Pertumbuhan ekonomi seringkali menjadi ukuran standar hidup sebuah negara. Hal ini diukur dengan
perubahan Gross National Product (GNP). Jika GNP meningkat, maka lebih banyak barang dan jasa
yang diproduksi selama periode tertentu, diasumsikan bahwa setiap orang kehidupannya akan
menjadi lebih baik. Penghitungan GNP dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut, yang akan
menghasilkan angka rata-rata untuk standar kehidupan penduduk secara keseluruhan. Penghitungan
GNP, tidak memperhitungkan masalah lingkungan atau kelangkaan sumber daya alam. Mereka tidak
melihat alasan untuk memasukkan ukuran penggunaan sumber daya alam atau degradasi lingkungan.
GNP saat ini masih banyak digunakan sebagai ukuran seberapa baik kinerja ekonomi. Hal tersebut
diterima secara luas sebagai ukuran standar keberhasilan ekonomi oleh ekonom, politisi dan
masyarakat umum di Australia dan negara lainnya. Pengukuran tersebut digunakan oleh masing-
masing negara dan oleh world bank dan international monetary fund sebagai dasar kebijakan mereka.
Dalam setiap kasus, mereka mendefinisikan perkembangan ekonomi yang berhasil sebagai tingkat
kenaikan GNP yang memuaskan per orang.
Pada tahun 1990 pemerintah persemakmuran atau commonwealth mengatakan bahwa dibutuhkan
definisi standar hidup yang luas, cukup luas untuk mencakup tingkat pendapatan, konsumsi barang
dan jasa, perlindungan lingkungan, keadilan sosial dan kebebasan pribadi. Namun, seperti pemerintah
negara lain, mereka masih mengukur standar kehidupan dan pertumbuhan ekonomi dengan
perubahan GDP dan GNP per orang.
Ada sejumlah masalah dengan mengukur kesejahteraan sosial melalui pengukuran GNP per orang,
yaitu:
1. GNP only measures market transactions
GNP hanya mencakup benda attua layanan yang dibeli dan dijual secara legal, bukan layanan seperti
pekerjaan rumah tangga, berkebun di rumah dan pekerjaan sukarela yang tidak dibayar, atau
komponen lingkungan seperti kawasan belantara atau flora dan fauna. Seperti yang bisa kita lihat
pohon di hutan tidak dihitung dalam GNP, dan tidak dihitung sebagai kontribusi apapun terhadap
kesejahteraan suatu negara, namun bila ditebang dan dijual, ia menambahkan GNP dan oleh karena
itu pada pertumbuhan ekonomi. Ada juga beberapa manfaat pertumbuhan ekonomi yang tidak
termasuk dalam GNP, seperti kenaikan kesehatan dan peningkatan waktu senggang yang mungkin
terjadi. GNP sebagai pengukuran kerap membingungkan penggunaan aset berharga dengan
pendapatan produktif, dan ini adalah masalah khusus bagi negara-negara yang bergantung pada
sumber daya alam untuk pekerjaan dan pendapatan, karena mereka menggunakan sistem akuntansi
yang mengabaikan aset pokok.
Indikator alternatif ini ditolak karena dianggap menyulitkan pengukuran karena mereka belum
populer secara politis. Politisi lebih suka menggunakan indeks yang menekankan dan bahkan
membesar-besarkan kemajuan. Menurutnya, pada tahun 1985 OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development) membuat komitmen untuk mengembangkan pengukuran yang ebih
akurat, dan pada tahun 1987 mereka menyadari perlunya mempertimbangkan secara penuh perbaikan
atau penurunan persediaan sumber daya alam di mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Namun demikian, perubahan sistem akuntansi nasional cenderung lamban. Mereka telah memutuskan
bahwa tidak boleh ada perubahan besar pada pengukuran. Sebaliknya, mereka menyarankan bahwa
sistem akun satelit yang akan memberi ukuran sumber daya alam harus dilaksanakan, dan di masa
depan dimungkinkan untuk dimasukkan ke dalam angka GNP utama.