Anda di halaman 1dari 34

BUKU PEDOMAN

PRAKTIKUM HISTOLOGI
SEMESTER III

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
TIM PENYUSUN

Muthmainah, dr., M.Kes


Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes
Suyatmi, dr., MbiomedSc
Tri Agusti Sholikah, dr., M.Sc

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, Tim Penyusun
dapat menyelesaikan buku Pedoman Praktikum Histologi Semester III.

Buku ini merupakan penunjang kegiatan belajar mengajar sesuai kurikulum pendidikan
kedokteran untuk semester III. Materi yang ditulis pada buku ini merupakan bagian dari
materi pembelajaran Blok Neoplasma, Muskuloskeletal, Respirasi, dan Saraf.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan buku ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Semoga buku ini dapat bermanfaat dan bila ada kekurangan kami menerima setiap masukan
untuk perbaikan buku ini.

Surakarta, Agustus 2017

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Tim Penyusun ....................................................................................................................... ii

Kata Pengantar ...................................................................................................................... iii

Daftar isi ................................................................................................................................iv

Jaringan Epitel ...................................................................................................................... 1

Jaringan Pengikat Sejati ....................................................................................................... 7

Jaringan Otot ......................................................................................................................... 11

Jaringan Tulang Rawan (Kartilago) ..................................................................................... 14

Jaringan Tulang ..................................................................................................................... 16

Sistem Respirasi ................................................................................................................... 20

Jaringan Saraf Tepi ............................................................................................................. 24

Jaringan Saraf Pusat .............................................................................................................. 26

Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 29

iv
JARINGAN EPITEL

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat mengidentifikasi berbagai macam epitel dalam fungsinya sebagai membran
penutup, sesuai dengan hasil pengamatannya dari preparat histologis.

Penejelasan Umum:

Jaringan epitel merupakan jaringan yang terdiri atas se!-sel polihidris yang saling
berhubungan dengan erat satu sama lain dan mengandung sedikit bahan antar sel.
Berdasarkan fungsinya maka jaringan epitel dapat berguna sebagai membran penutup
(disebut dengan epitel pelapis/penutup/membran) dan sebagai kelenjar (disebut dengan epitel
kelenjar).

Berdasarkan atas fungsinya sebagai membran penutup, bentuk sel epitel dapat dibedakan
rnenjadi 3 macam yaitu :
1. Sel skuamosa/gepeng: memiliki ukuran lebar yang lebih besar daripada tingginya.
2. Sel kuboid: memiliki ukuran lebar dan tinggi yang hampir sama.
3. Sel kolumner/silindris: memiliki ukuran tinggi yang lebih besar daripada lebarnya.

Menurut jumlah lapisan selnya, jaringan epitel dapat dibedakan menjadi:

1. Jaringan epitel selapis/simplex


Terdiri atas satu lapis sel yang kesemuanya melekat pada membrana basalis dan mencapai
permukaan bebas secara bersama-sama.

2. Jaringan epitel berlapis/complex/stratificatum


Terdiri atas dua atau lebih lapisan sel dan hanya sel-sel pada lapisan paling bawah yang
melekat pada membrana basalis.

3. Jaringan epitel berlapis semu/bertingkat/pseudocomplex/pseudostratificatum


Sebenarnya hanya terdiri atas satu lapis sel tetapi karena letak inti sel tidak sama tinggi,
sehingga memberi kesan seolah-olah ada beberapa lapisan sel. Tidak semua sel mencapai
permukaan bebas, tetapi semuanya melckat pada membrana basalis.

Pembagian lebih lanjut dari jaringan epitel didasarkan pada bentuk sel yang menyusunnya.
Khusus untuk epitel berlapis, pembagian lebih lanjut berdasarkan pada bentuk sel yang
menyusun pada lapisan paling superfisial/permukaannya saja, misalnya: epitel berlapis
gepeng maka bentuk sel yang gepeng/pipih hanya terdapat pada lapisan permukaan
sedangkan sel-sel di bawahnya bukan sel yang berbentuk pipih.

Dengan demikian pemberian nama pada epitel penutup/pelapis/membran didasarkan pada


jumlah lapisan sel penyusunnya dan bentuk sel penyusunnya (khusus untuk epitel berlapis
didasarkan pada bentuk sel penyusunnya yang paling superfisial). Selain itu kadang-kadang
pemberian nama epitel penutup/pelapis/membran juga ditambahi dengan jenis

1
bangunan/struktur yang ada di permukaan superfisial jaringan epitel, misal adanya silia pada
permukaan bebas epitel berlapis silindris, maka nama epitel tersebut adalah epitel berlapis
silindris dengan silia (epitel berlapis silindris bersilia).

Klasifikasi epitel penutup/pelapis/membran beserta contoh lokasi tempat epitel tersebut dapat
ditemukan:

No Jenis Epitel Lokasi

1. Epitel Selapis

a. Skuamosa Alveoli pulmo


Bagian tipis loop of Henle
Lamina parietalis kapsula Bowman
Rete testis

b. Kuboid Folikel kelenjar tiroid


Permukaan luar ovarium
Lapisan berpigmen pada retina
Permukaan dalam kapsula lentis bola mata

c. Kolumner tanpa silia Dinding traktus digestivus


Dinding kandung empedu

d. Kolumner bersilia : Endometrium pada dinding uterus


Kanalis sentralis medula spinalis (disebut
dengan sel ependim)
Tuba falopii/tuba uterina
Bronkus kecil pada traktus respiratorius

2. Eiptel pseudokompleks

a. Kolumner tanpa silia Sebagian saluran keluar kelenjar parotis


Pars kavernosa uretra pria

b. Kolumner bersilia Sebagian besar traktus respiratorius


Sebagian besar saluran keluar/duktus
ekskretorius sistem reproduksi pria
Tuba audivtiva
Sakus lakrimalis.

2
No Jenis Epitel Lokasi

3. Epitel berlapis

a. Skuamosa non-kornifikasi Rongga mulut dan esophagus


Sebagian epiglottis
Kornea dan sebagian konjungtiva
Vagina

b. Skuamosa dengan Lapisan epidermis pada kulit (kornifikasi


kornifikasi tampak sangat tebal pada kulit telapak tangan
dan kaki)

c. Kuboid Saluran keluar kelenjar keringat


Lapisan epidermis pada kulit janin/fetus

d. Kolumner tanpa silia Sebagian mukosa anus


Forniks konjungtiva
Faring

e. Kolumner bersilia Laring


Esofagus janin/fetus
Permukaan atas palatum mole

4. Epitel transisional Kaliks mayor


Pelvis renalis
Ureter
Vesika urinaria
Sebagian uretra

Membrana Basalis:
Adalah suatu membran tipis non seluler, yang terletak tepat di bawah epitel, tempat jaringan
epitel melekat. Membrana basalis tersusun oleh dua lapisan yaitu lamina basalis (terdiri dari
laminin, proteoglikgan, dan kolagen tipe IV) dan lamina retikularis/lamina fibrosa (terdiri
dari protein-polisakarida dan kolagen tipe III). Membrana basalis bersifat permeabel terhadap
zat-zat nutrisi untuk jaringan epitel di atasnya dan berfungsi untuk melekatkan epitel dengan
jaringan ikat di bawahnya. Membrana basalis dapat dilihat dengan mikroskop cahaya sebagai
lapisan tipis tepat di bawah jaringan epitel. Pada berbagai tempat, ketebalan membrana
basalis tidak sama, misalnya pada epitel kornea dan trakhea membrana basalis sangat tebal,
tetapi pada epitel epidermis kulit membrana basalis tampak sangat tipis.

3
Bangunan atau struktur pada permukaan bebas epitel

1. Mikrovilii:
Mikrovilli merupakan tonjolan protoplasma pada permukaan bebas sel epitel yang bersifat
nonmotil (tidak dapat bergerak), berukuran pendek dan halus, berfungsi untuk memperluas
permukaan sel dalam hubungannya dengan proses absorbsi. Mikroviili yang terdapat pada
permukaan bebas sel epitel usus diberi nama striated border, sedangkan yang terdapat
pada permukaan bebas sel epitel tubulus proksimalis ginjal dikenal sebagai brush border.
Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa striated border tersusun oleh filament-
filamen berukuran sama panjang dan tersusun rapat, sedangkan brush border filamen-
filamennya mempunyai ukuran panjang yang tidak sama, dan jika dibandingkan dengan
striated border filament-filamennya lebih panjang dan lebih kasar. Pada mikroskop cahaya
mikrovilli tampak sebagai garis vertikal yang tersusun berjajar di permukaan bebas sel
epteil.

2. Stereosilia
Stereosilia juga merupakan tonjolan protoplasma pada permukaan bebas sel epitel yang
bersifat nonmotil (tidak dapat bergerak) seperti mikrovilli, namun mempunyai ukuran
yang lebih panjang dibandingkan mikrovilli. Stereosilia dapat ditemukan pada permukaan
bebas epitel duktus epididimis. Tetes-tetes sekret sering dapat dilihat pada permukaan
bebas epitel duktus epididimis dan menyebabkan stereosilia saling melekat satu dengan
yang lain, sehingga epitel dengan stereosilia ini nampak seperti sikat yang basah.

3. Kinosilia
Kinosilia atau sering disebut dengan istilah silia merupakan tonjolan protoplasma yang
panjang, halus, dan bersifat moti (dapat bergerak). Pada dasar tiap silia terdapat basal
granula/basal bodies. Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa tiap silia terdiri dari
sepasang filamen sentral yang dikelilingi oleh 9 pasang filamen. Dengan mikroskop
cahaya silia tampak sebagai deretan garis vertikal pada permukaan bebas epitel dan pada
bagian basal dari deretan garis vertikal tersebut terdapat deretan basal granula.

Pengamatan mikroskopis

1. Epitel selapis skuamosa:


Epitel ini tersusun oleh satu lapis sel berbentuk pipih, semua sel penyusunnya melekat
pada membrana basalis dan semua sel penyusunnya mencapai permukaan bebas epitel.
Pada potongan sejajar permukaan jaringan, sel-sel penyusunnya tampak berbentuk
poligonal ireguler dengan inti bulat terletak di tengah sel. Pada potongan tegak lurus
permukaan jaringan, sel tampak berbentuk pipih dengan inti berbentuk pipih terletak di
tengah sel.

2. Epitel selapis kuboid:


Epitel ini tersusun oleh satu lapis sel berbentuk kubis, semua sel penyusunnya melekat
pada membrana basalis dan semua sel penyusunnya mencapai permukaan bebas epitel.
Pada potongan sejajar permukaan jaringan, sel-sel penyusunnya tampak berbentuk
heksagonal dengan inti bulat terletak di tengah sel. Pada potongan tegak lurus permukaan
jaringan, sel tampak berbentuk segi empat sama sisi dengan inti berbentuk bulat terletak di
tengah sel.
4
3. Epitel selapis kolumner bersilia:
Epitel ini tersusun oleh satu lapis sel berbentuk silindris, semua sel penyusunnya melekat
pada membrana basalis dan semua sel penyusunnya mencapai permukaan bebas epitel.
Pada permukaan bebas epitel terdapat bangunan/struktur berupa silia. Pada potongan
sejajar permukaan jaringan, sel-sel penyusunnya tampak berbentuk heksagonal dengan inti
bulat terletak di tengah sel. Pada potongan tegak lurus permukaan jaringan, sel tampak
berbentuk empat persegi panjang dengan inti berbentuk lonjong/oval terletak agak di
bagian basal sel.

4. Epitel berlapis skuamosa tanpa kornifikasi:


Epitel ini tersusun oleh beberapa lapis sel, dan pada permukaan bebas epitel tidak
dijumpai adanya hasil proses kornifikasi (zat tanduk). Lapisan yang paling superfisial
tersusun oleh sel berbentuk pipih, lapisan di bawahnya tersusun oleh sel-sel pipih yang
semakin ke arah bawah/basal, sel-selnya semakin berbentuk poligonal, dan pada lapisan
yang paling bawah/basal (yang melekat pada membrana basalis) sel-selnya berbentuk
silindris pendek atau kuboid.

5. Epitel berlapis skuamosa dengan kornifikasi:


Epitel ini tersusun oleh beberapa lapis sel, dan pada permukaan bebas epitel dapat
ditemukan adanya hasil proses kornifikasi (zat tanduk). Lapisan yang paling superfisial
tersusun oleh sel berbentuk pipih, lapisan di bawahnya tersusun oleh sel-sel pipih yang
semakin ke arah bawah/basal, sel-selnya semakin berbentuk poligonal, dan pada lapisan
yang paling bawah/basal (yang melekat pada membrana basalis) sel-selnya berbentuk
silindris pendek atau kuboid.

6. Epitel berlapis kolumner:


Epitel ini tersusun oleh beberapa lapis sel. Lapisan paling superfisial tersusun oleh sel-sel
berbentuk silindris, sedangkan lapisan dibawahnya (lapisan tengah dan paling
bawah/basal) tersusun oleh sel-sel polihidris (poligonal). Sel-sel pada lapisan yang paling
basal melekat pada membrana basalis.

7. Epitel pseudokompleks kolumner:


Epitel ini tersusun oleh satu lapis sel, tetapi karena letak inti dalam lapisan epitel tersebut
tidak sama tinggi maka seolah-olah epitel ini terdiri dari beberapa lapis sel. Semua sel
penyusun melekat pada membrana basalis namun tidak semua sel penyusun ini mencapai
permukaan bebas. Pada permukaan bebas epitel ini sering terdapat silia maupun
stereosilia, dan diantara sel-sel penyusunnya sering terdapat sel goblet.

8. Epitel transisional:
Epitel transisional merupakan variasi jaringan epitel berlapis. Epitel ini didapatkan pada
dinding-dinding organ yang mempunyai kemampuan untuk berkontraksi maupun
berdistensi (misal vesika urinaria), sehingga struktur epitel menjadi tidak tetap. Bila organ
dalam keadaan kontraksi, epitelnya terdiri dari 5-6 lapisan sel yang dapat dibedakan
menjadi:
a. Lapisan yang paling basal terdiri dari sel-sel berbentuk1 kuboid atau kolumner.
b. Lapisan tengah terdiri dari sel-sel polihidris (berbentuk seperti buah pear terbalik)
c. Lapisan paling superfisial terdiri atas sel-sel besar dengan permukaan bebasnya yang
cembung (sering disebut sebagai sel payung), Sitoplasma bagian superfisial sel ini
5
sering mengalami kondensasi (pemadatan) sehingga pada pengecatan HE tampak lebih
gelap, dan pada sel payung sering didapatkan 2 inti dengan jelas.
Bila organ dalam keadaan teregang (distensi), epitelnya menjadi sangat tipis, dan biasanya
hanya terdiri dari 2-3 lapisan sel mirip epitei berlapis skuamosa. Pada bagian paling
superfisial terdiri dari sel-sel besar yang memipih, sedangkan di bawahnya sel-sel
berbentuk kuboid tidak teratur.

6
JARINGAN PENGIKAT SEJATI

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat menetapkan dengan mikroskop cahaya macam-macam jaringan pengikat


berdasarkan ciri-ciri histologisnya.

Penjelasan Umum:

Jaringan pengikat adalah struktur histologis yang tersusun atas komponen seluler dan matriks
ekstra seluler. Jaringan Pengikat mempunyai beberapa fungsi:
Fungsi mekanis menjadi media penghubung antar sel-sel dan organ-organ tubuh
Fungsi struktural memberi dan mempertahankan bentuk tubuh
Fungsi sebagai medium pertukaran nutrisi dan sisa metabolisme antara sel-sel dan
pembuluh darah
Fungsi sabagai reservoir bagi hormon yang diperlukan bagi pertumbuhan dan
diferensiasi sel.

Komponen Seluler Jaringan Pengikat

Fibroblas : Pada jaringan pengikat dewasa sel ini tidak dapat bergerak dan sering disebut
fibrosit. Selnya besar, pipih bercabang-cabang berbentuk spindel. Intinya oval, pucat, dengan
satu atau dua anak inti. Sitoplasmanya homogen dan tampak kepucatan.

Makrofag : Bentuknya tidak teratur karena tonjolan-tonjolan sitoplasma intinya lebih bulat
dan lebih kecil dari inti fibroblas dan tampak lebih gelap. Dalam keadaan inaktif sukar
dibedakan dengan fibroblas. Tetapi dalam keadaan aktif perbedaan menjadi lebih jelas karena
selnya lebih kasar. Dengan pewarnaan khusus makrofag yang aktif mampu memfagositosis
partikel karbon (trypan blue) dan banyak terdapat didalam vakuola sitoplasmanya.

Sel Plasma : Sel ini relatif jarang ditemukan. Bentuknya oval atau tidak teratur, lebih kecil
daripada makrofag lebih besar dari limfosit. Intinya relatif kecil letaknya eksentris
kromatinnya berupa-granula yang tercat gelap tersusun sedemikian rupa sehingga mirip jari-
jari roda pedati. Sitoplasmanya sangat basofilik dan cukup banyak, disekitar inti terdapat
daerah cerah terisi oleh kompleks Golgi sering disebut halo sitoplasma

Sel Mast: Sering ditemukan disepanjang pembuluh darah , bentuknya ovoid atau bulat
dengan inti kecil pucat. Sitoplasmanya mengandung granula kasar, menyerap warna alkalis
(basofilik), mengandung bahan-bahan heparin, histamin, serotonin dan mempunyai sifat
metakromasi.

7
Kromatofor : adalah sel berpigmen yang dapat ditemukan pada kulitdan lapisan koroid bola
mata. Didalam sitoplasmanya terdapat granula melanin berwarna kecoklatan meluas sampai
ke prosesus protoplasma.

Sel lemak: menyimpan lemak sebagai cadangan energi

Leukosit: eosinofil-allergi dan inflamasi,neutrofil-fagositosis.

Limfosit: sel-sel immunokompeten (sel T , Sel B)

Serat-serat pada Jaringan pengikat dewasa


Serat (fiber) pada jaringan pengikat terdiri atas bagian yang lebih halus disebut serabut
serabut (fibril). Kumpulan dari banyak serat membentuk suatu berkas (Bundle). Ada 3 jenis
serat utama pada jaringan pengikat yaitu: Kolagen, Retikuler dan Elastis.

Kolagen : merupakan serat yang paling banyak dalam jaringan pengikat. Sabutnya
merupakan berkas dari serabut kolagen dengan ukuran yang bervariasi. Sabut kolagen sering
menunjukan percabangan dan dapat menyatu kembali sehingga susunannya mirip anyam-
anyaman.

Retikuler: Berkasnya sangat halus dan bercabang-cabang sehingga tidak selalu tampak pada
pewarnaan rutin. Pengecatan khusus untuk ini antara lain dengan impegrasi perak tampak
berwarna hitam (argirofilik) dan dengan PAS positif kuat.

Elastis : sabutnya biasanya soliter, tidak pernah membentuk berkas, mengadakan


percabangan-percabangan dan anastomosis seperti jala. Dalam keadaan segar sabut ini
berwarna kuning maka sering disebut sabut kuning. Dengan pewarnaan rutin kurang
menyerap warna tetapi dengan pewarnaan khusus ; resorcin-fuchsin tampak lebih kuat
menyerap warna.

Skema Penggolongan Jaringan Pengikat :

Embrional - Mesenkim
- Mukosa

- Longgar
Umum
Jaringan Pengikat - Padat Tak teratur

Teratur Kolagen

Elastis
Dewasa

Khusus - Retikuler
8 - Berpigmen
- Lemak
Deskripsi Jaringan Pengikat

Jaringan Pengikat Embrional:


Dalam keadaan normal, jaringan ini bersifat temporer didapatkan pada saat awal sampai akhir
perkembangan prenatal dan pada saat terjadi penyembuhan kerusakan jaringan, Bahan antar
sel bersifat homogen atau dengan serat-serat halus. Selnya terdiri atas sel-sel mesenkim atau
fibroblas.

Jaringan Pengikat Dewasa


Jaringan pengikat dewasa terdiri atas bermacam sel dan bahan antar sel. Sel-sel yang terdapat
pada jaringan pengikat dewasa, adalah: sel mesenkim, fibroblas, makrofag, sel lemak, lekosit,
sel plasma, sel mast, dan kromatofor (lihat kuliah). Macam dan kepadatan sabut serta sifat-
sifat bahan antar sel dalam jaringan pengikat akan menentukan jenis jaringan pengikat
(misalnya: kolagen, elastis, retikuler).

Pengamatan Mikroskopis

1. Jaringan Pengikat Mesenkim


Terdiri atas sel-sel mesenkim dan bahan antar sel amorf. Sel mesenkim berbentuk stelata
(bintang) sampai fusiform (spindel). Sitoplasmanya sedikit tetapi intinya relatif besar dan
pucat. Sel-selnya saling berhubungan dengan yang lain melalui prosesus
protoplasmanya secara sinsisium, dan dapat bergerak secara amuboid. Bahan antar
selulernya tampak homogen.

2. Jaringan Pengikat Mukosa: Warton Jelly


Bahan dasarnya pucat homogen seperti jeli bersifat metakromasi kuat dengan toluidine.
Mengandung serat-serat halus dari kolagen. Sel-selnya adalah fibroblas dengan prosesus
protoplasma yang saling berhubungan dengan sel yang berdekatan.

3. Jaringan Pengikat Longgar (Areolar): Peritoneum


Jaringan pengikat longgar tersusun atas bahan dasar amorf, mengandung hampir semua
macam sel dan sabut-sabut Jaringan pengikat terutama fibroblas dan makrofag, sabut-
sabutnya arahnya tidak teratur, biasanya mengandung sel-sel lemak.

4. Jaringan Pengikat Padat Tak teratur


Jaringan pengikat padat mempunyai komponen yang sama dengan Jaringan pengikat
longgar tetapi serat kolagen lebih menonjol dan arah serat-seratnya tidak teratur. Sel
utamanya adalah fibroblas dan makrofag. Jumlah sel lebih sedikit dibanding komponen
serabut.

9
5. Jaringan Pengikat Padat Teratur:
a. Tendon
Hampir seluruhnya terdiri dari sabut-sabut kolagen .yang berkumpul membentuk
berkas-berkas dengan arah sejajar. Satu-satunya sel yang terdapat disini adalah
fibroblas dan jumlahnya relatif sedikit, yang disebut juga sel tendon. Pada potongan
membujur sel-sel tendon tampak memanjang dan berderet-berderet diantara berkas-
berkas sabut kolagen.
Dalam potongan melintang sel-sel tendon tampak berbentuk bintang dengan tonjolan-
tonjolan sitoplasma yang terjepit diantara berkas-berkas sabut kolagen. Diantara
berkas-berkas kolagen terdapat sedikit jaringan pengikat longgar.
b. Aponeurosis
Sama dengan tendo hanya lebih besar dan tipis dan arah sabutnya dalam satu lapisan
tidak sama dengan lapisan yang lain.
c. Ligamentum
Sama dengan tendo terutama terdiri dari serabut kolagen, tetapi pada ligamentum
flavum terutama terdiri dari sabut-sabut elastis dengan sedikit Jaringan pengikat
longgar diantaranya.

6. Jaringan Pengikat Retikuler


Jaringan pengikat ini membentuk suatu jala yang terdiri dari sel-sel maupun sabut-sabut
retikuler. Sabut-sabutnya bercabang-cabang dan beranastomosa, sel-selnya berbentuk
stelat dengan tonjolan-tonjolan yang saling bersentuhan dengan tonjolan dari sel
disekitarnya. Jaringan rerikuler ini dapat dijumpai pada stroma Jaringan limfoid
(Limfonodus, limpa dan thymus) dan sumsum tulang. Pada jaringan limfoid, mata-mata
jala dari jaringan retikuler terisi limfosit sedangkan didalam sumsum tulang terisi oleh
elemen-elemen darah. Sel retikuler terdapat pada tempat- empat persilangan sabut-sabut
retikuler dengan inti besar, kromatin halus, satu atau lebih nukleolus.

7. Jaringan Pengikat Lemak


Sel-sel lemak biasanya terdapat diantara jaringan pengikat longgar dalam bentuk tersebar
atau bergerombol. Pada tempat-tempat tertentu mereka sangat padat dan membentuk
jaringan lemak misalnya jaringan pengikat dibawah kulit (paniculus adiposus). Sel-selnya
besar berbentuk bulat atau oval, sitoplasmanya terdesak ketepi oleh vakuola lemak yang
besar. Intinya pipih dan dikelilingi oleh sedikit Sitoplasma dan terdesak ketepi sel. Pada
sediaan rutin lemaknya larut sehingga bagian tengahnya sel kosong, selnya akan tampak
sebagai cincin bermata bila terpotong melalui intinya.

8. Jaringan Pengikat Berpigmen


Jaringan ini terdapat misalnya pada lapisan khoroida iris bola mata. Sitoplasma selnya
terisi pigmen coklat atau hitam yang disebut melanin.

10
JARINGAN OTOT

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara mikroskopis 3 macam jaringan otot (otot polos,
otot skelet, otot jantung)

Penjelasan Umum:

Jaringan otot terdiri dari kumpulan sel otot yang ditandai oleh adanya sejumlah besar filamen
sitoplasmik yang kontraktil. Sel otot berasal dari lapisan mesoderm.

Sel otot sangat berdiferensiasi, terutama terjadi dengan proses pemanjangan secara
berangsur-angsur dan pada saat bersamaan terjadi sintesa protein filamen tersebut.

Secara histologis serabut otot dibedakan berdasarkan ada-tidaknya garis melintang sehingga
digolongkan menjadi:
1. Otot tidak bergaris : otot polos
2. Otot bergaris : otot seran lintang/skelet
otot jantung.

Komponen serabut otot dinamakan sesuai dengan sifat strukturnya :


Sitoplasma sel otot (tidak termasuk miofibril) disebut sarkoplasma
Retikulum endoplasmik halus disebut retikulum sarkoplasmik
Mitokondrianya disebut sarkosom
Membran selnya disebut sarkolemma atau plasmalemma

Berkas otot diliputi oleh selaput jaringan ikat padat di seluruh permukaan luarnya yang
disebut epimisium. Dari epimisium ini keluar septa-septa jaringan ikat padat masuk ke dalam
massa otot memisahkan berkas-berkas otot menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang
disebut perimisium. Masing-masing serabut otot (muscle fiber) diliputi oleh selubung
jaringan ikat tipis yang terdiri dari lamina eksterna (basalis) dan anyaman retikuler disebut
endomisium.

Pada penampang bujur otot seran lintang mempunyai garis-garis atau pita-pita melintang
secara bergantian antara gelap dan terang. Pita yang gelap disebut pita A (Anisotrop),
sedangkan pita yang terang disebut pita I (Isotrop). Ditengah-tengah pita I terdapat satu pita
tipis yang gelap disebut garis Z. Bagian dari miofiber (serabut otot) yang dibatasi oleh dua
garis Z yang berurutan disebut sarkomer. Ditengah-tengah pita A masih terdapat satu garis
terang yang disebut garis H. Di dalam sarkoplasma pada tiap-tiap serabut otot (miofiber)
terdapat berkas-berkas filamen berbentuk silindris panjang yang disebut miofibril. Miofibril
mempunyai diameter 1-2 m dan berjalan sejajar sumbu panjang serabut otot, berkas dari

11
miofibril disebut koellikers collum. Pada penampang melintang dari miofiber, berkas-berkas
(bundle) miofibril yang tersusun di dalam sarkoplasma tampak sebagai pulau-pulau disebut
Area Cohnheim.
Filamen tebal menempati seluruh pita A dan bagian sentral dari sarkomer. Filamen tipis
berjalan sejajar dengan filamen kasar dari pusat sarkomer dan berakhir melekat pada pita Z.
Pita I.merupakan bagian dari filamen tipis yang tidak overlap dengan filamen tebal sehingga
hanya terisi oleh filamen tipis. Pita A terutama terdiri dari filamen tebal disamping bagian
filamen tipis yang overlaping. Di bagian tengah dari filamen tebal yang tidak overlap dengan
filamen tipis tampak sebagai garis terang disebut pita H. Sehingga pita H adalah bagian dari
pita A yang hanya terisi oleh filamen kasar. Pada keadaan istirahat, sarkomer tersusun oleh
overlap sebagian dari filamen tebal dan filamen tipis. Pada waktu kontraksi tidak terjadi
pemendekan miofilamen secara individual, tetapi terjadi penambahan daerah overlap antara
filamen tebal dan filamen tipis.

Gambaran pita-pita pada waktu otot seran lintang kontraksi :

Filamen tipis bergerak menuju ke arah pusat sarkomer dan menyusup lebih ke dalam diantara
filamen-filamen tebal. Oleh karena filamen tipis melekat pada garis Z, maka garis Z tersebut
akan ikut bergerak mendekati pusat sarkomer yang akhirnya masing-masing sarkomer akan
memendek, dan secara keseluruhan otot akan lebih memendek.

Pita H yang pada waktu istirahat hanya terisi oleh filamen tebal (tampak terang) maka pada
waktu kontraksi akan terisi oleh filamen tebal dan tipis yang saling menyusup sehingga pita
H akan tampak sama gelap seperti pita A disekitarnya, atau pita H hilang pada waktu
kontraksi maksimal.

Pita I yang hanya terisi oleh filamen tipis, pada waktu kontraksi akan menyempit akibat
pergerakan filamen-filamen tipis ke arah pusat sarkomer yang diikuti garis Z, atau pita I
praktis menghilang pada waktu kontraksi maksimal.

Pengamatan Mikroskopis:

1. Otot Polos
Penampang Bujur
Terdiri dari sekelompok sel yang berbentuk fusiform (spindle) /pipih panjang berimpit satu
dengan yang lain dengan ujung-ujungnya saling tumpang tindah. Serat-serat muskuler
tersusun sedemikian rupa sehingga bagian-bagian yang tebal serat tersebut tampak
berdampingan dengan ujung-ujung tipis dari serat yang lain. Nukleus: pipih panjang
mengikuti bentuk selnya, terletak di bagian terlebar dari tiap serat (di sentral)

12
Penampang Lintang
Bentuk bulat-bulat mempunyai diameter yang berbeda-beda tergantung pada saat
memotongnya mengenai bagian sentral ataukah mengenai ujung-ujung yang meruncing.
Potongan-potongan yang terbesar mengandung nukleus.

2. Otot Seran Lintang/Skelet


Penampang Bujur
Serabut-serabut otot seran lintang yang memanjang dibungkus sarkolemma. Terlihat garis-
garis melintang yang nyata, garis-garis gelap/pita A = diskus Anisotrop, garis- garis
terang/Pita 1 = diskus Isotrop, garis-garis gelap yang terletak di tengah-tengah Pita I = garis
Z.
Nukleus: lonjong ramping atau memanjang/oval di tepi serabut otot tepatnya di bawah
sarkolemma.

Penampang Lintang
Seluruh permukaan luar otot diliputi oleh jaringan ikat padat yang disebut epimisium.
Beberapa jaringan ikat tersebut membentuk suatu selubung yang mengitari tiap-tiap fasikulus
muskuler disebut perimisium. Dari perimisium, sekat-sekat tipis jaringan ikat tersebut
menembus ke dalam fasikulus untuk mengelilingi dan memisahkan serabut-serabut muskuler
yang disebut endomisium.
Tampak berkas-berkas miofibril yang terpotong melintang, nukleus terletak ditepi.
Berkas-berkas miofibril yang terpotong melintang tersebut memperlihatkan gambaran
sebagai pulau-pulau disebut Area Cohnheim.

3. Otot Jantung
Penampang Bujur
Serabut-serabut otot jantung saling mengadakan anastomose, tampak garis-garis gelap terang
yang melintang. Garis tebal/gelap yang melintang dengan struktur tidak teratur disebut diskus
Interkalalus, merupakan tanda khas otot jantung. Nukleus: besar, lonjong /oval terletak di
tengah serabut otot jantung. Tiap-tiap sel otot jantung umumnya mempunyai inti satu,
.kadang-kadang dua.

Penampang Lintang
Bentuk bulat-bulat tanpa banyak perubahan dalam diameter. Nukleus terletak di tengah
serabut otot jantung.

13
JARINGAN TULANG RAWAN
(KARTILAGO)

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara mikroskopis 3 macam tulang rawan: Tulang rawan
hialin, elastis, dan fibrosa.

Penjelasan Umum:

Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdriri atas sel kondrosit, dan
matriks. Matriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan
dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya, ada 3 macam tulang rawan yaitu (I)
tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung
persendian (2) tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikula dan tuba auditiva dan
(3) tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis
pubis dan insersio tendo-tulang.

Jaringan tulang rawan diliputi oleh perikondrium, kecuali pada tulang rawan fibrosa.
Perikondrium berupa jaringan pengikat padat ireguler, bagian luar terutama banyak
mengandung sabut-sabut kolagen disebut lapisan fibrosa, bagian dalam banyak mengandung
pembuluh darah dan sel yang berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi kondroblas disebut
lapisan kondrogenik.

Jaringan tulang rawan bersifat avaskuler sehingga sistem nutrisinya melalui proses difusi dan
imbibisi dari kapiler darah yang berada di perikondrium.

Tulang rawan berasal dari jaringan mesenkim. Perubahan pertama dimulai dengan
diferensiasi sel mesenkim menjadi kondroblas, bentuknya menjadi bulat, sitoplasma
basofilik, prosesus protoplasma menghilang, berproliferasi dengan cepat sehingga tampak
sebagai kumpulan sel yang rapat di beberapa tempat disebut pusat-pusat kondrofikasi.

Pertumbuhan jaringan tulang rawan melalui dua cara yaitu (1) pertumbuhan interstisiil
dengan jalan mitosis kondrosit dalam matriks dan penambahan bahan dasar amorf. (2)
pertumbuhan aposisi dari luar dengan cara diferensiasi sel dari perikondrium menjadi
kondroblas dan kondrosit.

Perubahan regresif tulang rawan dapat terjadi terutama pada tulang rawan hialin. Yang paling
sering dalam bentuk kalsifikasi matriks, didahului dengan pembengkaan sel dan kematian.
Perubahan lainnya yang kadang-kadang terjadi adalah degenerasi amiantin dengan
pembentukan sabut-sabut asbestos (transformasi asbes). Perubahan ini ditandai dengan

14
adanya sabut-sabut sejajar yang telah kehilangan sifat kolagennya kemudian diikuti dengan
perlunakan matriks di beberapa tempat dan mengalami vakuolisasi.

Pengamatan Mikroskopis

1. Tulang Rawan Embrional


Sel-sel mesenkim yang telah kehilangan prosesus protoplasmanya berproliferasi dengah cepat
sehingga tampak sebagai jaringan yang sangat seluler dengan matriks homogen.

2. Tulang Rawan Hialin


Sel-sel tulang rawan (kondrosit) bentuknya bulat terutama yang di bagian tengah, yang di
bagian tepi lebih pipih dan dianggap yang lebih muda. Kondrosit terletak didalam suatu
ruangan (lakuna) dan sitoplasmanya memenuhi ruangan tersebut tetapi pada sediaan,
kondrosit tampak berkerut dan bentuknya menjadi seperti bintang. Didalam satu lakuna
sering didapatkan lebih dari satu kondrosit. Kelompok kondrosit didalam satu lakuna yang
berasal dari satu induk sel disebut sel nest atau isogen. Sitoplasmanya sering mengandung
butir-butir lemak dan glikogen terutama pada kondrosit yang berukuran besar. Intinya bulat
mengandung satu atau lebih anak inti.
Bahan dasar untuk tulang rawan hialin tampak homogen oleh karena indeks bias antara sabut-
sabut kolagen dengan bahan dasar amorf adalah sama.
Bila tulang rawan dicat dengan Toluidin blue tampak lapisan tipis disekitar kondrosit
menunjukkan sifat metakromasi kuat, karena pada lapisan ini terutama terdiri dari bahan
kondroitin sulfat dan lapisan ini disebut kapsul sel tulang rawan (matriks teritorial)

3. Tulang Rawan Elastis


Secara mikroskopis tulang rawan elastis menyerupai tulang rawan hialin. Dalam keadaan
segar berwarna kekuningan dan bahan antar sel banyak mengandung sabut-sabut elastis
sehingga matriks tampak kurang homogen terkesan keruh, akibat serat-serat elastis yang
ideks biasnya tidak sama dengan indeks bias bahan dasar amorfnya.

4. Tulang Rawan Fibrosa


Mirip tulang rawan hialin keculai bahan antar seluler banyak mengandung sabut-sabut
kolagen yang sangat padat dalam berkas-berkas yang arahnya lebih kurang sejajar dengan
arah tarikan yang bekerja pada jaringan ini. Sel-sel tulang rawan sering terdapat berderet-
deret diantara sabut-sabut kolagen. Kartilago fibrosa mempunyai sifat-sifat diantara jaringan
pengikat padat dan tulang rawan hialin. Ia berkembang dari jaringan pengikat padat yang
disertai diferensiasi fibroblas menjadi kondrosit.

5. Degenerasi Amiantin
Perubahan ini ditandai dengan terbentuknya serat-serat kasar yang telah kehilangan sifat-sifat
kolagennya (asbestos) diikuti dengan vakuolisasi matriks di beberapa tempat.

15
JARINGAN TULANG

Tujuan Pembelajaran:

1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara mikroskopis komponen-komponen jaringan


tulang.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara mikroskopis setiap zona pada osifikasi
endokondral diafisis.

Penjelasan Umum I: Struktur Jaringan Tulang

Tulang termasuk jaringan pengikat khusus yang terdiri atas bahan antar sel yang mengalami
kalsifikasi/ mineralisasi dan beberapa macam sel-sel tulang: osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Bahan antar sel tulang terutama adalah kalsium dan fosfor dalam bentuk kristal hidroksi-
apatit dan bahan organis berupa sabut-sabut kolagen dan bahan dasar amorf yang
mengandung glikosaminoglikan.

Osteoblas: berfungsi mensintesis matriks organis tulang. Dalam keadaan aktif bentuknya
kuboid dan sitoplasmanya basofilik. Bila aktivitasnya menurun, bentuknya lebih pipih dan
basofilik sitoplasmanya berkurang. Osteoblas mempunyai. prosesus protoplasma yang
memungkinkan berhubungan dengan osteoblas di sekitarnya.

Osteosit: bila osteoblas telah berada dalam matriks tulang yang disintesisnya disebut osteosit.
Setelah matriks tulang mengalami kalsifikasi osteosit akan berada pada ruangan ruangan
yang disebut lakuna, dan tonjolan sitoplasmanya berada dalam kanalikuli berhubungan
dengan tonjolan sitoplasma osteosit yang berdekatan. Bila dibandingkan dengan osteoblas,
osteosit lebih pipih dan kromatinnya lebih padat.

Osteoklas: adalah sel berukuran besar, dapat bergerak dan sitoplasmanya bercabang-cabang
kepucatan dan banyak mengandung inti (5-50 buah). Sel ini mempunyai aktivitas untuk
mensekresi jaringan tulang sehingga sering terdapat dalam satu cekungan dipermukaan
jaringan tulang muda yang disebut lakuna Howship.

Secara histologis ada 2 macam jaringan tulang (1) jaringan tulang muda (nonlamelar) dan (2)
jaringan tulang dewasa (lamelar). Jaringan tulang muda bersifat temporer yaitu terdapat pada
proses pembentukan tulang, pada proses penyembuhan fraktur. Pada saat dewasa sebagian
besar akan digantikan oleh jaringan tulang dewasa.

Permukaan luar dan dalam jaringan tulang dilapisi oleh jaringan pengikat yang disebut
periosteum dan endosteum. Periosteum merupakan jaringan pengikat padat, dibagian luar
lebih banyak mengandung sabut-babut jaringan pengikat, pembuluh darah dan saraf dengan

16
sedikit sel. Bagian ini disebut stratum fibrosum. Bagian dalam periosteum disebut stratum
germinativum lebih banyak mengandung sel-sel pipih yang mampu berdiferensiasi menjadi
osteoblas, sabut-sabut elastis dan kolagen tersusun lebuh longgar. Sabut-sabut kolagen
periosteum yang menembus matriks tulang dan mengikatkan periosteum ke tulang disebut
sabut Sharpey. Endosteum mempunyai struktur dan komponen yang sama dengan-
periosteum tetapi lebih tipis dan tidak memperlihatkan 2 lapisan seperti pada periosteum. Ke
arah luar bersifat osteogenik ke arah dalam bersifat hemopoetik.

Pengamatan Mikroskopis

1. Jaringan Tulang Muda


Terdiri atas banyak sel dan sabut-sabut kolagen demgan sedikit bahan mineral (anorganis).
Osteoblas tersusun secara epithelial pada permukaan jaringan tulang muda (trabekula tulang)
terdapat dalam lakuna yang lebih bulat. Sabut-sabut kolagen arahnya tidak teratur , kasar dan
membentuk berkas. Sering ditemukan sel osteoklas di permukaan jaringan tulang muda.

2. Jaringan Tulang Dewasa


Secara khusus memperlihatkan sabut-sabut kolagen tersusun dalam lamel-lamel konsentris
yang mengelilingi saluran/kanal Havers. Saluran Havers merupakan saluran yang arahnya
sejajar sumbu panjang tulang, dilapisi oleh endosteum, mengandung pembuluh darah, saraf
dan jaringan pengikat longgar. Kanal Havers dan lamel-lamel (4-20 lamel konsentris) yang
mengelilinginya disebut dengan Sistem Havers. Diantara lamel-lamel terdapat deretan
osteosit di dalam lakuna dengan tonjolan sitoplasmanya terdapat di dalam kanalikuli yang
menghubungkan satu lakuna dengan lakuna yang lain dan akhirnya berhubungan dengan
kanal Havers. Kanal Havers berhubungan dengan rongga sumsum dan kanal Havers yang lain
melalui kanal Volkman yang berjalan secara melintang atau oblik. Kanal Volkman tidak
dikelilingi oleh lamel-lamel konsentris bahkan tampak menembus lamel-lamel tersebut.
Selain lamel Havers ada sistem lamel lain yaitu (1) lamel generalia eksterna terdapat di
bawah periosteum sejajar permukaan dan (2) lamel generalia interna terdapat di bagian
dalam berbatasan dengan endosteum (3) Lamel interstisiil atau intermediate, terdapat di
antara sistem-sistem Havers berbentuk segitiga atau tidak teratur.

Sediaan Jaringan Tulang:


Sediaan atau preparat histologis jaringan tulang dapat dibedakan menjadi preparat/sediaan
gosok dan dekalsifikasi.
1. Sediaan Gosok: Preparat ini terutama untuk memperlihatkan struktur detil dari matriks
anorganis seperti: lakuna dan kanlikuli.
2. Sediaan Dekalsifikasi: Preparat ini terutama untuk memperlihatkan struktur matriks
organis seperti: sabut-sabut kolagen dan osteosit.

17
Penjelasan Umum II: Osteogenesis

Jaringan tulang berkembang melalui 2 cara yaitu (1) Osifikasi intramembranosa, terjadi
dalam suatu membran mesenkim dan (2) Osifikasi endokondral, terjadi dalam suatu model
tulang rawan hialin.

1. Osifikasi intramembranosa: mula-mula sel mesenkim dalam suatu membran mesenkim


berdiferensiasi menjadi fibroblas untuk membentuk sabut-sabut kolagen sehingga
terbentuklah jaringan pengikat longgar berupa membran. Osifikasi intramembranosa
dimulai pada saat ada sekelompok sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi osteoblas
di dalam membran jaringan pengikat yang telah terbentuk, dan selanjutnya tempat ini
disebut pusat osifikasi. Pada pusat osifikasi, osteoblas mulai membentuk matriks dan
osteoblas terbenam dalam matriks yang dibentuknya sendiri dan berubah menjadi
osteosit. Tidak semua osteoblas berubah menjadi osteosit, sebagian yang lain akan
berproliferasi menjadi osteoblas baru dan akan menjauhi pusat-pusat osifikasi. Akhirnya
akan terjadi pengendapan bahan-bahan mineral dan terbentuklah jaringan tulang muda
disebut trabekula tulang sebagai hasil penggabungan dari perluasan pusat-pusat osifikasi.

2. Osifikasi endokondral: dimulai dari masuknya kapiler darah, dan sel-sel bagian dalam
perikondrium yang berdiferensiasi menjadi osteoblas selanjutnya akan membentuk
jaringan tulang di bagian tepi dari model tulang rawan hialin. Perikondrium selanjutnya
menjadi periosteum. Jaringan tulang yang baru terbentuk disebut periostal bone collar
atau periostal band. Setelah terbentuk periostal bone collar, matriks tulang rawan di
bagian dalam akan mengalami pengapuran, sel-selnya hipertropi dan akhirnya mati
dengan meninggalkan ruang-ruang kosong. Periostal Bud yang terdiri atas Osteoblas dan
sel-sel osteogenik disertai kapiler darah periosteum memasuki ruang-ruang kosong akibat
kematian kondrosit. Osteoblas segera mensintesis matriks dasar yang dilanjutkan dengan
proses mineralisasi sehingga terbentuk jaringan tulang muda sebagai pusat osifikasi
primer.

Proses Osifikasi Endokondral pada Diafisis:


Proses osifikasi pada diafisis yang diamati saat diskus epifisis masih dalam bentuk tulang
rawan, memperlihatkan zona-zona osifikasi sebagai berikut:

(1) Zona Istirahat: terdiri atas tulang rawan hialin tanpa perubahan morfologis. Pada zona
ini juga terdapat sel-sel kartilago embrional tersebar tidak teratur. Pembelahan sel dan
perubahan matriks berjalan sangat lambat.

(2) Zona Proliferasi: kondrosit membelah secara cepat dan membentuk deretan sejajar
sumbu panjang tulang. Proliferasi yang sangat cepat menyebabkan bentuk kondrosit
menjadi pipih dengan aksis tegak lurus sumbu panjang tulang.

18
(3) Zona Maturasi: ditandai dengan lakuna yang membesar berbetuk kuboid, sitoplasma
kondrosit mengandung glikogen. Pembesaran ukuran kondrosit menyebabkan matriks
tulang rawan menyempit, kondrosit berderet secara rapat yang hanya dipisahkan oleh
matriks yang tipis.

(4) Zona Kalsifikasi: bersamaan dengan kematian kondrosit, septum tipis dari matriks akan
mengalami kalsifikasi melalui pengendapan garam-garam anorganis terutama kalsium
sehingga tampak lebih basofilik dari sekitarnya.

(5) Zona Osifikasi: pada zona ini akan muncul jaringan tulang muda yang terbentuk secara
endokondral. Kapiler darah dan sel-sel dari periostal bud akan mengisi ruang-ruang
kosong yang ditinggal mati kondrosit. Sel-sel ini kemudian menjadi osteoblas dan
membentuk matriks tulang di atas matriks tulang rawan yang mengalami kalsifikasi.
Setelah osteoblas membentuk matriks tulang maka osteoblas berubah menjadi osteosit.

Proses Osifikasi Endokondral pada Epifisis


Proses osifikasi pada epifisis (sekunder) mirip dengan proses osifikasi pada diafisis (primer)
tetapi pertumbuhan lebih lanjut tidak secara memanjang namun secara radier. Lagi pula
karena kartilago artikularis tidak mempunyai perikondrium maka periostal bone collar tidak
terbentuk. Setelah terbentuk jaringan tulang, masih ada tempat dimana tulang rawan masih
dipertahankan yaitu pada (1) kartilago artikularis yang menetap seumur hidup dan (2)
kartilago epifisealis yang akan menghilang pada usia dewasa.

19
SISTEM RESPIRASI

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat mengidentifikasi struktur mikroskopis organ dan komponennya dalam


sitem respirasi dengan menggunakan mikroskop cahaya.

Penjelasan umum:

Sistem respirasi secara fungsional terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi. Batas
antara kedua bagian itu adalah bagian transisi tepatnya pada segment bronkiolus
respiratorius. Bagian konduksi meliputi rongga hidung dengan sinus paranusal, naso faring,
laring, trachea dan cabang bronkus sampai dengan bronkiolus termanalis.

Pengamatan Mikroskopis

1. Rongga Hidung

a. Vestibulum nasi
Epitel pada bagian ini merupakan lanjutan dari epitel kulit yang kehilangan sifat tanduknya
(berlapis pipih tanpa kornifikasi), mengandung rambutrambut kasar disebut Vibrissae,
kalenjer keringat dan kalenjer lemak. Pada waktu masuk ke daerah fosa nasalis, epitelnya
berubah menjadi epitel berderet silindris bersilia dengan selsel goblet.

b. Fosa Nasalis
Merupakan ruangan kavernosa yang dipisahkan oleh tulang septum nasi. Pada dinding lateral
tedapat tiga tonjolan yang disebut concha nasalis superior, medial dan inferior.
Epitelnya berderet silindris bersilia dengan banyak sel globet, kecuali pada concha superior
diliputi oleh epitel olfarik khusus, sebagai reseptor pembau.
Lamina propia: banyak mengandung pleksus vena dan kelenjer seromukus. Eosinofil,
makrofag dan sel plasma sering terdapat pada lapisan ini. Infiltrasi limfosit juga sering
terjadi. Lamina submukosa tidak jelas batasnya, pada lapisan yang lebih dalam lamina
propria mengadakan fusi dengan periosteum.

c. Sinus paranasalis
Merupakan ruangan-ruangan di sekitar rongga hidung yang dindingnya diperkuat oleh tulang-
tulang tengkorak. Mereka terdiri atas sinus frontalis, sinus sfenoidalis, maksilaris dan
etmoidalis.
Epitelnya sama dengan daerah respiratorik rongga hidung, tetapi sel-selnya lebih rendah dan
lebih sedikit sel globet. Membran basal di sebagian besar tidak ditemukan. Kelenjer di lamina
proparia lebih sedikit dan kecil-kecil, pleksus vena tidak ditemukan.

2. Laring
Lamina Mukosa: Epitelnya tidak uniform, pada daerah plika vokalis, lipatan ariepiglitika
dan sebagian besar epiglottis; berlapis pipih tanpa kornifikasi. Selain daerah itu epitelnya
20
berderet silindris, bersilia dengan sel globet. Membran basal tipis, cukup jelas. Lamina
propria banyak mengandung serat-serat elastis, kelenjar seromukus kecil-kecil kecuali di
daerah plika vokalis. Infiltrasi limfosit difus dan beberapa noduli limfatisi soliter. Lamina
submukosa tidak jelas.
Lamina kartilagenes: Sebagai penyongkong dinding laring agar tetap terbuka, sebagian
besar adalah tulang rawan hialin dan beberapa diantaranya ada yang mengalami kalsifikasi,
terutama pada laki-laki dewasa, selebihnya adalah tulang rawan elastis. Yang termasuk tulang
rawan hialin adalah tiroid, krikoid dan aritenoid, dan yang termasuk tulang rawan elastis
adalah epiglottis, kuneiform, kornikulatum dan sebagian kecil aritenoid. Otot-otot dinding
larings: terdiri atas otot-otot ekstrinsik dan instrinsik. Kelompok ekstrinsik; yang
menghubungkan tulang-tulang rawan, dan kelompok instrinsik; yang menggerakkan plika
vokalis. Keduanya termasuk otot bergaris.

3. Trakhea dan Bronkus Primer


Epitel trakhea adalah berderet silindris bersilia dengan sel globet, melekat pada membran
basal yang cukup tebal. Lamina propria berupa lapisan fibrous tipis. Tidak didapatkan
muskularis mukosa tetapi sebagai gantinya, pada lapisan ini ditempati oleh serat-serat elastis
dengan arah longitudinal, membentuk membran.
Lamina submukosa banyak terdapat kalenjer sero-mukus kecil dan sering kali kalenjer-
kalenjer ini menempati celah antara tulang rawan. Saluran kalenjer ini melintasi lamina
propria dan bermuara di permukaan. Sel-sel lemak juga sering ditemukan di lapisan ini.
Tulang rawan: di dalam trakhea dan bronkus primer terdapat tulang rawan hialin berbentuk
kapal kuda atau (C) jumlahnya sekitar 20 buah, tersusun dari atas ke bawah, dengan bagian
yang terbuka menghadap ke arah belakang. Pada irisan membujur trachea, tulang rawan ini
bagian luar rata, di bagian dalam cekung. Diantara ujung-ujung tulang rawan terdapat
anyaman serat-serat otot polos (mukulus trakhealis) berjalan transversal, melekat pada
perikondrium dan jaringan elastis. Kelenjer campuran didalam submukosa sering menembus
muskulus trakhealis hingga ke advantisia.
Lamina adventisia terdiri atas jaringan pengikat longgar yang mengandung pembuluh darah,
saraf otonom yang yang melayani trachea.

4. Paru-paru
Paru-paru merupakan sepasang organ yang terletak di dalam rongga dada dan diliputi oleh
selaput tipis pleura viseralis yang melapisi rongga dada bagian dalam. Rongga pleura
terdapat di antara pleura viseralis dan parietalis diisi oleh cairan pleura. Pleura merupakan
membran serous yang diliputi oleh mesotelium. Stroma paru-paru (kerangka jaringan
pengikat di dalam paru-paru) merupakan perluasan ke dalam dari pleura viseralis,
membentuk septa-septa interlobular. Pada puncak lobulus paru-paru, jaringan pengikat ini
bersatu dengan jaringan pengikat yang meliputi bronchus. Lobulus paru-paru diperkuat oleh
anyaman serat retikuler dan elastis, demikian juga pada bronkiole, saluran-saluran yang lebih
kecil serta sakus alveolaris.

5. Percabangan Bronkus

a. Bronkus
Epitelium: pada bronkus-bronkus yang besar di dalam paru-paru epitelnya berderet silindris
bersilia dengan sel globet, seperti pada tracea dan bronkus primer. Pada bronkus yang lebih
kecil epitelnya secara bertahap menjadi selapis silindris dengan silia dan sel globet makin
banyak. Muskularis mukosa; mengelilingi lamina popria dengan arah spiral, menggantikan
21
membran elastis yang terdapat di dalam tracea dan bronkus primer. Kontraksinya
mengakibatkan lumen mukosa bronkus melipat secara longitudinal. Submukosa;
mengandung kalenjer campuran seromukusa. Kalenjer ini sering meluas sampai pada celah-
celah diantara tulang-tulang rawan. Mereka meningkat jumlahnya pada bronkus yang lebih
kecil diameternya. Nudulus limfatikus soliter, bila terdapat biasanya terletak di luar lapisan
otot polos. Tulang rawan; berbentuk kepung-keping atau pulau-pulau yang menempati
lamina adventisia, beberapa lomfonudus bisa ditemukan pada cabang-cabang bronkus yang
besar.

b. Bronkiolus
Bila penampang bronkus sudah mencapai 1 mm maka disebut bronkiolus. Penampang
terkecil dari bronkiolus sekitar 0,5 mm, dan disebut bronkiolus terminalis. bronkiolus masuk
ke lobulus paru-paru melalui puncaknya dan bercabang-cabang lebih lanjut menjadi sekitar
50-80 bronkiolus terminalis, di dalam lobulus paru-paru.
Epitel; selapis kolumner rendah atau kuboid, keduanya bersilia. Sel-sel goblet mulai menurun
jumlahnya bahkan menghilang sama sekali, pada cabang-cabang akhir. Muskularis mukosa;
relatif lebih dominan dari pada di tempat-tempat lain. Membentuk anyaman spiral
mendominasi lamina propria. Lamina adventisia; masih ada dan diperkuat tulang rawan
sehingga dindingnya sering meliput secara longitudinal.

c. Bronkiolus respiratorius
Strukturnya sebagai bentuk peralihan dari bagian konduksi dengan bagian respirasi. Epitelnya
dapat selapis silindris lebih rendah, sampai kuboid rendah. Sel-sel globet sudah menghilang
tetapi silia masih ditemukan pada cabang-cabang yang besar. Dindingnya diperkuat oleh
serat-serat kolagen yang bersisipan dengan serat otot polos dan serat-serat elastis.
Dindingnya tidak kontinu karena adanya kantung-kantung kecil dari alveoli yang bermuara
padanya. Muara alveoli akan bertambah jumlahnya secara progresif ke arah yang lebih distal.

d. Duktus alveolaris
Tiap bronkiolus respartorius memberikan cabang beberapa duktus adveolaris. Ia berupa
tabung fibroelastis tipis yang relatif panjang. Disini tidak lagi ditemukan epitel sepanjang
dindingnya. Tetapi ada beberapa otot polos yang terdapat diantara mulut-mulut alveoli.
Beberapa sakus alveolari sering bermuara langsung di sini.

e. Atrium
Suatu ruangan yang menghubungkan bagian distal dari duktus alveolaris dengan beberapa
sakus alveolaris. Ada sekitar 3-6 atrium yang keluar dari setiap duktus alveolaris.

f. Sakus alveolaris dan alveoli


Tiap-tiap sakus alveolaris terdiri atas sejumlah alveolis yang bermuara de dalam sakus
alveolaris. Jumlah alveoli yang bermuara di sini dapat ratusan hingga ribuan. Alveoli secara
individual adalah berupa sel-sel udara menyerupai kotak heksa gonal. Alveoli satu dengan
yang lain dipisahkan oleh suatu dinding tipis (septum interalveolaris). Kerangka septum
terdiri atas anyaman serat-serat retikuler dan elastis. Suatu cincin serat elastis melingkari
muara tiap-tiap sakus alveoli. Otot polos tidak ditemukan lagi pada septum, tetapi banyak
terdapat kapiler darah. Bagian septum yang tidak diisi oleh kapiler dan serat-serat jaringan
pengikat ditempati sel-sel. Sel-sel yang dapat ditemukan di sini antara lain adalah sel epitel
pipih alveoli, sel septal (kuboid), makrofag, fibroblast dan sel-sel darah lekosit. Membran

22
basahnya sangat tipis, terletak diantara epitel alveoli dengan endotel kapiler. ruangan alveoli
(porus alveolaris).

6. Pleura
Permukaan paru-paru diliputi oleh pleura viselaris yang mengikuti permukaan dari lobus.
Merupakan suatu membran serus yang permukaanya terdiri atas mesotelium. Dibawah epitel
terdapat jaringan fibroelastis, yang kasar dan mengandung otot polos. Di bagian yang lebih
dalam dari membran ini ditemukan vena dan pembuluh limfe. Pada daerah perbatasan antar
lobulus ia membentuk septa interlobular. Pada keadaan normal pleura visceral dan parietal
hanya dipisahkan oleh selaput cairan yang sangat tipis.

7. Epiglotis (Sistem Respirasi)

a. Facies lingualis :
Tunica mukosa:
~ Epitel squamous complex
~ Membrana basalis
~ Lamina propria: jaringan pengikat longgar dengan limfosit-limfosit terbesar.
Tunika submukosa: jaringan pengikat fibrous ireguler dan jaringan lemak.
Tunika kartilagenea: cartilago elastis dibungkus perikondrium.

b. Facies laryngis :
Tunika mukosa :
~ Epitel bagian distal: squamous compleks, dan bagian proksimal: pseudokompleks
kolumner.
~ Lamina propia: jaringan pengikat longgar dengan banyak limfosit terbesar.
Tunika submukosa: jaringan pengikat longgar dan kelenjar seromucous.

23
JARINGAN SARAF TEPI

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara mikroskopis jaringan saraf tepi meliputi serabut
saraf dan ganglion.

Penjelasan Umum:

Jaringan saraf disusun oleh sel saraf atau neuron dan sel penyokong saraf atau neuroglia yang
di dalam tubuh mcmbentuk Sistima Saraf Pusat (SSP) dan Sistima Saraf Tepi (SST). SSP
terdiri atas (1) Cerebrum, (2) Cerebellum (3) Batang otak dan (4) Medula Spinalis sedang
SST disusun oleh (1) serabut saraf, (2) ganglion dan (3) akhiran saraf yaitu reseptor dan
efektor.

Sel saraf terdiri atas badan sel yang dapat berbentuk piramid, bulat, stelat atau seperti botol
dan tonjolan sel yaitu neurit (akson) dan dendrit. Atas dasar jumlah tonjolan sel, dikenal
neuron unipoler, bipoler, multipoler dan pseudounipoler. Sedang atas dasar panjang
pendeknya akson dikenal neuron type Golgi I dan neuron type Golgi II. Secara fungsional
neuron terdiri atas neuron motorik dan neuron sensorik. Kumpulan neuron di dalam SSP
disebut nukleus dan di dalam SST disebut ganglion. Ada dua macam ganglion yaitu (1)
ganglion cerebro spinal (ganglion Spinale) dan (2) ganglion otonom (Truncus Symphaticus).

Tonjolan sel saraf ada dua macam yaitu (1) neurit (akson) yang umumnya bersifat panjang,
tidak bercabang, jumlahnya satu dan membawa rangsang meninggalkan badan sel (2) dendrit
yang mempunyai sifat sebaliknya.

Serabut saraf tepi disusun oleh kumpulan akson sel saraf. Sebagian akson pembentuk serabut
saraf dibungkus oleh neurolemma (selubung Schwann) yang disusun oleh sel sel Schwann.
Pada akson yang besar selain neurolemma, masih dibungkus lagi oleh bungkus yang tersusun
konsentris yaitu selubung myelin. Di dalam perjalanannya serabut saraf masih disokong oleh
bungkus jaringan pengikat yaitu epineurium, perineurium dan endoneurium.

Neuroglia merupakan sel penyokong saraf yang berfungsi sebagai kerangka, penunjang yasa
darah, pembungkus .dan kadang-kadang dapat melakukan fagositosis. Neuroglia terdiri atas
(1) makroglia, yaitu astroglia dan oligodendroglia (2) mikroglia/mesoglia/sel Hortega yang
berasal dari mesoderm, selnya kecil , inti tercat kuat dan bentuknya mirip fibroblas. Pada
keadaan patologis sel ini dapat bergerak amuboid dan mempunyai daya fagositosis. (3) Sel
Ependim.

Pengamatan Mikroskopis

1. Serabut Saraf Tepi Potongan Membujur


Akson tampak sebagai garis tipis ditengah-tengah myelin yang tampak jernih sehingga
disebut dengan aksis silinder. Di beberapa tempat selubung myelin membentuk celah yang
24
disebut Nodus Ranvier. Di luar myelin terdapat neurolemma (Selubung Schwann) yang
disusun oleh sel-sel Schwann. Di antara dua Nodus Ranvier terdapat sebuah sel Schwann.
Tampak pula inti dari sel Schwann yang oval pipih dan beberapa sel fibroblas.

2. Serabut Saraf Tepi Potongan Melintang


Tampak akson atau aksis silinder tampak sebagai suatu titik dikelilingi selubung myelin
yang jemih, neurolemma dan inti dari sel Schwann. Epineurium merupakan bungkus yang
paling luar disusun oleh serabut kolagen dan elastis yang ireguler, pembuluh darah serta
fibroblas. Epineurium membungkus beberapa fasikulus saraf menjadi satu. Perineurium
merupakan bungkus dari masing-masing fasikulus dan tersusun oleh jaringan pengikat
berlamela, berkas kolagen yang lebih halus, serabut elastis, pembuluh darah dan sedikit sel
fibroblas. Endoneurium merupakan bungkus dari masing-masing serabut saraf yang
disusun oleh jaringan pengikat tipis, fibroblas dan makrofag, Di sini tidak didapatkan
pembuluh darah.

3. Ganglion Cerebrospinalis (Ganglion Spinale)


Ganglion Spinale disusun oleh kumpulan neuron tipe pseudounipoler. Badan sel kecil dan
tampak gelap. Sel-sel tersusun dalam kelompokan yang tidak teratur. Masing-masing
kelompok dipisahkan oleh serabut-serabut saraf. Tiap-tiap sel ganglion dikelilingi oleh
kapsula jaringan pengikat, di sebelah luar terdiri atas sel-sel fibroblas dan serabut-
serabutnya. Sedang bagian dalam disusun oleh sel satelit (merupakan neuroglia). Di
bagian tengah ganglion disusun oleh serabut-serabut saraf dan sedikit badan sel syaraf.

4. Ganglion Otonom (Truncus Symphaticus)


Truncus Symphaticus merupakan kumpulan neuron tipe multipoler, Badan sel tidak
berkelompok tetapi tersebar, inti vesikuler dan terletak di tepi sel. Sel-sel ganglion
dikelilingi oleh lapisan kapsuler. Lapisan luar disusun oleh serabut-serabut jaringan
pengikat dan sel fibroblas. Sedang lapisan dalam disusun oleh sel-sel satelit (amphicyt).

25
JARINGAN SARAF PUSAT

Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara mikroskopis jaringan saraf pusat meliputi


cerebrum, cerebellum dan medula spinalis.

Penjelasan Umum:

Sistema saraf pusat tersusun oleh cerebrum, cerebellum dan medula spinalis. Ketiga
bangunan tersebut terdapat dalam suatu rongga yang dibatasi oleh tulang dan dibungkus oleh
suatu jaringan ikat yahg kuat yang disebut mening.

Susunan ketiganya adalah sama yaitu terdiri dari medula (Substansia Alba) yang tampak
putih karena tersusun oleh serabut-serabut saraf serta korteks (Subslansia Griscea) yang
tampak berwarna abu-abu karena banyak didapatkan badan sel saraf.

Permukaan korteks cerebrum mempunyai bagian-bagian yang menonjol disebut girus serta
bagian-bagian yang melekuk disebut sulkus. Substansia alba cerebrum berisi serabut saraf
bermyelin, serabut saraf tak bermyelin dan neuroglia terutama oligodendroglia, astrocyt
fibrosa dan mikroglia. Substansia griscea cerebrum disusun oleh badan sel, serabut saraf tak
bermyelin serta neuroglia terutama oligodendroglia, astrocyt protoplasmatis dan mikroglia.
Badan sel saraf penyusun subtansia griscea cerebrum antara lain berbentuk piramid, stelat
serta spindel yang tersebar dalam enam lapisan korteks cerebri.

Substansia griscea cerebellum terdiri atas tiga lapisan dan tersusun oleh badan sel yang
berbentuk stelat kecil maupun besar dan sel-sel berbentuk seperti botol (Sel Purkinye). Di
dalam substansia griscea cerebellum terdapat dua macam serabut saraf aferen yang besar
yaitu (1) Mossy Fibers, yang merupakan serabut terbesar dalam substansia alba yang masuk
kedalam lapisan korteks cercbelli dan bercabang-cabang seperti lumut. (2) Climbing Fibers,
yang berjalan dari substansia alba menuju ke korteks yaitu pada sel-sel Purkinye. Substansia
alba cerebellum mempunyai gambaran yang sama dengan cerebrum. Permukaan korteks
cerebellum juga terdapat sulkus dan girus.

Substansia griscea medula spinalis terdapat di bagian tengah dikelilingi substansia alba dan
membentuk bangunan seperti huruf H. Sepasang kaki.depan disebut cornu anterior dan
sepasang kaki belakang disebut cornu posterior. Di tengah-tengah substansia griscea
didapatkan canalis centralis yang dindingnya dilapisi oleh sel-sel neuroglia yang tersusun
epiteloid disebut Ependim. Di sekitar sel-sel ependim terdapat kumpulan neuroglia yang
membentuk daerah bergranula disebut substansia gelatinosa centralis. Cornu anterior disusun
oleh sel-sel saraf motorik besar yang akson-aksonnya membentuk radiks anterior. Sedang
cornu posterior disusun oleh sel-sel saraf sensoris berbagai ukuran dimana akson-aksonnya
akan membentuk radiks posterior.
Substansia alba medula spinalis mengelilingi substansia griscea dan dipisahkan menjadi dua
bagian yaitu funikulus dorsalis dan funikulus ventrolateralis. Oleh cornu anterior funikulus
ventrolateralis dibagi menjadi dua yaitu funikulus anterior dan funikulus lateralis. Pada regio

26
lumbal dan torakal, antara cornu anterior dan posterior terdapat suatu serabut substansia
griscea yang masuk kedalam substansia alba dan disebut formatio retikularis.

Sistima saraf pusat dilindungi oleh mening atau bungkus otak yang terdiri atas tiga lapisan
yaitu duramater, arakhnoidea dan piamater. Duramater terdiri atas dua lapis yang sangat
rapat dan disusun oleh jaringan ikat padat yang dilapisi oleh selapis sel pipih di sebelah
dalamnya. Lapisan luar ikut membentuk periosteum tulang, melekat longgar pada kranium,
banyak sel dan pembuluh darah. Lapisan ini disebut lamina endostitialis yang pada medula
spinalis benar-benar bersatu dengan periosteum. Lapisan dalam lebih tipis dan disebut lamina
meningealis. Arakhnoidea merupakan membran tipis yang beranyaman seperti jala,
permukaan luarnya tipis sedang permukaan dalamnya membentuk trabekula yang bercabang-
cabang untuk melekat pada piamater. Di bawah lapisan ini terdapat rongga yang disebut
spatium subarakhnoidale yang berisi cairan otak atau liquor cerebrospinalis. Piamater
rnerupakan lapisan mening yang melekat pada permukaan otak maupun .medula spinalis.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah, permukaannya dilapisi oleh epitel
mesenkimal dan tersusun oleh jaringan ikat fibrous.

Pengamatan mikroskopis

1. Korteks Cerebrum Potongan Tegak Lurus Girus


Tampak adanya enam lapisan pada korteks cerebrum berturut-turut dari permukaan yaitu :
a. Stratum molekulare atau disebut pula dengan stratum fleksiforme dari Cajal.
Merupakan lapisan terluar, banyak mengandung neuroglia dan serabut saraf
bermyelin. Sel saraf sedikit yaitu sel Horisontal dan sel granula.
b. Stratum granulosum eksternum, didapatkan sel piramidal kecil yang dendritnya
masuk kedalam stratum Molekulare.
c. Stratum piramidale eksternum, sebelah luar disusun oleh sel-sel piramidal ukuran
medium sedang di bagian dalam disusun oleh sel pirarmidal besar.
d. Stratum granulosum internum, tersusun oleh sel-sel kecil multipoler (stelat) dengan
akson yang pendek.
e. Stratum piramidale internum / stratum ganglionare, banyak didapatkan sel piramidal
besar (sel Betz). Selain itu juga terdapat sel Martinoti yang berbentuk poligonal atau
trianguler.
f. Stratum multiforme / stratum polimorfi / stratum fusiforme, berisi sel-sel fusiforme
yang tak teratur serta sel-sel trianguler.

2. Korteks Cerebellum Potongan Tegak Lurus Girus


Korteks cerebellum terdiri atas tiga lapisan yaitu :
a. Stratum molekulare, di bagian luar disusun oleh sel-sel stelat kecil sedang di sebelah
dalamnya disusun oleh sel-sel stelat besar, di mana aksonnya membentuk anyaman
mengelilingi sel Purkinye lapisan di bawahnya sehingga disebut sel keranjang/sel
basket/Korf cell.
b. Stratum ganglionare, terdapat sederetan sel Purkinye yang berbentuk seperti botol.
c. Stratum granulosum, disusun oleh sel-sel granula besar dan kecil yang tersusun sangat
rapat.
27
Medula cerebelum disusun oleh serabut-serabut saraf bermyelin.

3. Medula Spinalis Penampang Melintang


Potongan tampak berbentuk oval dengan permukaan depan lebih datar daripada
permukaan belakang. Pada permukaan depan terdapat celah yang dalam disebut fisura
mediana anterior sedang pada permukaan dalam terdapat juga celah yang disebut septum
mediana posterior. Di kanan-kiri septum tersebut terdapat sulkus dorsolateralis posterior.
Substansia alba di bagian luar dan tampak berwarna lebih terang. Sedang substansia
griscea di bagian dalam berbentuk huruf H dan berwarna lebih gelap. Substansia griscea,
di bagian tengah tampak canalis centralis dibatasi oleh sel ependim tersusun epiteloid
yang berbentuk kolumner selapis. Substansia griscea oleh canalis centralis terbagi menjadi
dua yaitu comisura griscea anterior dan posterior. Substansia gelatinosa centralis
terdapat di sekitar sel-sel ependim. Kaki depan (cornu anterior) disusun oleh sel motorik
yang besar dan sel-sel kecil bergerombol membentuk nukleus intermedia lateralis. Pada
cornu posterior terdapat sel-sel sensorik yang kecil dan tersebar. Di antara comu anterior
dan posterior terdapat formatio retikularis.

4. Granulatio Arakhnoidale Pachioni


Granulatio arakhnoidale pachioni merupakan tonjolan jaringan pengikat longgar
arakhnoidea yang menembus lapisan duramater. Tonjolan ini dilapisi oleh endotelium dan
di dalamnya terdapat rongga-rongga yang dianggap sebagai lanjutan dari spatium sub
arakhnoidea. Lapisan-lapisan dari superfisial ke basal adalah endotelium yang melapisi
tonjolan tersebut, jaringan pengikat longgar arakhnoidea dan piamater yang melekat pada
jaringan otak.

5. Pleksus korioideus
Pleksus korioideus ialah invagiriasi dinding ventrikel otak yang melipat-lipat. Pada
potongan melintang tampak gambaran seperti pulau-pulau yang dibatasi oleh epitel kuboid
selapis dan di dalamnya terdapat jaringan pengikat longgar dengan banyak pembuluh
darah. Bangunan ini berfungsi memproduksi liquor cerebro spinalis.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bloom W and Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi. Alih bahasa: dr. Jan Tambayong.
Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Eroschenko VP. 2013. Atlas Histologi diFiore. Alih bahasa: Pendit BU. Edisi ke-11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Juquiera LC and Carneiro. 2007. Basic Histology: Text and Atlas, 11th Ed, The McGraw-Hill
Companies.

Mescher AL. 2009. Histologi Dasar Junqueira: Teks dan Atlas. Alih bahasa: Dany F. Edisi
ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Young B, Lowe JS, Steven A, and Heath JW. 2007. Wheaters Functional Histology: a text
and collor atlas, 5th Ed., Elsevier.

29
30

Anda mungkin juga menyukai