Anda di halaman 1dari 14

ACARA X

PERMUDAAN HUTAN SECARA ALAM


ABSTRAK

Silvikultur merupakan cara-cara permudaan hutan secara alami dan buatan, serta
pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Permudaan alam hutan adalah
peremajaan hutan secara alami yang komponennya terdiri dari tingkat semai,
pancang dan tiang. Proses permudaan alam hutan merupakan aspek ekologi yang
cukup besar peranannya terhadap pembentukan struktur tegakan hutan. Salah satu
indikator pemulihan hutan secara lestari adalah terciptanya regenerasi permudaan
alam yang dicirikan pertumbuhan permudaan alam dan ketahanan keanekaragaman
jenisnya. Kondisi permudaan setelah satu tahun pasca panen kemungkinan telah
stabil pertumbuhannya sehingga informasi komposisi, sebaran, kerapatan, dan
keanekaragaman jenisnya dapat bermanfaat untuk pertimbangan perencanaan
pengelolaan hutan selanjutnya. Dalam praktikum ini akan dilakukan pengamatan
pada faktor yang berpengaruh pada keberhasilan permudaan alam jenis tanaman
kehutanan. Praktikum dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merapi. Dari
praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa pada kawasan tersebut
telah terjadi permudaan secara alam, dengan ditemukan berbagai macam tumbuhan
dari tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang, dan pohon, serta banyak ditemukan
Acacia decurrens sebagai tumbuhan pionir.

Kata kunci : permudaan, permudaan hutan, permudaan secara alam

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Permudaan yang lebih dikenal dengan istilah regenerasi hutan
merupakan mekanisme atau cara hutan untu bereproduksi. Permudaan
sendiri dibagi menjadi 3 yaitu permudaan alam dan permudaan buatan
serta perpaduan keduanya. Permudaan alam merupakan regenerasi hutan
yang terjadi secara alami tanpa adanya bantuan manusia. Sementara
permudaan buatan terjadi atas bantuan manusia. Sedangkan permudaan
yang terakhir yaitu kombinasi antara alami dan buatan.
Pemahaman mengenai permudaan alam akan meningkatkan
kapasitas mahasiswa kehutanan pada proses regenerasi alam. Pentingnya
hal tersebut melatar belakangi praktikum ini dilakukan. Sehingga
mahasiswa kehutanan mampu memahami faktor yang berpengaruh pada
keberhasilan permudaan alam tersebut.
2. Tujuan
Mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh pada keberhasilan
permudaan alam tanaman hutan di Taman Nasional Gunung Merapi.
3. Manfaat
Mahasiswa dapat memahami faktor yang mempengaruhi keberhasilan
permudaan alam yang ada di Taman Nasional Gunung Merapi serta dapat
menganalisis setiap faktor yang mempengaruhinya.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Permudaan merupakan suatu proses peremajaan kembali dari pohon-
pohon penyusun tegakan yang telah mati secara alami atau karena dipanen
manusia. Di dalam Kehutanan dikenal dua jenis metoda permudaan yaitu
permudaan alam (natural regeneration) dan permudaaan buatan (artificial
regeneration). Metode permudaan dapat dilakukan dengan 3 metode utama
yaitu penaburan biji secara alami, penanaman biji secara langsung, dan
penanaman dengan bibit (Daniel dkk, 1987).
Permudaan alam (natural regeneration) adalah proses peremajaan
kembali dari suatu tegakan hutan yang terjadi secara alami. Regenerasi alami
merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah struktur tegakan dari
waktu ke waktu (Kusmana dan Susanti, 2015). Permudaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti ketersediaan jumlah biji yang mampu tumbuh dan
kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap perkecambahandan
pertumbuhan. Berdasarkan kebutuhan akan cahaya strategi permudaan alam
dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Jenis Intoleran
Memerlukan banyak cahaya untuk tumbuh, akan menempati ruang-ruang
yang terbuka, sebagai tumbuhan pioneer. Kelompok ini ditemui pada fase
awal hutan sekunder, pada gap yang besar, pada areal bekas tebang habis
atau tempat penimbunan kayu, dengan kondisi penyinaran yang cukup
tinggi.
2. Jenis Toleran
Mampu tumbuh pada tempat-tempat terlindung, di bawah naungan dalam
jangka waktu lama, bahkan tanpa ada pertumbuhan (dormansi
meristematik). Ditemui pada jenis penyuun hutan klimaks, yang
menempati lapian tajuk kedua.
3. Gap Opportunis
Mampu berkecambah dan tumbuh di bawah naungan tapi hanya dalam
waktu yang terbatas. Jika dalam waktu yang lama tidak ada pembukaaan
naungan maka semai tersebut akan mati, dan akan tumbuh kembali pada
musim berikutnya. Tetapi jika terjadi pembentukan gap (celah) maka
semai akan bereaksi dengan menunjukkan pertumbuhan yang cepat.
Karena keberhasilannya tergantung pada terbentuknya gap maka disebut
gap opportunis (Marjenah, 2001).

Beberapa keuntungan dari permudaan alam adalah pelaksanaan yang


mudah, sederhana, dan biaya yang relative murah karena sedikitnya tindakan
silvikultur. Kelemahannya adalah adanya kemungkinan ketersediaan biji dan
semai yang kurang dan tidak tersebar merata, sehingga pemanfaatan ruang
kurang optimal. Dan sebaliknya dapat juga terjadi ketersediaan semai yang
sangat melimpah dan berlebihan, sehingga tegakan tidak dapat tumbuh
optimal (Lakitan, 1995). Adapun tindakan yang dapat dilakukan berkaitan
dengan kelemahan permudaan ini antara lain :

Mengontrol jumlah, persebaran dan kualitas pohon induk sehingga


menghasilkan biji/anakan dalam jumlah cukup, berkualitas baik, dan
tersebar merata.
Menyiapkan media tumbuh yang sesuai dan tepat waktu, serta
menyiapkan kondisi lingkungan yang baik. Sehingga pada saat biji jatuh
dan tersebar akan dapat berkecambah dan berkembang dengan baik
(Lakitan, 1995).
Terbukanya kanopi merupakan titik kritis bagi permudaan alam dari
banyak jenis tumbuhan yang membentuk tajuk hutan (Indriyanto, 2006).
Cahaya matahari yang langsung menembus lantai hutan dapat mempengaruhi
pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan, terutama tumbuhan dengan tingkat yang
rendah (pancang, semai). Pembukaan kanopi di hutan akan menyajikan satu
atau beberapa habitat bagi jenis tumbuhan pionir karena permudaan dan per-
tumbuhan dibatasi oleh adanya naungan. Proses permudaan alam hutan
merupakan aspek ekologi yang cukup besar peranannya terhadap
pembentukan struktur dan komposisi jenis tegakan hutan. Permudaan alam
terdiri dari tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon yang menggambarkan
suatu kerapatan pada setiap fase pertumbuhan. Menurut Whitmore (1975)
bahwa permudaan alam dalam komunitas hutan salah satunya dipengaruhi
oleh kemampuan jenis tersebut untuk masuk kedalam tingkat pancang dari
tingkat semai. Tingginya kekayaan jenis pada tingkat pancang ini merupakan
hal yang sangat baik karena permudaan tingkat pancang inilah yang akan
menggantikan permudaan tingkat pohon dan tingkat tiang. Permudaan tingkat
pohon dan tingkat tiang umumnya diisi oleh jenis-jenis pohon pionir yang
berumur pendek dan setelah pohon tersebut mati, maka permudaan tingkat
pancang yang akan menggantikan dan mendominasi kawasan tersebut.
C. METODE PENELITIAN
Waktu
Praktikum permudaan alam dilakukan pada Sabtu, 21 Oktober 2017 pada
pukul 07.30 WIB-selesai.
Tempat
Praktikum mengenai permudaan alam bertempat di Taman Nasional
Gunung Merapi tepatnya di Kawasan Kaliurang.
Bahan dan Alat
Permudaan alam tanaman hutan di Taman Nasional Gunung Merapi, tali,
meteran, hagameter, dan kompas
Cara Kerja
1. Membuat PU 2x2 m untuk seedling, 5x5 m untuk sapling, 10x10 m
untuk poles, 20x20 m untuk trees (PU 2x2 berada didalam Pu 5x5 m,
PU 5x5 m berada didalam PU 10x10 m, PU 10x10 m berada didalam
20x20 m).
2. Mengidentifikasi jenis anakan dan dihitung jumlah anakan yang ada
dalam plot.
3. Mengukur diameter sapling, poles, dan trees. Diperhatikan apakah ada
pohon induk tanaman masing-masing jenis anakan.
4. Menyatat jenis-jenis tumbuhan yang ada di dalam plot serta yang ada
di sekitar lokasi plot. Diamati pula kerapatan tumbuhan bawah,
ketebalan seresah, dan tingkat naungan karena saat awal pertumbuhan
beberapa tumbuhan butuh naungan.
5.
D. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan praktikum mengenai permudaan secara alam di Kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi didapatkan hasil berupa jumlah tumbuhan bawah
dan pohon dari tingkat semai hingga dewasa pada grafik berikut :

18 16
16
14
12
10 8
8 7
6 5 5
4 4 4
4 3
22 2 2 2 2
2 1 1111 111 1 1111111 11 111 1 111
0

Gambar 10.1 Jumlah Pohon dan Tumbuhan Bawah yang ada di Taman
Nasional Gunung Merapi (sebagian)

Berdasarkan grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa permudaan alam


berjalan normal. Normal dalam artian semua tingkatan hidup pohon dapat
ditemukan. Hanya saja grafik diatas menggambarkan akumulasi jumlah tiap
jenis yang ditemukan. Jenis paling dominan yang praktikan temukan adalah
Acacia deccurens, hal ini dikarenakan jenis akasia ini menjadi spesies invasif
yang tumbuh lebat setelah adanya erupsi Gunung Merapi. Suhu yang tinggi
menyebabkan biji akasia dekuren terskarifikasi sehingga bangun dari masa
dorman. Itulah salah satu keuntungan yang diperoleh dari adanya erupsi.

E. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pada permudaan hutan
secara alam di Taman Nasional Gunung Merapi. Permudaan hutan adalah
usaha memperbarui tegakan hutan dengan menanam pohon yang baru.
Metode permudaan, spesies yang digunakan, dan kepadatan tegakan pohon
dipilih berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu indikator pemulihan
hutan secara lestari adalah terciptanya regenerasi permudaan alam yang
dicirikan pertumbuhan permudaan alam dan ketahanan keanekaragaman
jenisnya. Pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
ketersediaan jumlah biji yang mampu tumbuh dan kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap perkecambahandan pertumbuhan.
Dari hasil yang telah diperoleh, diketahu bahwa ditemukan 3 jenis
tumbuhan, anatara lain Davallia trichomanoides, Polypodium trilobum, dan
Rumput. Juga ditemukan 1 semai yatu Calliandra calothyrsus, serta
ditemukan 6 sapihan, yang terdiri dari 4 Calliandra calothyrsus, 1 Psidium
guajava, dan 1 Schima wallichii. Kemudian, dapat ditemukan 1 tiang namun
tidak teridentifikasi jenisnya. Selain itu, juga ditemukan 3 pohon, ketiga
pohon jenisnya Acacia decurrens, pohon tertinggi yaitu pohon 3 dengan
tinggi 15 m dan diameter 0,242 m, sedangkan pohon 1 merupakan pohon
terendah dengan tinggi 10 m dan diameter 0,188 m. Pada lokasi ini banyak
ditemukan pohon Acacia decurrens karena tumbuhan tersebut merupakan
tumbuhan pionir pada awal permudaan secara alam terjadi. Acacia decurrens
tersebut telah tubuh besar dibandingkan yang lain karena merupakan
tumbuhan yang memulai permudaan alam. Kemudian, terdapat sejumlah
Calliandra calothyrsus, Psidium guajava, dan Schima wallichii, tumbuhan-
tumbuhan tersebut masih dalam tingkat pertumbuhan sapihan. Sapihan
tersebut akan tumbuh semakin besar dan menggantikan Acacia decurrens
sebagai pohon-pohon yang mendominasi. Semakin lama tumbuhan-tumbuhan
yang lain akan mengisi kawasan ini dan satwa yang cocok dengan kondisi
lingkungan ini akan datang. Sehinggga seiring berjalannya waktu, hutan ini
akan akan menjadi hutan alam yang klimaks jika tidak terjadi bencana alam
atau intervensi manusia yang merusak.
Berdasarkan penjelasan dari para dosen pembingbing, bahwa lokasi
dilakukankannya pengamatan merupakan tempat bekas jalur awan panas
wedus gembel, sehingga kawasan tersebut rusak berat. Oleh karena itu, para
warga dari berbagai daerah dan penduduk lokal membantu dengan menanam
tumbuhan-tumbuhan, namun tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak sesuai
dengan habitat aslinya. Sehingga dapat ditemukan tumbuhan dan tanaman
seperti nangka, jambu, dan kelapa. Tumbuhan dan tanaman tersebut juga
dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan. Jadi,
pada kawasan ini tidak sepenuhnya permudaan secara alam, namun sebagian
permudaan secara buatan dengan bantuan warga.
Beberapa keuntungan dari permudaan alam adalah pelaksanaan yang
mudah, sederhana, dan biaya yang relative murah karena sedikitnya tindakan
silvikultur. Kelemahannya adalah adanya kemungkinan ketersediaan biji dan
semai yang kurang dan tidak tersebar merata, sehingga pemanfaatan ruang
kurang optimal. Dan sebaliknya dapat juga terjadi ketersediaan semai yang
sangat melimpah dan berlebihan, sehingga tegakan tidak dapat tumbuh
optimal. Tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kelemahan
permudaan ini yaitu mengontrol jumlah, persebaran dan kualitas pohon induk
sehingga menghasilkan biji/anakan dalam jumlah cukup, berkualitas baik,
dan tersebar merata. Selain itu, menyiapkan media tumbuh yang sesuai dan
tepat waktu, serta menyiapkan kondisi lingkungan yang baik. Sehingga pada
saat biji jatuh dan tersebar akan dapat berkecambah dan berkembang dengan
baik.
Ada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap permudaan secara
alamiah yang kemudian dikelompokkan kedalam 3 faktor utama yang secara
bersama digambarkan dalam segitiga permudaan alam, yaitu :
1. Seed supply (sumber) : seed trees, shelterwood; jenis; produksi; kualitas,
viabilitas; persebaran; kerusakan biji; insects, rodents.
2. Seedbed (lingkungan mikro) : naungan, ketebalan seresah, tumbuhan
bawah, tekstur tanah, animal damage, erosi
3. Environment (cahaya) : intensitas dan kualitas cahaya, panas; kelembaban;
kekeringan; dll.
F. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh pada keberhasilan permudaan alam tanaman hutan di
Tanaman Nasional Gunung Merapi ada 3, antara lain seed supply, seedbed ,
dan environment yang digambarkan sebagai segitiga permudaan alam oleh
Nyland.

G. SARAN
Saran dari saya dalam praktikum ini yaitu, lebih baik dilakukan pengamatan
pada lokasi yang baru saja mulai terjadi proses suksesi primer (kurang dari 1
tahun setelah bencana) (atau lokasi yang tampak seperti baru saja terkena
bencana), kemudian menuju lokasi yang sudah terjadi suksesi primer selama
5 / 10 tahun lebih, sehingga praktikan lebih paham dengan perubahan dan
proses yang terjadi.

H. DAFTAR PUSTAKA
Lakitan, B., 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip
Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta.
Kusmana,C., dan Susanti,Susi.2015. Komposisi Dan Struktur Tegakan Hutan
Alam di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.Jurnal
Silvikultur Tropika Vol (V) No. 3 : 210-217.
Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap
Pertumbuhan dan Morfologi Dua Jenis Semai Meranti, dalam
Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai
Shorea sp di Persemaian.Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forests of the Far East ( Capter Two
Forest Structure). Oxford University Press. London.
Lampiran
Kelom NO. NO. TINGKAT JENIS TINGG D
pok PU POHO PERTUMBUHA I (M) (cm)
N N
9 1x1 Tumbuhan Alterantera sp.
bawah
Tumbuhan Clidemia herta
bawah
Tumbuhan Elephantopus sp.
bawah
2x2 1 Semai Calliandra callothyrsus 1.21
2 Semai Inocarpus fagifer 0.66
5x5 3 Pancang Schima waliichii 0.073
4 Pancang Calliandra callothyrsus 0.041
10 x 5 Tiang Schima waliichii 0.105
10
20 x 6 Pohon Calliandra callothyrsus 23 0.257
20 831
7 Pohon Anthocephalus macrophyllus 17 0.197
352
8 Pohon Macaranga tararius 11 0.175
07
9 Pohon Acacia deccurens 15 0.168
704
10 Pohon Calliandra callothyrsus 16 0.133
69
10 1x1 1 tumbuhan Tapak liman
bawah
2 tumbuhan Alang - alang
bawah
3 tumbuhan Hospilmenus burmanii
bawah
2x2 1 semai Caliandra sp.
5x5 1 sapihan Acacia decuren
2 sapihan Caliandra sp.
3 sapihan Caliandra sp.
4 sapihan Caliandra sp.
5 sapihan Caliandra sp.
10 x 1 tiang Acacia decuren 17 19.75
10
20 x 1 pohon Falcataria moluccana 20 9.87
20
11 2 1 Tumbuhan Polygonum sp. 0.98
bawah
2 Tumbuhan Alternantera sp. 0.48
bawah
3 Tumbuhan Costus spesious 0.9
bawah
4 Semai Leucaena leucocephala 0.5
5 Pancang Leucaena leucocephala 1.8
6 Pancang Psidium guajava 5.5
7 Tiang Macaranga tanarius 10 0.11
8 Tiang Acacia decurent 14 0.12
9 Pohon Anthocephalus cinensis 16 0.3
10 Pohon Acacia decurent 14 0.25
12 5x5 A Pancang Schima walicii 0.029
B Pancang Schima walicii 0.059
10x1 C Tiang Acacia deccurens 18 0.144
0 D Tiang Acacia deccurens 16 0.141
E Tiang Acacia deccurens 11 0.104
20x2 F Pohon Acacia deccurens 16.5 0.209
0 G Pohon Acacia deccurens 19.5 0.218
H Pohon Acacia deccurens 22 0.288
13 1x1 1 Tumbuhan Rumput Gajah
Bawah
2 Tumbuhan Hiptis breptives
Bawah
3 Tumbuhan Grimaria
Bawah
4 Tumbuhan Prismenus purmani
Bawah
5 Tumbuhan Agratum conisoides
Bawah
6 Tumbuhan Pilantus nerulli
Bawah
2x2
5x5
10 x 1 Tiang Acacia decurens 18.5 10,19
10
20 x 1 Pohon Threma karabina 19.5 34.29
20 (Ngangkrung) 9
2 Pohon Acacia decurens 22 21.97
3 Pohon Falcataria mollucana 16 20.86
14 1x1 Tumbuhan Lophatherum Gracile Brongn
bawah (Rumput bambu)
2x2 Semai Calliandra haematocephalla
(Kaliandra)
5x5 Pancang Artocarpus heterophyllus
(Nangka)
Calliandra haematocephalla
(Kaliandra)
10 x 1 Tiang Ficus sp. 5.5 0.14
10 2 Ficus sp. 14 0.15
3 Ficus sp. 9.5 0.1
20 x Pohon -
20
15 Tumbuhan Vanicatum (20) - -
bawah
Tumbuhan Clidemia hirta (5) - -
bawah
Tumbuhan Eupatorium (2) - -
bawah
20 x Pohon Mati 8.5 35.98
20 726
Pohon Sengon 16.5 23.56
688
Pohon Sengon 15.5 0.318
471
Pohon Sengon 11.5 17.83
439
Pohon Sengon 13 27.07
006
Pohon Kaliandra 14 17.51
592
Pohon Kaliandra 7.75 14.33
121
Pohon Kaliandra 12 19.10
828
Pohon Krema 12.5 17.83
439
Pohon Kaliandra 16 33.43
949
Pohon Mati 22 20.70
064
Pohon Mati 1.5 43.63
057
Pohon Mati 2 34.39
49
Pohon Mati 2.4 19.10
828
16 1X1 1 tumbuhan Hibtis betives
bawah
2 tumbuhan Oplismenus burmani
bawah
3 tumbuhan Copkinia sp.
bawah
4 tumbuhan Alternantera sp.
bawah
5 tumbuhan Neprolepis sp.
bawah
6 tumbuhan Costus speciosus
bawah

2X2 7 semai Caliandra haematocephalla


8 semai Falcataria mollucana
9 semai Polygonum cuspidatum
10 semai

5X5 11 pancang Ficus benjamina 1.79 0.014


331
12 pancang Caliandra haematocephalla 2.3 0.031
847
13 pancang Psidium guajava 13 0.038
217
14 pancang Schima wallichii 3.2 0.035
032

10X1 15 tiang Psidium guajava 8 0.047


0 771
16 tiang Acaccia decurent 15 0.117
834
17 tiang Acaccia decurent 5 0.044
586

20X2 18 pohon Neolamarckia cadamba 26 0.305


0 732
19 pohon Acaccia decurent 17.5 0.245
223
20 pohon Antidesma bunius 11 0.089
172
21 pohon Neolamarckia cadamba 11.5 0.100
318

Anda mungkin juga menyukai