Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), makanan jajanan akan dapat

melengkapi dan menambah kecukupan gizi seseorang apabila makanan jajanan

yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan kandungan gizinya. Makanan jajanan

memberikan kontribusi masing-masing sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap

keseluruhan asupan energi dan protein anak sekolah. Penelitian lainnya pada anak

sekolah menyebutkan makanan jajanan menyumbang energi 36%, protein 29%,

dan zat besi 52%.

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2007 pada

640 SMA di 20 provinsi terdapat 40% sekolah belum memperhatikan kebersihan

makanan jajanan di sekolah yang dapat menimbulkan dampak yang tidak baik

bagi kesehatan anak sekolah. Hasil pemantauan BPOM tahun 2011 menunjukkan

ada 35,5% makanan jajanan anak sekolah tidak memenuhi syarat keamanan dan

kebersihan (BPOM RI, 2011).

Menurut BPOM Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 sekitar 40% SMA

yang ada di Sulawesi Tenggara masih ada memiliki makanan jajanan yang tidak

memenuhi syarat, pada tahun 2014 sekitar 46% SMA yang ada memiliki makanan

jajanan yang tidak memenuhi syarat, dan pada tahun 2015 sekitar 55% SMA yang

ada memiliki makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat karena mengandung

1
BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang dilarang seperti boraks, formalin, rhodamin

B (BPOM Sultra, 2016).

Menurut BPOM Kota Kendari pada tahun 2013 memperkirakan banyaknya

makanan jajanan di sekolah dengan ditemukannya 184 sampel yang di uji, 45%

diantaranya tidak memenuhi syarat karena mengandung BTP (Bahan Tambahan

Pangan) yang dilarang seperti boraks, formalin, rhodamin B, metanil yellow, atau

BTP yang diperbolehkan seperti benzoat, sakarin dan siklamat namun

penggunaannya melebihi batas serta ada yang tidak memenuhi uji cemaran

mikroba karena mengandung Escherichia coli (BPOM Kota Kendari, 2016).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jajanan meliputi faktor

intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan khususnya

pengetahuan gizi, kecerdasan, kepribadian, pengalaman pribadi, dan faktor

emosional. Faktor ekstern meliputi orang tua, keluarga, lingkungan, pengaruh

orang lain, kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan agama

(Notoatmodjo, 2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2016

terhadap 15 siswa di SMA Negeri 9 Kendari, penulis menemukan sebanyak 13

orang (86,6%) yang memiliki kebiasaan makan di kantin sekolah dan tidak

mengetahui masalah kebersihan makan yang dipilih dan tidak memperhatikan

kebersihan lingkungan tempat makan dan sebanyak 2 orang (13,4%) anak sekolah

memiliki kebiasaan makan di kelas dengan membawa makanan dari rumah.

2
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Analisis determinan yang berhubungan dengan perilaku siswa

dalam pemilihan kebersihan makanan jajanan yang dijual di kantin SMA Negeri 9

Kendari tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana hubungan pengetahuan dengan perilaku siswa dalam pemilihan

kebersihan makanan jajanan di SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016?

2. Bagaimana hubungan sikap dengan perilaku siswa dalam pemilihan

kebersihan makanan jajanan di SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016?

3. Bagaimana hubungan kesehatan lingkungan dengan perilaku siswa dalam

pemilihan kebersihan makanan jajanan di SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan kesehatan

lingkungan dengan perilaku siswa dalam pemilihan kebersihan makanan

jajanan di SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

2.1 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku siswa dalam

pemilihan kebersihan makanan jajanan di SMA Negeri 9 Kendari tahun

2016.

3
2.2 Untuk mengetahui hubungan sikap dengan perilaku siswa dalam pemilihan

kebersihan makanan jajanan di SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016.

2.3 Untuk mengetahui hubungan kesehatan lingkungan dengan perilaku siswa

dalam pemilihan kebersihan makanan jajanan di SMA Negeri 9 Kendari

tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam

memperluas wawasan dan pengetahuan tentang perilaku siswa dalam

pemilihan kebersihan makanan jajanan yang dijual di kantin sekolah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan di perpustakaan tentang perilaku siswa dalam

pemilihan kebersihan makanan jajanan yang dijual di kantin sekolah.

3. Bagi Institusi Pendidikan SMA Negeri 9 Kendari

Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan dan sebagai

masukan informasi bagi pihak sekolah khususnya dalam bidang kesehatan.

4. Bagi Profesi Gizi

Dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang pengetahuan,

sikap dan kesehatan lingkungan dengan perilaku siswa dalam pemilihan

kebersihan makanan jajanan di kantin sekolah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Siswa

Pengertian perilaku tidak dapat dilepaskan dari kaitannya dengan sikap.

Sebaliknya dapat dikemukakan bahwa sikap berkaitan dengan tujuan memahami

kecenderungan-kecenderungan perilaku. Perilaku adalah segala sesuatu atau

tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai tata/cara yang ada dalam suatu

kelompok. Berdasarkan pengertian di atas perilaku itu adalah tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan nilai--nilai norma ataupun nilai yang

ada dalam masyarakat yang sudah ada sebelumnya dalam suatu kelompok sosial

masyarakat (Pakpahan, 2013).

Seorang anak harus belajar konsep belajar moral yang harus diperhatikan

dalam perilakunya terus-menerus setiap kali ia menemui situasi yang sama.

Melalui orang lain maka ia dapat belajar bagairnana tingkah laku yang baik.

Orang lain dalam hal ini adalah guru, masyarakat maupun orang tua (Pakpahan,

2013).

Anak merupakan salah satu lapisan masyarakat yang merupakan bagian

dari generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan bersumber

daya manusia yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat yang

khusus, serta memerlukan pembinaan dan perlindungan dari orang tua maupun

guru dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan

5
sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan

mereka. Sejak lahir seorang anak sudah mempunyai sifat, seorang anak dapat

berbuat sesuatu adalah dari luar dirinya, keluarga dan lingkungan dapat menjadi

penentu baik buruknya tingkah laku seorang anak. Apabila seorang anak

mendapat kasih sayang cukup dari orang tuanya, lingkungan serta mempunyai

pendidikan ia akan dapat berbuat dan berperilaku yang baik. Sebagai siswa yang

telah menerima dan memperhatikan didikan dari orang tua maupun guru di

sekolah akan dapat berpikir secara dewasa dan berkembang dengan baik

terutama bagi siswa yang telah dibimbing, dibina dan diarahkan oleh gurunya di

sekolah diharapkan dapat perilaku baik sesuai dengan keperibadian siswa

(Pakpahan, 2013).

Anak usia sekolah belum mengerti cara memilih jajanan yang sehat

sehingga berakibat buruk pada kesehatannya sendiri. Untuk menenangkan anak

yang sedang rewel, orang tua terkadang membiarkan anaknya jajan atau bahkan

membelikan jajanan. Akibatnya, anak menjadi kenyang dan malas makan

masakan rumah serta lama kelamaan anak jadi punya kebiasaan jajan (Suci,

2009). Anak membeli jajan menurut kesukaan mereka sendiri tanpa memikirkan

bahan-bahan yang terkandung didalamnya (Judarwanto, 2008).

Anak sekolah biasanya mempunyai lebih banyak perhatian, aktivitas di

luar rumah, dan sering melupakan waktu makan sehingga mereka membeli

jajanan di sekolah untuk sekedar mengganjal perut (Rakhmawati, 2009).

Kebiasaan jajan ini dipengaruhi oleh faktor terkait makanan, karakteristik

6
personal (pengetahuan tentang jajanan, kecerdasan, persepsi, dan emosi), dan

faktor lingkungan (Ariandani, 2011). Permasalahan kebiasaan jajan yang tidak

sehat pada siswa harus ditangani agar dapat terhindar dari berbagai macam resiko

penyakit (Evy, 2008).

B. Makanan Jajanan

Makanan jajanan atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut

Food and Agriculture (FAO) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang

dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan

atau persiapan lebih lanjut (FAO, 2009).

Makanan jajanan memegang peranan penting dalam memberikan

kontribusi tambahan untuk kecukupan gizi, khususnya energi dan protein.

Kebiasaan jajan di sekolah terjadi karena 3-4 jam setelah makan pagi perut akan

terasa lapar kembali (Sihadi, 2008).

Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Konsumsi makanan jajanan di masyarakat di perkirakan terus meningkat

mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan

sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita

rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat (Mudjajanto,

2010).

Menurut Kristianto dkk, (2013), kisaran uang saku di daerah pedesaan

7
yang diberikan kepada anak-anak sekolah dasar berkisar antara Rp. 1.000 Rp.

5.000 per hari. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa

bekal dari rumah. Karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki

lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut. Menariknya,

makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah

sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%.

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh

penjamah makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap

santap untuk dijual bagi umum. Makanan jajanan tidak termasuk makanan yang

disajikan jasa boga, rumah makan/restaurant dan hotel (Khomsan, 2012).

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan

yang dikonsumsi selain atau antara waktu makanan utama dalam sehari. Oleh

karena itu, makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat

mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh.

Makanan ringan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dimakan untuk dinikmati

rasanya. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau

keripik) juga masuk ke dalam kategori makanan ringan (Putri, 2011).

C. Jajanan Sehat

Beraneka ragam jenis jajanan anak terdapat di sekitar Anda. Hal itu

mewajibkan Anda untuk bisa lebih selektif dan menentukan jajanan mana yang

baik, atau tidak bagi anak. Mengontrol kemauan jajan anak memang tidak

mudah, tetapi paling tidak Anda bisa menginformasikan pada mereka mengenai

8
ciri-ciri jajanan yang sehat atau tidak. Sehingga meskipun di luar pengawasan

Anda, mereka tetap bisa menentukan jajanan sehat yang akan mereka beli.

Dalam buku edukasi gizi Gerakan Nusantara dijelaskan, ciri-ciri jajanan

tidak sehat antara lain warna makanan terlalu mencolok, rasanya sangat tajam,

misalnya sangat gurih dan ada rasa pahit. Dari sisi kebersihan, makanan disimpan

di tempat terbuka, berdebu dan banyak lalat. Makanan juga hanya dibungkus

dengan kertas bekas atau koran bekas. Sementara bentuknya bisa sangat kenyal,

keras, gosong, dan berbau kurang enak.

Adapun kriteria jajanan sehat adalah sebagai berikut :

1. Aman dari bahaya seperti, debu, pasir, rambut dan kuku.

2. Aman dari bahan kimia. Misalnya, tidak menggunakan bahan pengawet,

pewarna, maupun penyedap rasa yang berlebihan atau tidak sesuai dosis yang

dianjurkan.

3. Makanan juga disimpan ditempat yang bersih, tidak berbau, dan kemasannya

tidak rusak.

Mengonsumsi jajanan yang tidak sehat, dapat membuat anak Anda

mengalami gangguan kesehatan seperti pusing, mual, muntah, diare, susah buang

air besar, hingga dapat berdampak pada gangguan konsentrasi di sekolah. Jadi,

untuk menghindari anak Anda membeli jajanan yang tidak sehat, sebaiknya

siapkan bekal makanan sehat sebelum mereka beraktivitas (Erwiandika, 2015).

9
D. Kantin Sehat

Kantin sekolah sehat memiliki syarat sebagai berikut :

1. Ada persediaan air bersih untuk mengolah makanan, mencuci tangan dan

mencuci peralatan makan.

2. Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan dan peralatan makan yang

bebas dari serangga dan hewan pengerat.

3. Ada tempat khusus penyimpanan bahan bukan pangan (sabun cuci piring,

cairan anti serangga) yang terpisah dari tempat penyimpanan bahan pangan.

4. Tempat yang bersih dan tertutup untuk pengolahan dan persiapan penyajian

makanan.

5. Kasir berada di tempat khusus, minimal orang yang bertugas di kasir tidak

bertugas menyiapkan makanan karena kuman penyakit dapat tersebar ke

makanan melalui tangan yang habis memegang uang.

6. Mempunyai tempat pembuangan sampah padat, cair dan gas.

7. Pastikan juga jajanan kemasan yang dijual di kantin belum kadaluarsa dan

sudah lolos sertifikasi BPOM (Anonim, 2015).

E. Hygiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian

makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan

yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.

Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor

makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat

10
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Khomsan, 2012). Menurut

Depkes RI (2011), tujuan hyginene dan sanitasi makanan dan minuman adalah :

1. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehtan

konsumen.

2. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan

melalui makanan.

3. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan

di institusi.

Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

Menurut Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, untuk

mencapai tersedianya makanan yang sehat seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka upaya hygiene sanitasi makanan harus mendasarkan 6 prinsip,

yakni upaya pemilihan bahan baku, upaya penyimpanan bahan baku, upaya

pengolahan makanan, upaya penyimpanan makanan masak, upaya pengangkutan

makan masak dan upaya penyajian makanan. Menurut Kepmenkes RI No.

1098/Menkes/SK/VII/2003, pemilihan bahan makanan adalah pemilihan semua

bahan baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan

penolong Beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan

adalah :

1. Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yag tidak jelas.

2. Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

3. Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.

11
4. Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu, seperti rumah potong

pemerintah atau tempat potong resmi yang diawasi pemerintah, tempat

pelelangan ikan resmi, dan pasar bahan dengan sistem pendinginan.

5. Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli

daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam

(jeroan) yang poyensial mengandung bakteri.

6. Membeli daging unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin

bakteri pada makanan.

Menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003, mensyaratkan

tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat

sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Ada 4 cara penyimpanan

bahan makanan, yaitu :

1. Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100C-150C

untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

2. Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40C-100C untuk

bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

3. Penyimpanan dingin sekali (Freezing), penyimpanan pada suhu 0C-40C

untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu

sampai 24 jam.

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0C untuk bahan

makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

12
F. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Hasil ukur pengetahuan dapat dinilai:

Kurang : < 76%

Baik : 76% (Notoatmodjo, 2010)

Tindakan pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas

atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat

pengetahuan yaitu:

1. Tahu (know), dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat kembali

suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkatan ini merupakan

tingkatan pengetahuan yang paling rendah tetapi digunakan sebagai prasyarat

untuk menguasai selanjutnya.

2. Memahami (comprehension), dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut dengan benar.

3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

13
4. Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis), adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan kembali bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

6. Evaluasi (evaluation), adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2010).

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa keilmuan tentang pengetahuan

dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Pengetahuan secara formal

Pengetahuan yang didasarkan pada jenjang pendidikan rendah ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan didapat dari ilmuan pengetahuan

melalui tingkat pembelajaran tersebut terdiri dari TK, SD, SMP, SMU, dan

Perguruan Tinggi.

2. Pengetahuan secara informal

Pengetahuan informal adalah pengetahuan yang didapat dari luar

lingkup pendidikan. Pengetahuan informal didapat melalui media elektronik

(TV, radio, atau alat elektronik lainnya) dan media masa (Koran, majalah

atau buku-buku pelajaran) maupun dari orang lain yang memberikan

informasi tentang pengetahuan.

14
Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang, maka akan semakin

memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih dan dikonsumsi.

Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan pangan

dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup. Rendahnya

pengetahuan dan pendidikan dasar merupakan faktor penyebab mendasar

karena mempengaruhi tingkat kemampuan individu, keluarga dan masyarakat

dalam mengelola sumber daya untuk mendapatkan kecukupan gizi. Semakin

tinggi tingkat pengetahuan akan kesehatan dan gizi keluarga, akan

mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota

keluarga (Nurmalina, 2011).

Pengetahuan merupakan faktor intern yang mempengaruhi pemilihan

makanan jajanan. Pengetahuan gizi adalah kepandaian memilih jajanan yang

merupakan sumber zat gizi dan kepandaian dalam memilih jajanan yang

sehat (Notoatmodjo, 2011).

Pendidikan dan pengetahuan merupakan faktor tidak langsung yang

dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan yang diperoleh

seseorang tidak terlepas dari pendidikan. Pengetahuan gizi yang ditunjang

dengan pendidikan yang memadai, akan menanamkan kebiasaan dan

penggunaan bahan makanan yang baik, sehingga pengetahuan gizi akan

mempengaruhi perilaku (Azwar, 2012).

15
G. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi atau

tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek dilingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

2010).

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku

(Fitriani, 2011).

Menurut Widayatun (2009) sikap adalah keadaan mental dan saraf dari

kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik

atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang

berkaitan dengannya.

Notoatmodjo (2005) sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek artinya

keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya penilaian

(terkadang didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak artinya sikap merupakan komponen yang

16
mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Menurut Fitriani (2011) sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Skala pengukuran yang sering digunakan dalam penelitian sikap adalah

skala likert. Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, presepsi

seseorang terhadap masalah yang ada. Pengukuran dilakukan dengan pernyataan,

maka penilaiannya yaitu sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, sangat

tidak setuju = 4 (Hidayat, 2009).

Sikap individu atau kelompok memilih pangan apa yang dikonsumsi

sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi dan sosial budaya.

17
Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan oleh faktor pendidikan gizi dan

kesehatan serta aktifitas pemasaran atau distribusi pangan. Dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor lingkungan seperti lingkungan budaya, lingkungan alam

serta populasi. Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor.

Pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan

aktifitas remaja sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang

dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan

makanan untuk mereka sendiri dan biasanya remaja lebih suka makanan serba

instant yang berasal dari luar rumah sepeti fast food.

H. Kesehatan Lingkungan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah hygiene dan sanitasi

mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu

melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu

maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah hygiene dan sanitasi

memiliki perbedaan yaitu hygiene lebih mengarahkan aktifivitasnya kepada

manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih

menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 2012).

Adapun faktor lingkungan, merupakan faktor eksternal yang berasal dari

kebersihan lingkungan sekolah, terutama keberadaan kantin yang menyiapkan

makanan jajanan untuk siswa. Selain itu, berbagai upaya dilakukan oleh para

siswa untuk memilih makanan jajanan yang ada tersedia di kantin sekolah

tampak memperhatikan kebersihannya (Harlianti, 2010).

18
Kantin sekolah tidak berada pada arah angin dan pada jarak kurang dari

100 meter dari sumber pencemaran debu, asap, bau dan cemaran lain. Bangunan

harus terpisah dengan tempat tinggal termasuk tempat tidur,

kokoh/kuat/permanen, rapat serangga dan tikus. Pembagian ruang terdiri dari

dapur dan ruang makan, ada toilet, ada gudang bahan makanan, ada ruang

karyawan, ada ruang administrasi, dan ada gudang peralatan. Lantai harus

bersih, kedap air, tidak licin, rata, kering, konus (tidak membentuk sudut mati),

dinding harus kedap air, rata dan bersih.

Ventilasi tersedia dan berfungsi baik, menghilangkan bau tak enak, cukup

menjamin rasa nyaman. Pencahayaan/Penerangan tersebar merata disetiap

ruangan, intensitas cahaya 10 fc, dan tidak menyilaukan. Fasilitas kantin sekolah

Air bersih jumlah mencukupi, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna,

angka kuman tidak melebihi nilai ambang batas, kadar bahan kimia tidak

melebihi nilai ambang batas, Pembuangan air limbah mengalir dengan lancar,

terdapat grease trap, saluran kedap air dan saluran tertutup, Toilet bersih,

letaknya tidak berhubungan langsung dengan dapur atau ruang makan, tersedia

air bersih yang cukup tersedia sabun dan lap pengering, toilet untuk pria terpisah

dengan wanita, Tempat sampah berisi sampah diangkut tiap 24 jam, disetiap

ruang penghasil sampah tersedia tempat sampah, dibuat dari bahan kedap air dan

mempunyai tutup, kapasitas tempat sampah terangkat oleh seorang petugas

sampah, Tempat cuci tangan tersedia air cuci tangan yang mencukupi, tersedia

sabun dan alat pengering/lap, jumlah cukup.

19
I. Kerangka Konsep

Anak usia sekolah belum mengerti cara memilih jajanan yang sehat

sehingga berakibat buruk pada kesehatannya sendiri. Anak sekolah biasanya

mempunyai lebih banyak perhatian, aktivitas di luar rumah, dan sering melupakan

waktu makan sehingga mereka membeli jajanan di sekolah untuk sekedar

mengganjal perut (Rakhmawati, 2009).

Pengetahuan merupakan faktor intern yang mempengaruhi pemilihan

makanan jajanan. Pengetahuan gizi adalah kepandaian memilih jajanan yang

merupakan sumber zat gizi dan kepandaian dalam memilih jajanan yang sehat

(Notoatmodjo, 2011).

Sikap individu atau kelompok memilih pangan apa yang dikonsumsi

sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi dan sosial budaya.

Adapun faktor lingkungan, merupakan faktor eksternal yang berasal dari

kebersihan lingkungan sekolah, terutama keberadaan kantin yang menyiapkan

makanan jajanan untuk siswa. Selain itu, berbagai upaya dilakukan oleh para

siswa untuk memilih makanan jajanan yang ada tersedia di kantin sekolah tampak

memperhatikan kebersihanya (Harlianti, 2010).

Dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti hubungan pengetahuan, sikap

dan kesehatan lingkungan. Tidak meneliti motivasi dan kecerdasan siswa karena

keterbatasan waktu dan dana yang dimiliki peneliti, tetapi tanpa mengurangi

makna dan manfaat dalam penelitian ini.

20
Untuk memahami kerangka pemikiran Penelitian ini dapat dilihat pada

gambar berikut:

Pengetahuan

Sikap

Kesehatan Lingkungan
Perilaku siswa dalam
pemilihan kebersihan
makanan jajanan

Motivasi

Kecerdasan

Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel Diteliti
: Variabel Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

21
J. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep, maka dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

1. Hipotesis nol

Hipotesis nol berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan, sikap

dan kesehatan lingkungan dengan perilaku siswa dalam pemilihan kebersihan

makanan jajanan di kantin SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016.

2. Hipotesis alternatif

Hipotesis alternatif berarti ada ada hubungan antara pengetahuan,

sikap dan kesehatan lingkungan dengan perilaku siswa dalam pemilihan

kebersihan makanan jajanan di kantin SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional

yaitu peneliti berupaya mencari hubungan antar variabel dan menganalisa atau

menguji hipotesis yang dirumuskan (Sugiyono, 2012). Penelitian ini

menggunakan desain cross sectional yang bertujuan mempelajari antara variabel

independen dengan variabel dependen, dimana kedua variabel ini penilaian dan

pengambilan datanya hanya satu kali saja. Desain ini juga dapat digunakan untuk

pengambilan hipotesis bagi peneliti selanjutnya (Nursalam, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 9 Kota Kendari.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September sampai

dengan bulan Oktober tahun 2016.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI yang ada di

SMA Negeri 9 Kendari tahun 2016 yang terdiri dari 6 kelas yaitu berjumlah 216

siswa.

23
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode

proportional sampling yaitu pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi

dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut. Untuk

menentukan besar sampel digunakan rumus slovin (Notoatmodjo, 2010) sebagai

berikut:

N. Z. p. q
=
d2 . (N 1) + Z 2 . p. q

keterangan :

N : Besar populasi

n : Besar sampel

Z2 : Derajat kemaknaan 1,95 atau 95%

p : Proporsi (0,5)

q : 1,0-p

d2 : Tingkat kepercayaan (0,05)

Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah :

216(0,95)2 . 0,5 . (1 0,5)


=
(0,05)2 . (216 1) + (0,95)2 . 0,5 . (1 0,5)

216(0,9025). 0,5 . 0,5


=
0,0025 . 215 + 0,9025 . 0,5 . 0,5
194,94 . 0,25
=
0,53 + 0,22

24
48,7
=
0,75
= 64,9
= 65
Jadi, besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 65 siswa.

Dalam penelitian ini, berdasarkan kelas jumlah sampel 65 siswa. Agar

pembagian sampel seimbang dengan cara jumlah sampel dibagi dengan jumlah

populasi dikali dengan jumlah siswa di setiap kelas. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat cara perhitungan dari tempat tinggal sebagai berikut :

Tabel 3.1
Pengambilan Sampel Penelitian

Jumlah Perhitungan
Kelas Siswa proposional Jumlah sampel

Kelas X1a 35 65/216x35 10


Kelas X1b 36 65/216x36 11
Kelas X1c 36 65/216x36 11
Kelas X1d 35 65/216x35 10
Kelas X1e 38 65/216x38 12
Kelas X1f 36 65/216x36 11
Jumlah 216 - 65

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Kriteria inklusi : Siswa kelas XI di SMA Negeri 9 Kendari dan Siswa yang

bersedia menjadi responden.

2. Kriteria eksklusi: Siswa kelas X dan XII di SMA Negeri 9 Kendari.

25
D. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (independen) adalah: pengetahuan, sikap dan kesehatan

lingkungan.

2. Variabel terikat (dependen) adalah: perilaku siswa dalam pemilihan

kebersihan makanan jajanan di kantin sekolah.

E. Alat Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner

Berisi tentang perilaku siswa dalam pemilihan kebersihan makanan jajanan,

pengetahuan, sikap dan kesehatan lingkungan.

2. Formulir untuk mencatat data sekunder dan data demografi wilayah

penelitian.

F. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Perilaku siswa dalam pemilihan kebersihan makanan jajanan

Perilaku siswa dalam penelitian ini adalah tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh siswa sesuai dengan nilai--nilai norma ataupun nilai yang ada

dalam masyarakat yang sudah ada sebelumnya dalam suatu kelompok sosial

masyarakat (Pakpahan, 2013).

Kriteria Objektif:

Baik : apabila siswa membeli jajanan yang sehat di sekolah dan

jajan tidak sekedar untuk mengganjal perut.

26
Buruk : apabila siswa membeli jajanan yang tidak sehat di sekolah

dan jajan sekedar untuk mengganjal perut

(Rakhmawati, 2009).

2. Pengetahuan

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan yang dimiliki

oleh siswa tentang jajanan yang sehat dan tidak sehat. Variabel ini diukur

dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.

Kriteria Objektif:

Baik : apabila total jawaban benar nilainya 76% dari seluruh

pertanyaan (Notoatmodjo, 2010).

Kurang : apabila total jawaban benar nilainya <76% dari seluruh

pertanyaan.

3. Sikap

Sikap siswa dalam penelitian ini adalah kesiapan atau kesediaan siswa

dalam memilih jajanan yang sehat. Penilaiannya yaitu sangat setuju (SS),

setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk

memudahkan pengolahan data, sikap ibu SS dan S dinyatakan dengan baik

dan sikap ibu TS dan STS dinyatakan dengan kurang terhadap pernyataan

yang berhubungan dengan pemilihan jajanan sehat. Untuk sikap responden

baik nilainya = 1 dan sikap responden kurang nilainya = 0. Variabel ini diukur

dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.

27
Kriteria Objektif:

Baik : apabila jawaban responden sangat setuju dan setuju terhadap

pemilihan jajanan sehat.

Kurang : apabila jawaban responden tidak setuju dan sangat tidak setuju

terhadap pemilihan jajanan sehat (Hidayat, 2009).

4. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan dalam penelitian ini adalah kebersihan

lingkungan sekolah, terutama kebersihan kantin yang menyiapkan makanan

jajanan untuk siswa (Harlianti, 2010).

Kriteria Objektif:

Baik : apabila terjaga kebersihan lingkungan sekolah, terutama

kantin yang menyiapkan makanan jajanan untuk siswa.

Buruk : apabila tidak terjaga kebersihan lingkungan sekolah dan

kantin yang menyiapkan makanan jajanan untuk siswa.

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder.

1.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data karakteristik yang

meliputi identitas, umur, perilaku siswa dalam pemilihan kebersihan

28
makanan, pengetahuan, sikap dan kesehatan lingkungan. Variabel

dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner

(terlampir).

1.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang dibutuhkan

oleh peneliti yang diperoleh dari SMA Negeri 9 Kendari.

H. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah

kuesioner, berisi pertanyaan tentang pengetahuan, sikap dan kesehatan

lingkungan mengenai analisis determinan yang berhubungan dengan perilaku

siswa dalam pemilihan kebersihan makanan di kantin SMA Negeri 9 Kendari

tahun 2016.

I. Pengolahan dan Analisa Data

Data akan diolah secara kuantitatif dengan mengelompokkan berdasarkan

kategori melalui editing, coding, entry dan cleaning data. Selanjutnya dilakukan

pengolahan data secara komputerisasi dan dilakukan analisis secara bertahap,

yaitu analisis univariat dan bivariat sebagai berikut:

1. Analisis univariat (analisis persentase), yaitu analisis yang dilakukan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti,

meliputi: pengetahuan, kebiasaan makan dan aktifitas fisik siswi/remaja putri.

Pada tahap ini dilakukan dengan cara mengolah semua variabel yang ada

29
dalam penelitian dan disajikan secara deskriptif dalam tabel distribusi

frekuensi.

2. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar 2 variabel yaitu

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Selanjutnya dilakukan uji

statistik Chi-square dengan interval kepercayaan 95 % pada tingkat

kemaknaan p < 0,05.

J. Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan tabel analisa hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen yang dijelaskan dalam bentuk narasi.

K. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mendapat izin dari

institusi STIK Avicenna, Badan Riset Daerah dan institusi lain yang terkait.

Pelaksanaan penelitian tetap memperhatikan masalah etika meliputi:

1. Informed Consent

Lembar persetujuan yang diberikan pada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality

30
Kerahasiaan informasi dari responden dijamin, peneliti hanya melaporkan data

tertentu sebagai hasil penelitian.

4. Beneficence

Peneliti melindungi subjek agar terhindar dari bahaya dan ketidak nyamanan

fisik.

5. Full disclosure

Prinsip penghargaan dan hormat terhadap martabat manusia dalam hal ini

berarti memberikan hak pada seseorang untuk membuat keputusan secara

sukarela tentang partisipasinya dalam penelitian dan keputusan tidak dapat

dibuat tanpa memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya (Nursalam, 2010).

31

Anda mungkin juga menyukai