Tugas Filsafat Ilmu

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

FILSAFAT ILMU

(RESUME PSIKOLOGI KRITIS)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Di susun Oleh :

Nama : Hanysah Wibowo

NPM : 20050013032

PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

BANDUNG

2014
5
PSIKOLOGI ABNORMAL DAN KLINIS :
POLITIK KEGILAAN

KONSTRUKSI SOSIAL ATAS PENGETAHUAN PSIKOLOGIS


Dalam bab ini, penulis menggunakan kerangka kerja konstruksi sosial untuk
mengembangkan kritik terhadap psikologi abnormal dan klinis. (Berger dan Luckman,
1966 ; Gergen, 1985b). Konstruksi sosial menganggap bahwa pengetahuan sangat
tergantung pada konsesus sosial. Pengalaman dan interaksi sosial kita membentuk apa
yang kita terima sebagai realitas dan apa yang kita anggap sebagai kebenaran. Konstruksi
sosial menekankan bahwa bahasa bukan cermin yang sebenarnya bagi realitas atau piranti
yang netral. Bahasa memberi kejelasan terhadap ciri tertentu dari objek yang
direpresentasikan dari situasi serta pengalaman yang digambarkan. Psikologi sekarang
adalah sebuah institusi dari budaya akhir abad ke -20 , psikologi merefleksikan dan
memperkuat motif kultural, ideologi, dan pengaruh yang dominan dari masa kita.
Bahasa, seperti yang dikatakan Roland Baarthes (1972) adalah sistem tanda yang
digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk melabelkan, mendefinisikan dan menciptakan
hierarki. Penciptaan makna dan kontrol terhadap bahasa merupakan sumber daya penting
yang digunakan oleh mereka yang berada dalam kekuasaan, dan sumber daya tersebut
tidak dibagikan secara adil dalam hierarki sosial. Penciptaan makna melalui bahasa
dikonsentrasikan dalam kelompok tertentu karena keunggulan mereka dalam masyarakat
dan pengaruh mereka pada media cetak dan elektronik. makna yang dihasilkan bersifat
memihak (berat sebelah), karena makna tersebut meniadakan pengalaman dari banyak
kelompok lain. makna yang dominan mempertahankan status quo dan membenarkan
hierarki kekuasaan dan kondisi yang ada.(Hare Mustin dan Marecek, 1990)
Dalam bidang psikologi abnormal dan klinis, kekuasaan untuk menentukan apa
yang normal dan apa yang patologis memberi andil bagi rezim pendisiplinan (Foucault,
1980a). Dalam hal ini makna normal dan abnormal yang dominan mempengaruhi dari
membatasi perilaku setiap orang. Makna yang dominan bukan hanya suatu makna,
walaupun mungkin makna tersebut paling terlihat dan masuk akal. Mungkin terdapat cara-
cara alternatif untuk memahami pengalaman, penafsiran alternatif atas perilaku, dan
makna alternatif yang dihasilkan oleh suatu kelompok.
Psikologi kritis adalah istilah yang mencakup banyak bentuk kritik penulis
terhadap disiplin psikologi yang pada awalnya muncul melalui keterlibatan kami dalam
2
feminisme. Penulis terus memfokuskan perhatian pada pengetahuan psikologi mengenai
wanita dan jender serta mengenai aspek-aspek problematis yang berkaitan dengan wanita,
apakah sebagai pekerja lapangan, sebagai klien dalam terapi dan konseling atau sebagai
mahasiswa.

DIAGNOSIS: MENGADILI DAN PENAMAAN


Hampir semua pertemuan (encounters) dalam sistem kesehatan mental dimulai
dengan asesmen terhadap kesulitan klien. Asesmen ini seringkali dihasilkan dalam proses
diagnostik formal. Elemen dasar dari diagnosis itu adalah standarisasi nama (atau nama-
nama) bagi kondisi klien, misalnya schizorphrenia, panic disorder atau gangguan
pascatraumatik.
Bagi kebanyakan ahli psikoterapi, apa yang penting untuk perawatan (treatment)
adalah pengetahuan mereka tentang perasaan dan pengalaman klien, diagnosis formal
bukan hal yang penting atau perhatian utama. Baru-baru ini, saat perawatan kesehatan
mental telah menjadi lebih rutin dan berbadan hukum dan menanggapi tekanan ekonomi,
sistem birokrasi yang mengelola perawatan ini mensyaratkan ahli klinis untuk menetapkan
kategori diagnoistik formal. Diagnosis ini diberikan sebagai kriteria untuk memutuskan
kebutuhan medis dimana individu berhak mendapatkan perawatan kesehatan mental, tipe
perlakuan apa yang seharusnya mereka terima dan beberapa yang harus dibayar
seandainya mereka menerima perlakuan itu.

PEDOMAN DIAGNOSTIK DAN STATISTIK UNTUK GANGGUAN MENTAL


Saat ini, Diagnostik and Statistical of Mental Disorder (DSM) dari the American
Psychiatric Association (1994) merupakan standar ringkas dari kategori diagnostik di
Amerika Serikat. Banyak analisis kita dan juga orang lainnya menggunakan sistem-sistem
diagnotik yang menerapkan DSM, misalnya the Internasional Classification of Diseases
(World health Organization, 1978). Mary Sykes Wylie berpendapat bahwa DSM, telah
menjadi lingua franca untuk keseluruhan kebudayaan dan ekonomi dari pendirian
kesehatan mental (1995: 25). Isi dari kategori itu menunjukkan bahwa gangguan
psikologis terkait dengan gangguan fisik dan kategori itu terlepas dari situasi kehidupan
dan latar budaya dari individu yang mengalaminnya.
Dalam DSM, kriteria ini biasanya berupa daftar gejala-gejala. Daftar ini secara
khusus berisi pengamatan-pengamatan yang dilakukan oleh ahli diagnostik, dan juga
pikiran, perasaan serta perilaku yang dilaporkan individu. Agar berguna, suatu sistem
3
diagnostik harus reliabel. Itulah sebabnya, banyak ahli psikodiagnostik yang menggunakan
sistem tersebut harus sepakat dalam penilaian diagnostik mereka.
Dari pendekatan konstruksi sosial, penulis menekankan pada tingkat dimana
diagnostik merupakan produk dari waktu dan tempat tertentu. Hubungan antara diagnosis
psikiatri dengan kebudayaan struktur masyarakat dan kondisi historik dapat terlihat jika
kita melihat pada waktu dan tempat lain sewaktu dan tempat kita sendiri. Terdapat
diagnostik yang menggambarkan suatu gangguan merefleksikan kondisi kebudayaan dan
material saat itu. Selain itu, terdapat diagnosis yang merefleksikan dan menunjukkan
kepentingan mereka yang berkuasa (pemilik budak, masyarakat kelas atas).
Tujuan utama psikologi klinis dan abnormal kritis adalah memusatkan perhatian
kembali pada konteks sosial, terutama dalam mempertimbangkan bagaimana suatu
distribusi sumber daya dan kekuatan yang tidak seimbang antara kelompok-kelompok
sosial dapat memberi konstribusi bagi timbulnya rasa tidak bahagia dan tidak berdaya.
Para ahli psikologi kritis tidak menyangkal adanya kenyataan bahwa faktor-faktor biologi
memiliki peranan dalam memunculkan terjadinya beberapa masalah psikologis. Namun,
terlepas dari ada tidaknya peranan faktor-faktor biologi tersebut, para ahli dengan tegas
menyatakan bahwa masalah-masalah psikologis pada dasarnya selalu terletak dalam suatu
konteks sosial. Hal ini berarti, pengertian yang melekat didalamnya, evaluasi moral yang
ada, beserta konsekuensinya berhubungan erat dengan budaya, sosial, sejarah. Hal inilah
yang menyebabkan mengapa agenda psikologi kritis secara akdemis menekankan maslah
gangguan psikologis dalam konteks yang luas.
Dalam kalangan feminis, muncul beberapa pertanyaan penting sehubungan dengan
hal tersebut, diantaranya mengapa masalah pola makan ini mengarah pada kelompok
jender tertentu; mengapa hal tersebut lebih banyak terjadi di Eropa dan Amerika Utara
(terutama Amerika serikat) dibandingakan dengan tempat lain; mengapa jumlah wanita
dan gadis remaja yang mengalami maslah tersebut meningkat pesat dalam beberapa tahun
terakhir; dan kelompok wanita dan gadis remaja yang bagaimana yang rentan terhadap
masalah tersebut (Striegel-Moore dkk, 1986). Adanya kenyataan bahwa ramping/langsing
telah menjadi suatu standar kecantikan feminim dalam menggambarkan wanita di media
massa dan dunia hiburan. Hal lain yang dihasilkan dari analisis ini menunjukkan bahwa
tubuh wanita dirawat seperti layaknya kendaraam untuk menunjukkan kekuatan fisik dan
sosial para pria yang berhubungan dengan mereka. Maka dari itu, para wanita disibukkan
dengan kegiatan untuk mengawasi secara ketat dan rutin apa yang mereka makan dan
bagaimana mereka terlihat (bagaimana penampilan mereka); semata-mata untuk mengatur,
4
menahan dan menguasai selera tubuh (master bodily appetities) daripada untuk
menyenangkan diri mereka.

APAKAH PUTUSAN KLINIS MENGANDUNG BIAS?


Terdapat perbedaan yang besar dalam setiap rata-rata kemunculan diagnosis antara
jender, etnik, dan kelas sosial. Tentu saja perbedaan tersebut tidak begitu saja
mengindikasikan adanya bias dalam diagnosis. Barangkali hal tersebut justru
merefleksikan perbedaan yang sesungguhnya dalam distribusi populasi dari suatu
gangguan, yaitu perbedaan yang berasal dari pengalaman hidup dan akses sumber-sumber
ekonomi dan sosial yang berbeda. Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa para ahli klinis yang sedang mengevaluasi laporan-laporan mengenai beberapa
kasus yang serupa akan mengubah putusan diagnosi mereka untuk merespons informasi
mengenai jender, kelas sosial, ras maupun gaya hidup pasien.
Baik overdiagnosis maupun underdiagnosis sama-sama memiliki konsekuensi
negatif. Overdiagnosis dapat terjadi karena pengalaman dan perilaku yang sifatnya
normatif bagi suatu kelompok sosial tertentu dipandang sebagai tanda-tanda adanya
gangguan psikologis oleh mereka yang profesional dibidang kesehatan jiwa.
Underdiagnosis mengacu pada pengabaian atau minimalisasi suatu kondisi psikologis.
Banyak ahli psikolgi kritis yang memiliki keraguan terhadap asumsi dasar
psikologi mengenai universalitas peilaku manusia yang telah mentransendesi waktu,
tempat dan kondisi. Keraguan tersebut membuka jalan munculnya bentuk-bentuk
pengetahuan yang lebih khusus , yang sensistif akan konteks. Dalam hal ini, para ahli
psikologi sadar untuk menghargai pengalaman-pengalaman individu yang tidak memiliki
hal istimewa dan tidak dominan dalam masyarakat, sebagai bagian penting bagi dasar
keilmuan mereka.

PENGARUH IDEOLOGIS PADA DIAGNOSIS


Diagnosis berisi suatu sistem interpretasi dan pemaknaan yang mengarahkan
perhatian kita pada isu-isu tertentu dan mengabaikan isu-isu lainnya. Sistem diagnosis
yang sekarang ini didasarkan pada suatu model medis. Sistem ini menggunakan bahasa
dan asumsi medis secara metaforis untuk menggambarkan dan memahami berbagai
kesulitan psikologi dan psikososial. Dengan memandang gangguan psikologis sebagai
bagian dari penyakit fisik, DSM mengarahkan perhatian ahli-ahli klinis pada individu yang
terpisah dari konteks sosial. Hal tersebut meremehkan efek negatif yang potensial dari
5
adanya diskriminasi perlakuan, kekacauan di perkotaan, ketidakseimbangan sosial dan
ekonomi yang terlalu jauh dan pertumbuhan kemiskinan dikalangan kelas pekerja. Banyak
para hali terapi dengan pendekatan sistem keluarga telah memiliki model psikososial yang
sesuai, yang banyak menyoroti interaksi antara berbagai faktor kepribadian individu
dengan kelompok sosial dan berbagai kondisi sosial sebagai dasar dalam memahami
perilaku.
Tidak dipungkiri lagi, DSM telah menjadi media pengorganisasian yang sangat
penting, tidak hanya untuk mendiagnosis pasien yang ada dalam sistem kesehatan jiwa
saja, tetapi juga bagi buku-buku teks psikiatri dan psikologi, untuk menentukan biaya
asuransi dan untuk penelitian-penelitian mengenai kesehatan jiwa yang sedang dirintis
oleh berbagai organisasi pemerintahan.

FOKUS PADA INDIVIDU


Psikoterapi tradisional melibatkan pertemuan antara klien dengan seorang ahli
klinis dalam situasi perjumpaan satu lawan satu yang terus menerus. Hal ini dimaksudkan
untuk membantu klien bebas dari perasaan tertekan dan tidak berdaya yang seringkali
dilakukan dengan cara mentransformasikan makna-makna yang diberikan klien atas
kejadian-kejadian tertentu atau mengubah perilaku klien. Tujuannya untuk membuang
kepahitan yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan konvensional untuk menyelesaikan masalah-masalah psikologis baik
itu psikoterapi ataupun terapi obat memposisikan individu sebagai lokus masalah. Sikap
itu mengesampingkan pentingnya peranan kondisi sosial yang menyebabkan masalah dan
memperburuk atau bahkan menyelesaikan masalah lainnya. Terlebih lagi pendekatan
konvensional mengakui ide-ide dan norma-norma tertentu dari budaya kontemporer,
termasuk pemahamannya tas otonomi, pentingnya identitas personal dan pemenuhan diri
(self-fulfillment) melalui pencapaian prestasi dan kepemilikan material secara individual.
Putusan para ahli klinis mengenai cara yang efektif mengatasi kiris dan penderitaan
sering mengandaikan bahwa hak-hak istimewa yang dimiliki kelas menengah atas
kekuasaan dan sumber daya sosial juga tersedia untuk semua golongan. Mereka yang
berada dikelas profesional mungkin memegang kepercayaan yang tidak dapat
dipertanyakan lagi tentang kebajikan-kebajikan sosial dan keadilan sosial yakni
kepercayaan dimana pengalaman orang-orang miskin dan orang-orang yang berada dalam
posisi marginal dimasyarakat tidak selalu harus diungkapkan. Bagi individu yang memiliki
keterbatasan smber daya material dan kekuatan sosial, berbagai cara penyelesaian masalah
6
yang dapat digunakan oleh mereka yang berasal dari kelas menengah atas, barangkali
menjadi tidak berguna atau tidak produktif.
Satu asumsi yang mendasari kebanyakan bentuk perlakuan adalah bahwa apa yang
salah berada pada individu, sedangkan kondisi eksternal tidak perlu dipermasalahkan atau
dimodifikasikan. Pendekatan perlakuan tradisional digunakan untuk membantu orang
menyesuaikan diri dengan keadaan dan bukan untuk mentrasformasian keadaan-keadaan
yang menimbulkan suatu masalah.

WAKTU BAGI KEKUASAAN


Ahli terapi adalah seseorang yang memegang kekuasaan dan menggunakan
kekuatan dari keahlian yang dimilikinya. Kenyataan ini memunculkan label yang tidak
menyenangkan terhadap sesi terapi sebagai waktu bagi kekuasaan (the power hour) dan
mengkritisi terapi sebagai suatu bentuk kontrol sosial (Green, 1995). Ahli terapi yang peka
terhadap ketidakseimbangan kekuasaan dalam terapi yang peka terhadap
ketidakseimbangan kekuasaan dalam terapi berusaha mencari cara untuk berbagi
kekuasaan dengan klien dan berusaha, mengawasi kecenderungan untuk menganggap ahli
terapi sebagai orang yang memegang kekuasaan.
Beberapa ahli terapi feminis menyatakan bahwa dengan berada dalam suatu posisi
atas-bawah vis-a-vis, seorang ahli terapi telah menghalangi kesempatan bagi wanita untuk
mengembangkan sikap asertif dan percaya diri dalam terapi.

BEBERAPA PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM PERLAKUAN


Beberapa pendekatan perlakuan telah mencoba untuk meletakkan berbagai masalah
psikologis dalam konteks sosial yang luas dan membahas konteks tersebut. Pendekatan-
pendekatan tersebut melibatkan bentuk-bentuk terapi feminis yang mempertanyakan
norma-norma sosial serta tuntutan femininitas dan maskulinitas yang konvensional. Para
ahli terapi keluarga bekerja dengan keluarga secara keseluruhan. Mereka menggunakan
teori-teori perubahan dan strategi-strategi terapi yang menganggap masalah berasal dari
keluarga sebagai suatu sistem interaksi, bukan karena pengaruh seorang anggota keluarga
saja. Dalam terapi keluarga, para kritisi berusaha untuk menghindari teori yang
menyalahkan keluarga sebagai penyebab timbulnya masalah. Alternatif lain bagi terapi
tradisional adalah model intervensi psiko-edukatif, yang menempatkan ahli klinis lebih
sebagai pendidik dan rekan dari seorang klien daripada hanya sekadar ahli yang berada

7
dalam posisi diatas. Model ini memandang klien (atau dalam beberapa kasus, keluarga
klien) lebih sebagai rekan dalam intervensi daripada hanya sebagaian dari masalah.

MEMPERTANYAKAN NILAI-NILAI DALAM PERLAKUAN


Terapi sebagai sumber daya bagi mereka yang menderita, ternyata tidak
didistribusikan secara seimbang diantara kelompok-kelompok sosial. Karena
membutuhkan waktu dan uang, terapi disediakan bagi mereka yang memiliki kekayaan
ekonomi dan gaya hidup yang mapan untuk bertemu secara teratur berdasarkan
kesepakatan yang rutin. Berbagai pendekatan diatur secara cermat, yang menekankan
batasan biaya pembayaran, dan khusus mendukung bentuk-bentuk perlakuan yang singkat
dan dapat dilakukan sendiri oleh individu melalui pelatihan terbatas.
Psikologi klinis tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan akan uang dan
medikalisasi dibidang kesehatan mental. Hal ini dapat dilihat dari tekanan beberapa ahli
psikologi baru-baru ini agar diizinkan memberi nasihat medis. Pemberian obat bagi
masalah-masalah psikologis dapat menjadi intervensi yang berguna, tetapi tujuannya
seringkali terbatas hanya untuk membawa seseorang kembali ke dalam tealitas sehingga
kembali pada fungsi normal mereka. Hal ini membiarkan situasi interpersonal yang
problematis dan kondisi masyarakat tidak berubah.

ASUMSI-ASUMSI PENGETAHUAN
Standar-standar tradisional bagi produksi pengetahuan dalam psikologi klinis dan
abnormal didasarkan pada pandangan konvensional bahwa peneliti merupakan dan dapat
menjadi seorang pengamat yang tidak bias, tanpa kepentingan dan bebas nilai. Meskipun
demikian, konstruksi sosial menyatakan bahwa pendirian semacam itu tidak mungkin
dicapai. Setiap peneliti dipandu oleh aturan-aturan dan asumsi-asumsi implisit dan
eksplisit mengenai apa yang masuk akal dan cara-cara yang sah dalam menafsirkan dunia.
Banyak pengetahuan psikologi klinis dan abnormal ditulis menggunakan istilah-
istilah yang bersifat universal. Sehingga, berbagai teori dianggap berlaku untuk semua
orang, terlepas dari keanggotaan individu dalam suatu kelompok sosial, latar belakang
budaya, dan sejarah kehidupannya. Seperti dalam psikologi umumnya, psikologi klinis dan
abnormal bertujuan untuk menentukan prinsip-prinsip perilaku yang universal dan bukan
untuk mengindentifikasi perbedaan-perbedaan diantara kelompok. Para peneliti cenderung
menolak mempelajari individu yang sulit dikategorikan, begitu juga informan yang tidak

8
dapat dipercaya atau siapa aja yang tidak bisa menjadi responden yang responsif atau
kooperatif.
Masalah selanjutnya dalam pencapaian pengetahuan psikologi adalah pengabaian
terhadap pengalaman dan identitas sehari-hari. Bahkan, penelitian lebih memfokuskan
pada kategori-kategori dan pengukuran abstrak. Psikologi sebagai suatu cabang ilmu
memiliki hak istimewa untuk menyelidiki perilaku secara ahistoris dan tanpa konteks,
yang secara ideal dilakukan dalam situasi laboratorium.

UNTUK MENJADI SEORANG AHLI PSIKOLOGI KRITIS


Psikologi kritis lebih mengarahkan pada penguasaan sejumlah paraktik yang
merefleksikan suatu sikap skeptis dan kritis. Penulis menjelaskan bagaimana kita dapat
mengasah kemampuan kritis anda sebagai kelanjutan dari studi kita terhadap psikologi
klinis dan abnormal:
1. Saat kita membaca tentang gangguan perilaku dan penangannya, tanyakan pada diri
kita mengenai kemampuan menggeneralisasinya.
2. Carilah cela ketika membahas suatu topik
3. Jangan menggunakan alasan tentang kekurangan dan gangguan untuk mengabaikan
ketahanan dan kemampuan manusia mengatasi masalah.
4. Tanyakan apakah defisiensi atau kualitas yang digambarkan sebagai karakteristik
individu barangkali lebih baik dijelaskan sebagai perilaku-perilaku yang muncul
karena situasi atau konteks tertentu.
5. Muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai intervensi psikologis.
6. Tanyakan bagaimana kesejahteraan seluruh anggota masyarakat dapat dicapai.

6
PSIKOLOGI SOSIAL :
KRISIS BERLANJUT

Definisi psikologi sosial yang paling umu diterima menggambarkan disiplin ini
sebagai satu upaya untuk memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan dan
perilaku individu yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain secara aktual, dibayangkan,
atau hadir secara tidak langsung.

9
SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi modern kira-kira dimulai pada awal abad ke-20. Triplett (1898)
melakukan eksperimen psikologi sosial yang pertama, meneliti proses dimana kehadiran
individu lain tampaknya meningkatkan kinerja pada tugas tertentu. Ledakan pertama
dalam penelitian sosial terjadi pada periode antara 1920 sampai 1940. Sebagian besar
psikologi sosial pada periode tersebut didorong oleh maraknya maslah-masalah sosial saat
itu. Salah satu pengaruh penting pada psikologi sosial selama periode tersebut adalah
peristiwa depresi. Pada tahun 1935, pada konvensi American Psychological Assosiation di
New Hampshire, ahli psikologi sosial Ross Stagner menjdai ketua suatu pertemuan dimana
Society for the Psychological Study of Social Issues (SPSSI) didirikan. SPSSI adalah
organisasi pertama yang bertujuan menggunakan penelitian psikologis untuk memajukan
kesejahteraan manusia. Tujuan SPSSI ada dua:
1. Mendorong penelitian pada mereka yang mengalami masalah psikologis karena
kebijakan sosial, ekonomi, dan politik modern.
2. Membantu masyarakat dan para wakilnya memahami dan menggunakan
sumbangan penelitian ilmiah tentang perilaku manusia untuk tujuan pembuatan
kebijakan sosial.
Pengaruh penting lainnya pada psikologi sosial adalah Perang Dunia II.

KRISIS KEPERCAYAAN DIRI DALAM PSIKOLOGI SOSIAL


Pada pertengahan tahun 1960-an, psikologi sosial telah berkembang dari fase
remaja menjadi disiplin ilmu yang lebih matang dan maju. Terdapat sebagian ahli yang
mulai khawatir tentang masa depan disiplin tersebut. Dimulai oleh artikel yang ditulis Ring
pada tahun 1967. Artikel Ring membedakan tiga jenis psikologi sosial; yang humanistik,
psikologi yang berorientasi aksi, yang diturunkan dari tradisi Lewinian; psikologi sosial
yang berorientasi ilmiah yang menekankan eksperimen laboratorium dan menjauh dari
segala upaya untuk membuat disiplin tersebut relevan secara sosial; dan psikologi sosial
fun and games yang menekankan ekperimen cerdas untuk menghasilkan penemuan
intuitif tandingan, tetapi hanya sedikit sumbangannya terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan. Kelompok lain menyatakan bahwa metode laboratorium dan pendekatan
pengujian hipotesis untuk memahami interaksi sosial tidak menukupi untuk mencapai
pemahaman tentang kompleksitas perilaku sosial manusia.
Pengkritik lain selama periode ini berpendapat bahwa psikologi sosial
pendekatannya terlalu bersifat individualistis. Menurut padangan seperti itu kurang
10
mempertimbangkan pengaruh komunitas dan masyarakat pada perilaku, menempatkan
beban pengatasan masalah diatas pundak individu dan menjustifikasi program-program
sosial yang cocok dengan pendekatan yang memiliki sifat mengisolasi, memecahkan
menjadi kecil, mengindividualisasi dan mengalienasi. Kritik lain terhadap psikologi sosial
selama periode krisis adalah bahwa psikologi sosial tidak relevan. Penelitian psikologi
sosial, tanpa dibumikan dalam persoalan sosial dan masalah sosial yang penting
menanggung resiko kehilangan arah.

DUA PULUH TAHUN KEMUDIAN-KRISI BERLANJUT


Augoustinos dan Walker (1995), berpendapat bahwa krisis tersebut hilang begitu
saja, bukan karena masalah terselesaikan, tetapi karena psikologi sosial telah kehilangan
ketertarikannya untuk mengatasi persoalan tersebut. Rich (1981), berpendapat bahwa
banyak persoalan yang menimbulkan krisis telah diatasi dengan adanya perkembangan
psikologi sosial yang bersifat lebih terapan dan lebih rumit metodologinya. Jones (1985),
berpendapat bahwa tidak pernah terjadi krisis yang sesungguhnya dan psikologi sosial
seharusnya meneruskan kegiatannya seperti biasa.

SIAPA YANG MELAKUKAN PSIKOLOGI SOSIAL DAN UNTUK SIAPA?


Cartwright berpendapat bahwa mengacu pada kondisi sosial waktu itu dimana
mereka memasuki bidang psikologi sosial, mereka (ahli psikologi sosial) sebagian besar
adalah orang Amerika berkulit putih, laki-laki dan , kelas menengah maka mereka
mencerminkan kepentingan dan bias lapisan dari populasi. Satu bagian yang
menunjukkan perubaha yang paling besar adalah jenis jender mereka yang mempraktikkan
psikologi sosial. Kini lebih banyak ahli psikologi sosial perempuan dibandingkan
sebelumnya, dan kaum perempuan tersebut telah membuat sumbangan penting dalam tiap
bidang psikologi sosial.
Ahli psikologi sosial perempuan berada digaris depan mereka-mereka yang
meneliti topik seperti perbedaan jender dalam perilaku sosial atau hubungan sosial yang
intim, yang sebelumnya dihambat pada masa dominasi laki-laki atas bidang psikologi
sosial. Teori dan metode penelitian feminis juga mulai menghasilkan perubahan-perubahan
penting dalam cara ahli psikologi sosial memandang dunia dan melakukan penelitiannya.
Psikologi sosial secara dominan masih merupakan usaha orang Amerika, meskipun
hal itu semakin berkurang tahun demi tahun. Hal ini tidak mengejutkan, karena fakta
bahwa Amerika Serikat memiliki apa yang digambarkan sevagai barisan serdadu (ahli
11
psikologi) sesungguhnya yang didukung oleh infrastruktur penelitian yang paling luas
didunia. Psikologi sosial masih dipraktikkan terutama oleh individu-individu yang
berkulit putih dan berasal dari kelas menengah. Mayoritas terbesar dari mereka yang
mengajar psikologi sosial dan melakukan penelitian psikologi sosial juga melakukannya
dalam sebuah lingkungan akademis.
Beberapa penelitian terhadap ciri-ciri partisipan selama kurang lebih dua puluh
lima tahun terakhir menunjukkan bahwa penelitian psikologi sosial sangat membatasi
siapa yang dipilih menjadi subjek penelitian.

APA YANG DITELITI?


Ahli psikologi sosial dari tahun 1940-an, jika dipindahkan pada masa kini dan
diberi kesempatan untuk mempelajari beberapa jurnal utama dalam bidang psikologi
sosial, akan sangat terkejut dan mungkin lebih merasa kecewa. Mereka akan menemukan
suatu psikologi sosial yang lebih berkaitan dengan individu dibandingkan dengan
bagaimana individu berhubungan satu sama lain. kondisi ini sebagian merupakan hasil
orientasi kognitif yang mendominasi pemikiran dalam psikologi sosial masa kini. Sebagian
orang berpendapat bahwa perspektif tersebut lebih bersifat kognitif dibanding sosial, maka
satu-satunya hal yang bersifat dengan objek sosial, sekelompok orang, peristiwa. Dengan
dominasi pendekatan kognitif, psikologi sosial mundur secara dalam dan semakin dalam
dalam pikiran dari individu-individu yang diteliti. Bahkan topik seperti hubungan intim
diteliti dari sudut pandang individu. Hal ini menciptakan kesulitan untuk memahami
interaksi sosial dari sudut pandang yang lebih kontekstual, sudut kebudayaan.
Banyak teori yang muncul selama masa sebelum krisis psikologi sosial bersifat
motivasional. Kekuatan yang memotivasi perilaku sosial berasal baik dari dalam maupun
dari luar individu. Dengan datangnya psikologi sosial yang lebih kognitif, teori-teori
semakin tampak tidak datang dari pengamatan dan analisis atas interaksi sosial, tetapi dari
psikologi kognitif lebih mungkin untuk memusatkan diri pada proses intrapsikis
dibandingkan pada motivasi. Akibatnya, teori dan penelitian semakin menjadi berpusat
pada individu dan semakin jauh jarak dari perilaku sosial yang terjadi dalam lingkungan
sosial.
Salah satu yang ditawarkan untuk mengatasi kirisi ditahun 1970-an adalah
membumikan penelitian dan teori psikologi sosial dalam isu-isu psikologi sosial penting
dan persoalan sosial masa kini. Hasil dari dorongan untuk menjadikan penelitian psikologi
sosial menjadi relevan adalah didirikannya sebuah jurnal khusus tentang penerapan
12
penelitian dan teori psikologi sosial pada isu-isu sosial pada tahun 1971. Lebih lanjut,
sebagian besar penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal melibatkan penerapan teori-
teori yang dikembangkan terutama jurnal melibatkan penerapan teori-teori yang
dikembangkan terutama dalam laboratorium pada isu dan masalah sosial dalam lingkungan
nyata. Hanya sedikit artikel yang tampak menggunakan penelitian terapan atau tindakan
sosial yang bertujuan memberi informasi tentang perkembangan suatu teori. Selain itu,
kehadiran sebuah jurnal psikologi sosial terapan memperkuat gagasan bahwa ada
perbedaan antara psikologi sosial dasar dan terapan dan memungkinkan berlanjutnya
sebuah psikologi sosial dasar atau murni yang tidak membumi dalam isu dan masalah
sosial, atau yang diuji dalam lingkungan diluar laboratorium.

DIMANA PERILAKU SOSIAL DITELITI?


Pada tahun-tahun sekitar Perang Dunia II, ketika psikologi sosial pertama kali mengalami
ledakan kegiatan, para peneliti melakukan penelitian pada berbagai lingkungan. Dengan
pemujaan eksperimen laboratorium di tahun-tahun 1960-an dan 1970-an, penelitian yang
dilakukan diluar laboratorium semakin langka. Mungkin jika dibandingkan hal yang lain
ketergantungan psikologi sosial pada eksperimen laboratorium adalah faktor yang
melahirkan krisis kepercayaan diri pada psikologi sosial pada tahun 1980-an dan 1990-an.

BAGAIMANA PERILAKU SOSIAL DITELITI?


Selama masa keemasan eksperimen laboratorium, sebagian besar penelitian
melibatkan manipulasi atas variabel bebas yang dilakukan oleh peneliti dan mengukur
dampak dari manipulasi tersebut (biasanya dengan skala yang jawabannya bersifat tertutup
(close-ended response scales) pada serangkaian terbatas variabel tergantung). Partisipan
penelitian seringkali tidak mengetahuin tujuan eksperimen, karena ada anggapan bahwa
jika partisipan mengetahui tujuan penelitian mereka akan memberi respons dengan cara
tidak alami. Subjek penelitian dipandnag sebagai sesuatu yang diteliti dalam situasi
eksperimen yang diawasi dengan serangkaian kontrol ketat. Lebih jauh, para partisipan
dianggap tidak menyadari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mereka. Pikiran,
perasaan, pemahaman, dan harapan mereka jika dikaitkan dengan prosedur eksperimen
(atau hal yang lain) sangat diabaikan, dengan perkecualian bagaimana mereka dicerminkan
dalam respons terhadap skala yang perlu dilengkapi.
Eksperimen laboratorium tampaknya masih berada dalam masa kejayaannya, hal
ini didasarkan pada mayoritas penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal psikologi
13
sosial. Meskipun berguna untuk menilai dampak sejumlah variabel terbatas pada sejumlah
respons yang terbatas pula, laboratorium merupakan representasi yang miskin dari
lingkungan sosial yang kaya dan multidimensi, tempat perilaku sosial terjadi.
Laboratorium juga miskin kemampuannya untuk merepresentasikan banyak dan bervariasi
cara yang digunakan indiidu merespons lingkungan sosial.

KONDISI SAAT INI


Psikologi sosial seperti yang dipraktikkan hari ini tampaknya tidak berubah secara
substansial sejak periode krisis ditahun 1960-an dan 1970-an. Banyak masalah yang
terjadi pada saat itu juga dialami oleh ahli psikologi sosial hari ini. Dalam sudut pandang
tertentu, kesulitan yang ada semakin menonjol:
1. Ahli psikologi sosial masa kini didominasi oleh orang Amerika yang berkulit putih,
laki-laki dan perempuan dan kelas menengah.
2. Subjek penelitian psikologi sosial sebagian besar adalah mahasiswa tingkat sarjana
yang terdidik dengan baik, lebih terampil secara kognitif dan kurang terikat dalam
sekelompoknya, lebih tunduk, kurang bervariasi dari segi umur, dan lebih kaya
dibandingkan populasi rata-rata.
3. Individuasi dan kognitifikasi psikologi sosial tersebut menjadikan psikologi sosial
tidak lagi didorong atau mendapat informasi dari isu sosial dan masalah sosial
penting hari ini.
4. Sebagian besar penelitian psikologi sosial masih melibatkan individu-individu yang
bekerja dalam lingkungan akademis, laboratorium yang terisolasi. Interaksi sosial,
bagaimanapun, tidak terjadi dalam sebuah laboratorium atau dalam pikiran
seseorang.
5. Metode yang digunakan dalam sebagian besar penelitian psikologi sosial
melibatkan pengujian hipotesis dengan memanipulasi serangkaian terbatas variabel
bebas dan menilai pengaruhnya pada serangkaian variabel tergantung.
Psikologi sosial yang muncul dari analisis ini adalah suatu disiplin yang terpisah dari
pokok kajiannya. Dalam upaya kerasnya mengejar status sebgai sebuah sains, psikologi
sosial telah menjauhkan diri dari akarnya, dari persoalan dan masalah sosial yang menjadi
benih kemunculan dan nilai-nilai yang membuat bidang tersebut menarik dan menjadi
usaha relevan.

14
MENYELESAIKAN KRISIS

Kemitraan Penelitian
Satu jalan untuk memperluas sumber data psikologi sosial melampaui mahasiswa
tingkat sarjana dalam lingkungan laboratorium adalah membentuk kemitraan penelitian
dengan individu-individu yang mewakili satu kelompok dan hidup dalam lingkungan yang
akan diteliti. Individu yang tertarik pada kekerasan laki-laki terhadap perempuan, misalnya
dapat menciptakan kemitraan penelitian dengan perempuan yang telah mengalkami
kekerasan, individu-individu yang memberikan pelayanan kepada perempuan seperti itu,
bahkan mungkin pelaku penyerang (atau pelaku penyerang sebelumnya).
Kemitraan juga diperlukan diantara para ahli psikologi sosial dari bangsa yang
berbeda, untuk memastikan terjadinya perkembangan struktur pengetahuan (body of
knowledge) yang mencerminkan tidak hanya sekedar konteks kebudayaan dan politik
Amerika. Kemitraan ini akan memastikan bahwa jenis psikologi kritis yang berkembang
diluar Amerika Serikat memiliki pengaruh yang semakin besar pada arus utama dalam
bidang ini.

Metode Penelitian Kualitatif


Metode penelitian kualitatif atau alamiah secara khusus sangat tepat untuk
menggambarkan dan memahami perilaku sosial dalam lingkungan alamiahnya. Beberapa
metode kualitatif yang biasa digunakan melibatkan penggunaan wawancara mendalam,
wawancara terbuka, pengamatan alamiah, studi kasus dan analisis dokumen. pendekatan
kualitatif atau alamiah berorientasi induktif dan menemukan (discovery); pendekatan ini
membolehkan suatu penelitian peilaku sosial yang terjadi dilingkungan alamiahnya;
pendekatan ini juga membiarkan mereka-mereka yang diteliti mengekspresikan dirinya
secara lebih untuk, tidak dibatasi oleh ikatan pertanyaan yang respons/ jawabanya sudah
pasti dan pendekatan itu memberikan gambaran yang lebih kaya tentang berbagai variabel
yang memperngaruhi interaksi sosial. Namun, metode kualitatif jarang digunakan dalam
penelitian psikologi sosial, meskipun tradisi penelitian kualitatif tersebut berakar kuat pada
ahli psikologi sosial Eropa, dan hal itu juga terjadi khusunya di Amerika Utara.

Penelitian Aksi (Action Research)


Kurang lebih dari 25 tahun yang lalu, Nevitt Sanford berpendapat bahwa
pemisahan antara sains dengan praktik yang dilembagakan setelah Perang Dunia II telah
15
mengutuk penelitian aksi sebagai peran remeh dalam ilmu sosial. Jumlah penelitian aksi
tentu saja tidak banyak berubah dari tahun ketahun, meskipun demikian kehadiran
pendekatan tersebut telah berakar kokoh walaupun dalam jumlah sedikit, dalam bidang
penelitian psikologi sosial, sampai hari ini.

Mengintegrasikan Penelitian Terapan Dan Penelitian Dasar


Secara umum, penelitian terapan telah termarjinalisasikan oleh pengelompokkan
bidang psikologi sosial menjadi dasar dan bidang terapan. Hasilnya adalah sebuah ragam
teori dan penelitian seperti yang dimuat dalam jurnal-jurnal arus utama, yang seringkali
tidak berkaitan dengan masalah sosial, atau bahkan dengan perilaku sosial. Kini waktunya
bagi jurnal psikologi sosial arus utama untuk mengintegrasikan komponen terapan dan
dasar dari disiplin psikologi sosial dan mulai menerapkan sebuah standar relevansi sosial
pada manuskrip-manuskrip yang sedang dipertimbangkan untuk dipublikasikan. Psikologi
sosial adalah sebuah ilmu sosial terapan. Menghilangkan bagian yang terapan akan
menjadikan psikologi sosial kurang relevan terhadap masalah sosial dan
menghilangkannya lebih jauh dari bidang pengalaman sosial yang nyata.
Karena psikologi sosial memiliki akarnya terutama di Amerika Serikat, nilai-nilai
yang dianutnya selama masa-masa pembentukan diri sebagian besar adalah nilai yang
paling menonjol dalam kebudayaan Amerika. Nilai-nilai tersebut termasuk kepercayaan
pada demokrasi dan hak individual, kemampuan individu mengatasi segala tantangan
untuk tumbuh dan berkembang dan mencapai kemajuan sosial melalui sebuah proses
penyelesaian masalah yang rasional. Dalam sejarah psikologi sosial lebih lanjut,
seperangkat nilai yang lain menambah seperangkat nilai sebelumnya. Nilai-nilai itu adalah
saintisme dan profesionalisme yang terus berdampak penting pada bagaimana topik topik
dalam psikologi sosial diteliti.
Kini sudah waktunya bagi didsplin psikologi sosial untuk mengkaji kembali nilai-
nilainya, untuk menempatkannya dalam konteks kebudayaan yang lebih luas dan
membuatnya lebih eksplisit pembentukan seperangkat nilai-nilai pokok dan penilaian rutin
atas nilai-nilai tersebut, sangat berguna untuk memberikan arah bagi subdisiplin lain
dalam psikologi seperti psikologi komunitas.

16
7
KRITIK ATAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

SKALA PERMASALAHAN
Meskipun sering dipandang sebagai subdisiplin dari psikologi, namun pandangan
ini mengabaikan pengaruh psikologi perkembangan baik di dalam maupun di luar
psikologi. Berbagai teori psikologi perkembangan mempengaruhi diskusi tentang sifat
dasar dan kualitas anak, proses pertumbuhan dan perubahan psikologis secara kehidupan
keluarga. Teori ini menjadi sumber daya penting bagi sejumlah profesi di bidang
kesejahteraan (welfare profession) yang bermunculan di negara-negara industri
mengawasi, mengevaluasi serta mendukung anak dan keluarga.
Bab ini menunjukkan konsekuensi represif dari keengganan psikologi
perkembangan untuk mengakui sepenuhnya kondisian budaya serta klaimnya yang terbatas
atas kebenaran. Secara khusus kita akan melihat bagaimana ketertarikan terhadap anak dan
cerita tentang perkembangan anak digunakan untuk mengubah deskripsi statistik menjadi
pedoman sosial. Psikologi perkembangan telah diarahkan untuk mendukung agenda sosial
yang sepenuhnya konservatif. Inilah sebabnya mengapa kita butuh suatu kritik terhadap
psikologi perkembangan. Lebih dari itu, kita juga perlu memerhatikan bagaimana kekuatan
retorika psikologi perkembangan dapat dimanfaatkan untuk memikirkan suatu cara yang
lebih berguna bagi konseptualisasi pertumbuhan dan perubahan. Tantangan bagi psikologi
perkembangan, berkaitan dengan masyarakat secara umum adalah memfokuskan pada
kebutuhan-kebutuhan anak yang nyata dalam konteks budaya politik tertentu, lebih dari
sekadar wilayah kajian yang menampilkan proyeksi-proyeksi kita tentang bagaimana
menjadi anak..

SUBJEK YANG LICIN


Tulisan-tulisan psikologi perkembangan konvensional berkaitan dengan bayi dan
bak mandi : yang mana yang dijaga, dan yang mana yang dibuang. Bayi adalah subjek
pokok psikologi, sebagai unit perkembangan, individu yang berkembang. Disini kita
melihat adanya elaborasi dualisme tradisional psikologi barat antara individu dan
masyarakat. Bayi dibentuk sebagai wilayah psikologis yang pribadi dan individual. Bak
mandi adalah lingkungan sosio-kulturalnya, suatu bentangan pilihan yang mengelilingi
atau mendukung tetapi tidak mempengaruhi atau membentuk secara mendasar. Kegagalan
untuk menyusun teori tentang produksi sosial (the social production) yang menghasilkan
17
konsepsi asosial mengenai anak tersebut tidak mempertimbangkan adanya perbedaan.
Metafora yang digunakan tersebut menampilkan perkembangan sebagai suatu yang
alamiah, suatu proses universal. Seperti yang akan dilihat, konsekuensi dari asumsi ini
adalah adanya anggapan bahwa perbedaan hanya dapat digambarkan dalam istilah-istilah
yang berkaitan dengan penyimpangan, orang yang menyimpang atau sifat inferior.

POLITIK TUBUH
Para teoritis awal tentang politik modern mengambarkan paralelitas antara
kegiatan-kegiatan fisik tubuh dan proses politik. Tentu saja, pandangan tentang peran dan
fungsi negara telah diformulasikan dalam istilah politik tubuh (the body politic).
Metafora organik semacam itu, yang menghubungkan negara tubuh alami (a natural
body), merupakan simbol dari pemikiran yang modern, bersifat laki-laki dan warisan
pemikiran pencerahan barat dari abad ke-18 sampai sekarang. Ketiganya menyoroti
hubungan antara Pencerahan sebagai pendekatan terhadap pengetahuan dan munculnya
pengetahuan, serta suatu teori tentang ketertiban dan kekacauan sosial.
Psikologi perkembangan, ketika sekarang berfungsi sebagai sub bagian tersendiri
dari psikologi, berhubungan erat dengan wilayah-wilayah lain dari psikologi.
Sesungguhnya, psikologi perkembangan tumbuh bermula dari wilayah psikologi
individual yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Jadi, psikologi
perkembangan selalu didasarkan selalu didasarkan pada agenda sosial yang dominan, sama
sekali bukan merupakan sejumlah kegiatan konseptual yang murni akademis. Sebagaimana
tes inteligensi yang muncul berdasarkan kebutuhan akan sejumlah cara untuk menentukan
kriteria bagi seleksi dalam pendidikan arus utama (mainstream schooling) saat pendidikan
dasar diwajibkan bagi seluruh anak di Eropa dan AS, sehingga teori-teori
tentanghilangnya kasih sayang (maternaldeprivation) menjadi lazim di Inggris dan
kurang begitu umum di AS terutama karena perbedaan kondisi ekonomi keduanya.

KESESATAN-KESESATAN PERKEMBANGAN
Berbagai kesesatan logika, termasuk sikap androsentris (pendasaran pada laki-laki)
dari imperialisme phallus, telah membentuk pemikiran perkembangan. Kita berbicara
tentang lingkungan, tetapi istilah ini digunakan secara longgar, kadang kala berarti
konteks fisik dari iklim atau kondisi, dilain waktu berarti organisasi keluarga dan kualitasn
emosional. Walaupun tidak mencukupi, namun istilah lingkungan tersebut, seperti halnya
adaptasi dan fungsi, mencerminkan warisan dari teori evolusi yang memformulasi
18
pertanyaan-pertanyaan psikologi, terutama psikologi perkembangan. Keberpusatan pada
kelangsungan hidup dari yang terkuat dan sehat (survival of the fittest) merupakan
pembacaan yang umum atas teori Darwinian yang secara signifikan mendevaluasi
pemikiran orisinil Darwin yang menekankan keuntungan dari variabilitas spesies.
Para ahli psikologi sibuk mengidentifikasi mengira bahwa awal dari kemunculan
kualitas atau kapasitas tertentu dan mengira bahwa semakin dekat mereka dapat melacak
kualitas atau kapasitas tersebut kembali pada saat kelahiran (atau masa konsepsi), maka
kualitas atau kapasitas tersebut seharusnya semakin bersifat biologis. Ini adalah kesesatan
pemikiran perkembangan yang kalsik pemikiran tersebut memperlakukan biologi sebagai
bebas budaya (culture-free), dan oleh karena itu menolak pembentukan sosial atas
pengalaman, yang memilih untuk memperlihatkan atau menafsirkan yang biologis.
Fokus psikologi perkembangan bukan pada anak-anak tertentu yang berkembang
dalam situasi sosiohistoris khusus, tetapi pada anak yang telah digeneralisasi dan abstrak.
Dalam hal ini, piaget memulai analisisnya yang terkenal atas struktur pemikiran anak-anak
karena ia melihat hal itu sepadan dengan kajian tentang pertumbuhan logika. Baginya,
pertumbuhan pemahaman anak-anak mengulangi sejarah sains modern dalam
pergeserannya dari pemikiran konkret menuju abstrak, atau dari egosentrisme menuju
objektivitas yang berjarak. Bagi Piaget, biologi bertemu dengan filsafat dalam proyeknya
tentang epistemologi genetik yaitu kajian tentang pemikiran anak-anak.
Secara psikologis, orang-orang yang dianggap kurang berkembang dipandang
memiliki kesamaan satu sama lain, sehingga kesamaan kemudian disimpulkan ada diantara
anak-anak, perempuan, orang-orang neuortik dan primitif. Dengan kesesatan
pemikiran perkembangan semacam itu, dominasi kelompok-kelompok sosial yang
berkuasa dipandang sebagai hal yang alamiah. Kemajuan (progress) adalah istilah kunci
yang memiliki keterkaitan dengan anggapan tentang perkembangan alam, inividu dan
masyarakat.

OBJEK DAN SUBJEK


Intervensi psikologi perkembangan terutama diarahkan pada ibu, yang kemudian
menjadi fokus penyelidikan. Pada tingkat yang lebih tinggi, perempuan, sebagaimana
kebanyakan anak-anak, menjadi objek penelitian psikologi perkembangan tentang
bagaiamana mereka mengasuh, bagaimana mereka diasuh dan bagaimana pengalaman
mereka sendiri saat diasuh memengaruhi bagaimana mereka mengasuh. Bagaimana
kapasitas perempuan untuk mengasuh anak berkaitan dengan kelayakan mereka mengasuh
19
anak. Kesimpulan tersebut mendukung pendirian yang menyamakan feminitas denga
pengasuhan dan karenanya menolak atau memberi stigma perempuan yang tidak dapa atau
tidak ingin memiliki anak.
Tidak kalah pentingnya, hingga saat ini laki-laki sebagai bapak tampak kurang
diperhatikan dalam psikologi perkembangan. Barang kali hal ini merupakan akibat dari
penyusunan riset terhadap sampel-sampel perempuan (kelas menengah) yang
memungkinkan untuk diteliti dirumah dengan anak-anaknua, ketika laki-laki sedang
bekerja. Literatur perkembangan sebagian besar mempertimbangkan ketidakhadiran
seorang bapak yang dianggap menjadi masalah hanya dalam hubungannya dengan
perkembangan peran seks, khususnya bagi anak laki-laki dan mengesampingkan tema-
tema tentang disiplin dalam kaitanya dengan isu-isu yang lebih luas mengenai tatanan
sosial.
Selanjutnya industrialisasi mendorong pertumbuhan keluarga kecil (nuclear family)
di Barat (dan tampak juga di negara-negara yang saat ini mengalami industrialisasi),
tanggung jawab terhadap anak hanya dibebankan pada sorang ibu. Selanjutnya, kegagalan
penting perkembangan terbukti dalam tema-tema tentang tatanan sosial dan kekacauannya,
yang berkaitan dengan pengalaman ibu-anak saat anak masih baru lahir. Berdasarkan
interaksi-interaksi tersebut, dampak-dampak negatif dianggap dapat diprediksikan, yang
mendorong pada intervensi-intervensi pencegahan untuk kebaikan masyarakat.

KETIDAKHADIRAN NORMAL/KEHADIRAN PATOLOGIS


Secara umum tentang penelitian mendalam mengenai kajian paraktik psikologi
perkembangan, tetapi tidak semua ibu, anak dan keluarga diposisikan sejajar dalam
hubungan dengan psikologi. Ann Phoenix (1987) memberi istilah ketiadaan
normal/keadiran patologis untuk menggambarkan bagaimana pengalaman orang kulit
hitam yang secara khusus disingkirkan atau diabaikan dan hanya muncul ketika
dihubungkan dengan persoalan-persoalan sosial, seperti peran ibu yang prematur dan
orangtua tunggal.
Hal yang sama juga membentuk jenis perhatian pada isu kelas dalam psikologi
perkembangan. Perbedaan kelas hanya diperhatikan sejauh sebagai masalah inferioritas
atau penyimpangan dari norma kelas menengah yang dianggap lebih baik. Gagasan
tentang peran ibu yang peka, seperti halnya keberpusatan pada anak, sangat berkaitan
dengan teori-teori yang menonjol setelah Perang Dunia II (yang disebut sebagai perang

20
melawan fasisme) yang berhubungan dengan usaha masyarakat demokratis untuk
memproduksi pola hubungan keluarga.

DARI PERSOALAN LAMA MENUJU AGENDA BARU


Psikologi sulit mengakui bahwa pola jender yang implisit pada subjek kajiannya
adalah subjek dengan norma maskulin dari dunia barat. Dalam psikologi perkembangan,
norma ini diberi bentuk baru dalam perkembangan selanjutnya: perkembangan dibentuk
untuk menandai perubahan dari kualitas kedekatan, hubungan, keterkaitan yang konkret
dan ketergantungan pada konteks, yang secara budaya difeminisasi, menjadi otonomi,
keberjarakan, dan ketidakberpihakan. Perhatian pada asumsi normatif kultural yang
membentuk psikologi perkembangan membawa pertanyaan baru bagi psikologi kritis.

DESAIN YANG KUAT


Kita telah melihat bagaimana fokus pada gagasan abstrak tentang anak telah
mendahului penelitian tentang anak tertentu. Disini terdapat ketidakhadiran paradoksal
yang lain: partisipasi anak-anak dalam topik dan agenda psikologi perkembangan. Anak-
anak jarang diundang untuk memberikan persetujuan atas partisipasi mereka. Yang terjadi
adalah guru atau orangtua mewakili mereka untuk memberikan persetujuan, sementara
anak-anak sendiri sangat mungkin menolak untuk berpartisipasi jika mereka mengetahui
bahwa orangtua atau guru mereka sebelumnya telah memberi persetujuan. Hal ini
seharusnya juga memberi pelajaran terhadap kebiasaan buruk kita untuk menghilangkan
partisipasi aktif anak dalam penelitian, dan juga kebiasaan eksploitasi nyata atau potensial
atas anak yang membutuhkan perhatian khusus dengan dalih melaksanakan penelitian
tentang anak secara umum.
Disiplin psikologi perkembangan dibentuk oleh hubungan asimetris antara orang
dewasa dan anak-anak, yang kemudian masih diperkuat oleh penelitian maupun yang
diteliti (yang biasanya merupakan seorang peneliti eksperimen dan subjeknya). Psikologi
perkembangan dapat melakukan banyak hal untuk memberi pemahaman tentang
kekuasaan. Psikologi perkembangan dengan fokusnya pada perhatian akan anak yang
bersifat feminin dan berada dalam wilayah domestik telah menjadi subjek khusus bagi
ilmu pengetahuan yang maskulin.

21
MENUJU PSIKOLOGI PEKEMBANGAN KRITIS
Morss (1995) dalam analisisnya tentang jenis psikologi perkembangan yang kritis
dan tidak kritis, membedakan tiga posisi. Pertama, ada pendekatan konstruksionisme
sosial. Morss berpendapat bahwa pendekatan itu tetap mengandung sisa-sisa kerangka
individualisme dalam pendekatan itu tetap mengandung sisa-sisa kerangka individualisme
dalam penekanan mereka pada perkembangan yang saling menguntungkan dalam interaksi
ibu-anak. Kedua ada pernyataan yang mengajak menuju pada suatu psikologi kritis dalam
perkembangan. Meskipun pernyataan tersebut lebih peka pada definisi sosial dan kultural
tentang perkembangan, namun berisiko mereproduksi narasi perkembangan yang bersifat
alamiah dari teori-teori arus utama. Posisi ketiga yang didefinisikan Morss adalah
antiperkembangan, dimana pendekatan ini memformulasikan penjelasan tentang
perubahan tanpa memperhatikan kembali gagasan tentang keteraturan alamiah yang
menonjol.

BIDANG-BIDANG UNTUK INTERVENSI


Berikut ini penulis menggambarkan lima contoh awal yang menunjukkan persoalan
penting bagi karya-karya kritis.

Pengetahuan Tentang Anak-Anak


Salah satu cara memahami pentingnya teori psikologi perkembangan dan
praktiknya adalah mengaitkannya dengan representasi anak-anak dalam konteks budaya
yang lebih luas, kekhasan sejarahnya, polarisasi jendernya, fungsi emosi dan evaluatif dari
ketertarikan pada kepentingan terbaik anak-anak. Begitu pula kita perlu menggali lebih
dalam apa yang dilakukan orang dewasa untuk mengembalikan masa kecil yang tercuri,
baik bagi orang dewasa maupun anak-anak.

Mempraktikan Yang Sehari-Hari


Strategi kedua, untuk menghilangkan tekanan dari model-model perkembangan
yang digeneralisasi dan abstrak, adalah lebih memerhatikan pada kehidupan sehari-hari.
Ada tradisis penelitian di Eropa Utara yang menggambarkan sosiologi feminis yang
dirancang untuk mendokumentasikan kehidupan anak-anak secara konkret dan terperinci.
Pendekatan tersebut berpusat pada sejarah kehidupan (life history) dan laporan tentang
aktivitas keseharian dan mingguan dan bukan dirancang untuk menemukan kebenaran
terdalam tentang kualitas atau konseptualisasi tentang anak-anak.
22
Perempuan Dan Anak-Anak
Ketiga, kita telah menyaksikan bagaimana subjek penelitian psikologi
perkembangan bergeser dari anak-anak menuju ke ibu, dengan anak perempuan
diposisikan diantara kedua posisi tersebut. Kini asumsi tentang menginginkan,
memelihara, merawat dan mengetahui bagaimana memelihara anak, masuk secara dalam
ke definisi tentang feminitas normatif. Kaum feminis telah benar dengan menunjukkan
bahwa anak-anak merupakan sumber penindasan bagi perempuan, dan bab ini
menunjukkan peran psikologi perkembangan dalam penindasan itu.
Apa yang perlu diwaspadai oleh ahli psikologi perkembangan kritis adalah
bagaimana agenda yang lain (tentang kesehatan sosial, kontrol sosial atau imperialisme
budaya) dapat terbentuk karena intervensi pada kepentingan terbaik anak-anak maupun
atas nama emansipasi perempuan.

Perkembangan Dalam Perkembangan


Keempat, perhatian pada kolonisasi (sebagai sebuah tafsiran) dan homogenisasi
(menghilangkan keragaman) merupakan rahim dari model perkembangan yang tunggal
yang membawa cahaya kritis bari bagaimana psikologi perkembangan diekspor dari
wilayah daratan Inggris dan Amerika Serikat sebagai penghasil, menuju lingkungan
penerima yang baru.

Benar Dan Salah


Semakin jelas bahwa psikologi perkembangan menjadi sumber daya bagi kebijakan
nasional dan internasional untuk memajukan hak-hak anak. Dalam menggali dasar-dasar
hukum untuk anak-anak, program-program perlindungan kepada anak, dan strategi-strategi
untuk memastikan partisipasi anak-anak dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan
kesejahteraan mereka, gagasan tentang perkembangan anak berpengaruh baik secara
eksplisit maaupun implisit, sebagai kompentensi para ahli maupun sebagai pengetahuan
akal sehat.
Dalam perdebatan tentang kelayakan orangtua, kita perlu mengkaji dan melawan,
bagaimana wacana tentang kebutuhan anak dapat dimobilisasi untuk tujuan yang
reaksioner yang menghilangkan hal pemeliharaan kaum perempuan atas anak-anak
mereka, atau bagaimana mengajari ibu-ibu tentang bagaimana bermain dengan atau
merangsang anak mereka tidak akan mengubah konteks ketidakadilan sosial dan
23
ekonomi lebih luas yang bertanggung jawab atas kegagalan pertumbuhan pada anak-
anak.

8
PSIKOLOGI POLITIK :
SUATU PERSPEKTIF KRITIS

Terdapat suatu konsensu bahwa psikologi politik, sebagai disiplin ilmiah,


dikembangkan dari pertemuan antara psikologi dan ilmu politik. Disiplin ini mempelajari
pengaruh proses psikologi terhadap perilaku politik, dan sebaliknya, pengaruh proses
psikologi dari struktur politik individu atau kelompok. Proses-proses psikologis yang
terkait dengan politik meliputi persepsi, kognisi (misalnya keyakinan, nilai-nilai,
reprensentasi sosial, sikap, ideologi), sosialisasi, kepemimpinan, identitas sosial, konflik,
komunikasi, otoritarianisme dan kekuasaan. Perilaku-perilaku seperti konformitas, gerakan
massa jajak pendapat dan afiliasi politik juga menjadi perhatian dari ahli psikologi politik.
Tetapi tidak semuanya dapat atau seharusnya dicakup oleh psikologi politik. Martin-baro
menyadari bahwa definisi politik seharusnya menekankan pada kajian tentang proses-
proses fisik dimana orang dan kelompok menciptakan, berjuang, dan menggunakan
kekuasaan, yang diperlukan untuk memuaskan kepentingan tertentu yang ditentukan
secara sosial dalam suatu struktur sosial.

SEJARAH SINGKAT DAN SEJARAH PANJANG


Psikologi politik mulai diakui sebagai suatu kajian yang sistematis, dengan wilayah
akademisnya sendiri, pada tahun 1970-an, pada tahun 1978 the Internasional society of
political psychology didirikan untuk pertma kalinya oleh para peneliti dan praktisi yang
ada dibidang ini.
McGuire (1993) mengidentifikasikan tiga fase utama perkembangan psikologi
politik arus utama pada abad ke-20. Selama fase pertama, terdapat ketertarikan terhadap
penelitian mengenai kepribadian dan kebudayaan. Selama fase kedua, penelitian
difokuskan pada kajian mengenai sikap-sikap politik (misalnya konservatisme, liberalisme
dan dogmatisme) dan perilaku memilih. Fase ketiga, dan yang sekarang ini, menekankan
pada ideologi politik. Kronologi semacam ini tidak mencakup karya-karya penting yang
dihasilkan pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Setidaknya ada dua tahap yang
mendahului kromologi dari McGuire terseut. Pertama, dari tahun 1895 sampai 1920,
24
ditandai oleh usulan mengenai psikologi masa. Pada tahap kedua dari tahun 1923 sampai
1940, Mahzab Frankfrut di Jerman terlah memperkenalkan perspektif Marxis kedalam
kajian psikopolitik. Persepektif etnosentris yang ditampilkan sebagai interpretasi yang sah
secara universal harus selalu dipertentangkan dengan apa yang diabaikan oleh interpretasi
itu. Pandangan yang bias terhadap dunia dan proses sejarah memasuki wacana psikologi
politik, sehingga menciptakan pengetahuan yang sangat parsial.

KEBURUKAN POLITIK
Kondisi manusia sebagai binatang sosial dan politik (zoo politicon) tidak dapat
dipertanyakan lagi. Tetapi sifat politis dari perilaku sosial tersebut seringkali diabaikan,
baik oleh masyarakat maupun oleh psikologi politik. Analisis politik atas perilaku sosial
dilakukan dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Situasi yang buruk (malaise) tampaknya
dilekatkan pada konsep tentang politik sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan.
Aspek yang mengganggu dari politik ini berasal dari dua sumber. Di satu sisi, orang-orang
memandang rendah perilaku manipulatif para politikus yang mengabaikan mereka dari
proses pengambilan keputusan penting. Disisi lain, para politikus tidak sika diganggu oleh
tindakan politis masyarakat. Maka politikus maupun masyarakat yang tidak puas,
memperlakukan istilah politik secara negatif.
Dekonstruksi terhadap istilah politik di negara-negara barat membuktikan bahwa
konsep tersebut telah kehilangan makna aslinya. Konsep tersebut terpisah dari akar yang
mengaitkan dengan polis (istilah Yunani untuk kota). Politik berarti tindakan dari
kelompok individu tertentu yang merebut wewenang mengatur kota untuk dirinya sendiri.

POLITIK DAN INDIVIDU


Orang-orang yang terlibat dalam politik biasanya digambatkan dalam psikologi
politik arus utama sebgai aktor utama atau pendukung. Aktor utama adalah mereka yang
menggunakan kekuasaan dan kontrol pemerintah yang terlembagakan (anggota konggres,
persiden, sekertaris negara, hakin dan partai politik yang anggotanya berada di lembaga-
lembaga tersebut). Aktor pendukung adalah massa, yaitu masyarakat yang aktivitas
politiknya di reduksi pada ritual pemungutan suara setiap tahunnya. Melalui pemilihan
umum, orang-orang melegitimasi kekuasaan aktor utama, mewakilkan kekuasaanya dan
akhirnya kehilangan kekuasaan mereka. Ketika psikologi politik mengarah pada figur-
figur politik yang besar dalam sejarah, terdapat kecenderungan untuk menekankan
penggunaan kekuasaan dan kases mereka terutama dari perspektif individualistik. Gaya
25
memerintah dari presiden dan partai politik tertentu dianalisis, seperti halnya wacana
mereka, sebagai upaya untuk mengetahui kecenderungan ideologis dan pengaruh mereka
terhadap populasi dan figur politik yang lain.
Marti-Baro memperlihatkan kebutuhan untuk bertanya kepada dirinya sendiri
apakah ia merupakan kelompok utama atau individu yang terlibat dalam setiap hubungan
politik dan tidak menerima begitu saja apa yang positif atau terlihat. Psikologi politik
seharusnya mempelajari seluruh pemain politik dan tidak hanya pemain politik yang
positif dan tampak seperti yang dipelajari oleh psikologi arus utama. Mereka termasuk :
1. Aktor-aktor politik tradisional : politikus, perwakilan pemerintah, anggota
legislatif, hakim
2. Para pemain yang pengaruhnya diperoleh dari latar belakangnya yang tidak secara
langsung terlihat: manajer bisnis, kelompok, dan para pemimpin ekonomi dan
religius.
3. Rakyat jelaka, yang didefinisikan sebagai jumlah orang yang memiliki hak-hak dan
kewajiban politik dan mereka yang dengan menggerakkan diri mereka sendiri,
mengambil bagian dalam pemerintahan negara.
4. Beberapa orang, sebagai satu kelompok yang terdiri dari anggota masyarakat itu
sendiri maupun yang bukan anggota masyarakat itu, yang bertindak dan bereaksi
terhadap tindakan-tindakan politik.
5. Kelompok minoritas yang mungkin menjadi objek dari perlakuan politik yang
berbeda.

POLITIK DAN IDENTITAS SOSIAL


Hubungan antara identitas sosial dan politik telah menjadi tema penelitian dalam
psikologi politik sejak awal kelahiran bidang ini. Saat memahami konsep-konsep seperti
nasionalisasi dan nasionalisme sebagai hal yang fundamental, penelitian yang terkait
dengan tema-tema tersebut telah menghasilakn interpretasi-interprestasi yang menjajah
dan melegitimasi kebijakan penghapusan identitas nasional terhadap beberapa kelompok.
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bagaimana kelompok dan masyarakat pada
umunya mengembangkan kesan-kesan yang mencemarkan diri sendiri (self denigrating)
melalui internalisasi atribut-atribut negatif.
Ideologi mengacu pada suatu sistem gagasan yang mengembangkan kepentingan-
kepentingan tertentu. Selain itu, ideologi mengonstruksi realitas dengan suatu cara dimana

26
orang-orang menginternalisasikan atribut-atribut negatif tentang dirinya sendiri sebagai
suatu alamiah dan sah.

PARTISIPASI POLITIK ATAU TINDAKAN POLITIK?


Sekalipun psikologi politik belum diakui sebagai cabang dari psikologi, telah ada
penelitian-penelitian mengenai pastisipasi politik. Penelitian ini mengekspolrasi perilaku
memilih dan militansi pada partai-partai politik. Walaupun istila partisipan sering
digunakan dalam literatur, namun para penulis telah mulai meluaskan wilayah kajiannya.
Penulis lebih suka berbicara tentang tindakan politik (political actions), yang menekankan
karakter dinamis dari aktor-aktor sosialyang menentukan masyarakat dan membangun
intitusi-institusi sosial.
Model konvensional dari tindakan politik mengacu pada aktivitas-aktivitas yang
secara tradisional didefinisikan sebagai politik, dan biasanya diharapkan dari anggota-
anggota masyarakat pada saat tertentu (misalnya pemungutan suara). Berbeda dengan
model-model alternatif yang tidak dapat diduga dan sulit diramalkan.

TINDAKAN POLITIK ALTERNATIF


Pandangan tradisional mengenai politik bersandar cecara kuat pada ideologi
tentang suatu dunia yang adil. Menurut ideologi ini, masyarakat diatur dalam suatu cara
yang jujur dan adil dan para profesional politik bertugas melayani kebutuhan dan
keinginan masyarakat. Protes politik tidak memperoleh dasar legitimasi karena perilaku ini
tidak mengikuti aturan permainan. Orang-orang yang protes dianggap sebagai ekstremis.
Meskipun demikian, Lederer mengamati bahwa protes politik dalam demokrasi industrial
yang lebih maju, yang dimulai pada akhir tahun 1960-an, menggambarkan politisasi publik
dan kebangkitan gaya baru dari tindakan politik.gaya baru ini adalah apa yang kita sebut
model alternatif dari tindakan politik yakni bentuk-bentuk nonkonvensional dari tindakan
yang terkait dengan ketidakpuasan. Model alternatif dari tindakan politik ini tidak
menerima standar dan aturan-aturan dari bentuk partisipasi politik yang dapat diramalkan.
Banyak dari tindakan ini yang berhasil mendorong amandemen undang-undang untuk
memenuhi kebutuhan kelompok marginal dan radikal.

POLITIK, IDEOLOGI, DAN MUNCULNYA KESADARAN


Pengukuran terhadap peran ideologi dalam fenomena politik telah membawa pada
penelitian yang insentif dalam wilayah ini. Asal usul sebab dan cara-cara mengatasi
27
pengaruh dari ideologi dominan, telah menjadi tema penelitian dibeberapa negara Amerika
Selatan sejak akhir tahun 1950-an. Penelitian deideologisasi, menunjukkan penyatuan dua
bidang : psikologi komunitas dan psikologi politik. Keduanya tersebut telah membuktikan
bahwa proses perkembangan komunitas pada dirinya sendiri merupakan suatu model dari
tindakan politik.
Ideologi disusun dalam bahasa dan diekspresikan dalam wacana. Ini adalah proses
dinamis dari legitimasi gagasan-gagasan tertentu yang dibutuhkan agar dapat dipaksakan
sebagai kebenaran atau sebagai sesuatu yang sahih. Maka ideologi memunculkan
kesan0kesan yang diatur untuk menjaga orang-orang tertentu tetap berkuasa. Melalui
tindakan yang berdasarkan pandangan umum (common sense), ideologi membantu
berkembangnya keyakinan-keyakinan tertentu tentang dunia sosial sebagai suatu alamiah.
Deideologisasi mensyaratkan suatu komitmen politik: untuk memperjuangkan
kepentingan-kepentingan mereka yang tertindas dan meletakkan kepentingan mereka
diatas kepentingan lainnya. Satu contoh dari upaya ini adalah usulan yang diajukan oleh
Martin-Baro agar menggunakan pengumpulan opini publik sebagai latar deideologisasi.
Untuk mencapai tujuan ini, hasil-hasil survey dibutuhkan untuk menjadi bahan diskusi
dengan orang-orang dan digunakan sebagai alat pendidikan populer.deideologisasi terkait
erat denganmunculnya kesadaran, untuk memunculkan kesadaran tidak berarti mengisis
ruang kosong. Setiap orang memiliki kesadaran (consciousness) terhadap kondisi
kehidupan, terhadap sebab dan akibat untuk memunculkan perubahan dan pemberdayaan.

POLITIK DEMOKRASI
Pembahasan sebelumnya menunjukkan keterkaitan antara tindakan politik dan
demokrasi. Walaupun ahli psikologi politik meneliti berbagai bentuk ekspresi politik
dalam demokrasi tetapi upaya untuk meruntuhkan demokrasi jarang dieksplorasi.
Demokrasi dipandn]ang sebagai sistem politik yang diketahui paling baik. Namun
kenyataannya, dalam demokrasi yang benar-benar demokratis, berbgai bentuk tindakan
seharusnya hidup bersama. Psikologi politik harus mempelajari prose demokratis dari
perspektif dekonstruksionis. Hal ini membutuhkan pengkajian terhadap makna yang
tersembunyi dari teks dan praktik, menganalisis cara-cara dimana keduannya dihadirkan
dan dijelaskan. Psikologi politik ingin membuktikan kontradiksi-kontradiksi, asumsi-
asumsi kesenjangan, dan strategi-strategi yang mencakup dalam teks politik.
Suatu analisis dekonstruksionis membuktikan banyak hal yang menarik,
mengajarkan kita bahwa sustu perspektif kritis tidak harus mengandaikan konsep-konsep
28
tertentu sebagai suatu yang dialami dan langsung diperoleh. Analisis ini mengatakan
bahwa demokrasi adalah suatu sistem dimana wakil-wakil pemerintah dan legislatif dipilih
oleh masyarakat, dimana masyarakat harus dibaca sebagai semua orang. Konsekuensinya,
hal itu mengandaikan bahwa setiap pemerintahan dalam suatu negara demokratis
memperoleh kekuasaan melalui keputusan dari semua orang. Keputusan ini yang
menentukan bahwa pemerintah itu sah dan mewakili kehendak masyarakat.

29

Anda mungkin juga menyukai