Anda di halaman 1dari 28

IKA TRI RAHAYU 1102014124

SASARAN BELAJAR
1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENINGES, VENTRIKEL, DAN MEDULLA SPINALIS
1.1. MAKROSKOPIK
Meningens
Meninges adalah sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat. Meningen tersusun atas unsur kolagen
dan fibril yang elastis serta cairan serebrospinal Meninges terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu durameter,
arachnoid dan piameter. Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis dari benturan
atau pengaruh gravitasi. Fungsi ini diperkuat oleh LCS yang terdapat dalam spatium subarachnoidea.

Meninges terdiri dari :


A. Duramater
Merupakan pembungkus SSP paling luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak
membentuk 5 sekat:
1) Falx cerebri
2) Tentorium cerebelli
3) Falx cerebelli
4) Diphragma sellae
5) Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus (venosus)
duraematris yang termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.
Falx cerebri:
Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai dari sutura sagitalis
memasuki fissura longitudinalis melekat pada crista galli didepan ke
protuberantia occipitale interna dilanjtkan sebagai tentorium cerebelli.
Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:
- Pada tepi atas sinus sagitalis superior
- Pada tepi bawah sinus sagitalis inferior
- Pada lanjutan ke tentorium cerebelli ikut membentuk sinus rectus
Tentorium cerebelli
Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan ke atas menyambung
menjadi falx cerebri. Pada tepi depan terdapat lobang yang ditembus oleh mesencephalon.
Sinus dura yang dibentuk adalah:
- Kelateral dan belakang sinus transvesus
- Kedepan sinus petrosus superior
Falx cerebelli
Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan kanan
Diphragma sellae
Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang terletak pada cekungan
sella turcica. Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya infundibulum hypofisis yang
dikelilingi oleh sinus cavernosa atau sinus circularis
Kantung Meckelli
Membungkus ganglion semilunare N. Trigeminus

B. Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi
seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang
berisi cairan. Ruang sub-arachnoid pada bagian bawah cerebelum merupakan ruangan yang agak
besar disebut sister magna. Ruangan tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam melalui foramen
magnum untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub oksipitalis
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus : TRABEKULA
ARACHNOIDEA
Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
Struktur sama dengan arachnoidea encephali
Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea encephali
Kaudal ikut membentuk filum terminale
3) Cavum subarachnoidea encephali

C. Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan
dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal
inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium
memisahkan serebrum dengan serebelum (Willson, 2006).
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piamater Spinalis

Ventriculus
A. Ventrikulus lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi) yang terletak di
bagian depan dinding medial ventrikulus
Dibedakan :
- Corpus : dalam lobus parietalis - Cornu inferior (cornu temporalis)
- Cornu anterior (cornu frontalis) - Atrium s. Trigonus : bagian yang
- Cornu posterior (cornu occipitalis) terletak dekat splenulum
B. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui aquaeductus
cerebri (Sylvii)
C. Ventrikulus quartus
Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu 1foramen
magendi dan 2 foramen luscka
D. Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar

ASPEK KLINIS
Jika terjadi sumbatan terjadi di hub venticuli cerebri bisa terjadi bendungan LCS dalam sistem
ventrivuli hidrocephalus
Lumbal punksi (Dx LCS spinalis) di linea mediana posterior antara Proc.spinosi VL 3 dan VL
4. Tusukan ini tidak akan mencederai medula spinalis karena medula spinalis berakhir setinggi VL 1
atau VL 2
Sisterna punksi (Dx LCS otak)jarum ditusuk diantara atlas dan os.occipitalis sehingga mencapai
cisterna cerbeloomedularis cisterna magna

1.2. MIKROSKOPIK
Meninges
Susunan saraf pusat dilindungi oleh tengkorak dan kolumna vertebralis.Ia juga dibungkus membrane
jaringan ikat yang disebut meninges.Dimulai dari lapisan paling luar, berturut-turut terdapat dura
mater, araknoid, dan piamater.Araknoid dan piamater saling melekat dan seringkali dipandang
sebagai satu membrane yang disebut pia-araknoid.
A. Duramater
Duramater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang berhubungan langsung
dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang membungkus medulla spinalis dipisahkan dari
periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang mengandung vena berdinding tipis,jaringan ikit
longgar, dan jaringan lemak. Duramater selalu dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit, ruang
subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, dilapisi
epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.

B. Araknoid
Araknoid mempunyai 2 komponen: lapisan yang berkontak dengan dura mater dan sebuah system
trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan piamater.Rongga diantara trabekel membentuk
ruang Subaraknoid, yang terisi cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural.
Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang melindungi susunan saraf pusat dari trauma.Ruang
subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan ikat tanpa
pembuluh darah.Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng seperti yang melapisi dura
mater. Karena dalam medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya, maka lebih mudah
dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid menerobos dura mater membentuk
juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh
sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid yang berfungsinya untuk menyerap cairan
serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus.
C. Piamater
Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah. Meskipun
letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Diantara
pia mater dan elemen neural terdapat lapisan tipus cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia
mater dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang memisahkan SSP
dari cairan brospinal. Piamater menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan
menyusup kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. pia mater di lapisioleh sel-
sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat melalai
torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler.

(Mescher, A.L. 2013)


(a) Sebuah gambar diagram medulla spinalis menunjukkan hubungan terhadap tiga lapisan
meninges: lapisan yang paling dalam hingga paling luar, yaitu pia mater, arachnoid mater, dan
dura mater. Juga terdapat pembuluh darah yang terletak pada spatium subarachnoideum dan
serat-serat saraf yang bergabung untuk membentuk saraf spinal bagian radix anterior dan radix
posterior. Ganglion radix posterior mengandung badan sel dari serat saraf sensorik dan terletak
di foramen intervertebralis.
(b) sebuah area yang berada dekat fissura mediana anterior menunjukkan dura mater (D). ruang
epidural (tidak tampak) merupakan sebuah lapisan yang menyelimuti dura mater, mengandung
pleksus vaskular dan jaringan adipose yang berfungsi untuk bantalan. Ruang subdural (SD)
dibentuk oleh pemisahan dura mater dari lapisan dibawahnya. Arachnoid mater merupakan
lapisan yang lebih tebal, berada di tengah-tengah lapisan meninges yang menyerupai jaring
laba-laba, yang mengandung spatium subarachnoideum (SA) dan trabekula jaringan ikat (T).
Spatium subarachnoideum diisi oleh CSS. Arachnoid mater berfungsi sebagai bantalan
penyerap getaran antara SSP dengan tulang. Pada lapisan arachnoid mater, terdapat pembuluh
darah (BV). Pia mater merupakan sebuah lapisan yang tipis dan susah dibedakan dengan
arachnoid mater. Kadang-kadang, pia mater dan arachnoid mater disebut pia-arachnoid atau
leptomeninges. Celah antara pia mater dan substantia alba spinalis (WM) biasanya sangat rapat.
X100. H&E.

Pleksus Koroid
Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia mater yang menyusup ke bagian
dalam ventrikel, ditemukan pada atap ventrikel ketiga dan keempat dan sebagian pada dinding
ventrikel lateral. Pleksus koroid merupakan struktur vasikular yang terbuat dari kapiler venestra
yangberdilatasi. Pleksus koroid terdiri atas jaringan ikat longgar dari pia mater, dibungkus oleh
epitel selapis kuboid atau silindris. Fungsi utama pleksus koroid adalah membentuk cairan
serebrospinal,yang hanya mengandung sedikit bahan padat dan mengisi penuh ventrikel, kanal
sentral dari medulla spinalis, ruang subaraknoid, dan ruang perivasikular. Pleksus koroid
penting untuk metabolisme susunan saraf pusat dan merupakan alat pelindung, berupa bantalan
cairan dalam ruang subaraknoid. Cairan itu jernih, memiliki densitas rendah, dan kandungan
proteinnya sangat rendah.Juga terdapat beberapa sel deskuamasi dan dua sampai lima limfosit
per milliliter. Cairan serebrospinal mengalir melalui ventrikel, dari sana ia memasuki ruang
subaraknoid.Disini vili araknoid merupakan jalur utama untuk absorbsi CSS ke dalam sirkulasi
vena. Menurunnya proses absorsi cairan serebrospinal atau penghambatan aliran keluar cairan
dari ventrikel menimbulkan keadaan yang disebut hidrosefalus, yang mengakibatkan
pembesaran progresif dari kepala dan disertai dengan gangguan mental dan kelemahan otot.

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI CAIRAN SEREBROSPINAL (LCS)


Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi
jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume
intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml
(rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel
maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Untuk mempertahankan
jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik.
Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi.
Selain itu jugauntuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.

Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk
menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas
antibiotika.
Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk oleh pleksus khoroideus yang merupakan modifikasi dari sel
ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk
seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh
karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid
melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus
Bikarbonat terbentuk oleh karbonik anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan
pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dengan
bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat
menghambat produksi CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS
dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan
Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport
aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi
menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi
secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah
ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat
penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar
tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS
yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan
hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III,
selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV
yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral
ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada dibagian tengah atap
ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS
mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling
jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis,
sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana
sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus
sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran
darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah.
CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran darah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi
sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan
tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga
subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada
sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS
dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf
melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piameter disamping selaput
arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam rongga
perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah
dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan
arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.
Sirkulasi CSF

Keterangan:
Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) menuju
ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) melalui
aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan kembali dari
pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4 bersirkulasi melalui ruang
subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis direabsorsi di vili arakhnoid (granulasi) ke
dalam sinus vena pada duramater kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.
Komposisi

Fungsi
CSS mempunyai fungsi:
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam
keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang
konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan
menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang
tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion
Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik dan untuk
memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior
hipofise, hipothalamus, melatonin dari corpus pineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi
ke sisi lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya
ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina,
hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarachnoid lumbal yang
mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning, santokhrom,
cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang
penting dan bermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal
berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah
merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam dan akan
memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak
purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.
Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap absorpsi
melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari
keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring
maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerah lumbal, siterna magna
dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30
cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik
akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal
tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan
abdomen dan waktu batuk.
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt
yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis
akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila
ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga
kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena
peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi,
adanya masa intrakranial dan edema serebri.
Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan
jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal
pungsi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan
ini akan merubah jumlah sel secara bermakna.
Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis
bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap
peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah
sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah
sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari
abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk
ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes.
Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya
termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat,
reaksi tubuh terhadap benda asing.
Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi di
dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel,
sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal
dibandingkan kadar glukosa serum adalah > 0,6.
Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi
membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar
glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan
penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada
derajat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan
meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis
sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal.
Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid mungkin juga
ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic
khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.
Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg%
dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total
protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna
xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada
permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar
fibrinogen.
Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak
(blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin lokal. Sawar
darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan, iskemia bakterial trauma atau
neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan
tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan
subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple
sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit
infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan
SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat
umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada
infeksi susunan saraf pusat.
Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L). Bila terdapat perubahan
osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik alkalosis. PH
cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan
serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik
asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis
terjadi secara cepat.

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENINGITIS BACTERIAL


3.1. DEFINISI
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu cerebromeningitis,
encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter
yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa,
jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis keduanya sering bersamaan sehingga disebut
meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan
dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak.
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan
disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer,2001). Meningitis merupakan infeksi
akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah
peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses
infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

3.2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

1. Infeksi virus:
- Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok enterovirus, kelompok herpes, kelompok
pox, influenza A dan B, HIV
- Lewat arthropoda: Eastern equine, Western equine, Dengue, Colorado tick fever.
- Ricketsia
- Toxoplasma gondii
2. Infeksi bakteri
- Mycobacterium tuberculosa - Haemophilus influenza
- Diplococcus pneumoniae (pneumokok) - Escherichia coli
- Neisseria meningitis (meningokok) - Klebsiella pneumonia
- Streptococus haemolyticuss - Peudomonas aeruginosa
- Staphylococcus aureus

3. Infeksi non virus:


- Mycoplasma pneumoniae
- Spirocheta: sifilis, leptospirosis.
- Cat-scratch fever.
- Jamur: kriptococus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis, kandidosis, koksidiodomikosis.
- Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma.
- Metazoa: throchinosis, ekinokokosis, sistiserkosis, skistosomiasis.
4. Parainfeksi-postinfeksi, alergi:
- MMR, influenza, pertusis, ricketsia, influensa A, B, hepatitis.
- Pasca vakainasi MMR, influensa, vaksinasi, pertusis, yellow fever, tifoid
5. Human Slow Virus:
- PE - Progessive multifokal leucoencephalophaty
- Jackop-Creutzfeldt disease - Kuru

6. Kelompok tidak diketahui

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus, Meningococcus, Hemophilus influenza,
Staphylococcus, E.coli, Salmonella. Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1) Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes
2) Anak <4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3) Anak >4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
(Japardi,Iskandar,2002)

Meningitis Kriptikokus
Adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita
menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan
bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.
Diagnosis Darah atau cairan sumsum tulangbelakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes
yang disebut CRAG mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan
mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat
memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk
menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai
dengan tinta India.
Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita dapat sembuh
sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu orang lebih
sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain
virus herpes dan virus penyebab flu perut.
Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah
meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini
akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat
berakibat fatal danmenyebabkan kematian.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen
seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak
mencekung, gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi,
test tuberculin.
Meningitis Purulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual
dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab : Diplococcus pneumoniae(pneumokok), Neisseria meningitidis(meningokok), Stretococcus
haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pneudomonas aeruginosa
Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi, elektrolit darah,
biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan EEG.
KLASIFIKASI
a. Berdasarkan onset
1. Acute : <24jam
2. Subacute : 1-7hari, pasien mempunyai sakit kepala, kaku kuduk, demam yang tidak terlalu tinggi dan
lethargy untuk beberapa hari ke minggu.
3. Chronic : >7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk >4minggu dan berkaitan
dengan inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5L).
Penyebab :
infeksi meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder, meningitis kimiawi and infeksi
parameningeal.
b. Berdasarkan Penyebab dan hasil Pemeriksaan LCS
1. Meningitis purulenta (Bakterialis)
2. Meningitis Serosa :
- Meningitis Tuberkulosa
Pada meningitis serosa TBC, cairan serebrospinal berwarna jernih/opalesen/kekuningan
(xantokrom). Tekanan dan jumlah sel meninggi, terutama terdiri dari limfosit. Kadar protein
meninggi, sedangkan kadar glukosa dan klorida menurun.
- Meningitis Viral / Aseptik
- Meningitis Sifilitika (Lues SSP)
- Mengitis Jamur

3.3. EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah
terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5
tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan
bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk,
kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2
5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran
pernafasan. Meningitis bakterial merupkan infeksi CSS supuratif yang paling sering, dengan insidensi tiap
tahun pada Amerika Serikat >2,5 kasus/100.000 populasi. Mikroorganisme yang paling seing
menimbulkan meningitis bakterial di komunitas yaitu Streptococcus pneumonia (50%), Neisseria
meningitidis (25%), streptococci grup B (15%), dan Listeria monocytogenes (10%), Haemophilus
influenza tipe b (~<10%). N. meningitidis merupakan organisme penyebab dari epidemik meningitis yang
berulang setiap 8 hingga 12 tahun.

3.4. PATOFISIOLOGI
Masuknya agen penyebab (Bakteri, Viral, dan Jamur) ke dalam tubuh dapat melalui:
a. Hematogen (infeksi faring, tonsil, endocarditis, dan pneumonia)
b. Infeksi paranasal sinus, mastoid
c. Trauma kepala terbuka
d. Transplasental

Meningitis Bakterialis
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan yang dapat
mengganggu meknisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan timbulnya infeksi oleh organisme.
Kolonisasi bakteri di nasofaring menghasilkan IgA protease yang dapat merusak barier mukosa dan
memungkinkan bakteri menempel pada selepitel nasofaring. Bakteri akan melewati sel-sel tersebut dan
selanjutnya masuk ke aliran darah. Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem
kekebalan tubuh tapi karena bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan anti
komplemen, maka bakteri dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak
lalu, mencapai choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses masuk ke
ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi dicairan serebrospinal karena cairan tersebut
kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen, antibodi, sel fagosit). Kerusakan otak terjadi akibat
peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan komponen dinding sel bakteria. Endotoksin
(bagian dinding bakteri gram negatif) dan asam teichoic (bagian dinding bakteri gram positif) akan
merangsang sel-sel endotel dan sel glial melepaskan proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1.
Selanjutnya terjadi serangkaian proses inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak.
Lekosit dan komplemen mudah masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin
mengakibatkan edema vasogenik di otak. Lekosit dan mediator-mediator lain akan menyebabkan
trombosis vena dan vaskulitis sehingga dapat pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada
jaringan otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal
di granula arakhnoid yang berakibat meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema
interstitial di otak.
3.5. MANIFESTASI KLINIS
Trias klasik meningitis : demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk
Iritasi dan kerusakan saraf kranial (selubung saraf yang terinflamasi) :
a. N II : papil edema, kebutaan
b. N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
c. N V : fotofobia
d. N VII : paresis facial
e. N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila
dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat
peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan
edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan
pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
3.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Anamnesis
Awitan gejala akut < 24 jam disertai trias meningitis : demam, nyeri kepala hebat dan kaku kuduk. Gejala
lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, gangguan kesadaran. Mungkin dapat
ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus atau katup jantung.
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen, delirium atau koma
Suhu tubuh 38C
Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia (port dentree)
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinski I dan II
Peningkatan tekanan intrakranial : penurunan kesadaran, edema papil, refleks cahaya pupil menurun,
kelumpuhan N.VI, postur deserebrasi dan refleks cushing (Bradikardi, hipertensi dan respirasi
ireguler)
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, kejang fokal maupun umum, disfasia atau afasia, paresis saraf
kranial terutama N.III, N.IV, N.VI, N. VII, N. VIII.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda
kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai
rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin.
Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada sendi panggul dan lutut kontra lateral.

Kaku Kuduk
- Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala ditekuk
(fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
- Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
- Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di
servikal.
Tes Lasegue
- Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai
diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak)
- Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut < 70 (dewasa) dan < 60 (lansia)
- Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral (ex.HNP
lumbosakralis)
Tanda Kernig/Kernig Sign
- Caranya: Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90. Lalu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut
135.
- Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencaai sudut
135.
- Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit penyakit seperti yang terdapat pada tanda lasegue (+)
Brudzinski (I, II, III, IV)
Brudzinski I (Brudzinskis Neck Sign)
- Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai
dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan.
- Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai
Brudzinski II (Brudzinskis Contra-Lateral Leg Sign)
- Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul, sedang
tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
- Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+) bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.
Brudzinski III
- Caranya: Tekan os zigomaticum
- Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan tangan
fleksi)
Brudzinski IV
- Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
- Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)

Glasgow Coma Scale (GCS)


Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang
meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V).
Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS
untuk penglihatan/ mata:
Eye:
E1 = tidak membuka mata dengan rangsang nyeri E3 = membuka mata dengan rangsang suara
E2 = membuka mata dengan rangsang nyeri E4 = membuka mata spontan

Motorik:
M1 : tidak melakukan reaksi motorik dengan M4 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi
rangsang nyeri tidak mencapai sasaran
M2 : reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri M5 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi
M3 : reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri mencapai sasaran
M6 : reaksi motorik sesuai perinta

Verbal:
V1 : tidak menimbulkan respon verbal dengan V4 : bicara dengan kalimat tetapi disorientasi
rangsang nyeri (none) waktu dan tempat (confused)
V2 : respon mengerang dengan rangsang nyeri V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik
(sounds) (orientated)
V3 : respon kata dengan rangsang nyeri (words)

Pemeriksaan Penunjang Meningitis


Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa,
kadar ureum, elektrolit dan kultur
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi)
dan foto dada.

Diagnosis Banding
Abses Otak
Abses otak disebabkan terutama oleh penyebaran infeksi telinga tengah atau mastoiditis. Bisa soliter atau
multipel.
- Pada CT scan tampak area hipodens di daerah korteks atau persambungan kortikomeduler yang bisa
soliter atau multipel. Pada pemberian media kontras tampak enhancemenet berbentuk cincin sekeliling
daerah hipodens. Di luar daerah yang enhancement tampak edema perifokal.
- Pada MRI : T1WI memperlihatkan gambaran lesi dengan daerah sentral lesi yg hipointens yang
dikelilingi oleh lingkaran tipis iso/hiperintens. Sedangkan T2WI memperlihatkan daerah sentral lesi
yang hiperimtens yang dibatasi oleh kapsul yang hipointens serta dikelilingi oleh edema yang
hiperintens.
Infark Serebri
Infark serebri disebabkan oleh oklusi pembuluh darah serebral, hingga terbentuk nekrosis iskemik jaringan
otak. Penyebabnya bisa oleh karena trombosis ataupun emboli. Pada stadium awal sampai 6 jam sesudah
onset, tak tampak kelainan pada CT scan, kadang-kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas
pada CT. Sesudah 4 hari, tampak pada CT, areahipodens.
- Pada CT Scan, infark sering berbentuk segitiga walaupun dapat terlihat bulat dalam potongan axial.
Daerah ini berkurang densitasnya, dibarengi dengan efek massa yang ringan.
- Pada MRI : T1WIA tampak area infark dengan penurunan nintensitas sinyal dengan hilangnya sinyal
normal perbedaan antara daerah abu-abu dan putih. T2WI tampak area infark terlihat sebagai area
intensitas sinyal tinggi. Infark Serebri, terlihat area hipodens di daerah lobus parietal kanan. Terlihat
juga dilatasi ventrikel lateralis dan pelebaran sulsi di daerah frontalis yang menunjukkan atrofi serebri.
3.7. PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
- seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau
- sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:
- Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
- ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari, dilanjutkan
dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi
maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
Jika tidak ada perbaikan:
- Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses serebral. Jika hal ini
dicurigai, rujuk.
- Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis pada daerah
suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
- Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 35 hari, ulangi pungsi lumbal
dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan
- Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
- INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 69 bulan
- Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) selama 6-9 bulan
- Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan pertama
- Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-50mg/kgBB/hari
(maksimum 1 g) selama 2 bulan
Steroid
Prednison 12 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 24 minggu, dilanjutkan tapering off.
Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari
IV selama 23 minggu. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri.

Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
Jaga jalan napas
Posisi miring untuk menghindari aspirasi
Ubah posisi pasien setiap 2 jam
Pasien harus berbaring di alas yang kering
Perhatikan titik-titik yang tertekan.

Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi


Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian cairan dan
nutrisi.
Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat
Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau perubahan perilaku
anak.
Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama setidaknya
dalam 48 jam pertama.
Periksa tetesan infus secara rutin.
Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan pendengaran. Ukur
dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan syaraf, rujuk anak untuk fisioterapi, jika mungkin;
dan berikan nasihat sederhana pada ibu untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi
setelah menderita meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari RS.

3.8. KOMPLIKASI
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan
pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan
oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis,
endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC
dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran
nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari
nervous system.
3.9. PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang
belum mem punyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat
dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan
tubuh.
Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate
vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-
OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain
seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena
meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh
WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan
2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi
ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk
antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada
orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis
vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang),
ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan
mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan dilingkungan seperti barak, sekolah,
tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti
mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala
(asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat
ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal
meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dila kukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan labor atorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen)
paru.

Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi
komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian
terhadap kondisi- kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami
dampak neurologis jangka panjang missal nya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi
dan rehabilitasi juga di berikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

3.10. PROGNOSIS
Angka kematian yang disebabkan oleh H. influenzae , N. meningitidis , atau streptococci grup B yaitu 3-
7%. L. monocytogenes sekitar 15%, dan S. pneumonia sebesar 20%. Secara umum, risiko kematian
semakin meningkat dengan adanya: (1) penurunan kesadaran, (2) onset kejangkejang dalam waktu 24 jam,
(3) adanya tanda peningkatan TIK, (4) pada pasien infan dan berusia >50 tahun, (5) adanya syok dan/atu
diperlukannya ventilasi mekanik, dan (6) lambatnya terapi awal yang diberikan. Penurunan kadar glukosa
CSS [<2.2 mmol/L (<40 mg/dL)] dan peningkatan kadar protein CSS yang mencolok [>3 g/L (> 300
mg/dL)] dapat mengakibatkan hasil yang buruk dan meningkatkan angka kematian. Sequelae sedang
ataupun berat terjadi ~25% yang masih bertahan, meskipun insidensi dapat bervariasi bergantung pada
organisme apa yang sedang menginfeksi. Sequelae dapat berupa penurunan fungsi intelektual, gangguan
memori, kejang, hilang pendengaran, pusing, dan gangguan dalam berjalan.
4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEJANG DEMAM
4.1. DEFINISI
Kejang demam (Febrile Convulsion) merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak, biasanya menyerang pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38
C) yang disebabkan oleh berbagai hal.
4 tempat pengukuran suhu :
Tempat Rentang; rerata Demam
Jenis termometer
pengukuran suhu normal (oC) (oC)
Air raksa,
Aksila 34,7 37,3; 36,4 37,4
elektronik
Air raksa,
Sublingual 35,5 37,5; 36,6 37,6
elektronik
Air raksa,
Rektal 36,6 37,9; 37 38
elektronik
Telinga Emisi infra merah 35,7 37,5; 36,6 37,6

4.2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Demam itu sendiri
Oleh karena infeksi : infeksi saluran pernafasan atas(ISPA), otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Dan karena imunisasi.
1. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman, virus) terhadap otak
2. Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi
3. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
4. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensefalopati toksisk
sepintas
Faktor Resiko :
Demam Problem pada masa neonates
Riwayat kejang demam pada orang tua atau Anak dalam perawatan khusus
sudara kandung Kadar natrium rendah
Perkembangan terlambat
Resiko rekurensi meningkat pada :
Usia dini Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya anak mendapat kejang setelah Riwayat keluarga kejang demam
demam timbul Riwayat keluarga epilepsy

Klasifikasi
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
Berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
Bersifat umum
Timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan
kelainan.
Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
Kejang kompleks ditandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
Fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam)
Anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau
tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan
kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu
berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernicterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal
yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi
dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk
kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak
yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan
pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik
pada bayi tidak spesifik.

4.3. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
- Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke 5. Sekitar 1/3 dari
mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
- Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain berkisar antara 5
sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.
Mortalitas/Morbiditas
Kejang demam biasanya tidak berbahaya. Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy
sedikit lebih tinggi dibandingkan yang tidak (2% : 1%). Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun
berikutnya meliputi kejang demam kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam
keluarga, dan hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai
kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.
Ras : semua ras.
Jenis kelamin : Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
Usia : Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun
4.4. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu sebesar 1 derajat Fahrenheit akan meningkatkan metabolisme basal sekitar 7%. Rasio
sirkulasi serebral terhadap sirkulasi tubuh seluruhnya jauh lebih tinggi pada anak dibandingkan pada
dewasa.
Pada orang dewasa sekitar 18% dari sirkulasi total tubuh didistribusikan ke otak. Pada anak 3 tahun,
angka ini jauh lebih tinggi, yaitu mencapai 65%. Pada anak yang lebih muda mungkin lebih tinggi lagi.
Bila suhu meningkat beberapa, aliran darah harus pula ditingkatkan untuk menjaga agar pasokan oksigen
dan glukosa ke otak cukup. Bila peningkatan aliran darah tidak mencukupi, maka terdapat anoksia relatif
yang mungkin memicu kejang.
Dalam keadaan normal, membran sel neuron lebih permeable terhadap ion Kalium (K+) dibandingkan
terhadap ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan
sebaliknya. Oleh karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membrane sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan channel Na+ dan K+ di permukaan sel.
Pada keadaan anoksia relatif, kejang dapat terjadi akibat adanya perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Na+ dan K+ yang menyebabkan
depolarisasi sel neuron, lalu terbentuklah potensial aksi dalam bentuk arus listrik yang diteruskan sampai
ke otak sehingga akhirnya menimbulkan kejang.
Kejang pada umumnya akan berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberikan reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik / menit kemudian anak akan terbangun dan tersadar kembali
tanpa defisit neurologis. KD simpleks umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.
Sedangkan kejang yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada otak.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15%
dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel / membran sel di dekatnya
dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan olehadanya infeksi dari luar susunan
saraf pusat. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung > 15 menit sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada hipoksemia,
iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi
hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter
inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara
GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/immatur.
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permiabilitas
membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak
neuron.
d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan
glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.

4.5. MANIFESTASI KLINIS


Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf.
Kejang demam dapat berlangsung lama dan/atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang
diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.
a. Anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-
tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit (hampir
selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
b. Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada
umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
- Anak hilang kesadaran - Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
- Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak - Mata berputar-putar, sehingga hanya putih
- Sulit bernapas mata yang terlihat
- Busa di mulut
c. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri.
d. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-
2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.
Kejang parsial ( fokal, lokal )
Parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tanda atau gejala otonomik: muntah,
berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara,
parestesia.
3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
Parsial kompleks
1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap ngecapkan bibir,mengunyah,
gerakan menongkel yang berulang ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
Kejang mioklonik
1) Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari
bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh
dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan

4.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Anamnesis :
1. Demam (suhu > 380C)
2. Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut,
pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang
menimbulkan kejang demam.
3. Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang
sadar atau tidak,berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat dan pemeriksaan yang
didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma)
4. Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran,
riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi
5. Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain di otak yang juga
memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama
demam.
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah ,nadi, nafas, suhu
2. Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut, mata, telinga, hidung, mulut,
tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung, abdomen, alat kelamin, anus, ekstremitas : refilling
kapiler, reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan meningeal)
3. Status gizi (TB, BB, Umur, lingkar kepala)
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dikerjakan secara rutin
Dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lainmisalnya
gastroenteritis dehidrasi dengan demam
Pemeriksaan yang dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah
B. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan CSF dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis
(risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6% - 6,7%.
Pada bayi kecil sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena MK tidak
jelas. OKI, LP dianjurkan pada:
- Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
- Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan
- Bayi > 18 bulan tidak rutin
- Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan LP
C. EEG
Tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien KD.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada keadaan KD yang tidak khas. Misalnya KD kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau KD fokal.
D. Pencitraan
CT scan dan MRI jarang sekali dikerjakan, dikerjakan hanya atas indikasi seperti:
Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis N. VI
Papiledema

Diagnosis banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal.
Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan
dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar
dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium,
menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam

4.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksana Medis
Menurut Livingston penatalaksanaan medis ada:
a) Menghentikan kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
Apabila datang dalam keadaaan kejang, obat paling cepat unutuk menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan
dengan kecepatan 1-2 mg / menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.
- Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg
- Dosis diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg
- Dosis diazepam rektal 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
- Dosis diazepam rektal 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke Rumah Sakit. Di Rumah
Sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang masih belum berhenti maka pasien harus dirawat diruangan intensif
Bila kejang telah berhenti maka pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis demam.
b) Pemberian oksigen
c) Penghisapan lendir kalau perlu
d) Mencari dan mengobati penyebab
Pengobatan rumah profilaksis intermitten. Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran
anti konvulsan dan antipiretika.
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 15 mg /kgBB/kali diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 - 4 kali sehari.
2. Antikonvulsan : Diazepam IV/rektal, Fenitonin IV

4.8. KOMPLIKASI
Kecacatan sebagai komplikasi KD tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya normal. Kelainan neurologis pernah dilaporkan pada kasus KD lama atau kejang berulang baik
umum maupun fokal. Hingga saat ini tidak pernah dilaporkan terjadi kecacatan atau kematian sebagai
komplikasi dari kejang demam. Terdapat beberapa faktor resiko yang meningkatkan resiko kejang demam
berkembang menjadi epilepsi. Faktor resiko tersebut adalah :
Kelainan neurologis yang nyata sebelum kejang demam pertama
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)
Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan Hipotensi disertai berkurangnya
denyut jantung darah aliran darah serebrum sehingga
Meningkatnya tekanan Menurunnya gula darah terjadi hipotensi serebrum
darah
Meningkatnya kadar Disritmia Gangguan sawar darah otak yang
glukosa menyebabkan edema serebrum
Meningkatnya suhu pusat Edema paru nonjantung
tubuh
Meningkatnya sel darah
putih
4.9. PENCEGAHAN
Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis
PO dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15 40 mg/KgBB/hari PO
dibagi dalam 2 3 dosis
Pencegahan Medis
a. Vaksinasi rutin untuk anak-anak
- Vaksin yang terkenal untuk anak-anak antara penyebab dapat dicegah meningitis meliputi:
- Vaksin mengingococcal terhadap tipe C meningococcus
- Konjugat vaksin pneumokokus (PCV) yang melindungi terhadap infeksi pneumokokus. Vaksin
pneumokokus polisakarida mencakup lebih dari 23 strain.
- Virus penyebab seperti campak dan gondok oleh campak, gondok dan vaksin Rubela
- DTaP/IPV/Hib vaksinasi yang melindungi terhadap Hemophilus influenza tipe b, difteri, batuk rejan,
tetanus dan polio
- Vaksinasi masa kanak-kanak dengan Bacillus Calmette-Gurin atau BCG telah dilaporkan secara
signifikan mengurangi tingkat tuberculous meningitis
b. Vaksin untuk orang tua (lebih dari 65 tahun) dan orang-orang dengan immune-supresi
Prestasi paling mengagumkan adalah vaksin pneumokokus yang melindungi terhadap meningitis
pneumokokus. PCV diberikan secara khusus dalam kelompok-kelompok tertentu (misalnya mereka yang
memiliki splenectomy, operasi pengangkatan limpa)
c. Vaksin Traveler
Mereka yang bepergian ke daerah dengan tinggi kejadian infeksi meningitis perlu divaksinasi sebelum
mereka bepergian. Vaksin terdiri dari kelompok-kelompok A, C, W135, Y meningococcal bakteri dan
vaksin pneumokokus terhadap infeksi pneumokokus.
Daerah berisiko tinggi : Afrik, Haji atau Umrah di Arab Saudi
d. Antibiotik untuk pencegahan meningitis
Antibiotik seperti Rifampicin yang diberikan untuk jangka pendek di antara semua orang yang terkena
meningococcal meningitis. Dalam kasus meningococcal meningitis, perawatan profilaksis kontak dekat
dengan antibiotik (misalnya rifampicin, siprofloksasin atau ceftriaxone) dapat mengurangi risiko tertular
kondisi. Tidak seperti vaksin, antibiotik tidak melindungi terhadap infeksi masa depan pada pemaparan
terhadap infeksi.
Pencegahan Non-Medis
a. Menjaga kebersihan tangan. Cuci tangan dengan sabun setelah dan sebelum makan, setelah dari toilet,
dan sehabis memegang hewan peliharaan. Terutama apabila lingkungan Anda baru saja ada yang
terserang penyakit meningitis.
b.Menjaga kebersihan area peternakan unggas. Karena jamur triptokokus bisa berasal dari kotoran unggas,
maka bagi Anda pemilik unggas harus selalu menjaga kebersihan kandang. Bagi yang bukan pemilik pun
harus bersikap demikian, jika ada kotoran unggas di area rumah, segeralah bersihkan.
c. Menjaga stamina dan daya tahan tubuh. Menjaga stamina dan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi
makanan yang bergizi. Cara ini adalah yang paling sederhana namun terkadang diabaikan, contohnya
dengan berolahraga. Cukupkan juga asupan vitamin C kamu agar terhindar dari virus-virus.
d.Kayu manis. Tambahkan kayu manis pada bumbu masakan Anda. Berdasarkan penelitian di Texas
ditemukan fakta bahwa kayu manis mengandung bahan yang dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit
meningitis.
e. Kebersihan mainan dan area bermain anak. Cuci mainan dengan sabun anak setelah ia selesai bermain.
Apabila Anda hendak menitipkan anak ke taman bermain umum, pastikan tempat tersebut bersih dan steril.
Hindari menggunakan alat-alat tertentu secara bersama-sama. Misalkan hindari meminum menggunakan
gelas bekas orang lain yang belum dicuci terkebih dahulu. Karena virus ini dapat menular melalui air
lender atau liur seseorang.

4.10. PROGNOSIS
Hampir semua studi populasi melaporkan bahwa anak-anak dengan kejang demam, memiliki prognosis yang
baik, serta intelektual anakk tidak terganggu. Kematian dan kerusakan jaras neurologi sangat jarang terjadi,
biasanya hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor sebelum kejang terjadi. Namun, bila tidak ditangani
dengan baik, bisa terjadi :
- Kejang demam berulang - Kelainan motorik
- Epilepsi - Gangguan mental dan belajar

5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN LUMBAL PUNGSI


5.1. DEFINISI
Lumbal Pungsi adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada daerah lumbal atau
upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarachnoid.
Pemeriksaan ini bisa bertujuan :
- pemeriksaan cairan serebrospinal
- mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal
- menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal
- mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal
- memberikan antibiotic intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi
5.2. TEKNIK
Alat dan Bahan
- Sarung tangan steril
- Duk lubang
- Kassa steril, kapas dan plester
- Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet
- Antiseptic: povidon iodine dan alcohol 70%
- Tabung reskasi untuk menampung cairan serebrospinal
Anestesi local
- Spuit dan jarum untuk memberikan obat anestesi local
- Obat anestesi loka (lidokian 1% 2 x ml), tanpa epinefrin
- Tempat sampah.
Persiapan Pasien
Pasien diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut ditarik ke abdomen. Catatan : bila
pasiennya obesitas, bisa mengambil posisi duduk di atas kursi, dengan kursi dibalikan dan kepala disandarkan
pada tempat sandarannya.

Prosedur Pelaksanaan
1. Lakukan cuci tangan steril
2. Persiapkan dan kumpulkan alat-alat
3. Jamin privacy pasien
4. Bantu pasien dalam posisi yang tepat, yaitu pasien
dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher
fleksi maksimal (dahi ditarik kearah lutut), eksterimitas
bawah fleksi maksimum (lutut di atarik kearah dahi), dan
sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan
tempat tidur.
5. Tentukan daerah pungsi lumbal diantara vertebra L4
dan L5 yaitu dengan menemukan garis potong sumbu
kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua
spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan.
Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara
L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi
6. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan povidon iodine
diikuti dengan larutan alcohol 70 % dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan
terbuka
Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril
selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.
7. Anestesi lokal disuntikan ke tempat tempat penusukan dan tusukkan jarum spinal pada tempat yang telah
di tentukan. Masukkan jarum perlahan lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut
jarum terbuka ke atas sampai menembus durameter. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoi berbeda pada
tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm
pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm.
8. Lepaskan stylet perlahan lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum
diputar hingga mulut jarum mengarah ke cranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.
9. Cabut jarum dan tutup lubang tusukkan dengan plester
10. Rapihkan alat-alat dan membuang sampah sesuai prosedur rumah sakit
11. Cuci tangan

5.3. INDIKASI
Indikasi
- Kejang - Ubun ubun besar menonjol
- Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI - Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
(Nervus Abdusens) - Tuberkolosis milier (TB Milier seluruh paru)
- Pasien koma
5.4. KONTRAINDIKASI
Kontra Indikasi
- Syok/renjatan
- Infeksi lokal di sekitar daerah tempat pungsi lumbal
- Peningkatan tekanan intracranial (oleh tumor, space occupying lesion,hedrosefalus) karena akan
menyebabkan CSS otak akan sangat menurun, dan akan membawa kepada kehilangan kesadaran
- Gangguan pembekuan darah yang belum diobati

5.5. EFEK SAMPING


Keuntungan :
LP sangat penting untuk alat diagnosa. Prosedur ini memungkinkan melihat bagian dalam seputar medulla
spinalis, yang mana memberikan pandangan pada fungsi otak juga. Prosedur ini relative mudah untuk
dilaksanakan dan tidak begitu mahal. Dokter yang berpengalaman, LP akan menurunkan angka komplikasi.
Ia akan melakukannya dengan cepat dan dilaksanakan di tempat tidur pasien.
Kerugian :
1. Nyeri kepala hebat akibat kebocoran CSF.
2. Meningitis akibat masuknya bakteri ke CSF.
3. Paresthesia/ nyeri bokong atau tungkai.
4. Injury pada medulla spinalis.
5. Injury pada aorta atau vena cava, menyebabkan perdarahan serius.
Herniasi otak. Pada pasien denga peningkatan tekanan, tiba-tiba terjadi penurunan tekanan akibat lumbar
puncture, bisa menyebabkan herniasi kompressi otak terutama batang otak.

6. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEABSAHAN UMRAH


Pengertian Umrah adalah mengunjungi Kabah untuk melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan.Umrah disunatkan bagi setiap muslim yang mampu. Pelaksanaan dapat dilakukan kapan
saja, kecuali pada hari Arafah, tgl 10 Zulhijah, dan hari-hari Tasyrik tgl 11, 12, 13 Zulhijah.

SYARAT
1.Islam. Orang kafir tidak disyariatkan melaksanakan umrah dan ibadah-ibadah lainnya karena dia tidak
mengakui dan menganut agama Islam.
2.Baligh (Dewasa). Anak kecil yang belum baligh tidak disyariatkan melaksanakan umrah, meskipun
umrahnya sah jika dia telah mumayyiz.
3.Aqil (Berakal sehat). Tidak ada perintah melaksanakan umrah bagi orang gila dan tidak pula sah umroh
yang dilakukan oleh orang gila.
4.Merdeka. Hamba sahaya (budak) tidak diperintahkan melaksanakan ibadah umrah karena umrah
memerlukan waktu yang panjang sehingga kepentingan tuannya akan terabaikan.
5.Istithaah atau memiliki kemampuan dari segi fisik, harta, dan keamanan

RUKUN
1.Niat Ihram. Setiap ibadah dimulai dengan niat, begitu pula dengan ihram jika tidak berniat maka umrahnya
tidak sah.
2.Thawaf Umrah. Berniat mengelilingi Kaabah semata-mata untuk menunaikan tawaf karena Allah S.W.T.
3.Sai. Sai dilakukan genap dan sempurna bilangan sebanyak tujuh kali perjalanan balik dari Marwah ke
Safa.
4.Tahallul (Cukur / gunting rambut). Bagi umrah seseorang itu boleh bertahallul setelah selesai melaksanakan
dengan sempurna semua rukun yang lain yaitu niat, tawaf dan Saie.
5.Tertib. Rukun tidak boleh ditinggalkan (harus dilaksanakan). Bila tidak dilaksanakan umrahnya tidak sah.

Anda mungkin juga menyukai