbukti meningkatkan kejadian beberapa tumor otak ( tumor selubung saraf,
meningioma, glioma ) dimana sel sel mengalami perubahan mutasi secara genetik,
sedangkan radiasi dalam dosis rendah saat ini masih diperdebatkan.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik
tersebut mengakibatkan peningkatan TIK. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku
yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak
(1400gr), cairan serebrospinal (kira-kira 75 ml), dan darah (kira-kira 75 ml). Peningkatan
volume salah satu di antara ketiganya mengakibatkan desakan pada ruangan yang
ditempati oleh unsu lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial.
Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila satu dari tiga elemen intrakranial
membesar melampaui proporsi normal. Proses ini sangat penting untuk mempertahankan
tekanan intrakranial yang juga berarti mepertahankan intergritas otak. Perubahan
kompensatoris meliputi pengalihan cairan serebrospinal ke rongga spinal, peningkatan
aliran vena dari otak, dan sedikit tekanan pada jaringan otak
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
1. Bertambahnya massa dalam tengkorak
2. Terbentuknya edema sekitar tumor
3. Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif bila menghadapi tekanan TIK yang
serius dan berlangsung lama. Edema otak barangkali merupakan sebab yang lazim dari
peningkatan TIK.
Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur, timbulnya
edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan
TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) mengurangi aliran darah ke otak secara bermakna.
Iskemia yang timbul menimbulkan rangsangan pada pusat vasomotor dan tekanan darah
sistemik menjadi meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung meningkatkan
bradikardia dan napas menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini, dikenal sebagai
Reflek Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. Akan tetapi, menurunnya
pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang
membantu menaikkan tekanan intrakranial. Tekanan darah sistemik akan meningkat
sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik di mana
tekanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti dengan akibat
kematian otak. Pada umumnya kejadian ini didahului oleh penurunan yang cepat dari
tekanan darah arteria.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila
tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-
sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau
serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon,
menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula
oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah
bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan
pernafasan.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema
otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan
kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis
lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Gejala-gejala tumor otak dapat
meliputi, antara lain:
1. Berdasarkan massa otak.
Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa
waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit
sampai beberapa jam mempunyai khas sifat intermintent,tumpul dan
berdenyut. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval
semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita
batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus).
Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang
bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada
pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf.
Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi
di daerah lobus oksipitalis.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Pandangan kabur, Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa
didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri
kepala. Penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, papile
udema.
Brain shift (pergeseran otak)
Akan nampak perubahan secaran anatomi pada pemerkasaan penunjang
CT scan dan MRI.
Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan
oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil
berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar
atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran
edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal
terlcbih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi
diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi
bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran likuor
sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.
Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks
motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang
akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general
sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi
pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai
kemungkinan adanya tumor otak.
Perdarahan intracranial
Hal yang lazim dan sering terjadi tumor otak diawali dengan perdarahan
intracranial-subarakhnoid,intraventrikuler atau intraserebral.
Gangguan mental dan perubahan personalitas.
Biasanya menyertai tumor tumor yang terletak pada daerah frontal,
temporal dan hipotalamus,sehingga sering penderita tersebut teduga
sebagai penyakit fungsionil.
Gangguan pada penglihatan.
Tumor daerah supraselar, nervus optikus menganggu nervus optikus dan
hipotalamus sehingga menganggu akuitas visus,tampilan khas nya adalah
kelumpuhan saraf okulomotorius.
Gangguan fungsi motorik.
Dijumpai hemiparesis, hempiplegi, dekortikasi,gangguan pada traktus
motorik (daerah diensefalon) dan deserebrasi kerusakan berta pada batang
otak.
( Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta: Salemba Medika)

2. Menurut lokasi tumor :


1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah
laku aneh, sulit memberi argumentasi / menilai benar atau tidak,
hemiparesis, ataksia dan gangguan bicara.
2. Kortek presentalis posterior
Kelemahan / kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3. Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah.
4. Lobus oksipital
Kejang, gangguan penglihatan.
5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah.
6. Lobus parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan.
7. Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas
sendi.
Dari tanda manifestasi klinis yang ada dapat digolongkan lagi yang lebih sederhana yaitu
tanda Trias klasik :
1. Nyeri kepala
2. Papil edema
3. Muntah proyektil
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Arterigrafi atau Ventricolugram
Untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna. Untuk
mengetahui apakah terdapat perubahan posisi pembuluh darah yang normal,
arteri utama yang memasok darah ke otak ,neovaskularisasi kedaerah tumor,
densitas jaringan tumor meningkat,dan lamanya sirkulasi darah berubah
2. CT SCAN
Dasar dalam menentukan diagnosa. Merupakan pemerikasaan non infasif dan
bisa dikerjakan secara ambulator. CT scan memungkinkan pengukuran densitas
jaringan, darah dan tulang di organ dibandingkan dengan pemerikasan
radiografi konvensional. Berfungsi baik untuk men citrakan isi intra kranial dan
posisi vertebra dan medula spinalis dengan cepat dan akurat, dianjurkan untuk
pemeriksaan awal kejang, sakit kepala, hilang kesadaran, defisit neurologis dan
dapat untuk menegakkan diagnosa duagan hemorargi, tumor dan lesi.
3. Elektroensefalogram (EEG)
Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
4. MRI
Sama dengan CT-Scan dengan atau tanpa menggunakan kontras. Pada
pemerikasaan ini diambil dari dua arah, yaitu antero-posterior dan lateral. Pada
peninggian tekanan intrakranial yang sudah lama, gambaran impressions
digitate makin jelas sehingga gambaran kranium mempunyai aspek berawan.
Pada anak dengan tumor otak, disamping aspek berawan dijumpai pula
pelebaran sutura. Gambaran rontgen yang mempunyai arti lokalisasi adalah :

a. pelebaran fosa hipofisis dan dekstruksi tulang disebabkan oleh tumor


hipofisis atau tumor disekitarnya
b. pengapuran lokal, terutama pada glioma
c. atrofi tulang lokal, terutama pada meningioma dan tumor pembuluh darah
d. hiperostosis local, terutama endostosis dapat timbul oleh meningioma
e. pengapuran glandula pinealis
5. Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan
6. Sinar X.
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
Pada sela tursika terlihat melebar atau menunjukan destruksi, Ballon sella
menunjukan adanya tumor di hipofisis, kadang tampak gambaran doubel
floor di sela tursika.
Pada impressio digitae terdapat gambaran yaitu berupa awan awan yang
merupakan tanda terjadinya perubahan komposisi dan konsistensi tulang
tengkorak.merupakan salah satu tolok ukur adanya peningkatan tekanan
intra kranial yang hebat.
Kalsifikasi glandula pienalis adalh normal bile letaknya di tengah , tetapi
bila terdapa pergeseran di kiri atau kanan beratri patologis. Kalsifikasi di
atas sela tursika menjurus ke arah kraniofaringoma, kalsifikasi pada tempat
lain dapat disebabkan oleh menigioma.
7. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak yaitu dengan cara dirangsang
dengan suara, aktivitas listriknya dihasilkan dalam Koklea (Telinga Bagian
Dalam) dan dihasilkan juga dalam sistem saraf gabungan yang menghubungkan
koklea dengan otak. Sedangkan korteknya sendiri juga menghasilkan aktivitas
listrik saat suara diproses pada aktivitas otak tingkat tinggi ini. Potensi listrik
yang membendung dari rangsangan suara tersebut ditangkap oleh elektroda
yang diletakkan pada lokasi relevan pada otak atau saluran telinga.
8. PET (Position Emission Tomografi)
Menunjukkan adanya aktivitas metabolisme pada otak. PET adalah metode
visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron.
citra (image) yang diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi organ
tubuh. Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak
didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau
metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan
(imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi tubuh yang lain seperti
foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI).
Dapat pula digunakan pula untuk menganalisa hasil penanganan kanker yang
telah dilakukan. Setelah penanganan kanker melalui operasi perlu dilakukan
pemeriksaan apakah masih ada sisa sisa kanker yang tersisa.
9. Punksi Lumbal, CSS
Sudah jarang dilakukan karena bersifat infasif funginya adalah dapat menduga
kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid.
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Tujuan utama tindakan ini untuk mendapatkan diagnosa pasti dan menurunkan
dekompresi internal sebab obat obatan anti edema otak tidak dapat diberika terus
menerus. Prinsip penanggan pada tumor jinak adalah pengambilan total sedangkan
pada tumor ganas adalah mengurangi dekompresi dan memudahkan pengobatan
selanjutnya (kemotherapi dan radiasi). Tumor jinak seringkali dapat ditangani dengan
eksisi komplit dan pembedahan merupakan tindakan yang berpotentif kuratif. Untuk
tumor primer maligna atau tumor sekunder, biasanya sulit ditemukan.
. Pemeriksaan histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah lesi
merupakan suatu glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma, atau
bahkan kondisi nonneoplasia, misalnya abses. Pemeriksaan ini juga memungkinkan
dilakukannya penentuan tingkat derajat diferensiasi tumor yang berhubungan dengan
prognosis. Jadi, pasien glioma derajat 1-2 memiliki angka harapan hidup yang tinggi.
Akan tetapi, median angka harapan hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling
buruk (derajat 4) adalah 9 bulan.
Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan
kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak
tepat dilakukan pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas, walaupun
beberapa metastasis soliter dapat ditangani dengan reaksi.

b. Radioterapi
Indikasi untuk tumor tumor susuna syaraf pusat mengunakan sinar X dan sinar
Gamma , disamping ada juga metode lainya : proton,partikel alfa,neutron dan
pimeson.tujuna dari terapi ini adalah menghancurkan tumor dengan dosisi yang masih
dapat ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya. Keberhasilannya tergantunf
faktor antara lain :
Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya.
Sensitivitas sel tumor dengan sel normal.
Tipe sel yang disinar.
Kemampuan sel normal untuk repolasi
Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antar fraksi
radiasi.
Efek samping dari radiasi sering dikenal dengan cedera radiasi yang antara lain timbul
edema,demiensiliasi dan nekrosis radiasi. Glioma dapat diterapi dengan raditerapi
yang diarahkan pada tumor, sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak.
Radioterapi juga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya
adenoma hipofisis

c. Kemoterapi
Tidak mempunyai nilai keberhasilan yang signifikan,saat ini yang menjadi titik
modalitas terapi ini adalah tumor otak jenis atrositoma (grade III dan IV)glioblastoma
dan atrositoma anaplastik beserta variannya.

d. Immunoterapi
tujuannya adalah untuk merwstorasi sitem imun sehingga dapat menekan
pertumbuhan sel tumor. Perananya belum nampak terlihat nyata namun terapi ini
sering diterapkan pada kasus glioma dimana didapati menurunnya sistem imun yang
menjadi parameter panajng atau tidaknya menjalani terapi yang lain.

e. Pendekatan stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang mengikuti
lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi pencitraan multipel
(Sinar X, CT-Scan) yang lengkap digunakan untuk menentukan lokasi tumor dan
memeriksa posisinya. Laser atau radiasi dapat dilepaskan dengan pendekatan
stereotaktik. Radioisotop (131I) dapat juga ditempatkan langsung ke dalam tumor
(brankhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya.
Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai dalam, untuk
tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan sendiri.
Lokasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan stereotaktik dan
melalui laporan pengujian dan posisi pasien yang tepat. Dosis yang sangat tinggi,
radiasi akan dilepaskan pada luas bagian yang kecil. Keuntungan metoda ini adalah
tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya adalah waktu yang lambat
diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan.

f. Terapi Medikamentosa
Antikonvulsan untuk epilepsi
Kortikosteroid (dekamentosa) untuk peningkatan teknan intrakranial.
Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan
mengobati edema otak.
Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat
sitostatika (suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker)
untuk mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit
atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Kemoterapi dapat dipakai sebagai
pengobatan tunggal untuk kanker atau bersama-sama dengan radiasi dan
pembedahan.
Obat-obatan yang sering digunakan pada kemoterapi SSP adalah:
a. Lomustin (Cee-Nu); D : PO: 130 mg/m2/hari sebagai dosis tunggal.
Untuk mengobati penyakit hodgkin dan tumor-tumor SSP. Efek
samping : kerusakan sumsum tulang dapat menetap pada
penggunaan lama. Mual dan muntah sering terjadi dan cukup berat.
b. Karmustin (Bicnu); D: IV: 75-100 mg/m 2/hari, selama 2 hari atau
200 mg/m2/hari. Untuk mengobati mieloma multipel, melanoma dan
tumor-tumor SSP.

g. Managemen Peningkatan tekanan Intra Kranial.


Pada tahap awal adanya peningakatan tekanan TIK banyak terapi yang
tersedia untuk menurunkan TIK dan memepertahan perfusi serebral yang adequat.
Terapi tahap pertama.
a. Pemberian manitol.
Pemberian cairan kristaloid hipertonikuntuk mengurangi udem serebral,
yang juga lazim digunakan untuk mengurangi TIL pada cedera otak.
Diberika bolus intra vena selama 10 30 menit, dalam dosis 0,25- 2
g/kgbb. Banyak studi yang menunjukan efek manitol pada TIK dan
metabolisme otan serta menunjukan efek manfaat pada pada hasil akhir
neurologis jangka panjang.
b. Bantuan pernafasan.
Tekanan jalan nafas positif dikirim ke ruang intra kranial melalui
mediastinum, oleh karena intu setiap kondisi yang mengurangi komplian
paru atau pengunaan tekanan akhir pernafasan positif meningkatakan
tekanan jalan nafas rerata dan mengurangi MAP serta CPP.
c. Analgesi dan sedasi.
Sebelum pemberian analgesia dan sedasi harus diupayaka tehnik
penatalaksaan non farmakologis terlebih dahulu dalam mengatasi
nyeri,kecemasan, dan konfulsi, tujuan pemeberian analgesia antara lain :
o Mengurangi kecemasan dan menurunkan kesadaran terhadap
rangsang, yang menbahayakan.
o Mengurangi pengeluaran energi memungkinkan pasien tenang
dan nyaman pada dosis rendah.

Terapi tahap kedua.


Terapi antihipertensi.
Penatalaksanaan farmakologis pada peningkatan TIK mencakup pemberian
antihipertensi yang agresif untuk memanipulasi tekanan darah sitolik dan
arteri gun ammepertahankan CPP yang adequat. Tekanan darah berhubungan
langsung dengan volume darah cerebral , tekanan perfusi, iskemia dan
komplian.

h. Perwatan Post Operasi.


Pengaturan posisi.
Strategi pengaturan posisiprimer pasien dangan ancaman penongkatan TIK
mencakup pengaturan kepala dan leher pada posisi netral. Fleksi, ektensi
dan rotasi leher ekstrem menghambat aliran vena dari kepala menuju
sistem ven ajugularis interna dan pleksus vena vertebra, yang
meningkatkan isi intrakranial total. Posisi kepala ditinggikan 15 30
derajat dapat meningkatakan tekanan aliran vena dan menurunkan TIK,
kecuali dikontra indikasikan karena ada fraktur tualng belakang atau
bagian ekstremitas.
Pertimbangan lingkungan.
Stimulus lingkungan yang menyebabkan nyeri, stress, atau kecemasan
dapat meningakatkan laju metabolik dan aliran darah serebral, dan
mengacaukan penatalaksanaan TIK. Untuk mengurangi beban berlebih
dari lingkungan dapat dibantu dengan pengendali nyeri dan sedasi.
Profilaksis kejang.
Aktifitas kejang dapat meningkatkan secara signifikan laju metabolik
serebral, yang dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Pemberian profilaksis untuk mencegah cedera neurologis tambahan dan
mencegah kejang pasca traumatik dini pada pasien yang beresiko
mengalami kejang.

2.2.9 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan tumor intra cranial tergantung pada diagnosa awal
dan penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan
menyebabkan kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor
adalah jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis
yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus
ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol
dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada
status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60
tahun).

2.2.10 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah

a) Ganguan Fungsi Luhur.


Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah
gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan
kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada
area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun
radioterapi.
Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan
lokasi / lesi tertentu di otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan
fisik neurologist, gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood, disfungsi
seksual serta fatique.
Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan
berbagai tes. Di antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota
Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan Mini mental State
Examination (MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah
kesadaran, orientasi lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan
bahasa, memori dan kemampuan berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
b) Ganguan Wicara.
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal
ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia.
Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau
neuromuscular perifer yang bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga
langkah yang menjadi prinsip dalam terapi disartria adalah meningkatkan
kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara
normal.
Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau
sensorik tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami
kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran (fluency),
keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi
untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi
ketergantungan pada lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi
serta menyediakan peralatan yang mendukung terapi dan metode alternatif.
Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara prefocal dan latihan
menelan.
c) Ganguan Pola Makan
Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu
ketidakmampuan menelan makanan karena hilangnya refleks menelan.
Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal.
Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi
penderita serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru.
Etiologi yang mungkin adalah parese nervus glossopharynx dan nervus
vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.
Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering
bersamaan dengan dispepsia karena space occupying process dan
kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan serta iritasi
lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk
pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan
(makanan yang dipilih lebih cair/lunak).
d) Kelemahan Otot
Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf
khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan
terapi yang dilakukan menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi
spastisitas. Cara lain adalah dengan EMG biofeedback, latihan kekuatan otot,
koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.
e) Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran
Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari
otak yang memproses informasi visual (visual korteks) dapat
menyebabkan masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda atau
penurunan lapang pandang.
Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama neuromas
akustik - dapat menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi
yang terlibat otak.
f) Stroke
Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area
otak, yang menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif
terhadap setiap gangguan dalam aliran darah. Sel-sel otak mulai mati
dalam beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.
Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua
mekanisme, yaitu hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari
pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak dan Stroke iskemik
disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran darah melalui
arteri yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke
trombotik stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan oleh gumpalan
darah yang terbentuk di dalam arteri otak. stroke emboli disebabkan oleh
gumpalan darah yang terbentuk di luar pembuluh darah otak, kemudian
gumpalan darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada
pembuluh darah otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay
darah ke otak.
Pada tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa
Hemorrhagic stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak
yang tertekan akibat pembesaran tumor.
g) Epilepsi
Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan
karena rangsangan langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan
listrik pada otak dan juga tumor otak dapat menyebabkan iritasi pada otak yang
dapat menyebabkan kejang
h) Depresi
Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau
karena keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut, Gejala yang timbul
dapat berupa menangis terus-menerus, kesedihan yang mendalam, social
withdrawal, Mudah marah, kecemasan, penurunan libido, gangguan tidur, tingkah
laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek steroid : mood and sleep changes,
ganguan bipolar (manicdepression).
i) Hidrosephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS,
akibatnya aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya
hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial juga dapat menghambat
aliran LCS.
j) Cerebral Hernia
Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa
melalui pembukaan dalam tengkorak.
Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang
kemudian menyebabkan penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum
atau transtentorial
k) Ganguan Seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor
melibatkan daerah otak yang mengontrol pelepasan hormon yang mempengaruhi
libido, termasuk estrogen, progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama
dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi, yang yang dapat juga mengurangi
kesuburan dan libido selain itu dapat pula menyababkan menopouse dini.
l) Terbentuknya Gumpalan Darah
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah.
Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di pembuluh
darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna
kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala. Bahaya itu DVT adalah
bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran darah ke paru-paru, di mana
mereka menyebabkan "thromboemboli paru" (PTE) pembekuan darah di arteri
paru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan tumor intrakranial meliputi anamnesis riwayat penyakit,


pem
eriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
a. Identitas Klien.
Identitas klien meliputi nama, umur, (sering terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medik.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan adanya gangguan vokal, seperti nyeri kepala hebat,
muntah-muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat penyakit saat ini
Kaji bagaimana terjadinya nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dan riwayat penyakit saat ini dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
3. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya tumor intrakranial pada generasi terdahulu.
4. Pengkajian psiko-sosio-spiritual.

Pengkajian psikologis klien tumor intrakranial meliputi beberapa dimensi


yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
ststus emosi, kognitif dan perilaku klien. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pengkajian pola persepsi dan
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif. Pada pengkajian pola penaggulangan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses pikir
dan kesulitan berkomunikasi. Sedangkan pada pengkajian pola nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah
laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Karena klien harus mengalami rawat inap maka keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Perspektif keperawatan dalam mengkaji, terdiri atas dua
masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan
individu.
( Arif Muttaqin. 2008 : 478 )
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya di lakukan persisitem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing )
Inspeksi, pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula
oblongata di dapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks di dapatkan taktil
fremitus seimbang kanan da kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi nafas
tambahan.

b. B2 (Blood)

Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata
didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa kompresi medula
oblongata pada pengkajian tidak ada kelainan. Tekanan darah biasanya
normal, dan tidak ada peningkatan heart rate.

c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intrakranial .
pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias Klasik tumor otak adalan
nyeri kepala, muntah, dan papiledema. Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien
dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tmor intrakranial biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dann semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, dan lobus frontal.

1) Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,


ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intarkranial
tahap lanjut biasanya status mental klien menglami perubahan.
2) Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.

3) Lobus Frontal. Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan menta,


hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.

Perubahan mental bermanifestasi sebagai perubahan ringan daam


kepribadian. Beberapa klien mengalami periode depresi, bingung, atau periode
ketika tingkah laku klien menjadi aneh.
Perubahan yang paling sering adalah perubahan dalam memberi argumentasi
yang sulit dari perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan salah.
Hemiparesis disebabkan oleh tekanan pada area dan lintasan motorik di dekat
tumor.

Jika area motorik terlibat, akan terjadi epilepsi Jackson dan kelemahan
motorik yang jelas. Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentalis
menyebabka kelemahan pada wajah, lidah, dan ibu jari, sedangkan tumor pada
lobulus parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstermitas bawah.

Tumor pada lobus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang tidak
mantap, sering menyerupai ataksia serebelum. Jika lobus frontalis kiri atau yang
dominan terkena, akan terihat adanya afasia dan aparaksia.perhatikan pula Trias
klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah, dan papiledema.

a) Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intrakranial biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan
keperawatan.
b) Fungsi serebri : Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara dan observasi eksprasi wajah klien, aktivitas
motorik pada klien tumor intrakranial tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
c) Fungsi intelektual : di dapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu
kesukaran untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis di dapatkan bila kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalm
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
di manifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan
kurang kerjasama.

d) Pemeriksaan saraf kranial.


- Saraf I : Pada klien tumor intrakranial yang tidak mengompresi saraf ini
tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
- Saraf II : Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu
dari lintasan visual (khiasma optikum, traktus optikus, korpus
genikolatum lateraleradrasiooptika, lobus oksipitalis, korteks asosiatif).
Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan
pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan
funduskopi tanda ini mengisyaratkan peningkatan tekanan intrakranial.
Menyertai papiledema dapat terjadi gangguan penglihatan, termasuk
pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat-saat penglihatan
berkurang).
- Saraf III, IV, VI : Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf
VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma
multiforme.
- Saraf V : Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak mengompresi saraf
trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema
yang mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya parilisis wajah
unilateral.
- Sarar VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
- Saraf VIII : Pada neurolema di dapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang
mungkin di akibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks
yang berbatasan.
- Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
- Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoldeus dan trapezius.
- Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal.

e) System motorik
Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan
koordinasi). Gangguan yang paling sering dijumpai kurang menyolok tetapi
memiliki karakteristik yang sama dengan tumor serebelum yaitu hipotonia
(tidak adanya resistensi normal terhadap regangan atau perpindahan anggota
tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi. Gangguan dalam
koordinasi berpakaian merupakan ciri khas pada klien dengan tumor pada
lobus temporalis.

Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum,


terutama pada tumor lobus oksipital. Kejang berhubungan sekunder akibat
area vokal kortikal yang peka.

6. Pemeriksaan penunjang
a) EEG untuk mengetahui gambaran abnormal gelombang otak
b) Foto polos kepala untuk mengetahui adanya distruksi tulang, hyperostosis,
ataupun osyteolitik, Pendorongan glandula pineale, Perubahan sella tursika
c) Computed Tommography Scanning (CT Scan)
d) Arteriografi untuk mengetahui gambaran pembuluh darah di otak, apakah
ditemukan: Perubahan posisi pembuluh darah yang normal, Arteri otak
yang memasok darah keotak, Neovaskularisasi ke daerah tumor, Densitas
jaringan tumor meningkat, Lamanya sirkulasi darah berubah
e) MRI untuk mengetahui lebih rinci gambaran tumor

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa pra pembedahan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya massa,kompresi pada
pusat pernafasan kelemahan otot-otot pernafasan dan kegagalan fungsi
pernafasan.
3. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra kranial
dekompressi, massa, perdarahan, tindakan pembedahan, tindakan operatif.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan/kelumpuhan otot wajah
5. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelumpuhan ekstermitas bawah
6. Risiko jatuh berhubungan dengan adanya gangguan penglihatan
7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah

Post tindakan
1. Ketidakseimbangan nutrisi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot, kelumpuhan otot, efek kemoterapi dan radioterapi
2. Mual berhubungan dengan tindakan kemoterapi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan otot anggota gerak,
kelumpuhan otot sebagian, permanen post operasi.
5. Kecemasan berhubungan dengan prosedur tindakan
6. Kurang pengetahuan: perawatan post tindakan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi.

3.3 Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria hasil :
1) Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg,
tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg.
2) Menunjukkan tingkat kesadaran normal.
3) Orientasi pasien baik.
4) RR 16-20x/menit.
5) Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi.

Intervensi dan Rasional :


Intervensi Rasional
1. Monitor secara berkala tanda dan 1. Berguna untuk :
gejala peningkatan TIK Mengetahui fungsi retikuler
Kaji perubahan tingkat aktivasi sistem dalam batang
kesadaran, orientasi, memori, otak, tingkat kesadaran
periksa nilai GCS. memberikan gambaran
Kaji tanda vital dan adanya perubahan TIK.
bandingkan dengan keadaan Mengetahui keadaan umum
sebelumnya. pasien, karena pada stadium
Kaji fungsi autonom: jumlah awal tanda vital tidak
dan pola pernapasan, ukuran berkolerasi langsung dengan
dan reaksi pupil, pergerakan kemunduran status
otot. neurologi.
Kaji adanya nyeri kepala, Respon pupil dapat melihat
mual, muntah, papila edema, keutuhan fungsi batang otak
diplopia kejang. dan pons

2. Ukur, cegah, dan turunkan TIK 2. Merupakan tanda peningkatan


Pertahankan posisi dengan TIK
meninggikan bagian kepala Peninggian bagian kepala
15-300, hindari posisi akan mempercepat aliran
telungkup atau fleksi tungkai darah balik dari otak, posisi
secara berlebihan. fleksi tungkai akan
Monitor analisa gas darah, meninggikan tekanan
pertahankan PaCO2 35-45 intraabomen atau
mmHg, PaO2 >80mmHg. intratorakal yang akan
Kolaborasi dalam pemberian mempengaruhi aliran darah
oksigen. balik dari otak
Menurunnya CO2
menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah
3. Hindari faktor yang dapat
3. Untuk Memenuhi kebutuhan
meningkatkan TIK
oksigen.
Istirahatkan pasien, hindari
Keadaan istirahat
tindakan keperawatan yang
mengurangi kebutuhan
dapat mengganggu tidur
oksigen.
pasien.
Mengurangi peningkatan
Berikan sedative atau
TIK
analgetik dengan kolaboratif.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya massa,kompresi pada


pusat pernafasan kelemahan otot-otot pernafasan dan kegagalan fungsi pernafasan.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam setelah
diberikan tindakan pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
1) Klien tidak mengeluh sesak napas .
2) Frekuensi napas normal 16-20 kali/menit
3) Tidak mengunakan otot bantu napas dan gerakan dada normal
4) Status airway baik (apabila terpasang patent airway)
5) Tanda tanda vital dalam rentang batas normal.

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
1. Posisikan pasien untuk 1. Memaksimalkan prosen inspirasi
memaksaimalkan ventilas dan ekspirasi.
2. Lakukan fisoterpai dada berkala . 2. Mengerluarkan sekret yang
mengendap pada saluran nafas
yang tidak bisa keluar sendiri.
3. Keluarkan sekret dengan metode 3. Memaksimalakan pengeluaran
batuk efektif dan suction bila perlu. sekret dan melatih otot pernafasan
4. Kobaorasi pemberian ekspektoran pasien.
(jika pasen sadar ). 4. Sebagai terapi untuk
5. Monitor tanda tanda vital dan mengeluarkan dahak.
identifikasi apakah ada perubahan 5. Utuk mengetahui secara dini
dari vital sign. perubahan status pasien.
6. Identifikasi perlunya pemasangan 6. Untuk menjaga suplay O2 secara
jalan nafas buatan. adequat.
7. Pemasangan alat jalan nafas buatan 7. Untuk memeberikan suplay O2
jika perlu (mayo,ETT) adequat bila pasien dalam kondisi
tidak sadar.
8. Monitor respiratory dan status O2 8. Untuk mememantau pemberian
terapi. O2 secara adequat
9. Pertahankan jalan nafas paten. 9. Agar O2 yang diberikan bisa tetap
terjaga adequat dan sesuai dengan
terapi.

3. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra kranial


dekompressi, massa, perdarahan, tindakan pembedahan, tindakan operatif.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
1) Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat
diadaptasi.
2) Klien tidak merasa kesakitan.

Intervensi Rasional
1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, 1. Nyeri merupakan pengalaman
karakteristik, lokasi, lamanya, subjektif dan harus dijelaskan oleh
faktor yang memperburuk dan pasien. Identifikasi karakteristik
meredakan. nyeri dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi
yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang diberikan.

2. Pengenalan segera meningkatkan


2. Instruksikan pasien/keluarga untuk intervensi dini dan dapat
melaporkan nyeri dengan segera mengurangi beratnya serangan.
jika nyeri timbul.
3. Meningkatkan rasa nyaman
dengan menurunkan vasodilatasi.
3. Berikan kompres dingin
pada 4. Akan melancarkan peredaran
kepala. darah, dan dapat mengalihkan
perhatian nyerinya ke hal-hal yang
4. Mengajarkan tehnik relaksasi dan menyenangkan.
metode distraksi. 5. Analgesik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri berkurang.
6. Merupakan indikator/derajat nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgesic. yang tidak langsung yang dialami.

6. Observasi adanya tanda-tanda


nyeri non verbal seperti ekspresi
wajah, gelisah, menangis/meringis,
perubahan tanda vital.

4. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot, kelumpuhan otot, efek kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
1) Antropometri: berat badan tidak turun (stabil).
2) Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl.
3) Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl).
4) Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan
merah.
5) Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda dan gejala kekurangan 1. Menentukan adanya kekurangan
nutrisi: penurunan berat badan, nutrisi pasien.
tanda-tanda anemia, tanda vital. 2. Salah satu efek kemoterapi dan
2. Monitor intake nutrisi pasien. radioterapi adalah tidak nafsu.
Makan.
3. Berikan makanan dalam porsi kecil 3. Mengurangi mual dan
tapi sering. terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
4. Timbang berat badan 3 hari sekali. 4. Berat badan salah satu indikator
kebutuhan nutrisi.
5. Monitor hasil laboratorium: Hb, 5. Menentukan status nutrisi.
albumin.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat 6. Mengurangi mual dan muntah
antiemetik. untuk meningkatkan intake
makanan

5. Hambantan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot anggota gerak,


kelumpuhan otot sebagian, permanen post operasi.
Tujuan : klien dapat beradaptasi sesuia dengan kemampuan motorik yang ada.
Kriteria hasil :
1) Klien dan keluarga dapat mengerti dan memahami dari keterbatasan
motorik yang diderita.
2) Klien mampu memodifikasi kegiatan sesuai kemapuan.
3) Keluarga dapa menyediakan lingkungan yang aman bagi aktifitas sehari
hari.
4) Klien dapat beraktifitas sesuai dengan kemampuanya.

Intervensi Rasional
1. Memberikan ngetahuan kesehatan 1. Agar klien dan keluarga dapat
kepada pasein dan keluarga tentang mengerti dan memehami penyakit
penyakit dan komplikasi yang dan komplikasi yang muncul.
mungkin muncul
2. Kaji kemampuan mobilisasi klien. 2. Untuk mengetahui tingat
kemampuan mobilitas maksimal
pasien dan tingkat metastasis dari
tumor.
3. Untuk mengali dan mengetahui
3. Bantu klien untu mngidentifikasi keingginan klien dan harapan yang
aktivitas apa saja yang bisa dia ingginkan.
dilakukan.
4. Untuk mengidentifikasi kelainan
4. Melakukan pemerikasaan syaraf 1- dari tumor yang diderita, stadium,
12 dan mengidentifikasi adanya metastasis dan komplikasi yang
kelainan yang ada. akan timbul.

5. Konsultasikan dengan terapi fisik 5. Utnuk memberikan latihan terapi


fisik yang tepat dengan tujuna
tentang latihan latihan yang bisa
untuk mempertahan kan status
diberikan. motorik, mencegah kontraktur, dan
kompartemen.
6. Latih pasien dalam pemenuhan 6. Untuk mengetahui sejauh
kebutuhan ADL secara mandiri kemampuan maksimal dalam
sesuai kemampuan. memenuhi kebutuhan ADL.

7. Dampingi dan bantu pasien saat 7. Untuk dapat memenatau


mobilisasi dan bantu penuhi perkembangan dan kemunduran
kebutuhan ADL motorik karena klomplikasi tumor.
DAFTAR PUSTAKA

Morton. 2012. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Vol 1. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.
Jakarta: EGC.

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Carpenito, Linda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
EGC

Bahrudin, Moch.2013.Neurologi Klinis.Malang: UMM

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Kraniotomi
    LP Kraniotomi
    Dokumen13 halaman
    LP Kraniotomi
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Belum ada peringkat
  • SAP Konstipasi
    SAP Konstipasi
    Dokumen12 halaman
    SAP Konstipasi
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Belum ada peringkat
  • WOC Drowning
    WOC Drowning
    Dokumen1 halaman
    WOC Drowning
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Belum ada peringkat
  • Woc Albino
    Woc Albino
    Dokumen3 halaman
    Woc Albino
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Belum ada peringkat
  • Hasil Ukur
    Hasil Ukur
    Dokumen2 halaman
    Hasil Ukur
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Belum ada peringkat