BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai 17.408 pulau. Negara dengan
julukan zamrud khatulistiwa ini terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua
samudera. Indonesia memiliki iklim tropis, cuaca dan musim yang menghasilkan
kondisi alam yang tinggi nilainya, termasuk kekayaan keanekaragaman hayati serta
sumber daya alam yang terkandung dalam perut Republik Indonesia (NKRI) terletak
pada koordinat 940 45 BT dan 1410 05 BT serta pada 060 08 LU dan 110 15 LS.
Luas wilayah mencapai 5,2 juta km2 yang terdiri dari 1,9 juta km2 wilayah daratan
dan 3,3 juta km2 wilayah lautan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).
Persoalan yang dialami dunia, tak terecuali di Indonesia adalah berkenaan
dengan perubahan iklim. Indonesia sebagai negara tropis dan kepulauan,
dikategorikan sebagai salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim.
Dampak perubahan iklim sudah menjadi ancaman yang cukup serius bagi lingkungan.
Tanda- tanda dari dampak perubahan iklim di Indonesia dapat dilihat dari adanya
kenaikan temperatur udara, perubahan curah hujan, kenaikan permukaan air laut dan
perubahan musim yang ekstrim. Kondisi ini menyebabkan terjadinya bencana
kekeringan, banjir, longsor dan bencana alam lainnya (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2010).
Fenomena El Nino yang terjadi baru-baru ini menambahkan keprihatinan
mengenai kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Umumnya El Nino terjadi antara
bulan Mei hingga Juli. Namun di tahun 2015, El Nino diperkirakan berlangsung
hingga akhir tahun 2015. Selain itu ditambah juga dengan adanya kebakaran hutan
yang meluas di berbagai titik di Indonesia yang menjadikan udara begitu tercemar.
Tidak menutup kemungkinan bahwa air dan tanah pun juga tercemar.
Sebagai dampaknya, akan banyak masalah dan penyakit-penyakit yang dapat
muncul karena hal tersebut. Sehingga penulis mempelajari tentang kesehatan
lingkungan, bagaimana terjadinya, penyebabnya, cara penanganan dan pencegahan
untuk mengurangi penyebab penyakit akibat hal tersebut di Indonesia tersebut
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari DKK ini di harapkan kami sebagai mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan tentang pencemaran lingkungan berupa pencemaran
udara, air, dan tanah yang mencakup pengertian, persebaran pencemaran, penyebab,
mekanisme terjadinya, tanda pencemaran dan dampak bagi kesehatan, manajemen
tatalaksana dan pencegahan, serta prognosis dari pencemaran tersebut.
1.3 Manfaat
Laporan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai sumber referensi
mengenai Manajemen Kesehatan Berbasis Wilayah, terutama tentang pencemaran
lingkungan dan hubungannya dengan kesehatan. Dengan laporan ini, diharapkan
mahasiswa mampu memahami pengertian, persebaran pencemaran, penyebab,
mekanisme terjadinya, tanda pencemaran dan dampak bagi kesehatan, manajemen
tatalaksana dan pencegahan, serta prognosis dari pencemaran udara, air, dan tanah.
BAB II
ISI
2.1 Skenario
Kabut Asap dan El Nino
Kabut asap telah terjadi di Indonesia sejak akhir Juni 2015, akhirnya berubah
menjadi masalah regional di Asia Tenggara mulai bulan September 2015.
Pembakaran hutan diduga sebagai penyebabnya, sebagai upaya pembukaan lahan
ilegal, khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Pada pertengahan Oktober 2015,
tercatat PSI (Pollutant Standards Index) di Kalimantan Tengah mencapai angka
tertinggi yaitu 330. Lebih dari 28 juta penduduk di Indonesia terkena dampaknya,
dengan lebih dari 140.000 kasus masalah kesehatan pada sistem pernafasan. Kabut
asap semakin bertambah parah akibat adanya dampak El Nino, yang menyebabkan
kekeringan di sebagian besar wilayah Indonesia, sehingga api lebih mudah tersulut &
menyebar kemana-mana.
Dampak El Nino berupa berkurangnya curah hujan di beberapa wilayah
Indonesia, sangat sulit untuk diredam, karena fenomena ini adalah fenomena global.
Kekeringan ini membuat banyak warga masyarakat yang mengalami kesulitan untuk
mendapatkan air bersih. Sering ditemukan warga masyarakat yang terpaksa
menggunakan air dengan kualitas apa adanya. Masalah kesehatan yang muncul dari
penggunaan air yang terkontaminasi, turut menambah panjang deretan masalah
kesehatan, yang melanda Indonesia di penghujung tahun ini.
Kebakaran dapat menyebabkan banyak gas-gas berbahaya dan partikel debu yang
konsentasinya berlebihan dalam udara. Sehingga mencemari udara dan dapat
berefek buruk bagi populasi.
3. Kekeringan
a. Dampak bagi manusia berupa dehidrasi dan secara umum sumber air bersih
menjadi kurang.
b. Air terkontaminasi dapat disebabkan berbagai jenis kandungan pencemar
misal mikroorganisme patogen seperti bakteri atau virus, dan logam berat
seperti merkuri, besi dan timbal. Dampak yang ditimbulkan seperti diare
atau gatal-gatal
4. Pencegahan
a. Kabut asap : menggunakan masker dan mengurangi aktivitas diluar rumah
b. Kebakaran : jangan merokok dan jangan bakar-bakar
5. Yang bisa dilakukan oleh pemerintah atau instansi terkait berupa pencegaha
pembakaran lagi, misalnya dengan membuat regulasi, menindaktegas pelaku
pembakaran hutan, dan mengadakan penyuluhan tentang bahaya yang dapat
timbul.
Contoh:
- abu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi
- gas-gas vulkanik
- debu yang beterbangan di udara akibat tiupan angin
- bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah organik
2. Faktor manusia (eksternal) yang bersumber dari hasil aktivitas manusia
Contoh:
- Hasil pembakaran bahan-bahan fosil dari kendaraan bermotor
- Bahan-bahan buangan dari kegiatan pabrik industri yang memakai zat
kimia organik dan anorganik
- Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara
- Pembakaran sampah rumah tangga
- Pembakaran hutan
Gas yang berbau tajam, tidak berwarna dan tidak bersifat korosi.
Dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur
terutama batubara. Batubara ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar
pabrik dan pembangkit tenaga listrik.
Partikulat (asap atau jelaga)
Partikulat dikategorisasikan berdasarkan ukuran dari partikulat. Partikulat
dibentuk dari emisi amonia, sulfur dioksida, dan oksida nitrogen, serta
dari emisi bahan organik seperti sumber pembakaran dan vegetasi.
Polutan udara yang paling jelas terlihat dan paling berbahaya. Dihasilkan
dari cerobong pabrik berupa asap hitam tebal (Defra, 2000).
Macam-macam partikel, yaitu:
Aerosol : partikel yang terhambur dan melayang di udara
Fog (kabut) : aerosol yang berupa butiran-butiran air dan berada di
udara
Smoke (asap) : aerosol yang berupa campuran antara butir padat dan
cair dan melayang berhamburan di udara
Dust (debu) : aerosol yang berupa butiran padat dan melayang-
layang di udara
Hidrokarbon (HC)
Uap bensin yang tidak terbakar. Dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
yang tidak sempurna.
CFC
Gas yang dapat menyebabkan menipisnya lapisan ozon yang ada di
atmosfer bumi. Dihasilkan dari berbagai alat rumah tangga seperti kulkas,
AC, alat pemadam kebakaran, pelarut, pestisida, alat penyemprot
(aerosol) pada parfum dan hair spray.
Timbal (Pb)
Logam berat yang digunakan manusia untuk meningkatkan pembakaran
pada kendaraan bermotor. Hasil pembakaran tersebut menghasilkan
timbal oksida yang berbentuk debu atau partikulat yang dapat terhirup
oleh manusia.
Karbon dioksida (CO2)
Gas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna bahan bakar kendaraan
bermotor dan pabrik serta gas hasil kebakaran hutan.
c. Dampak Pencemaran
3. Pemanasan Global
Kadar CO2 yang tinggi di lapisan atmosfer dapat menghalangi pantulan panas
dari bumi ke atmosfer sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas.
Peristiwa ini disebut dengan efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini
mempengaruhi terjadinya kenaikan suhu udara di bumi (pemanasan global).
Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata di seluruh dunia dan
menimbulkan dampak berupa berubahnya pola iklim (Patrick, 2009).
Permukaan bumi akan menyerap sebagian radiasi matahari yang masuk ke
bumi dan memantulkan sisanya. Namun, karena meningkatnya CO2 di lapisan
atmosfer maka pantulan radiasi matahari dari bumi ke atmosfer tersebut
terhalang dan akan kembali dipantulkan ke bumi. Akibatnya, suhu di seluruh
permukaan bumi menjadi semakin panas (pemanasan global). Peristiwa ini
sama dengan yang terjadi di rumah kaca. Rumah kaca membuat suhu di dalam
ruangan rumah kaca menjadi lebih panas bila dibandingkan di luar ruangan.
Hal ini dapat terjadi karena radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah kaca
tidak dapat keluar (Patrick, 2009).
Dampak pencernaan udara bagi manusia (EPA, 2010).
1. Nitrogen dioksida
Menyebabkan timbulnya penyakit paru, yang didahului gejala pulmonal serta
meningkatkan kemungkinan infeksi respirasi dan serangan asma.
2. Karbon Monoksida (CO)
Mengurangi jumlah oksigen yang bersirkulasi di dalam tubuh, memicu
penyakit jantung, dan nyeri dada. Karbon monoksida mampu mengikat Hb
(Hemoglobin) sehingga pasokan O2 ke jaringan tubuh terhambat. Hal tersebut
menimbulkan gangguan kesehatan berupa: rasa sakit pada dada, nafas pendek,
sakit kepala, mual, menurunnya pendengaran dan penglihatan menjadi kabur.
Selain itu, fungsi dan koordinasi motorik menjadi lemah. Bila keracunan berat
(70-80% Hb dalam darah telah mengikat CO) dapat menyebabkan pingsan
dan diikuti dengan kematian.
3. Ozon
Menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan terasa terbakar dan
memperkecil paru-paru.
4. Hidrokarbon
Menyebabkan kerusakan otak, otot, dan jantung.
Blok 21 Modul 1 Manajemen Kesehatan Berbasis Wilayah 11
Kelompok 5 Angkatan 2012
5. Timbal
Menyebabkan gangguan pada tahap awal pertumbuhan fisik dan mental serta
mempengaruhi kecerdasan otak.
6. CFC
Menyebabkan melanoma khususnya bagi orang-orang berkulit terang, katarak,
dan melemahnya sistem daya tahan tubuh.
7. NO2
Menyebabkan iritasi pada paru-paru, mata dan hidung (EPA, 2010).
d. Parameter Pencemaran (berdasar ISPU atau PSI)
Status kualitas udara dilihat dari data pemantauan. Pemantauan kualitas udara
di Indonesia dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
Alat pemantauan otomatis dari Jaringan AQMS yang dilakukan di 10 kota
besar di Indonesia dengan data dilaporkan secara kontinu ke KLH .
Alat pemantauan manual aktif; dilakukan secara ad hoc atau teratur di
beberapa titik. Data ini tidak selalu tersedia.
Alat pemantauan pasif yang dilakukan di sekitar 30 ibukota provinsi.
Parameter pencemar yang dipantau umumnya adalah parameter pencemar
kriteria, yaitu SOx, Nox , CO, O3 dan partikulat PM10. Pemantauan terhadap
Gas Rumah Kaca dan komposisi kimia air hujan dilakukan di beberapa kota di
Indonesia oleh berbagai institusi seperti LAPAN dan BMKG, selain oleh
Pusarpedal KLH (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).
Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan Jaringan Pemantauan
Kualitas Udara (Air Quality Monitoring System) dengan alat pemantau udara
secara otomatis sebanyak 43 stasiun yang tersebar di 10 kota, dengan jumlah
rata-rata lokasi pemantauan per kota. Dari hasil pemantauan adalah untuk
menentukan Index Standar Pencemar Udara (ISPU) yang merupakan indikator
kualitas udara suatu kota. Berikut merupakan rentang angka indeks tersebut
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).
0 50: sehat, tingkat kualita udara yang tidak memberi efek kesehatan
manusia atau hewan dan tidak mempengaruhi tumbuhan, bangunan, atau
estetika.
2. Pencemaran Air
a. Definisi
Pencemaran air dapat terjadi di sungai, air tanah, maupun laut. Menurut
peraturan pemerintah (PP) No. 82 tahun 2001 mengenai lingkungan, pencemaran
air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun
hingga tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukkannya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).
Pengertian lain dari pencemaran air yaitu masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air atau berubahnya
tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kementerian Lingkungan Hidup,
2010).
b. Penyebab dan Mekanisme
Pencemaran air dapat bersumber dari limbah rumah tangga, limbah pertanian,
dan limbah industri. Pencemaran air dapat berwujud padat dan cair dan ada yang
bersifat organik atau anorganik. Polusi air yang berat dapat menyebabkan polutan
meresap ke dalam air tanah yang menjadi sumber air untuk kehidupan sehari-hari
seperti mencuci, mandi, memasak, dan untuk air minum. Air tanah yang sudah
tercemar akan sulit sekali untuk dikembalikan menjadi air bersih. Pengenceran
dan penguraian polutan pada air tanah sulit sekali karena airnya tidak mengalir
dan tidak mengandung bakteri pengurai yang aerob (Kistinnah, 2006).
Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan merupakan salah satu
sumber pencemaran air. Pupuk dan pestisida yang larut di air akan menyebabkan
eutrofikasi yang mengakibatkan ledakan (blooming) tumbuhan air, misalnya alga
dan ganggang. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan makhluk hidup di
Blok 21 Modul 1 Manajemen Kesehatan Berbasis Wilayah 14
Kelompok 5 Angkatan 2012
dalam air karena tertutupnya permukaan air oleh tumbuhan air akan menghalangi
masuknya cahaya matahari ke dalam air. Hal ini berpengaruh pada kegiatan
fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton yang semakin berkurang. Secara
tidak langsung juga terjadi pengurangan ketersediaan oksigen di dalam air yang
sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup yang ada di dalam air untuk respirasi.
Selain itu, adanya populasi tumbuhan air yang sangat cepat juga memicu
terjadinya pendangkalan sungai. Akibat selanjutnya adalah cepat rusaknya
bendungan dan mudahnya terjadi banjir (Kistinnah, 2006).
Secara umum, pencemaran air dapat disebabakan oleh berbagai jenis polutan
yang dapat dikategorikan sebagai berikut (Kistinnah, 2006).
1. Infection Agent (Agen Infeksius)
Infection agent (agen infeksius) merupakan bahan pencemar yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan manusia (penyakit). Bahan pencemar ini
berupa mikroorganisme patogen yang berasal dari excreta manusia dan hewan
yang tidak dikelola dengan baik. Untuk mendeteksi keberadaan
mikroorganisme patogen di dalam air, dapat digunakan bakteri Coliform
sebagai bakteri penunjuk (indicator organism). Jika dalam sampel air tersebut
ditemui indicator organism, air tersebut sudah tercemar oleh tinja
(mikroorganisme patogen). Akan tetapi, jika di dalam air tidak ditemukan
indicator organism, air tersebut tidak tercemar oleh tinja (mikroorganisme
patogen) (Kistinnah, 2006).
2. Zat-Zat Pengikat Oksigen (Dissolved Oxygen)
Dissolved oxygen atau jumlah oksigen terlarut adalah indikator yang baik
untuk menentukan kualitas air. Kandungan oksigen dalam air di atas 6 ppm
dapat mendukung kehidupan tumbuhan, ikan, dan makhluk hidup dalam air.
Kandungan oksigen kurang dari 2 ppm hanya dapat mendukung kehidupan
cacing, bakteri, jamur, dan mikroorganisme pengurai (Kistinnah, 2006).
Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen dan proses
fotosintesis fitoplankton. Oksigen digunakan untuk proses respirasi makhluk
hidup air dan proses kimia dalam air. Apabila dalam suatu perairan banyak
5. Pencemar Anorganik
Bahan pencemar anorganik adalah logam, garam, asam, dan basa. Merkuri,
kadmium, timbel, dan nikel adalah logam dengan kadar yang relatif kecil
sudah dapat mengakibatkan pencemaran. Asam dapat masuk ke dalam air dari
produk samping proses industri dan pelapisan logam. Asam dan basa ini dapat
menyebabkan perubahan pH air yang dapat mengganggu kehidupan di dalam
air. Contoh lain, kasus keracunan kobalt yang terjadi di Nebraska merupakan
penyakit tidak menular yang disebabkan oleh kontaminasi kobalt di dalam air.
Akibat keracunan ini timbul penyakit jantung, kerusakan kelenjar gondok,
darah tinggi, dan kaki bengkak (Kistinnah, 2006).
6. Zat Kimia Organik
Banyak zat kimia organik yang mempunyai toksisitas yang tinggi.
Kontaminasi antara zat kimia organik dengan air dapat mengancam kesehatan
makhluk hidup di dalamnya. Zat kimia organik digunakan dalam industri
kimia, misalnya, untuk pembuatan pestisida, plastik, produk farmasi, pigmen,
dan produk lainnya (Kistinnah, 2006).
7. Energi Panas
Kualitas air akan turun jika terjadi perubahan temperatur. Pembuangan air
limbah yang mengandung panas mengakibatkan kenaikan temperatur yang
menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air. Air yang panas pada
permukaan air dapat menghambat masuknya oksigen ke dalam air di level
bawah (Kistinnah, 2006).
8. Zat Radioaktif
Zat radioaktif yang teraplikasi dalam teknologi nuklir yang digunakan pada
berbagai bidang dapat menimbulkan sisa pembuangan. Dapat saja sisa zat
radioaktif tersebut terbawa ke dalam lingkungan air. Pengaruh radioaktif ini
dapat mengakibatkan gangguan pada proses pembelahan sel, rusaknya
kromosom, dan lebih jauh dalam waktu yang lama dapat terjadi kerusakan
sistem reproduksi dan sel tubuh (Kistinnah, 2006).
c. Dampak Pencemaran
Polutan dalam air mencakup unsur-unsur kimia, pathogen/bakteri dan
perubahan sifat fisika dan kimia dari air. Banyak unsur-unsur kimia merupakan
racun yang mencemari air. Patogen/bakteri mengakibatkan pencemaran air
sehingga menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang, misalnya diare yang
disebabkan oleh kuman E. Coli. Adapuan sifat fisika dan kimia air meliputi
derajat keasaman, konduktivitas listrik, suhu dan pertilisasi permukaan air. Di
3. Pencemaran Tanah
a. Definisi
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia
masuk dan merubah lingkungan tanah alami (Veegha, 2008). Darmono (2001)
menyatakan bahwa ada dua sumber utama kontaminasi tanah yaitu kebocoran
bahan kimia organik dan penyimpanan bahan kimia dalam bunker yang disimpan
dalam tanah, dan penampungan limbah industri yang ditampung dalam suatu
kolam besar yang terletak di atas atau di dekat sumber air tanah (Simangunsong,
2011).
b. Etiologi dan Mekanisme Pencemaran
2. Limbah cair yang adalah hasil pengolahan dalam suatu proses produksi,
misalnya sisa-sisa pengolahan industri pelapisan logam dan industri kimia
lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom, arsen dan boron adalah zat hasil dari
proses industri pelapisan logam.
Limbah yang telah mencemari lingkungan akan membawa dampak yang
merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian
secara langsung, apabila pecemaran tersebut secara langsung dan cepat dapat
dirasakan akibatnya oleh manusia. Kerugian secara tidak langsung, apabila
pencemaran tersebut mengakibatkan lingkungan menjadi rusak sehingga daya
dukung lingkungan terhadap kelangsungan hidup manusia menjadi menurun.
Kondisinya dapat lebih parah lagi apabila daya dukung lingkungan sudah tidak
mampu lagi menopang kebutuhan manusia, sehingga malapetaka bagi kehidupan
manusia tidak terhindar.Sebagai contoh adalah kesuburan tanah sangat menurun
sehingga mengganggu sektor pertanian yang berakibat menurunnya produksi
pangan dan juga sumber air minum yang sehat sudah sulit didapatkan sehingga
masyarakat kekurangan air untuk kebutuhan hidup sehari-hari (Sunu, 2001).
Pada dasarnya kontaminasi logam dalam tanah pertanian bergantung pada:
Jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk.
Jumlah mineral yang ditambahkan pada tanah sebagai pupuk.
Jumlah deposit logam dari atmosfer yang jatuh ke dalam tanah.
Jumlah yang terambil pada proses panen ataupun merembes ke dalam tanah
yang lebih dalam (Simangunsong, 2011).
Logam Berat
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan
perhatian berlebih akibat bahaya yang mungkin ditimbulkan. Bagaimanapun
logam berat tersebut berbahaya terutama apabila diserap oleh tanaman, hewan
atau manusia dalam jumlah besar. Namun demikian beberapa logam berat
merupakan unsur esensial bagi tanaman atau hewan (Simangunsong, 2011).
Karakteristik daripada logam berat adalah sebagai berikut:
1. Memiliki spesifikasi graffiti yang sangat besar.
2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-5- serta unsur-unsur lantanida dan
aktinida.
3. Mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup.
Sedangkan menurut Darmono dalam Simangunsong (2011), sifat logam berat
sagatlah unik, yaitu tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung
terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran
logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya
(Simangunsong, 2011):
1. Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air).
2. Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang.
3. Berbahaya bagi kesehatan manusia.
4. Mengakibatkan kerusakan pada ekosistem.
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk
pertumbuhan dan perkembangan hidupanya, antara lain dalam pembentukan
haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Sudarmaji, dkk
(2008) dalam Simangunsong (2011) mengatakan bahwa diantara semua unsur
logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya,
dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat
antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn. Kandungan logam dalam tanah sangat
berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya,
kecuali terjadi interaksi diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan
logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya
tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada
unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman). Pemasok logam
berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida),
asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah
rumah tangga, industri, dan pertambangan (Simangunsong, 2011).
Limbah yang biasa mengandung logam berat berasal dari pabrik kimia, listrik
dan elektronik, logam dan penyepuhan elektro (electroplating), kulit, metalurgi
dan cat serta bahan pewarna. Limbah padat pemukiman juga mengandung logam
berat. Pestisida juga memberikan masukan logam berat ke dalam tanah. Serapan
pestisida oleh tanaman tergantung pada dosis pemberian pestisida, jenis tanah,
dan kemampuan tanaman dalam menyerap pestisida. Pemisahan antara unsur
yang beracun, yang berdaya guna atau bahkan yang diperlukan oleh tumbuhan
tidak dapat dipilahkan secara jelas. Seperti halnya logam berat Fe, Cu dan Zn
yang merupakan unsur hara mikro yang diperlukan oleh tumbuhan, namun dalam
jumlah banyak akan bersifat racun. Logam Ni dan Cd juga dalam jumlah sedikit
diduga menjalankan peran fisiologi penting dalam tumbuhan, namun dalam
jumlah lebih banyak akan menjadi racun. Peran Pb sebagai hara tumbuhan juga
belum diketahui. Unsur ini merupakan pencemar kimiawi utama terhadap
lingkungan dan sangat beracun bagi tumbuhan, hewan dan manusia
(Simangunsong, 2011).
Pb (Timbal)
Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang terdapat
diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi.
Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam
berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008). Selain dalam bentuk logam murni,
timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik. Semua
bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia
(Darmono, 2001). Soepardi (1983) dalam Charlena (2004) menjelaskan bahwa
timbal (Pb) tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah tidak masam. Pengapuran
tanah mengurangi ketersediaan timbal (Pb) dan penyerapan oleh tanaman.
Timbal akan diendapkan sebagai hidroksida fosfat dan karbonat ((Simangunsong,
2011).
Sudarmaji, dkk (2008) dalam (Simangunsong, 2011) juga mengatakan bahwa
secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-
0,001 g/m3. Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian
dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar
antara 0,1-1,0 g/kg berat kering. Logam berat Pb yang berasal dari tambang
dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite)
dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang.
Logam berat Pb yang berasal dari tambang tersebut bercampur dengan Zn (seng)
dengan kontribusi 70% kandungan Pb murni sekitar 20% dan sisanya 10% terdiri
dari campuran seng dan tembaga. Kandungan Pb total pada tanah pertanian
berkisar antar 2-200 ppm (Nriagu, 1978). Kadar unsur Pb yang tersedia dalam
tanah sangat rendah, tetapi dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat sedikit.
Hasil analisis jaringan tanaman (rerumputan) pada masaa pertumbuhan aktif
menunjukkan bahwa kandungan Pb berkisar dari 0,3-1,5 mg/kg bahan kering.
Cd (Kadmium)
Logam Cd atau cadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam.
Seperti halnya unsur-unsur lainnya terutama golongan logam, logam Cd
mempunyai sifat fisika dan kimia tersendiri. Logam cadmium ini sangat banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Penggunaan Cd dan
persenyawaannya ditemukan dalam industri pencelupan, fotografi dan lain-lain
(Simangunsong, 2011).
Unsur Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku sebesar 0,10,3 ppm, pada
batuan metamorfik sekitar 0,11,0 ppm Cd, sedangkan pada bebatuan sedimen
mengandung sekitar 0,311 ppm. Pada umumnya kandungan dalam tanah (tanah
berasal dari hasil proses pelapukan dari bebatuan) 1,0 ppm atau lebih rendah
(Alloway, 1995). Sudarmaji, dkk (2008) juga mengatakan bahwa sebagian besar
cadmium dalam tanah berpengaruh pada pH, larutan material organik, logam
yang mengandung oksida, tanah liat dan zat organik maupun anorganik. Rata-rata
kadar cadmium alamiah dikerak bumi sebesar 0,1-0,5 ppm (Simangunsong,
2011).
Unsur Cd memiliki sifat kimia yang hampir sama dengan Zn terutama
dalam proses penyerapan oleh tanaman dan tanah. Namun Cd lebih bersifat racun
yang dapat mengganggu aktivitas enzim. Kadar Cd yang berlebihan dalam
makanan dapat merusak fungsi ginjal sehingga mengganggu metabolisme Ca dan
P, serta menimbulkan penyakit tulang (Simangunsong, 2011). Cu (Tembaga).
Unsur tembaga (Cu), seperti juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari
hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan.
tanah yang terukur dan dapat menunjukkan tanda bahwa tanah menjalankan
fungsinya atau tidak.
Kesehatan tanah tidak dapat diukur langsung, tetapi diukur dengan
menggunakan indikator kinerja tanah. Perubahan indikator kinerja tanah dapat
berguna untuk menentukan apakah kesehatan tanah perlu dipelihara dengan
praktek konservasi tanah. Ciri tanah yang sehat adalah tanah mudah diolah, jeluk
tanah cukup dalam, unsur hara cukup tidak berlebihan, populasi hama dan
penyakit tanaman kecil, drainase sangat baik, populasi organisme tanah yang
menguntungkan sangat banyak, gulma sangat kecil, bebas bahan kimia dan
toksin, tahan degradasi, lentur (resilience) ketika terjadi kondisi yang buruk
(Gugino, dkk, 2007).
Degradasi tanah dapat menurunkan kesehatan tanah, kualitas tanah, dan
produktivitas tanah. Keberlanjutan kesehatan tanah terjamin bila fungsi tanah
dapat berjalan lancar. Konservasi tanah dan air mempunyai peranan penting
dalam menjaga fungsi tanah agar tanah tetap sehat. Fungsi tanah untuk tempat
produksi pertanian, pengatur asupan dan kualitas air, tempat hidup aneka-ragam-
hayati, mendaur-ulang bahan organik dan unsur hara, dan filter bahan pencemar
(Romanya, Serrasolses, Vallejo, 2008, Riwandi, 2007). Kesehatan tanah dibagi
ke dalam 5 kelas sebagai berikut: >80% tanah Sangat Sehat, 80-60% tanah Sehat,
60-40% tanah Cukup Sehat, 40-20% tanah Kurang Sehat, dan <20% tanah Tidak
Sehat (OSU, 2009).
e. Manajemen
Melakukan penanggulangan sampah dan limbah. Sampah dapat ditanggulangi
dengan menggunakan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse, Recycle. Sedangkan
penanggulangan limbah adalah dengan menggunakan limbah padat yang
dikeringkan sebagai bahan bakar (misalnya biogas).
Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang
tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ
(atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi.
Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan,
venting (injeksi), dan bioremediasi (Amzani, 2012).
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah
tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan
di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki
tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang
kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site
ini jauh lebih mahal dan rumit (Amzani, 2012).
Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang
beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) (Amzani, 2012).
f. Pencegahan
Tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangan terhadap terjadinya
pencemaran dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan macam bahan
pencemar yang perlu ditanggulangi. Langkah-langkah pencegahan dan
penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran antara lain dapat dilakukan
sebagai berikut. Pada umumnya pencegahan ini pada prinsipnya adalah berusaha
untuk tidak menyebabkan terjadinya pencemaran, misalnya mencegah/mengurangi
terjadinya bahan pencemar, antara lain (Amzani, 2012).
Sampah organik yang dapat membusuk/diuraikan oleh mikroorganisme antara
lain dapat dilakukan dengan mengukur sampah-sampah dalam tanah secara
tertutup dan terbuka, kemudian dapat diolah sebagai kompos/pupuk.
Sampah senyawa organik atau senyawa anorganik yang tidak dapat
dimusnahkan oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara membakar
sampah-sampah yang dapat terbakar seperti plastik dan serat baik secara
individual maupun dikumpulkan pada suatu tempat yang jauh dari
pemukiman, sehingga tidak mencemari udara daerah pemukiman. Sampah
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi kelompok, penulisan laporan
dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan para
pembaca yang membaca laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Patrick, Deval. 2009. Health & Environment Effects of Air Pollution. Boston:
Department of Environmental Protection. Diakses dari
www.mass.gov/eea/docs/dep/air/aq/health-and-env-effects-air-pollutions.pdf
Romanya, J., Serrasolses, I, and Vallejo, R.V. 2010. Defining a framework to measure
soil quality. Diakses dari
www.ias.surrey.ac.uk/reports/DEFNBEST/Romanyaetal_abstract.pdf .
.Y Simangunsong, 2011. Skripsi: Evaluasi Tingkat Pencemaran Tanah Oleh
Beberapa Logam Berat Di Desa Tanjung Morawa-B Kecamatan Tanjung
Morawa Kabupaten Deli Serdang. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada
tanggal 28 November 2015 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30344/5/Chapter%20II.pdf