html
PENDAHULUAN
Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital di
dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-
lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian,
perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan.
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota. Perbedaan yang
khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau
beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis
yang memakai crawler track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan
sebagainya. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam alat mekanis,
antara lain:
bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan, perintisan badan
jalan, potong-timbun, perataan dll;
alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi batuan yang
agak keras;
alat muat untuk memuat hasil galian yang volumenya besar;
alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan membuangnya
di lokasi penimbunan;
motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut;
alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan;
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus dilengkapi penyaliran
(drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran harus mampu menampung air hujan pada
kondisi curah hujan yang tinggi dan harus mampu pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau
tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat jembatan yang
konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada konstruksi jembatan umum di jalan
kota. Parit yang dilalui jalan tambang mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong
(culvert), kemudian dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang
dikehendaki.
Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya
harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau
jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk
secara bergantian. Pada kedua pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur
kendaraan masuk secara bergiliran, terutama bila terowongan cukup panjang.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada umumnya, yaitu:
(1) lebar jalan angkut,
(2) jari-jari tikungan dan super- elevasi,
(3) kemiringan jalan, dan
(4) cross slope.
Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar, panjang dan lebih berat
dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai
dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada
kecepatan normal dan aman.
LEBAR JALAN ANGKUT
Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan lancar dan aman.
Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di lapangan, maka lebar jalan minimum
harus diperhitungan dengan cermat. Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok (tikungan)
berbeda, karena pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang gerak yang lebih lebar
akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar. Disamping itu,
perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu lajur tunggal untuk jalan satu
arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah.
Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca spion kiri-kanan 5,076 m,
maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda adalah sebagai berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (.Wt)
= 2 (5,076) + (3) ( x 5,076)
= 17,77 m 18 m
Dengan menggunakan ilustrasi, dapat dihitung lebar jalan minimum pada belokan, yaitu seperti
terlihat di bawah ini:
di mana :
Wmin= lebar jalan angkut minimum pada belokan, m
U = lebar jejak roda (center to center tires), m
Fa = lebar juntai (overhang) depan, m
Fb = lebar juntai belakang, m
Z = lebar bagian tepi jalan, m
C = jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m
Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-Caterpillar. Lebar sebuah
ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan lurus adalah 0,70 m. Jarak antara dua pusat
ban 3,30 m. Pada saat membelok meninggalkan jejak di atas jalan selebar 0,80 m untuk ban depan
dan 1,65 m untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar 4,50 m, maka lebar jalan membelok
adalah sebagai berikut:
Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut yang
digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang. memperlihatkan jari-
jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar
sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
di mana :
R = jari-jari belokan jalan angkut, m
W = jarak poros roda depan dan belakang, m
= sudut penyimpangan roda depan,
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan fmak, dimana titik-titik 1, 2
dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan,
digunakan emax = 10%. Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal
(Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax sesuai kurva
Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)
Bentuk busur lengkungan pada tikungan
Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang lurus dan bagian yang
melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar
jalannya maupun bentuk potongan melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian
jalan yang lurus adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo
sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Sedangkan pada
bagian yang melengkung, biasanya digunakan dua jenis rancangan, yaitu:
(a) Tikungan berbentuk lingkaran (FC)
Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan yang lurus terdapat
tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini
biasanya dirancang untuk tikungan yang besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R )
sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya.
Komponen-komponen Tikungan FC
Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC meliputi kecepatan (km/jam),
sudut ? diukur dari Gambar() dan jari-jari (m). Sedangkan panjang T, E dan L (lihat Gambar 5) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
T = R tan ?.(8)
E = T tan ?..(9)
L = 0,01744 ? R(10)
Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan bentuk lingkaran (FC) adalah
sebagai berikut:
Terlihat bahwa TS-SC atau CS-ST adalah panjang lengkung spiral atau peralihan (Ls), sedangkan
SC-CS adalah lengkung lingkaran dengan jari-jari Rc (Lc). Dengan demikian panjang tikungan
adalah:
Ltot = 2 Ls + Lc(13)
Superelevasi
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat belokan yang
disebut superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan jari-jari belokan, kecepatan
kendaraan dan perubahan kecepatan (0,40 m/det) seperti terlihat pada persamaan (12).
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai
ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian jalan yang lengkung.
Pada tikungan tipe S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear dari bentuk
normal sampai titik TS kemudian awal lengkung peralihan sepanjang Ls dan akhirnya sampai pada
superelevasi penuh sepanjang Lc. Sedangkan pada tikungan tipe FC, pencapaian superelevasi
dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai dengan bagian lingkaran
penuh 1/3 Ls. Metoda untuk mencapai superelevasi yaitu dengan membuat diagram superelevasi,
baik untuk tikungan tipe FC maupun S-C-S.
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi perkerasan luar dan
sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif. Harga landai relatif disesuaikan
dengan kecepatan rencana (VR) dan jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (22) dipakai untuk
menghitung landai relatif dan Tabel 4 merupakan hasil perhitungan landai relatif dengan variasi
kecepatan.
di mana :
1/m = landai relatif, %
e = superelevasi, m/m
e n = kemiringan melintang normal, m/m
B = lebar lajur, m
Ls = panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus 12)
Landai Relatif Maksimum (untuk 2/2TB)
Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan (kelandaian) kritis, yaitu suatu jarak
maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan
pada jarak kritis tidak lebih dari 1 menit.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan horizontal (a) dengan satuan
mm/m atau m/m (lihat rumus 22). Jalan angkut yang baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai
1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m.
Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk menahan berat kendaraan dan muatan
yang melaluinya, dan permukaan jalannya harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh
air permukaan atau air limpasan (run off water) dan hujan. Bila perkerasan jalan tidak kuat
menahan beban kendaraan, maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan pergeseran, baik
pada bagian perkerasan jalan itu sendiri maupun pada tanah dasarnya (sub-grade), sehingga
akan menyebabkan jalan ber-gelombang, berlubang dan bahkan bisa rusak berat. Bila
perkerasan permukaan jalan (road surface) rapuh terhadap gesekan ban atau aliran air, maka
akan mengalami kerusakan yang pada mulanya terjadi lubang-lubang kecil, lama kelamaan
menjadi besar, dan akhirnya rusak berat.
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan
beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui daya
dukung tanah dasar (sub-grade). Dengan demikian perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh faktor-
faktor kepadatan lalulintas, sifat fisik dan mekanik bahan (material) yang digunakan, dan daya dukung
tanah dasar.
3.1. EVALUASI LAPISAN TANAH DASAR (SUB-GRADE)
Daya dukung lapisan tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting di dalam
merencanakan tebal lapisan perkerasan jalan. Oleh sebab itu evaluasi lapisan sub-grade diarahkan
untuk memperoleh suatu estimasi harga atau ukuran daya dukung tanah yang caranya dapat
dilakukan di lapangan atau di laboratorium mekanika tanah. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan di dalam mengestimasi ukuran kekuatan daya dukung lapisan tanah dasar antara
lain:
kadar air,
kepadatan (compaction),
perubahan kadar air selama usia pelayanan,
variabilitas tanah dasar,
ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang ada di bawah
lapisan tanah dasar.
Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub-grade dapat dilakukan dengan
pengujian California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k).
Ketiga pengujian tersebut umumnya dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah dengan
mengikuti prodesur standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO, SNI dan lain-lain.
Yang sering digunakan dalam perkerasan jalan tambang adalah pengujian CBR yang dikembangkan
oleh California State High-way Department. Hasil pengujian CBR di laboratorium mekanika tanah
diplot ke dalam kurva CBR. Hasil yang diharapkan dari kurva CBR adalah ketebalan lapisan-lapisan
perkerasan di atas sub-grade sesuai dengan jenis-jenis tanah atau material yang digunakan untuk
perkerasan jalan tersebut. Contoh penggunaan kurva CBR diberikan sebagai berikut:
Suatu konstruksi jalan tambang akan dibuat di atas lapisan sub-grade berjenis lempung-lanauan
dengan plastisitas sedang (silty clay of medium plasticity) dengan harga CBR 5. Truck atau wheel
loader yang melewati jalan tersebut mempunyai berat maksimum 40.000 lbs. Disekitar jalan terdapat
banyak pasir yang agak bersih dengan harga CBR 15 yang dapat digunakan untuk lapisan diatasnya
(sub-base). Diatas sub-base adalah lapisan permukaan (road surface) yang dilapisi krakal yang baik
(good gravel) dengan harga CBR 80. Berapa tebal lapisan sub-base dan road surface agar daya
dukung lapisan sub-grade stabil.
Jawaban:
Step A: Dari titik harga CBR lapisan sub-grade = 5 ditarik garis vertikal ke bawah hingga memotong
kurva lengkung berat kendaraan 40.000 lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke
arah ordinat ketebalan sub-base dan diperoleh angka tebal 28 inci. Artinya, bahwa ketebalan
permukaan jalan akhir paling tidak harus 28 inci di atas sub-grade.
Step B: Kemudian pasir bersih dengan CBR 15 dipotongkan dengan kurva lengkung berat kendaraan
40.000 lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat ketebalan sub-
base dan diperoleh angka tebal 14 inci. Artinya, bahwa ketebalan material pasir bersih harus tetap
14 inci di bawah permukaan jalan.
Step C: Perpotongan antara harga CBR krakal yang baik 80 dengan berat kendaraan 40.000 lbs
menghasilkan ketebalan lapisan 6 inci dari ordinat ketebalan sub-base. Krakal yang merupakan
material dipermukaan akhir jalan harus disebar-kan tetap 6 inci.
Dari contoh soal di atas diperoleh manfaat bahwa: (a) harga CBR sub-grade menentukan ketebalan
total lapisan perkerasan, (b) jumlah lapisan perkeras-an jalan paling tidak ada dua lapis di atas sub-
grade, dan (c) berat kendaraan berpengaruh terhadap penentuan ketebalan perkerasan. Tabel 6
memperlihatkan daya dukung beberapa material.
Pada jalan tambang jarang sekali digunakan material aspal atau beton semen karena pemanfaatan
jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-pindah dalam tempo yang relatif singkat mengikuti
area penambangan. Namun, di lokasi perkantoran, fasilitas kesehatan atau perumahan karyawan
tetap digunakan material perkerasan dari aspal atau beton semen. memperlihatkan karakteristik
keempat jenis material perkerasan.
Material berbutir
Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin pemecah
batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti standar baku, baik
ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan
dapat dipadatkan. Dalam proses perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk
menambah kestabilan tanpa menambah kekakuan.
Material terikat
Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan menambahkan semen, kapur,
atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat. Ikatan antar butir
akan menghasilkan kuat tarik yang besar, sehingga diharapkan lapisan perkerasan dapat menahan
beban kendaraan dengan baik dan berumur pakai lama.
Aspal
Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam
kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk lapisan perkerasan. Kekuatan aspal
diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat, viskositas bitumen pada saat
pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan
agregat. Adapun kegagalan perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang
kurang sehingga terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-retakan.
Beton semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Lapisan beton semen
dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku dan sebagai
lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.
Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja di atas lapisan
subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen harus memiliki kuat
tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan campuran abubatu (flyash) dan jika
tanpa abu batu kuat tekan minimumnya 7 MPa.
Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai lapisan atau landasan
fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton didasarkan atas kuat lentur rencana 90
hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat lentur fondasi cukup stabil pada ketebalan perkerasan
yang telah diperhitungkan.
Setiap jenis lapisan perkerasan umumnya terdiri dari 2 3 susunan material di atas lapisan tanah
dasar (sub-grade). Lapis paling atas adalah lapis permukaan (surface course), dibawahnya adalah
lapis fondasi atas (base course) dan diantara base-course dengan sub-grade adalah lapis fondasi
bawah (sub-base course).
a. Lapis permukaan
Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan
roda selama masa pelayanan
Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak meresap kedalamnya dan
tidak pula melemahkan lapisan tersebut.
Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung menderita gesekan akibat
rem kendaraan, sehingga mengakibatkan keausan ban.
Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan
lain yang mempunyai daya dukung lebih jelek.
Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan karakteristik di atas, maka jenis
material dan tebal lapisan masing-masing susunan lapisan harus diperhatikan.memperlihatkan batas-
batas minimum tebal lapisan perkerasan dan bahan yang digunakannya.
Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk
menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah
dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar
beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu
(1) perkerasan beton semen dan
(2) perkerasan dengan permukaan aspal.
Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dari
Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan permukaan aspal adalah salah satu dari jenis
komposit.
4. ASPEK KESELAMATAN JALAN ANGKUT
Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan untuk meraih
umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek keselamatan sepanjang
jalan angkut yang akan diuraikan meliputi :
(1) jarak pandang yang aman,
(2) rambu-rambu pada jalan angkut,
(3) lampu penerangan, dan
(4) jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan.
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan.
Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang
dapat menimbulkan kecelakaan berkisar antara 0,15 0,20 m diukur dari permukaan jalan.
Jarak Pandang Henti berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan,
waktu tanggap dan gravitasi dan dapat diformulasikan sebagai berikut:
Persamaan (23) untuk jalan datar dan (24) untuk jalan dengan kemiringan tertentu,
di mana:
VR = kecepatan rencana, km/jam
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik
fp = koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan, menurut AASHTO = 0,28
0,45; menurut Bina Marga = 0,35 0,55
L = kemiringan jalan, %
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah pandangan
bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping). Daerah
bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh terpenuhi.
Dengan demikian, daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di
tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E meter diukur dari garis tengah lajur
dalam sampai objek penghalang pandangan Daerah bebas samping dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
(1) Jika Jh < Lt :
(2) Jika Jh > Lt :
di mana :
R = jari-jari tikungan, m
R = jari-jari sumbu lajur dalam, m
Jh = jarak pandang henti, m
Lt = panjang tikungan, m
Jarak pandang lengkung vertikal
Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru dua
macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi keamanan dan kenyamanan. Lengkung
vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung Cekung.
Artinya adalah perhitungan rancangan jalan tambang menjadi lebih sederhana, yaitu mengutamakan
jari-jari tikungan yang lebar dan aman untuk dua lajur tanpa harus mempertimbangkan secara
serius kecepatan trucknya. Berbeda dengan rancangan jalan angkut yang menghubungkan daerah
di luar konsesi tambang atau jalan yang dilalui oleh kendaraan umum menuju lokasi
penambangan. Untuk kondisi tersebut perhitungan yang telah diuraikan sebelumnya patut
dilaksanakan.
Dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya dalam merancang jalan angkut tambang
ekuivalen dengan jalan umum dari Bina Marga. Pengalaman menunjukkan bahwa penyimpangan di
dalam merancang jalan di lokasi tambang umumnya terpaksa harus dilakukan karena:
jalan tambang yang sering berpindah;
dimensi alat angkut tambang besar, penetrasi terhadap badan jalan tinggi, sementara kecepatan
rendah;
areal panambangan atau pit terbatas, sementara lalulintas alat angkut padat;
jalan tambang hanya dipadatkan oleh buldozer dengan perkerasan seadanya dan tanpa lapisan
permukaan permanen, sehingga perawatan menjadi sangat intensif;
akibat jalan yang selalu berubah, maka drainase jalan dibuat seperlunya.