Anda di halaman 1dari 16

ANALISA PENGARUH POLA PENIMBUNAN BATUBARA TERHADAP

POTENSI TERJADINYA SWABAKAR PADA TEMPORARY STOCK UNIT


BANKO BARAT PT. BUKIT ASAM (PERSERO), Tbk.
TANJUNG ENIM SUMATERA SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa Pada Jurusan Teknik


Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh

RIZKI GHAVILUN
03111002015

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2015
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN
TUGAS AKHIR MAHASISWA

1. Judul :

ANALISA PENGARUH POLA PENIMBUNAN BATUBARA TERHADAP


POTENSI TERJADINYA SWABAKAR PADA TEMPORARY STOCK UNIT
BANKO BARAT PT. BUKIT ASAM (PERSERO), Tbk. TANJUNG ENIM,
SUMATERA SELATAN.

2. Pengusul :

a. Nama : Rizki Ghavilun


b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIM : 03111002015
d. Semester : VIII (Delapan)
e. Fakultas/ Jurusan : Teknik/ Teknik Pertambangan
f. Alamat e-Mail : rizkighavilun@yahoo.co.id
g. Contact Person : 087813098666

3. Lokasi Penelitian : PT. BUKIT ASAM (PERSERO),Tbk.

Indralaya, Maret 2015


Pengusul

Rizki Ghavilun
NIM. 03111002015
Menyetujui :
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Pembimbing Proposal

Hj.RR. Harminuke Eko Handayani, ST., MT Ir. H. Maulana Yusuf, MS., MT


NIP. 196902091997032001 NIP. 195909251988111001

A. JUDUL
Analisa Pengaruh Pola Penimbunan Batubara Terhadap Potensi
Terjadinya Swabakar Pada Temporary Stock unit Banko Barat PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk. Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

B. BIDANG ILMU

Teknik Pertambangan

C. LATAR BELAKANG
PT Bukit Asam (Persero), Tbk adalah salah satu perusahaan yang
mengeksploitasi sumberdaya batubara di Indonesia. Umumnya batubara yang
yang ditambang digunakan sebagai bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) dan pabrik semen. Batubara yang telah ditambang biasanya
ditempatkan pada suatu daerah penyimpanan (stockpile) atau penyimpanan
sementara (temporary stock) sebelum dilakukan pengangkutan menuju konsumen.
Penimbunan batubara pada temporary stock atau stockpile terkadang terjadi dalam
waktu yang cukup lama. Hal ini terjadi karena adanya ketidaksesuain antara
jumlah pemintaan dan produksi batubara. Akibatnya sering terjadi swabakar
(spontaneous combustion) pada stockpile atau temporary stock karena batubara
terlalu lama terkena udara bebas. Swabakar (spontaneous combustion)
menyebabkan produksi batubara berkurang karena batubara yang telah ditambang
terbakar dan menimbulkan asap yang dapat membahayakan kesehatan manusia
terutama para pekerja tambang itu sendiri serta berdampak buruk terhadap
lingkungan sekitarnya.
Swabakar (spontaneous combustion) terjadi karena adanya reaksi
kandungan karbon pada batubara dengan dengan gas oksigen di udara. Pada
umumnya swabakar (spontaneous combustion) terjadi pada batubara kelas rendah
(low rank). Batubara kelas rendah (low rank) mempunyai kandungan volatile
matter yang cukup tinggi sehingga mudah terbakar dengan sendirinya. Selain dari
sifat batubara itu sendiri, swabakar (spontaneous combustion) dapat terjadi akibat
pola penimbunan batubara yang kurang baik. Pola penimbunan batubara yang
kurang baik menyebabkan batubara akan bereaksi dengan udara bebas sehingga
berpotensi terjadinya swabakar (spontaneous combustion).
Maka pola penimbunan batubara yang bagaimana yang dapat
mengurangi potensi terjadinya swabakar (spontaneous combustion)? Untuk itu
analisa mengenai pola penimbunan batubara ini perlu dilakukan agar dapat
meminimalkan kerugian yang akan dialami oleh perusahaan akibat terjadinya
swabakar (spontaneous combustion) pada stockpile maupun temporary stock.

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa tujuan yaitu :

1. Mengetahui pengaruh pola penimbunan (geometri stockpile) batubara terhadap


potensi terjadinya swabakar (spontaneous combustion)

2. Mengetahui pola penimbunan (geometri stockpile) batubara yang


bagaimanakah yang dapat meminimalkan terjadinya swabakar (spontaneous
combustion) pada stockpile maupun temporary stock.
3. Menentukan geometri stockpile atau temporary stock yang baik untuk
meminimalisir terjadinya swabakar (spontaneous combustion).

E. PERMASALAHAN
Terjadinya swabakar (spontaneous combustion) pada temporary stock
maupun stockpile batubara akan menimbulkan beberapa masalah, seperti kerugian
bagi perusahaan karena batubara yang telah ditambang akan berkurang jumlahnya
karena terbakar dengan sendirinya, menghasilkan asap yang dapat menggangu
kesehatan manusia terutama para pekerja tambang serta berdampak buruk
terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk meminimalkan terjadinya swabakar
(spontaneous combustion) maka diperlukan suatu analisa mengenai pola
penimbunan (geometri stockpile) batubara yang baik agar dapat mengurangi
kontak langsung batubara dengan oksigen di udara bebas sehingga pada akhirnya
nanti dapat diperoleh geometri stockpile atau temporary stock yang tepat.

F. PEMBATASAN MASALAH
Ruang lingkup pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah analisa
mengenai pengaruh pola penimbunan batubara terhadap potensi terjadinya
swabakar (spontaneous combustion) yang dilakukan hanya pada satu temporary
stock, yaitu temporary stock pada Unit Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk, Tanjung Enim Sumatera Selatan. Selain itu penelitian ini juga hanya
melakukan pengamatan terhadap aktivitas penimbunan batubara yang telah
diterapkan oleh perusahaan.

G. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pola
penimbunan batubara terhadap potensi terjadinya swabakar (spontaneous
combustion) pada temporary stock maupun stockpile sehingga perusahaan dapat
menerapkan pola penimbunan dan geometri stockpile atau temporary stock
batubara yang tepat untuk meminimalkan terjadinya swabakar yang dapat
memberikan kerugian bagi perusahaan, seperti kehilangan batubara yang telah
ditambang, dampak buruk terhadap kesehatan para pekerja dan lingkungan.

H. METODELOGI PENELITIAN
Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara
teori dengan data-data lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu:
1. Pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer, yaitu data yang diambil dari pengamatan lapangan
dengan menentukan secara sistematis data yang dibutuhkan,
terdiri dari :
1. Pola penimbunan dan pembongkaran stockpile atau
temporary stock
2. Penanganan timbunan
3. Dimensi stockpile atau temporary stock
4. Gejala terjadinya swabakar (spontaneous combustion) dan
cara penanggulangannya
b. Data sekunder, yaitu data yang diambil dari literatur dan
referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian ini.
1. Data rencana dan realisasi produksi batubara selama setahun
2. Data jumlah tonase batubara di stockpile atau temporary stock
3. Data kualitas batubara
4. Data curah hujan
Selanjutnya dari data tersebut dilakukan proses pengolahan data yang
dilakukan dengan beberapa perhitungan yang menuju perumusan dan pembahasan
sehingga diperoleh penyelesaian masalah. Setelah itu, dilakukanpenarikan
kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari korelasi antara hasil pengolahan data
yang dilakukan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan perubahan dari data mentah yang
diambil dari lapangan, disusun berdasrkan urutan, ditabulasi,
kemudian di hitung nilai-nilai yang diperlukan seperti nilai rata-rata,
rumus luasan dan bangun ruang, dan hasilnya nanti akan digunakan
sebagai masukan-masukan dalam perhitungan selanjutnya.

Analisa Pengaruh Pola Penimbunan Batubara Terhadap Potensi Terjadinya Swabakar


Pada Temporary Stock Unit Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Tanjung
Enim, sumatera Selatan

Orientasi Lapangan

Permasalahan :
1. Bagaimana pengaruh pola penimbunan batubara terhadap potensi terjadinya
swabakar (spontaneous combustion) ?
2. Pola penimbunan batubara yang bagaimana yang dapat meminimalkan
terjadinya swabakar (spontaneous combustion) ?
3. Bagaimana menentukan rangan dimensi stockpile atau temporary stock
yanag dapat meminimalkan terjadinya swabakar (spontaneous combustion) ?

Data Primer Data Sekunder


Pengambilan Data
1. Pola penimbunanan dan 1. Data rencana dan
pembongkaran realisasi produksi
stockpile atau batubara selama satu
temporary stock tahun
2. Penaganann timbunan 2. Data jumlah tonase
3. Dimensi stockpile atau batubara di stockpile
temporary stock atau temporary stock
4. Gejala terjadinya 3. Data kualitas batubara
swabakar dan cara 4. Data curah hujan
penaggulangannnya
Pengolahan Data

Pembahasan

Kesimpulan :

1. Didapat pola penimbunan dan penanganan timbunan yang dapat


meminimalkan terjadinya swabakar (spontaneous combustion)
2. Didapat dimensi stockpile atau temporary stock yang tepat untuk
mengurangi terjadinyaGAMBAR
swabakar (spontaneous
H.1 combustion)
DIAGRAM ALIR PENELITIAN

I. LANDASAN TEORI
1. Batubara
Batubara diartikan sebagai batuan sedimen yang berasal dari material
organic (organo clastic sedimentary rock), dapat dibakar dan memiliki kandungan
utama berupa C, H, O (Sukandarrumidi, 2004). Batubara adalah bahan bakar
padat yang mengandung abu. Oleh sebab itu, dalam pemanfaatannya diperlukan
biaya yang cukup tinggi dalam proses penanganannya (coal handling). Dalam
pemanfaatannya batubara memerlukan penanganan yang baik untuk menghindari
beberapa masalah, antara lain :
1. batubara dapat terbakar dengan sendirinya (spontaneous combustion)
2. batubara dapat menimbulkan ledakan, umumnya pada tambang bawah
tanah (underground mining)
3. batubara dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, misalnya debu
yang dihasilkan oleh batubara ukuran halus bila ditiup angin
Menurut Zulfachmi (2008), berdasakan hasil pengujian karakteristik
swabakar batubara menggunakan reaktor uji berdasarkan metode suhu titik silang
menunjukkan bahwa batubara stockpile Tanjung Enim memiliki suhu awal
pembakaran (85C) dan suhu titik nyala (325C) lebih rendah dibanding batubara
Fajar Bumi sakti (121-138C dan 315-340C) dan Ombilin (149-299C dan
>350C) sehingga batubara Tanjung Enim ini paling rentan terhadap swabakar.

2. Swabakar (Spontaneous Combustion)


Menurut Sukandarrumidi (2004), Batubara dapat terbakar dengan
sendirinya setelah mengalami beberapa proses yang bertahap. Tahap pertama :
mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan-lahan dan
kemudian temperatur batubara akan naik. Tahap kedua : sebagai akibat temperatur
naik, kecepatan batubara menyerap oksigen dari udara bertambah dan temperatur
kemudian akan mencapai 100-1400C. Tahap ketiga : setelah mencapai temperatur
1400 C, uap dan CO2 akan terbentuk. Tahap keempat : sampai temperatur 230 0C
isolasi CO2 akan berlanjut. Tahap kelima : bila temperatur telah berada diatas
3500C, ini berarti batubara telah mencapai titik solutnya dan akan cepat terbakar.

3. Sebab Sebab Terjadinya Swabakar


Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan
langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim
kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat
oleh :
a. Reaksi eksothermal (uap dan oksigen di udara). Hal ini yang paling
sering terjadi
b. Bakteria
c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Sedangkan penyebab kemungkinan terjadinya swabakar (spontaneous
combustion) yang utama, yaitu karbonisasi yang rendah (low carbonization) dan
kadar belerang batubara yang tinggi (> 2 %) dengan ambang batas kadar belerang
sebaiknya 1,2 %. Selain itu, menurut Gerrard Widodo (2009), terdapat pula faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya swabakar pada penimbunan batubara, antara
lain :
1. Lamanya Penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang tersimpan
di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam timbunan sema-
kin besar, sehingga kecepatan oksidasi menjadi semakin tinggi.
2. Metode Penimbunan
Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan. Denagn
adanya pemadatan ini akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar
batubara, karena ruang antar butir diantara material batubara berkurang.
3. Kondisi Penimbunan
Tinggi Timbunan
Tinggi timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak
panas yang terserap. Hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan
semakin panjang sehingga daerah yang tak terpadatkan akan semakin luas.
Akibatnya permukaan yang teroksidasi semakin besar. Untuk batubara
bituminous yang ditimbun lebih dari 30 hari sebaiknya tinggi timbunan
maksimum 6 meter. Sedangkan untuk timbunan batubara lignit lebih dari
14 hari tinggi timbunan maksimum 4 meter.
Ukuran Butir
Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan langsung
dengan udara luar maka semakin cepat pula terjadinya swabakar.
Sebaliknya semakin besar ukuran bongkah batubara semakin semakin
lambat untuk terjadi swabakar. Ukuran butir batubara juga mempengaruhi
kecepatan dari proses oksidasi. Semakin seragam besar ukuran butir dalam
suatu timbunan batubara, semakin besar pula porositas yang dihasilkan
dan akibatnya semakin besar permeabilitas udara luar untuk dapat beredar
di dalam timbunan batubara.
Sudut Timbunan
Adalah sudut yang dibentuk oleh suatu tumpukan batubara pada timbunan
(stockpile). Sudut tersebut sebaiknya lebih kecil dari angle of repose
timbunan batuabara. Pada umumnya material yang berukuran kasar
memiliki angle of repose yang lebih besar bila dibandingkan dengan
material berukuran halus. Sudut timbunan batubara pada stockpile yang
cukup ideal yaitu 380. (Tabel II.1)

TABEL II.1
ANGLE OF REPOSE BEBERAPA MATERIAL
MATERIAL ANGLE OF REPOSE ( 0 )
Clay, dari tambang 30 40
Coal, dari tambang 38
Graver, dari tambang 38
Limestone, dari tambang 30 40
Bijih mangan 39
Batuan, bongkah 20 29
Pasir, kering 35
(Sumber : Andri Hermawan, 2001)
4. Parameter Batubara
Parameter batubara yang mempengaruhi proses terjadinya swabakar adalah
kandungan air total (total moisture), terdiri atas kandungan air bebas (free
moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture), zat terbang (volatile
matter), dan indeks ketergerusan (HGI). Batubara yang mempunyai kandungan
moisture yang lebih tinggi lebih rentan mengalami pembakaran sendiri (swabakar)
apabila dibandingkan dengan batubara dengan kandungan moisture yang lebih
rendah (Umar, 2012).
5. Suhu Swabakar
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses swabakar,
tetapi waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang dibutuhkan untuk proses
swabakar batuabra ini tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai kelas rendah
memerlukan waktu yang lebih pendek dan suhu yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan batubara yang mempunyai kelas yang tinggi.

4. Sistem Penumpukan dan Pola Penimbunan


Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segresi
atau pemisahan stock berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik
dan juga tumpukan tesebut dapat meminimalkan resiko terjadinya pembakaran
spontan di stockpile. Menurut Anne M Carpenter, (1999) hal ini dapat dilakukan
dengan cara menumpuk batubara memanjang searah dengan arah angin agar
permukaan tumpukan batubara yang menghadap ke arah datangnya angin menjadi
kecil.(Gambar 4.1)

Arah angin

Tumpukan Batubara

Sumber : Anne M Carpenter, 1999

GAMBAR 4.1
ARAH PENUMPUKAN BATUBARA
Selain penumpukan dibuat sejajar dengan arah angin, untuk penyimpanan
batubara yang relatif lama, bagian permukaan yang menghadap ke arah angin
harus dipadatkan dan sudut lerengnya diperkecil. Pemadatan terhadap seluruh
permukaan dapat dilakukan apabila batubara tersebut akan disimpan dalam jangka
waktu yang lama. (Gambar 4.2)

Arah angin
Tumpukan Batubara

Sumber : Anne M Carpenter, 1999

GAMBAR 4.2
PEMADATAN PADA PERMUKAAN TUMPUKAN

Menurut G. Okten, Storage of Coal Problem and Precaution, terdapat


beberapa macam pola penimbunan diantaranya antara lain sebagai berikut :
a). Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu
ujungnya sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut
panjang stockpile. Pola ini menggunakan alat curah, seperti stacker reclaimer.

Sumber : G. Okten, 1990

GAMBAR 4.3
POLA PENIMBUNAN CONE PLY

b). Chevron merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu baris


material, sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak-balik hingga
mencapai ketinggian yang diinginkan. Pola ini baik untuk alat curah seperti belt
conveyor atau stacker reclaimer.

Sumber : G. Okten, 1990


GAMBAR 4.4
POLA PENIMBUNAN CHEVRON

c). Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola


penimbunan chevron dan pola penimbunan cone ply.

Sumber : G. Okten, 1990

GAMBAR 4.5
POLA PENIMBUNAN CHEVCON

d). Windrow merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar


sepanjang lebar stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki
tercapai. Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader.

15
14 13

10 11 12
9 8 7 6
1 2 3 4 5

Sumber : G. Okten, 1990


GAMBAR 4.6
POLA PENIMBUNAN WINDROW

5. Efek Potensial Penimbunan Batubara


Efek penimbunan batubara bervariasi pada berbagai jenis batubara,
tergantung pada metode penyimpanan (penimbunan) batubara. Beberapa efek
penimbunan yang sering terjadi menurut I Nengah Budha dan Widoro (1990)
adalah sebagai berikut :
a. Swabakar dan faktor swabakar timbunan batuabara
Swabakar timbunan batubara merupakan hal yang sering terjadi
dan perlu mendapatkan perhatian khususnya pada timbunan
batubara dalam jumlah besar. Batubara akan teroksidasi saat
tersingkap di permukaan sewaktu penambangan, demikian pada
saat batubara ditimbun proses oksidasi ini terus berlangsung.
Akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang
mudah terbakar dari komponen zat terbang akan menghasilkan
panas.
Bila reaksi berlangsung terus-menerus, maka panas yang
dihasilkan juga akan meningkat, sehingga dalam timbunan
batubara juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu ini
juga disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas dalam timbunan
tidak lancar, sehingga suhu dalam timbunan akan terakumulasi dan
naik sampai mencapai suhu titik pembakaran, yang akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya proses swabakar pada timbunan tersebut.
b. Degradasi Ukuran
Proses penguapan kandungan air akan mengakibatkan partikel-
partikel batubara pecah, sehingga luas permukaan total batubara
akan menjadi lebih besar. Dengan kondisi yang demikian maka
kesempatan udara luar (oksigen) untuk mempengaruhi luas
permukaan butir batubara terhadap proses oksidasi semakin besar.
c. Pembentukan Genangan air Asam
Air rembesan dari tumpukan batubara biasanya bersifat asam
karena terbebtuknya asam-asam sulfat dan sulfit, juga asam
hidrolik oleh reaksi air, sulfat piritik dan klorin (garam-garam). Air
yang asam mempunyai sifat korosif terhadap fasilitas
pengangkutan.
Pengelolaan air asam tambang harus memiliki komitmen dalam
mengelola lingkungan. Salah satunya, pengelolaan air asam
tambang menggunakan senyawa alkali kapur (Ca(OH)2) yang
diperoleh dari industri kapur. Air asam tambang yang terbentuk
terlebih dahulu dialirkan ke sediment pond. Tujuannya, untuk
mengendapkan partikel-partikel padat tersuspensi yang ada.
Seterusnya air asam dinetralkan dengan menambahkan kapur.
6. Volume Stockpile
Untuk memenuhi target produksi yang direncanakan maka diperlukan area
stockpile yang luas dan kapasitasnya mampu menampung rencana produksi
yang diinginkan. Berdasarkan cadangan batubara di stockpile batubara
tersebut maka perlu diketahui bentuk bangun timbunan batubara atau dimensi
timbunan batubara, sehingga luas area yang disediakan mampu menampung
rencana produksi yang diinginkan. Bentuk bangun atau dimensi stockpile
bermacam-macam, tetapi yang biasa ditemui adalah bentuk kerucut dan limas
terpancung. Menurut Anne M Carpenter (1999), rumus untuk volume dimensi
stockpile bentuk kerucut dan limas terpancung, yaitu :
a. Volume Kerucut terpancung

V = 1/3 x t ( R2 + r2 + R x r )

Dimana :
V = Volume kerucut terpancung
t = tinggi kerucut terpancung
r = Jari-jari lingkaran atas
R = Jari-jari lingkaran bawah

b. Volume limas terpancung

V = 1/3 x t ( B + A + A +B )

Dimana :
V = Volume limas terpancung
t = Tinggi limas terpancung
B = Luas bidang bawah
A = Luas bidang atas
J. JADWAL PELAKSAAN
Rencana pelaksanaan kerja skripsi adalah mulai tanggal 25 Mei 2015
sampai dengan 15 Agustus 2015 dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:

Tabel J.1. Uraian Jadwal Kegiatan Penelitian

Minggu
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8

1 Orientasi Lapangan

2 Pengumpulan Referensi dan Data


Pengolahan Data, Konsultasi dan
3
Bimbingan
Penyusunan dan Pengumpulan
4
Laporan

K. PENUTUP
Demikianlah proposal ini kami buat sebagai bahan pertimbangan bagi
Bapak/Ibu agar dapat menerima kami untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT.
Bukit Asam (Persero), Tbk. Dan untuk selanjutnya kami mohon bimbingan dan
arahan dari Bapak/Ibu dalam pelaksanaannya nanti.

L. DAFTAR PUSTAKA
Anne M Carpenter, 1999, Management Of Coal Stockpile, IEA Coal Research
Andri, Hermawan, 2001, Pengenalan Umum Batubara, Coal Quality Control &
Quantity, Sucifida
G. Okten, O. Kural, E. Algurkaplan, stoage of Coal Problem and Precautions,
Departement Mining Engineering, Istanbul Tecnical University
Gerrard Widodo, 2009, Upaya Menghindari Kabakaran Tumpukan Batubara,
Berita PPTM, No. 11 dan 12, Bandung
I Nengah Budha dan Widoro S, 1990, Penimbunan Batubara, Direktorat
Teknologi Pertambangan
Sukandarrumidi. 2004, Batubara dan Gambut. Penerbit Gadjah Mada
University Press, Cetakan, Ke-2. Yogyakarta.
Umar, Datin F, Santoso Binarko dan Bukin Daulay,2012, Succeptibility To
Spontaneous Combustion Of Some Indonesian Coal, Indonesian Mining
Jurnal, Volume 15 Number 2, June 2012
Zulfachmi, Ahmad hakim Sutarwan dan Djoni D. Adnan, 2008, Kajian
Kararkteristik Swabakar beberapa Batubara Indonesia Menggunakan
Metode Pemanasan Konstan Suhu Tinggi dan Suhu Rendah, Jurnal
Tekmira No. 42 Tahun 16, Januari 2008, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Anda mungkin juga menyukai