Pedoman Banjir
Latar Belakang
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering
mengakibatkan kehilangan jiwa, kerugian harta, dan benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah,
namun dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya.
Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi kerugian akibat bencana tersebut perlu
dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat, dan terpadu. Sebagian tugas Dinas dan/atau Badan
Hukum yang mengelola Wilayah Sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir dan
penanggulangan kekeringan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut diperlukan Pedoman
Teknis Menejemen Banjir.
Ruang Lingkup
Ruang Lingkup pedoman ini mencakup pengendalian banjir dan penanggulangan bencana banjir,
terdiri dari pokok bahasan yang menyangkut pengertian, kelembagaan, manajemen, pendanaan,
dan koordinasi.
Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air termasuk sumber daya alam non hayati
yang terkandung di dalamnya, serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
2. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan air permukaan dalam satu atau lebih
Daerah Aliran Sungai.
3. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis,
yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang
bermuara ke danau atau laut.
4. Palung sungai adalah cekungan yang terbentuk oleh aliran air secara alamiah atau buatan
manusia untuk mengalirkan air dan sedimen.
5. Garis sempadan sungai adalah garis maya batas luar pengamanan sungai.
6. Daerah sempadan adalah lahan yang dibatasi oleh garis sempadan dengan kaki tanggul sebelah
luar atau antara garis sempadan dan tebing tinggi untuk sungai yang tidak bertanggul.
7. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai, dihitung dari tepi
sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam
8. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai, dan daerah sempadan yang tidak
dibebaskan.
9. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran, atau daerah
sempadan yang tidak dibebaskan
10. Daerah retensi adalah lahan yang ditetapkan untuk menampung air banjir untuk sementara
waktu.
11. Dataran banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu terlanda atau tergenang air
banjir.
12. Banjir adalah suatu keadaan sungai di mana aliran airnya tidak tertampung oleh palung
sungai.
13. Pengendalian banjir adalah upaya fisik dan nonfisik untuk pengamanan banjir dengan debit
banjir sampai tingkat tertentu yang layak (bukan untuk debit banjir yang terbesar).
14. Penanggulangan banjir adalah segala upaya yang dilakukan agar banjir tidak menimbulkan
gangguan dan kerugian bagi masyarakat, atau untuk mengurangi dan menekan besarnya kerugian
yang ditimbulkan oleh banjir.
15. Debit banjir rencana adalah debit banjir yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian
banjir dan dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Besarnya kala ulang ditentukan dengan
mempertimbangkan segi keamanan dengan risiko tertentu serta kelayakannya, baik teknis
maupun lingkungan.
16. Bangunan sungai adalah bangunan air yang berada di sungai, danau, dan/atau di daerah
manfaat sungai; yang berfungsi untuk konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian sungai.
17. Mitigasi bahaya banjir (flood damage mitigation) adalah upaya menekan besarnya
kerugian/bencana akibat banjir.
18. Pengelolaan dataran banjir (flood plain management) adalah pengelolaan dataran banjir
sedemikian rupa sehingga meminimal akibat banjir yang mungkin terjadi.
19. Bahan banjiran adalah bahan yang diperlukan untuk penanggulangan darurat kerusakan yang
disebabkkan oleh banjir termasuk tanah longsor karena banjir.
20. Daerah tangkapan air (catchment area) adalah daerah resapan air dari suatu daerah aliran
sungai.
Manajemen Banjir
Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir dimaksudkan untuk memperkecil dampak negatif dari bencana banjir, antara
lain: korban jiwa, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan, dan terganggunya kegiatan
sosial ekonomi.
Pemulihan
Pemulihan dilakukan terhadap sarana dan prasarana sumber daya air serta lingkungan akibat
bencana banjir kepada fungsi semula, melalui:
a. inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya air, kerusakan
lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
b. merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi, rekonstruksi atau
pembangunan baru sarana dan prasarana sumberdaya air; dan
c. penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena bencana banjir.
Pengawasan
Salah satu tugas dinas dan/atau badan hukum yang mengelola wilayah sungai adalah
melaksanakan pengendalian banjir. Agar tugas tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya,
maka diperlukan pengawasan oleh BPBD provinsi (atau Satkorlak) dan BPBD kabupaten/kota
(Satlak) yang meliputi:
o pengawasan terhadap dampak dari banjir
o pengawasan terhadap upaya penanggulangannya.
Kelembagaan
Pengaturan
Pengendalian banjir di suatu wilayah sungai diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, atau badan hukum sesuai kewenangan masing-masing, yang pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD provinsi (atau Satkorlak), dan BPBD kabupaten/kota
(Satlak).
Organisasi
Pengendalian banjir merupakan sebagian tugas yang diemban oleh pengelola sumber daya air
wilayah sungai. Untuk melaksanakan tugas tersebut, di dalam struktur organisasi pengelola
sumber daya air wilayah sungai terdapat unit yang menangani pengendalian banjir.
Tugas-tugas unit yang menangani pengendalian banjir adalah:
a. melaksanakan pengumpulan data, pembuatan peta banjir, penyusunan rencana teknis
pengendalian banjir;
b. melaksanakan analisis hidrologi dan penyebab banjir;
c. melaksanakan penyusunan prioritas penanganan daerah rawan banjir;
d. melaksanakan pengendalian bahaya banjir, meliputi tindakan darurat pengendalian dan
penanggulangan banjir;
e. menyusun dan mengoperasikan sistem peramalan dan peringatan dini banjir;
f. melaksanakan persiapan, penyusunan, dan penetapan pengaturan dan petunjuk teknis
pengendalian banjir; dan
g. menyiapkan rencana kebutuhan bahan untuk penanggulangan banjir.
Dana
Dalam pengendalian banjir, diperlukan alokasi dana yang diupayakan selalu tersedia. Dana yang
diperlukan tersebut harus dialokasikan sebagai dana cadangan yang bersumber dari APBN,
APBD, atau sumber dana lainnya. Dana cadangan disediakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Koordinasi
Lembaga Koordinasi
Berkaitan dengan pengendalian banjir, lembaga koordinasi yang ada adalah Tim
Penanggulangan Bencana Alam. Pada tingkat nasional adalah Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), pada tingkat provinsi adalah BPBD provinsi (jika belum dibentuk dikoordinir
oleh Satkorlak PB), dan pada tingkat kabupaten/kota adalah BPBD kabupaten/kota (jika tidak
dibentuk dikoordinir oleh Satlak PB).
Obyek yang dikoordinasikan dalam pengendalian serta penanggulangan banjir dapat dipisahkan
menjadi tahapan sebelum banjir, saat banjir, dan sesudah banjir.
Sebelum Banjir
a. Perencanaan rute evakuasi dan tempat penampungan penduduk.
b. Perencanaan program penyelamatan dan pertolongan kepada masyarakat.
c. Perencanaan rute pengiriman material penanggulangan pada tempat-tempat kritis.
d. Perencanaan rute pengiriman logistik kepada masyarakat.
e. Perencanaan jenis dan jumlah bahan serta peralatan banjiran.
f. Penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta Sumberdaya Manusia.
Saat Banjir
a. Evakuasian penduduk sesuai dengan prosedur.
b. Memberikan bantuan kepada penduduk.
Sesudah Banjir
a. Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana umum, bangunan pengendali banjir, dan
lain-lain.
b. Pengembalian penduduk ke tempat semula.
c. Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir.
Mekanisme Koordinasi
Koordinasi dalam pengendalian banjir dilakukan secara bertahap melalui BPBD kabupaten
(Satlak PB), BPBA, dan BNPB. Dalam forum koordinasi tersebut, dilakukan musyawarah untuk
memutuskan sesuatu yang sebelumnya mendengarkan pendapat dari anggota yang mewakili
instansi terkait.
Sistem Pelaporan
Dinas/Instansi/Badan hukum pengelola wilayah sungai melaporkan hal-hal sebagai berikut:
a. karakteristik banjir (antara lain: hidrologi banjir, peta daerah rawan banjir, banjir bandang);
b. kejadian banjir (antara lain: waktu, lokasi, lama dan luas genangan banjir);
c. kerugian akibat banjir (antara lain: korban jiwa, harta benda, sosial ekonomi);
d. kerusakan (antara lain: sarana dan prasarana, permukiman, pertanian, perikanan, lingkungan);
e. penanggulangan darurat; dan
f. usulan program pemulihan secara menyeluruh.
Laporan tersebut di atas disampaikan kepada Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri sesuai dengan
jenis dan tingkatannya.
Gambaran Umum tentang Pengembangan Sistem
Peramalan dan Sistem Peringatan Dini
Peramalan banjir berkaitan erat dengan proses hidrologi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
meteorologi. Proses dari hujan sampai menjadi debit banjir membutuhkan waktu yang sangat
dipengaruhi oleh karakteristik daerah pengaliran sungai (DPS), lokasi terjadinya hujan pada
suatu daerah pengaliran, serta kondisi kebasahan tanah pada saat terjadinya hujan tersebut.
Peramalan banjir dan peringatan dini memanfaatkan waktu tenggang (time lag) dari jatuhnya
hujan hingga terjadinya limpasan di sungai.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam pengembangan sistem peramalan dan peringatan dini adalah
tujuan dari peramalan, variabel peramalan, lead time, waktu tersedia untuk peramalan dan
peringatan, metode peramalan, dan organisasi peramalan.
Untuk pengendalian banjir dan mengurangi kerugian masyarakat akan harta dan benda
serta jiwanya.
Untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat akan datangnya banjir.
memperkirakan tinggi muka air banjir yang akan datang beberapa saat lagi;
memperkirakan debit banjir yang akan datang beberapa saat setelah jatuhnya hujan;
memperkirakan volume banjir yang akan datang; dan
peramalan untuk pengoperasian pintu/bangunan air saat banjir.
c. Periode Peramalan Banjir dapat diklarifikasikan menjadi:
peramalan banjir untuk jangka pendek adalah peramalan nilai debit/muka air di sungai
untuk suatu periode yang lebih pendek dari 6 jam semenjak peramalan dibuat;
peramalan banjir untuk jangka menengah adalah peramalan suatu harga debit/muka air
yang akan datang untuk suatu periode antara 6 jam sampai 1 hari;
peramalan banjir jangka panjang adalah peramalan suatu harga debit/muka air yang akan
datang untuk suatu periode yang lebih dari 1 hari;
Faktor-faktor yang mempengaruhi periode peramalan ini adalah karakteristik DPS dan
karakteristik alirannya. Karakteristik DPS dan aliran yang dimaksud adalah bentuk DPS,
luas DPS, panjang sungai, kemiringan DPS, kerapatan sungainya, jenis penutup lahan
dan tanahnya, dan lain-lain.
d. Metode Peramalan
Pengumpulan data secara tepat waktu dan memproses data yang masuk.
Melakukan peramalan.
Menginformasikan secara periodik.
Mendiseminasikan informasi terkini.
Mengevaluasi keakurasian dari analisis, peramalan, dan pengoperasian
Mengevaluasi tentang sistem yang ada.
Sistem pengumpulan data untuk peramalan banjir dan peringatan dini perlu tepat waktu (real
time) dengan menggunakan sistem telemetri. Sistem ini dapat digunakan untuk mengumpulkan
data untuk peringatan besaran banjir, pengendalian debit di bendungan, pengoperasian
bangunan-bangunan air, dan lain sebagainya. Melalui sistem ini, data curah hujan, muka air
sungai, dan muka air waduk dapat dikumpulkan secara tepat waktu dengan menggunakan
jaringan radio.
Dalam pengembangan sistem telemetri untuk pengendalian stasiun hidrologi, yang diperlukan
adalah data/informasi muka air, curah hujan, dan data pengamatan pintu/bangunan air. Data-data
ditransmisikan dengan menggunakan jaringan radio. Terdapat dua sistem dalam sistem
pengumpulan data tepat waktu, yaitu:
sistem dimana data dari pos-pos (hujan, muka air) dipanggil secara berurutan dari Pusat
Peramal dan informasinya dapat dikirimkan kembali ke pos-pos telemetri di lapangan;
dan
sistem dimana data secara periodik untuk waktu tertentu dikirim/dilaporkan dari pos-pos
telemetri ke Pusat Peramal.
Setelah data diperoleh dari lapangan, terdapat dua tipe/jenis data yang diperlukan dalam
peramalan:
data yang dibutuhkan untuk pengembangan atau yang diperlukan untuk merencanakan
sistem peramalan (kalibrasi); dan
data yang dibutuhkan untuk peramalan atau dibutuhkan untuk operasional sistem
peramalan.
Data yang diperlukan untuk pengembangan dan kalibrasi adalah data yang digunakan untuk
mendapatkan parameter dari model-model yang akan digunakan dalam operasional peramalan.
Data yang diperlukan terdiri dari:
data curah hujan yang dapat mewakili suatu DPS yang akan diramal data debitnya;
data muka air/debit yang diakibatkan oleh hujan yang jatuh dalam suatu DPS; dan
data karakteristik DPS (bentuk DPS, luas DPS, panjang sungai, kemiringan, dan lain-
lain).
Data curah hujan yang dibutuhkan adalah data curah hujan pada pos-pos yang dominan di DPS.
Permasalahan yang sering ditemui yaitu data curah hujan yang dipantau tidak dapat mewakili
DPS tersebut, sehingga sangat mempengaruhi akurasi dari peramalan yang dibuat.
Kerapatan jaringan pos hidrologi dan besarnya curah hujan sangat menentukan rata-rata curah
hujan yang akan digunakan sebagai input pada peramalan banjir.
Untuk DPS yang kecil dan terjal serta mempunyai intensitas curah hujan yang tinggi, seringkali
banjir terjadi hanya dalam perioda waktu yang relatif singkat 12 jam setelah terjadinya hujan,
sehingga meskipun telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana pengumpulan data secara tepat
waktu (sistem telemetri), namun masih sulit untuk dapat meramalkan dan menginformasikan
kapan terjadinya banjir. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya waktu yang cukup dan
sarana yang baik untuk melakukan peramalan dan peringatan dini.
Dalam kondisi demikian, maka diperlukan suatu usaha untuk meramalkan kejadian hujan yang
akan terjadi dengan menggunakan radar atau satelit, sehingga masih tersedia waktu yang lebih
lama untuk dapat melakukan peramalan, yaitu dari saat peramalan hujan sampai terjadinya hujan
dan aliran banjir di sungai.
Ketidakakuratan suatu peramalan banjir seringkali disebabkan karena jaringan pos hujan yang
ada dalam suatu DPS tidak/belum dapat menggambarkan kondisi sebenarnya dari hujan yang
jatuh dalam DPS tersebut. Untuk suatu DPS yang relatif besar, maka peramalan dapat dilakukan
dengan membandingkan/mengkorelasikan muka air/debit pada beberapa lokasi (di hulu dan di
hilir), sehingga permasalahan alokasi dari pos duga muka air sangat penting untuk dapat
mengoptimalkan hubungan hujan yang jatuh di masing-masing pos hujan dengan rata-rata
penurunan akurasi dengan hujan di DPS serta mengefisienkan peningkatan jumlah pos
pengamatan.
Teknik peramalan adalah bagian yang terpenting dari suatu sitim peramalan, namun biaya yang
dikeluarkan untuk pengembangan model dan tehnik peramalan ini hanya 10-20 % dari total
pengembangan sistem peramalan.
Metode peramalan banjir dapat didasarkan pada suatu karakteristik phisik dari proses hidrologi
dan hidrolika yang dibentuk dalam suatu model yang sederhana dan kompleks.
Kegiatan peramalan terdiri dari 2 tahap kegiatan yaitu tahap pengembangan (kalibrasi) dan tahap
operasi (aktual peramalan). Kompleksitas dari tahap pengembangan dan kalibrasi model tidak
sama dengan pada tahap operasional.
Pengembangan dan pengoperasian suatu model yang kompleks membutuhkan banyak input data,
waktu serta fasilitas Komputer yang memadai. Namun model dapat juga disederhanakan
sehingga membutuhkan input data yang tidak banyak dan tidak membutuhkan fasilitas komputer
yang canggih.
Kelebihan dari model yang kompleks adalah lebih dapat menggambarkan proses fisik dan mudah
melakukan kalibrasi sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih akurat. Untuk model yang
sederhana dimana jumlah parameternya juga sedikit meskipun telah dilakukan kalibrasi
parameter belum menjamin diperoleh hasil yang akurat atau seringkali parameter yang diperoleh
tidak stabil.
Yang terpenting bukan klasifikasinya tetapi metode operasional peramalannya harus memenuhi
beberapa kebutuhan :
(i) Mempertimbangkan kondisi phisik dari proses peramalan sebanyak mungkin
(ii) Mempertimbangkan tipe, ukuran dari derajat ketidakpastian didalam peramalan
(iii) Dapat mengadaptasi kondisi alam atau perubahan lingkungan akibat campur tangan manusia
(iv) Peramalan besarnya banjir secara optimal untuk dapatt memberikan penampilan / hasil yang
baik
(v) Dapat mengakomodasikan penambahan informasi tanpa merubah struktur dari metode
peramalan
(vi) Dapat mengisi kekosongan data
(vii) Memenuhi kriteria dari stabilitas numeric, sensitifitas parameter, dan konvergen solusi
(viii) Dapat dengan mudah diimplementasikan pada PC, biasanya cocok untuk tujuan dalam
operasional peramalan
(ix) Dapat dihubungkan kedalam model-model operasional dari sistem sumber daya air tanpa
banyak modifikasi.
Umumnya model yang digunakan untuk peramalan banjir adalah deterministik melibatkan input
curah hujan, tinggi muka air sungai, parameter model dan data lainnya sebagai input ke dalam
model matematik untuk mendapatkan perkiraan tinggi muka air sungai dan keadaan aliran pada
berbagai lokasi di saat mendatang. Selain metoda deterministik, metode statistik juga dapat
digunakan untuk melakukan peramalan. Sebagai contoh penggunaan hubungan regresi dan
korelasi. Untuk meramalkan debit banjir dihilir dari debit banjir di hulu.
Model deterministik yang telah dikembangkan oleh para ahli hidrologi untuk peramalan banjir
adalah:
Model Empiris
Model ini merupakan bentuk dasar suatu model yang terdiri dari hubungan-hubungan yang
sederhana dengan tidak memperhatikan keadaan fisik dari suatu sirkulasi hidrologi. Sebagai
contoh dari model ini adalah API-Model dan APIC-Model.
Model Black Box
Model ini pada dasarnya menyangkut input dan output pada proses hujan-runoff tanpa me-
model-kan proses fisiknya dengan jelas dan dapat me-model-kan hydrograph debit aliran secara
komplit. Sebagai contoh dari model ini adalah Unit Hydrograph Model, Non-linear Routing
Model, Regression Analysis, CLS-Model dan TANK-Model.
Model Simulasi
Model ini mencoba me-model-kan dengan jelas proses fisik hujan-runoff. Model biasanya terdiri
dari beberapa storage (tampungan). Sebagai contoh dari model ini adalah SSARR-Model,
Stanford Watershed Model, Boughton Model dan Sacramento Model.
Model-model untuk peramalan banjir yang telah dikembangkan oleh para ahli tersebut dapat
dikembangkan, dimodifikasi dan direncanakan sedemikian rupa disesuaikan dengan kondisi DPS
yang akan dibuat peramalan banjirnya namun prinsip dari masing-masing komponen model
sebaiknya didasarkan pada kondisi phisik. Ini tidak berarti bahwa problem-problem yang ada
dari ketidak pastian telah dapat diakomodasikan.
Ketidak pastian umumnya berasal dari :
Keterbatasan didalam memilih jumlah dan tipe dari model yang ada
Ketidak sempurnaan dari struktur model
Kesalahan dalam pengamatan
Parameter yang ada tidak dapat mewakili komponen siklus hidrologi
Tidak efisien dan bias dalam estimasi parameter
Variasi dari contoh-contoh dan faktor-faktor yang sama.
Sebelum Banjir
Kerja bakti membersihkan saluran air.
Melaksanakan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, dan Menimbun) benda-benda yang dapat
menjadi sarang nyamuk.
Membuang sampah pada tempatnya.
Menyediakan bak penyimpanan air bersih.
Saat banjir
Evakuasi keluarga ke tempat yang lebih tinggi.
Matikan peralatan listrik/sumber listrik.
Amankan barang-barang berharga dan dokumen penting ke tempat yang aman.
Ikut mendirikan tenda pengungsian dan pembuatan dapur umum.
Terlibat dalam pendistribusian bantuan.
Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan
Menggunakan air bersih dengan efisien
Sesudah Banjir
Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah.
Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali.
Terlibat dalam perbaikan jamban dan saluran pembuangan air limbah (SPAL).
Metode Pemantauan Banjir
Berdasarkan pemantauan liputan awan dan peluang hujan harian dari citra MTSAT, terlihat
bahwa sejak tanggal 20-23 Desember 2006 di Provinsi NAD berpeluang hujan lebat (Gambar 1
4).
Air hujan dalam kurun waktu tersebut kemungkinan besar terakumulasi, sehingga memicu
terjadinya banjir yang puncaknya terjadi pada tanggal 23 Desember 2006. Sejak tanggal 24-26
Desember 2006, awan bergerak ke arah timur dan selatan. Di Provinsi NAD, kondisi liputan
awan mengalami penurunan dan kembali dalam kondisi normal (Gambar 57). Namun demikian,
pada periode mendatang, kemungkinan besar akan terulang lagi kondisi serupa.
Pemantauan curah harian dari Qmorph menunjukkan kecenderungan yang sama (Gambar 813).
Terlihat bahwa sejak tanggal 21-23 Desember 2006, wilayah Provinsi NAD mempunyai curah
hujan pada kisaran 10175 mm/hari. Puncak curah hujan terjadi pada tanggal 23 Desember 2006,
yaitu mencapai 175 mm/hari, sedangkan pada tanggal 24 dan 25 Desember 2006 tidak terjadi
hujan.
Berdasarkan analisis dari data DEM_SRTM dan LANDSAT-7 ETM+, diketahui bahwa lokasi
banjir merupakan daerah dengan morfologi dataran aluvial yang luas dengan kemiringan 03 %.
Daerah perbukitan denudasional yang luas memanjang ke arah selatan - barat laut.
Memperhatikan kondisi geomorfologinya, perbukitan denudasional merupakan daerah yang
mempunyai potensi longsor, sedangkan di bagian bawah (dataran) merupakan daerah yang
berpotensi banjir. Gambar 14 merupakan citra DEM-SRTM yang menggambarkan kondisi
morfologi secara regional di Provinsi NAD dan lebih spesifik di daerah sekitar lokasi banjir.
Gambar 15-17 memperlihatkan lokasi banjir berturut-turut di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang
dan Aceh Timur, Kabupaten Bireun dan Aceh Utara, serta Kabupaten Gayo Lues.
Di Provinsi NAD, terdapat sekitar 55 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Banjir yang terjadi di
Aceh sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS, terutama morfologi DAS dan penutupan lahan.
Lokasi banjir yang terjadi merupakan bagian dari sistem DAS Kr. Jambo Aye, S. Tamiang, Kr.
Tripa, Kr. Peusangan, Kr. Peureulak, Kr. Mane, Kr. Keureuteu, Kr. Peudada, Kr. Bayeun, Kr.
Langsa, Kr. Pase, Kr. Idi Reyeuk, Kr. Piadah, Kr. Pandrah, dan Kr. Jeungki. DAS yang paling
luas adalah Kr. Jambe Aye, Kr. Peusangan, dan S. Tamiang. Berdasarkan data citra Landsat
tahun 2002 dan 2006 terindikasi adanya lahan-lahan terbuka yang terdapat pada daerah hulu
DAS (Gambar 18-20).
Sumber: Laporan Pemantauan Bencana Banjir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Desember
2006). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN
Pemantauan Kondisi Cuaca Ekstrim, Depresi Tropis, Siklon Tropis, dan Badai di Wilayah
Indonesia untuk Sistem Alarm Banjir/Longsor
Badai dan siklon tropis merupakan bentuk-bentuk gangguan cuaca ekstrim, yang terjadi karena
adanya depresi tropis atau pusat tekanan rendah yang intensif di atas lautan, sehingga memicu
proses konveksi dan pembentukan awan secara intensif pula. Akibat pengaruh gaya Coriolis,
maka terjadilah pusaran awan yang bergerak ke arah barat atau barat laut. Oleh karena gaya
Coriolis ditentukan oleh posisi lintang suatu tempat, maka gerak siklonik tidak dapat atau sulit
untuk terjadi di daerah yang berada di dekat ekuator. Pada umumnya, pembentukan siklon tropis
ini efektif pada daerah lintang Utara/Selatan di atas 10o. Oleh sebab itulah, wilayah Indonesia
bukan merupakan daerah pembentukan badai/siklon tropis, tetapi posisi geografisnya berbatasan
dengan daerah pembentukan dan lintasan siklon tropis.
Sampai saat ini, teknologi penginderaan jauh merupakan alat utama yang digunakan oleh banyak
negara yang dilalui oleh siklon tropis untuk pemantauannya, selain didukung peralatan
meteorologi di permukaan. Mengingat perkembangan badai tropis yang sangat cepat, maka
pemanfaatan data satelit meteorologi geostasioner (seperti GMS) merupakan cara yang paling
efektif dibandingkan dengan data satelit lainnya.
Badai tropis tidak hanya berdampak terhadap daerah lintasannya secara langsung, tetapi
berpengaruh pula terhadap kondisi cuaca di sekitarnya. Seperti yang dialami beberapa daerah di
Indonesia pada bulan Nopember 2000 hingga awal Desember 2000 yang lalu, ketika Aceh,
Sumatera Barat, dan Sumatera Utara mengalami banjir dan diikuti longsor.
Citra GMS pada minggu pertama Desember 2000 menunjukkan bahwa dua fenomena siklon
terjadi bersamaan yaitu di Filipina (siklon Rumbia) dan sebelah utara Australia (Willy-willy).
Keadaan demikian merupakan penyimpangan cuaca karena umumnya periode siklon tropis di
Filipina adalah pada bulan sedangkan di Australia Utara pada bulan Februari-Maret. Karena
badai tropis berpengaruh terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia dan dapat terjadi di luar
periode yang semestinya, maka pemantauan badai tropis di sekitar Indonesia penting untuk
dilakukan agar informasi dini dapat diberikan untuk mengantisipasi kemungkinan dampaknya,
baik berupa cuaca buruk maupun bencana banjir dan longsor.
Sasaran
Tersedianya informasi dini tentang pembentukan dan gerak badai tropis di sekitar wilayah
Indonesia dan kemungkinan dampaknya terhadap wilayah Indonesia.
Terselenggaranya penyiaran dan pemberitaan tentang informasi dini badai tropis dan dampaknya
terhadap wilayah Indonesia di media elektronik atau media cetak.
Keluaran
Informasi dini tentang lokasi pembentukan, perkembangan dan gerak badai tropis di sekitar
wilayah Indonesia dan daerah-daerah yang kemungkinan terkena dampaknya di Indonesia.Bahan
untuk penyiaran dan pemberitaan tentang informasi dini badai tropis dan dampaknya terhadap
wilayah Indonesia di media elektronik dan/atau media cetak.
Manfaat
Memberikan informasi dini secara cepat dan akurat tentang adanya badai tropis di sekitar
wilayah Indonesia serta daerah-daerah yang mungkin terkena dampaknya.
Membantu instansi terkait di pusat maupun daerah dan masyarakat dalam mengantisipasi
terjadinya bencana alam di wilayah Indonesia akibat badai tropis.
Dampak
Meminimumkan kerugian yang dapat terjadi akibat bencana yang disebabkan oleh badai tropis.
Melengkapi informasi tentang badai tropis yang dihasilkan oleh berbagai instansi.
Metodologi
Data GMS tiap jam yang diperoleh dari SBSLC atau diakses melalui internet, baik data historis
(mulai 1995) maupun data aktual.
Data arah dan kecepatan angin dan curah hujan dari stasiun meteorologi pada beberapa
kasus/kejadian badai tropisAnalisis citra GMS secara visual untuk mengidentifikasi tahap awal
pembentukan badai tropis.
Klasifikasi awan untuk mengidentifikasi awan hujan/konvektif dengan mengklasifikasikan
menjadi awan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan kriteria suhu permukaan awan: bebas
awan dan rendah jika T > 130 C, awan menengah 210C < T < 130C, dan awan tinggi T <
210C. Awan menengah dan awan tinggi dikelompokkan sebagai awan hujan. Adapun konversi
dari digital number menjadi nilai suhu didasarkan pada Look Up Table pada Manual GMS.
Animasi hasil klasifikasi awan untuk menentukan posisi geografis, status dan gerak badai tropis.
Status badai/siklon tropis dibedakan atas tahap inisiasi, tahap pematangan dan tahap peluruhan.
Pemetaan jalur lintasan (yang telah, sedang, dan akan dilalui) dalam format vektor, kecepatan
gerak, dan status badai tropis.
Penentuan daerah-daerah yang mungkin terkena dampak badai tropis di Indonesia.
Analisis posisi, status dan gerak badai tropis dan gejala cuaca yang menyertai.
Analisis daerah-daerah yang mungkin terkena dampaknya di Indonesia.
Penyusunan bahan untuk pemberitaan dan diseminasi informasi yang dihasilkan.