Anda di halaman 1dari 4

PRAKTIKUM III

PIO PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu mendemonstrasikan skil klinik PIO pada terapi penyakit sistem
pencernaan.
B. PENDAHULUAN
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up to date
mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya spesialisasi dalam
pelayanan kefarmasian.Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada dasarnya adalah
untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional
yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien.Pelayanan kefarmasian
tersebut memerlukan informasi obat yang lengkap, objektif, berkelanjutan, dan selalu
baru up to date pula. Untuk itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi
yang (1) lengkap, yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak yang sesuai dengan
lingkungan masing masing rumah sakit, (2) memiliki data cost effective obat,
informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias komersial (3) disediakan secara
berkelanjutan oleh institusi yang melembaga dan (4) disajikan selalu baru sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi obat, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini, oleh apoteker kepada pasien, masyarakat, profesional kesehatan lain, dan
pihak-pihak yang memerlukan (Menkes, 2004). Pelayanan ini meliputi penyediaan,
pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan
profesional.
Tujuan dari PIO antara lain (Kurniawan dan Chabib, 2010) adalah :
Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada
pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.
Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan,
dan pihak lain.
Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat.
PIO bagi profesional kesehatan akan meningkatkan peran apoteker dalam
perawatan kesehatan, antara lain :
Pengetahuan apoteker tentang obat terpakai.
Apoteker menjadi lebih aktif dalam pelayanan kesehatan.
Peran apoteker dapat membuka fungsi klinis lain, misal kunjungan pasien.
Peningkatan terapi rasional dapat tercapai.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam informasi obat, yaitu metode tertulis
dan metode tidak tertulis. Informasi tertulis yang sudah biasa diberikan adalah
penulisan etiket pada kemasan obat. Informasi ini biasanya diikutidengan informasi
lisan yang disampaikan pada saat penyerahan obat kepada pasien.
Sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang, kepanitiaan,
penerima informasi obat, diantaranya dokter, perawat, bidan, apoteker, pasien dan
keluarga, kelompok dan atau tim peneliti. Dalam proses penggunaan obat, pada tahap
pemilihan obat serta regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan
informasi dari apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi
obat diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon
atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan
pasien atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).
C. URAIAN DEMO
Seorang apoteker ditanyai atau diminta oleh seorang dokter untuk mencari
informasi atau literatur terkait waktu yang tepat untuk penggunaan antara sulfalazine
dan mesalazine.
D. PELAKSANAAN DEMO
Persiapan Demo Terhadap Dokter
Persiapan sebelum wawancara terhadap dokter mencakup beberapa hal,
diantaranya adalah penguasaan terhadap materi demo dan perlengkapan perlatan
yang dibutuhkan. Sebelum farmasis berbicara kepada dokter, lingkungan di mana
interaksi berlangsung harus dipersiapkan, misalnya pencahayaan yang memadai;
situasi yang tenang; dan dalam kondisi dimana dokter siap diajak diskusi, tidak
ketika dokter sedang melakukan konseling, pemeriksaan atau memberi pelayanan
pada pasien.
Demo Pada Dokter
Waktu penggunaan sulfasalazine dan mesalazine pada pasien IBD:
a. Mesalazine merupakan lini pertama terapi untuk semua klasifikasi IBD
b. Mesalazine terutama dianjurkan pada pasien yang alergi atau hipersensitifitas
terhadap sulfa, karena sebagian besar orang alergi terhadap sulfa
c. Sulfalazine dapat digunakan pada pasien IBD yang disebabkan oleh bakteri
karena mengandung antibiotik sehingga dapat menangani gejala IBD dan
infeksi sekaligus.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum dan demonstrasi PIO yang dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa pemberian terapi pada penyakit saluran cerna seperti IBD dan
lainya disesuaikan dengan kondisi pasien dan gejala yang ditimbulkan oleh masing-
masing klasifikasi penyakit saluran cerna.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/2004, Tentang


Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Kurniawan, W. K., dan Chabib, L., 2010. Pelayanan Informasi Obat Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai