Anda di halaman 1dari 22

EPILEPSI

1. Definisi

Epilepsy adalah sindrom klinis yang ditandai dengan dua atau lebih
bangkitan. Sebagai besar timbul tanpa provokasi akibat kelainan abnormal
primer diotak dan bukan sekunder oleh sebab sistemik. Penyakit epilepsi
telah dikenal lama di masyarakat (terbukti dengan adanya istilah-istilah
bahasa daerah untuk penyakit tersebut seperti sawam, ayan, sekalor, dan
celengan), tapi pengertian akan penyakit tersebut masih kurang bahkan
salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan
turunan akibatnya penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan.
Harsono (2007) menambahkan bahwa hal tersebut mengakibatnya banyak
penderita epilepsi tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan
baik bagi penderita maupun keluarganya.

Harsono (2004) memaparkan bahwa masyarakat awam menganggap


epilepsi atau ayan merupakan penyakit akibat adanya gangguan di otak atau
disebabkan oleh kekuatan supranatural, dan tiap jenis serangan dikaitkan
dengan nama roh atau setan sehingga terapinya juga didasarkan atas
kekuatan spriritual. Masyarakat juga menganggap epilepsi sebagai penyakit
yang memalukan atau menakutkan karena dianggap menular melalui buih
yang keluar dari mulut penderita yang terkena serangan. Sedangkan
menurut (kumala et al,1998) Epilepsi adalah kelompok sindrom yang
ditandai dengan gangguan otak sementara yang bersifat paroksimal yang
dimanefestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran yang
episodic, fenomena motorik yang opnormal, gangguan psikis, sensorik, dan
system otonom, gejala-gejalanya disebabkan oleh aktifitas listrik otak.
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan
sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan
cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 1


sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran,
gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif),
gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis).
Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang
epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi

Banyaknya masalah psikologis bagi penderita epilepsi yang


disebabkan karena tekanan internal maupun tekanan eksternal akan beresiko
mengalami gangguan keberfungsian dalam hidup, baik di sekolah, di tempat
kerja maupun di tempat umum lainnya. Hal ini disebabkan karena penderita
epilepsi selalu merasa cemas kalau serangan epilepsinya akan kumat
ditambah lagi persepsi masyarakat yang negatif terhadap penyakit epilepsi.

Terdapat dua klasifikasi epilepsi yaitu:

1. Epilepsi serangan parsial atau fokal


Epilepsi parsial sederhana
Pada epilepsi ini hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau
mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu akan berbicara
yang tidak dapat dipahami, pusing, dan mengalami sinar, bunyi,
atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Epilepsi parsial kompleks
Pada epilepsi jenis ini melibatkan gangguan fungsional serebral
pada tingkat yang lebih tinggi, seperti proses ingatan dan proses
berfikir, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara
otomatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau
mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau
peka rangsang.
2. Epilepsi umum
Kejang umum atau sawan tonik-klonik primer yang dulu dikenal
sebagai epilepsi grand-mal, awalnya dimulai dengan kehilangan
kesadaran dan disusul dengan gejala motorik secara bilateral, ini dapat
berupa ekstensi tonik dari semua ekstremitas selama beberapa menit,
disusul oleh gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 2


Beberapa penderita dapat menunjukkan komponen tonik saja atau klonik
saja atau klonik-tonik-klonik. Segera sesudah sawan berhenti kesadaran
belum pulih dan penderita tertidur. Kadang-kadang sebelum sawan ada
gejala prodromal berupa kecemasan yang tidak menentu atau rasa tidak
nyaman.
Serangan tonik-klonik umum dapat terjadi pada segala usia, namun
paling sering terjadi pada umur 0-20 tahun. Serangan berlangsung
selama 2-5 menit. Pascaserangan, penderita tampak mengantuk sekali
selama beberapa menit sampai beberapa jam. Setelah sadar pernapasan
kembali normal secara berangsur-angsur, penderita mengalami amnesia
parsial dan kadang-kadang ada keluhan nyeri kepala. Penderita serangan
tonik-klonik umum primer maka serangan epilepsi biasanya muncul
pada saat tidak tidur (Harsono, 2001).

2. Etiologi

Terdapat beberapa factor yang dapat menyebabkan epilepsy, yaitu

1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima (trauma lahir, trauma kapitis, radang
otak, tumor otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly
kongenital otak, degenerasi susunan saraf pusat, gangguan
metabolism, gangguan elektrolit, keracunan obat atau zat kimia,
jaringan parut factor herediter).

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit


di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya
dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui
sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma
kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 3


otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai
simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West
syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. Bila salah satu orang tua epilepsi
(epilepsyi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan
bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi
menjadi 20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan
epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid)
meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon
progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan
kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di
dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen dan
progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause.
Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan
epilepsi.

Tabel Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0- 2 th) 1. Hipoksia dan iskemia
paranatal
2. Cedera lahir intrakranial
3. Infeksi akut
4. Gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi
piridoksin)
5. Malformasi kongenital
6. Gangguan genetic

Anak (2- 12 th) 1. Idiopatik


2. Infeksi akut
3. Trauma
4. Kejang demam
Remaja (12- 18 th) 1. Idiopatik

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 4


2. Trauma
3. Gejala putus obat dan alcohol
4. Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) 1. Trauma
2. Alkoholisme
3. Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) 1. Tumor otak
2. Penyakit serebrovaskular
3. Gangguan metabolik (uremia,
gagal hepatik, dll )
4. Alkoholisme

3. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem
listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-
sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi
dapat terjadi sesudah gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh
derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesenfalon, talamus, dan korteks
serebri kemungkinan besar bersifat epiloptogenik, sedangkan lesi pada
serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran
sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif
dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang, dan
terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol,
pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju
ke arah epilepsi. Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
mmemberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai
gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 5


Status epilepsi menimbulkan kebutuhan metabolik besar dan dapat
mempengaruhi pernapasan.. terdapat beberapa kejadian henti napas pada
puncak setiap kejang yang menimbulkan kongesti vena dan hipoksia otak.
Episode berulng anoksia dan pembengkakan serebral dapat menimbulkan
kerusakan otak janin yang tak reversibel dan fatal. Faktor-faktor pencetus
epilepsi meliputi gejala putus obat antikonvulsan, demam, dan infeksi
penyerta.
Secara patologi, fenomena biokimia sel saraf yang menandai
epilepsi:
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.

4. Manifestasi klinis

Sebelum membicarakan gejala-gajala yang berhubungan dengan


epilepsi, perlu dibedakan anatara sawan epilepsi dan sindrom epileptik
atau penyakit epilepsi. Sawan epileptik menurut klasifikasi yang dirancang
oleh international league against epilepsy ( ILAE) 1981, dibagi atas tiga
tipe :

1. Sawan parsial, yang berasal dari daerah tertentu dalam otak. Sawan ini
dibagi menjadi:
Sawan parsial sederhana
Sawan parsial kompleks
Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara
bersamaan. Sawan ini dibagi menjadi :
Sawan tonik-klonik
Sawan lena
Sawan mioklinik
Sawan tonik saja

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 6


Sawan klonik saja
Sawan atonik.
3. Sawan yang tidak terklaisfikasikan.
Sawan parsial sederhana ditandai dengan kesadaran yang tetap baik
dan dapat berupa:
a. motorik fokal yang menjalar atau tapa menajalar
b. grakan versif, dengan kepala dan leher menengok ke satu sisi, atau
c. dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menlar atau sensorik
khusus berupa halusinasi sederhana.
Pada sawan parsial kompleks didapat adanya gangguan kesadaran
dan gejala psikis atau gangguan fungsi lpuhur, umpamanya disfasia,
deja-vu, jarnalis-vu, keadaan seperti mimpi. Ilusi, halusinasi,
sederhana atau kompleks. Otomatisme bukan manifestasi khusus pada
sawan parsial kompleks. Tapi dapat terjadi karena sawan lena, dan
pada pasca sawan tonik klonik. Penderita sering menjadi bingung,
disorientasi, selama beberapa menit pasca sawan parsial kompleks ini.
Sawan parsial dapat beubah menjadi sawan jenis lain melalui
beberapa tingkatan, hal ini menunjukkan adanya penyebaran lepasan
listrik ke berbagai bagian otak. Suatu sawan parsial dapat dimulai
sebagai sawan parsial sederhana beruba menjadi sawan parsial
kompleks dulu disusul oleh sawan umum tonik-klonik sekuder. Sawan
parsial merupakan yang paling sering gijumpai, dan lebih dari 60%
sawan kategori ini. Sawan ini dikenal sebagai epileps psikomotor.
Sawan umum tonik klonik primer yang dulu dikenal sebagai
epilepsi grand-mal. Awalnya dimulai dengan kehilangan kesadaran
dan disusul dengan gejala motorik secara bilateral, ini dapat berupa
ekstensi tonik dari semua ekstremitas selama beberapa menit. Disusul
oleh gerakan-gerakan klonik

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 7


4. Penatalaksanaan

Prinsip terapi epilepsi

1. Pemilihan obat. Disesuaikan dengan keadaan klinis, efek samping, interna


atas-OAE (obat anti epilepsi), dan harga obat.
2. Strategi pengobatan. Dimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai
dosis, kemudian ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/didapat
hasil yag optimal dan konsentrasi plasma OAE pada kadar yang maksimal.
Jika bangkitan tidak teratasi, secara bertahap ganti ke OAE lini kedua
sebelum pemberian politerapi.
3. Konseling. Beritahukan pada keluarga dan pasien bahwa penggunaan
OAE jangka lama tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen
(meskipun penyebab dasara kejang dapat menimbulkan keadaan demikian)
dan pencegahan kejang 1-2 tahun dapat menurunkan kemungkinan
bangkitan berulang. Perubahan obat atau dosis harus sepengetahuan
dokter.
4. Tindak lanjut. Periksa pasien secara berkala, dan awasi adanya toksisitas
OAE. Pemeriksaan darah dan uji fungsi hati harus dilakukan secara
periodik pada beberapa OAE. Penting juga dilakukan evaluasi ulang
fungsi neurologis secara rutin.
5. Penangan jangka panjag. Teruskan pengobatan OAE sampai pasien bebas
bangkitan sekura ng-kurangnya 1-2 tahun.
6. Penghentian pengobatan. Dilakukan secara bertahap. Jika penghentian
pengobatan dilakukan secara tiba-tiba, pasien harus dalam pengawasan
ketat karena dapat mencetuskan bangkitanatau bahkan status epileptikus.
Jika bangkitan timbul selama atau sesudah penghentian pengobatan, OAE
harus diberikan lagi sekurang-kurangnya 1-2 tahun.

Untuk keberhasilan pengobata epilepsi, disamping etepatan diagnosa dan


jenis OAE, diperlukan juga kepatuhan, sikap dan pengetahuan penderita
menghadapi penyakit epilepsi.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 8


Memulai pengobatan.
7. Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi kedua kali bangkitan dalam
selang waktu yang tidak lama (maksimum 1 tahun)
8. Pada umumnya bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE, kecuali
bila terdapat kemungkinan berulang yang tinggi.
9. Bangkitan parsial sederhana tipe sensorik/psikis biasanya tidak perlu
OAE, kecuali mengganggu penderita.

Obat-obat anti epilepsi.


1. Karbamezepin. Efektif untuk epilepsi parsial terutama epilepsi parsial
kompleks, epilepsi umum tonik-klonik, maupun kombinasi kedua jenis
epilepsi ini. Karbamazepin tidak efektif untuk epilepsi absens, epilepsi
atonik.
Mekanisme kerja : inhibisi kanal Na+ dan inhibisi Ca+ tipe L.
Dosis dan pemberian : untuk menghindari efek samping,
titrasi untuk mencapai
kadar terapeutik harus dilakukan perlahan.
a. Dewasa: dimulai dari dosis 100-200 mg pada malam hari
atau 2 dd 100 mg, kemudian setelah 3-7 hari ditingkatkan
menjadi 2 dd 200 mg. setelah 1 minggu, kadar karmazepin
darah diperiksa dan dosis dapat dinaikkan setiap interval 3-
7 hari untuk mencapai kadar 4-12 g/L. kadar dalam darah
sebaiknya diperiksa setiap 4-6 minggu karena terdapat
kemungkinan terjadiautoinduksi metabolisme, sehingga
dosis perlu ditingkatkan.
Dosis: rumatan untuk dewasa: 600-1600 mg/hari, maksimal
2400 mg/hari.
b. Anak-anak: dosis awal 5-10 mg/kg/hari. Pemberian: 2 kali
sehari. Kadar terapeutik : 4-12 g/L
Efek samping

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 9


a. Berkaitan dengan dosis : pusng, diplopia, mual, muntah,
sedasi, leukopenia ringan, hiponatremia, dan bradiaritmia
(pada oang tua)
b. Idosinkratk : ruam (termasuk sindrom steven-john-son),
agranulositis, gagal hati, pankreatitis, dan lupus-like
syndrome.
c. Kronis : ostopnia (mungkin dapat dicegah dengan
pemberian vitamin D dan kalsium).
d. Teratogenik
Interaksi
a. Karbamezepin mengurangi efektifitas klonazepam,
etosuksimid, primidon, valproat, topiromat, fenitonin,
fenobarbitalkontraseps oral, disopyramide, rifampin,
ketoconozale, meperidine, warfarin, tacrolimus, proteas
inhibitor, trazodone, and quinidine.
b. Kadar karmazepin diturunkka oleh fermobital dan
fenitonin.
c. Kadar karmazepin ditingkatkan oleh eritromisin dan
propoxyphne hydrochloride
2. Fenitonin. Efektif untuk epilepsi parsial dan tonik klonik tidak efektif
untuk absens dan epilepsi mioklonik. Mekanisme kerjanya mirip
dengna karbamazepin.
Dosis pemberian :
a. Dewasa : loading dose oral 2 dd 500 mg atau 3 dd 300 mg.
Rumatan : 300-400 mg/hari dibagi 2.
b. Anak-anak. 4-5 mg/kg/hari, makslam 8 mg/kg.
Pemberian : biasanya 2 kali sehari, tetapi dapat juga 1 kali
sehari.
Kadar terapeutik : 10-20 g
Efek samping :
Berkaitan dengan dosis : pusing, ataksia, diplopia, dan mual.
Idionsinkratik

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 10


Kronis : hiperplasi gusi, hisrutisme, ostpnea, dan
pseudolimfoma.
Teratogenik.
3. Benzodiazepin:
a. Diazepam. jarang digunakan per oral, tetapi sering diguanakan
secara intravena atau per rektal untuk pengobatan status
epileptikus. Apabila diberikan secara intravena, onset kerjanya
seitar 1-2 menit, tetapi masa kerjanya hanya 15-20 menit.
Dosis dan pemberian :
Dewasa : 5-20 mg/hari
Anak-anak : 0,3-0,5 mg/kg/hari.
Efek samping : mengantuk kelemahan otot, depresi pernafasan,
konfusi, konstipasi, depresi, diplopia, disartria, nyeri kepala,
hipotensi, mual, inkontinensia, vertigo, dan pandangan kabur.
4. Klonazepam : merupakan terapi tambahan untuk epilepsi mioklonik
atau atonik. Dan kadang-kadang untuk epilepsi parsial. Waktu
paruhnya 20-40 jam, mungkin lebih ;pendek apabila diberikan bersama
penginduksi enzim.
5. Fenorbital : fenorbital dapat diberikan pada epilepsi umu, tetapi
bukan merupakan obat pilihan pertama sebab efek sampingnya berupa
penurunan fungsi kognitif.
6. Valporat : dikenal dengan OAE spektrum luas, efektif untuk epilepsi
tipe lena, epilepsi mioklinik, epilepsi umum tonik maupun tonik-
klonik.
Efek samping : berkaitan dengan dosis gangguan pencernaan,
anoreksa, tremor, dan trombositopeni. Idiosinkiratik. Kenaikan berat
badan, kerontoka rambut dan perubahan struktur kulit. Teratogenik.

a. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 11


jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas.
2. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan. Gambaran EEG menunjukkan cetusan polyspike-wave dan
fotosensitivitas

Typical recording of spike-wave type (generalized seizure)

3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.


Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
Menilai fungsi hati dan ginjal
Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah terjadi infeksi otak

b. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang berulang ulang.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 12


2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
3. Komplikasi utama yang berkaitan dengan kejang umum.
4. Kejang disebabkan oleh kontak neuro serebral yang beraturan, cepat
dan tiba-tiba.

c. Prognosis
1. Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy
akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat

2. 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis


pengobatan semakin sulit 5 % di antaranya akan tergantung pada
orang lain dalam kehidupan sehari-hari

3. Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental,


dan gangguan psikiatri dan neurologik prognosis jelek

4. Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg lebih tinggi daripada


populasi umum.

d. Status Epileptikus
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan
sawan yang berkepanjangan tanpa diselingi oleh pulihnya kesadaran.
Sawan tonik-klonik adalah sawan yang paling sering mengalami status.
Penyebab status ini karena penderita tidak minum obat dengan teratur atau
adanya kelainan sistemik misalnya hipoglikemia. Bahaya status ini ialah
terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi, edema paru, asidosis
metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa denganstatus epileptikus
sebagai berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, beri
oksigen.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 13


2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5%, beri 50 ml glukosa 40% intravena
3. 10-30 menit
Diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang -1 jam kemudian bila
masih ada sawan, atau difenilhidantoin 20 mg/kg dengan kecepatan
tidak lebih dari 50 mg/menit intravena. Selama pemberian
difenilhidantoin dilakukan pemantauan EKG dan tekanan darah.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 14


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis Kelamin , Tanggal masuk, Alamat, dll.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
3. pengkajian selama dan setelah kejang
a. Selama serangan :
1) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
2) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
3) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
4) Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik,
kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik,
kejang atonik.
5) Apakah pasien menggigit lidah.
6) Apakah mulut berbuih.
7) Apakah ada inkontinen urin.
8) Apakah bibir atau muka berubah warna.
9) Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.

10) Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya


berubah pada satu sisi atau keduanya.
b. Sesudah serangan
1) Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot
sakit, gangguan bicara
2) Apakah ada perubahan dalam gerakan.
3) Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang
terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 15


4) Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan
atau frekuensi denyut jantung.
5) Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c. Riwayat sebelum serangan
1) Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
2) Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat,
jantung berdebar.
3) Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori,
auditorik, olfaktorik maupun visual.
d. Riwayat Penyakit
1) Sejak kapan serangan terjadi.
2) Pada usia berapa serangan pertama.
3) Frekuensi serangan.
4) Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti
demam, kurang tidur, keadaan emosional.
5) Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya
yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
6) Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
7) Apakah makan obat-obat tertentu
8) Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

4. Pemeriksaan Fisik (ROS)


a. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat
terjadi apnea, aspirasi
b. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
c. B3 (brain): penurunan kesadaran
d. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine.
Pada pemeriksaan sistem kemih biasanya didapatkan
berkurangnya volume output urine, hal ini brhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 16


e. B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun,
inkontinensia alfi. Pemenuhan nutrisi pada pasien epilepsi
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
f. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat
menggerakkan anggota tubuh, mengeluh meriang. Pada fase
akut saat kejang sering didapatkan adanya penurunan kekuatan
otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu
aktivitas perawatan diri.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium,
bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkn timbulnya
kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hiprnatremia,
uremia dll. Penting juga diperiksa pH darah karena alkalosis
mungkin pula disertai kejang.

b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-
kelainan pada tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai
pada toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegalik, sklerosis
tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma, oligodendroglioma.

c. Pemeriksaan Psikologis atau Psikiatris


Untuk diagnostik bila diperlukan dilakukan uji coba yang dapat
menunjukkan naik turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-
Wiersma.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 17


6. Pathway

7. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang berulang,


ketidaktahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang,
serta penurunan tingkat kesadaran.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
c. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder
respons pascakejang (postikal).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kebingungan, malas
bangun sekunder respons pascakejang.
e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap
penyakit.

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 18


f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan depresi akibat
epilepsi.

8. Intervensi dan Rasional


Diagnosa 1 : Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang
berulang, ketidaktahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat
kejang, serta penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera
yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Kriteria Hasil : klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang,


menghindari stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk
menurunkan intensitas kejang.
- Tidak ada cedera fisik
- Pasien dalam kondisi aman
- Tidak ada memar dan tidak jatuh

Intervensi dan Rasional


1. Jauhkan pasien dari benda benda tajam / membahayakan bagi
pasien.
2. Segera letakkan sendok di mulut pasien yaitu diantara rahang
pasien.
3. Kaji karakteristik kejang.
4. Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan
5. Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus
dilakukan selama pasien kejang.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang (diazepam,
lorazepam dll).

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 19


Diagnosa 2: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam,


jalan nafas menjadi efektif

Kriteria hasil :
- TTV normal ( TD: 110 /70 -120/80 ,RR : 16- 20 x/mnt, N : 60 -
100x/mnt , S : 36,5 -37,50 C )
- Tidak ada sianosis
- Pasien tidak sesak nafas

Intervensi dan Rasional


1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat
tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk
menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala
awal.
1. Observasi TTV
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan
kepala selama serangan kejang.
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/abdomen.
4. Masukkan spatel lidah atau gulugan benda lunak sesuai dengan
indiksi.
5. Kolaborasi : pemberian O2

9. Evaluasi

Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar


Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan
aspirasi
Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar,
pasien tidak menarik diri (minder)
Pola napas normal, TTV dalam batas normal

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 20


Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan
aktifitas sehari- hari secara normal
Organ sensori dapat menerima stimulus dan
menginterpretasikan dengan normal.
Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
Status kesadaran pasien membaik

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 21


DAFTAR PUSTAKA

Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula: Jakarta. EGC
Wade, Carole dan Travis carol. 2001. Psikologi edisi 9: Jakarta. Erlangga
Dewanto, George & Budi, Riyanto dkk. 2007. Diagnosis & Tata laksana penyakit
saraf: Jakarta. EGC
Harsono. 2007. Neurologi Edisi ke 2: Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Markam, Soemarmo. 2009. Penuntun Neurologi: Tangerang. Binarupa Aksara
Battica, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan System
Persarafan: Jakarta. Salemba Medika
Lynda Juall C. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Marilyn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 3.


Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.

Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. 2000. Rencana asuhan
keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Portofolio Asuhan Keperawatan Klien dengan Epilepsy 22

Anda mungkin juga menyukai