Anda di halaman 1dari 50

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.

) UNTUK
PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN
MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

Oleh:

AMANDA SURYADJAJA
F 24101090

2005
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Amanda Suryadjaja. F 24101090. Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea
batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan
Patogen. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Lilis
Nuraida, MSc.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sangat besar di bidang


pertanian. Berbagai jenis tanaman yang sangat bervariasi merupakan sumber daya
alam yang potensial yang harus dihargai dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini
menjadi salah satu dasar pemerintah untuk mengupayakan dan mensosialisasikan
diversifikasi bahan pangan. Bahan pangan yang diangkat adalah pangan
berkarbohidrat selain beras, yang merupakan bahan pangan pokok penduduk
Indonesia. Salah satu jenis tanaman pangan alternatif berkabohidrat yang cukup
populer saat ini adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Ubi jalar merupakan salah
satu jenis umbi-umbian yang banyak dikenal dan cukup sering dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Ubi ini mengandung oligosakarida yang berpotensi sebagai
prebiotik, salah satunya adalah rafinosa (Palmer, 1982).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa
kandungan rafinosa di dalam ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar
merah klon BB 00105.10 yang dikembangkan di International Center Potato
(CIP) Ciapus, Bogor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
potensi prebiotik rafinosa tersebut untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL)
dan menekan pertumbuhan patogen secara in vitro dan in vivo.
Percobaan dilakukan dengan membagi masing-masing jenis ubi jalar ke
dalam dua perlakuan, bagian pertama dibiarkan tetap mentah dan bagian kedua
dikukus pada suhu 103-105oC selama 20 menit. Setelah itu, ubi jalar diiris lalu
dikeringkan dengan tray oven pada suhu 70oC selama 24-48 jam dan kemudian
ditepungkan dengan Willey Mill. Oligosakarida dari tepung ubi jalar diekstrak
dengan etanol 70% dan diaduk selama 15 jam kemudian disaring dan diuapkan
pelarutnya dengan evaporator vakum.
Kandungan rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dianalisa
menggunakan metode kromatografi kertas kemudian dikonfirmasi hasilnya
menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
sedangkan kandungan total oligosakarida, lemak, vitamin dan bahan-bahan yang
terlarut di dalam etanol diukur dengan metode Total Padatan Terlarut (TPT). Hasil
pengukuran kadar ini menentukan ubi jalar (mentah atau kukus) yang digunakan
untuk tahap selanjutnya, yaitu stimulasi BAL secara in vitro dan tahap in vivo.
Tahap stimulasi BAL dilakukan dengan menggunakan media berbasis MRS Broth
(de Mann Rogosa Shape) dimana komponen gulanya disubtitusi dengan salah satu
jenis ekstrak oligosakarida ubi jalar. Setiap media tersebut diinokulasikan salah
satu dari keempat jenis BAL, yaitu Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus
casei Shirota, BAL galur F1 dan G3. Nilai absorbansi media diukur pada hari ke-0
(H-0) dan hari ke-2 (H-2) setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
dengan spektrofotometer pada : 600 nm.
Tahap in vivo dilakukan dengan menggunakan 24 ekor tikus jantan galur
Sprague-Dawley berumur 2 bulan. Ekstrak oligosakarida ubi jalar yang memiliki
kadar rafinosa tertinggi dan BAL yang paling baik terstimulasi pertumbuhannya
digunakan pada tahap ini. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yang
terdiri dari 6 ekor tikus setiap kelompoknya, yaitu kelompok kontrol (ransum
standar), prebiotik (ekstrak oligosakarida), probiotik (BAL) dan sinbiotik (ekstrak
oligosakarida dan BAL). Jadwal percobaan adalah 11 hari masa adaptasi
(pemberian ransum standar), 10 hari perlakuan (pemberian ekstrak, BAL dan
campuran keduanya) dan 10 hari masa pasca perlakuan (pemberian ransum
standar). Kandungan total mikroba, jumlah BAL dan E. coli serta keberadaan
Salmonella secara kualitatif diuji melalui feses tikus dengan pengambilan sampel
pada hari ke-0, 1, 5 dan 10 masa perlakuan serta hari ke-1, 5 dan 10 pasca
perlakuan.
Secara umum, rendemen tepung ubi jalar mentah lebih tinggi
dibandingkan ubi jalar kukus. Berdasarkan jenis ubi jalar, rendemen tepung ubi
jalar mentah adalah: 29.59% (Sukuh mentah), 28.71% (Jago mentah) dan 16.73%
(merah mentah) sedangkan rendemen ubi jalar kukus adalah: 25.82% (Sukuh
kukus), 24.87% (Jago kukus), dan 13.54% (merah kukus). Kadar rafinosa ekstrak
oligosakarida ubi jalar mentah dari yang tertinggi sampai terendah berdasarkan
hasil kromatografi kertas adalah 2.97% (Sukuh), 2.27%(Jago) dan 1.26% (merah).
Berdasarkan hasil ini, ekstrak oligosakarida Sukuh mentah memiliki kadar
rafinosa tertinggi maka dilakukan konfirmasi ulang melalui metode HPLC
terhadap ekstrak Sukuh mentah dan kukus.
Beberapa jenis oligosakarida yang terdapat pada ekstrak Sukuh mentah
dan kukus adalah maltosa, maltotriosa, sukrosa dan rafinosa. Kadar rafinosanya
adalah 48.04 ppm (mentah) dan 39.50 ppm (kukus). Berdasarkan hasil
kromatografi, pengukuran TPT juga dilakukan hanya terhadap ekstrak
oligosakarida ubi jalar mentah. Kadar TPT yang tertinggi hingga terendah secara
berurutan adalah 39.22% (merah), 24.77%(Jago), dan 18.21%(Sukuh).
Tahap stimulasi BAL secara in vitro adalah ekstrak oligosakarida Sukuh
mentah menunjukkan hasil stimulasi yang paling baik terhadap L. casei
Rhamnosus dengan nilai absorbansi 0.987. Hasil pengujian secara in vivo
menunjukkan bahwa pemberian campuran ekstrak Sukuh mentah (TPT 14.68%)
dan sel L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml) terhadap kelompok tikus
sinbiotik meningkatkan jumlah total mikroba sampai 10 log cfu/g dan jumlah
BAL sampai 9.42 log cfu/g pada hari ke-10 perlakuan. Jumlah E. coli pada feses
tikus kelompok ini menurun hingga mencapai angka 1.35 log cfu/g. Hasil
pengujian Salmonella secara kualitatif adalah negatif terhadap keempat kelompok
tikus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian campuran ekstrak oligosakarida
Sukuh mentah dan sel L. casei Rhamnosus (sinbiotik) paling efektif dibandingkan
kedua cara lainnya untuk meningkatkan total mikroba dan jumlah BAL serta
menurunkan jumlah E. coli.
Amanda Suryadjaja. F 24101090. The Potency of White and Red Sweet Potato
(Ipomoea batatas L.) For Stimulating The Growth of Lactic Acid Bacteria and
Reducing Pathogen Growth. Under supervision of Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.
and Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

SUMMARY

Indonesia is a country that has a very big potential in agriculture. Various


kinds of crops and plants that the country has are natural resources that have to be
maintained and treated respectfully. This is one of the reasons why the
government is promoting and socializing food diversification. The foods which
are promoted are carbohydrate based foods other than rice, which is the
Indonesian staple food. One of those kinds of foods which is popular nowadays is
sweet potato (Ipomoea batatas L.). Sweet potato is an Indonesian indigenous
plant which its tuber is usually consumed. Its tuber contains oligosaccharides
which have prebiotic potential; one of those is rafinose (Palmer, 1982).
This researchs aim is: (1) to identify and analyze rafinose contents in
white sweet potato variety of Sukuh and Jago, and also red skin sweet potato
clone BB 00105.10 cultivated by International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor;
(2) to analyze the rafinose potency as prebiotic to stimulate lactic acid bacteria
(LAB) growth and reduce pathogen growth through in vitro and in vivo assays.
Each variety of sweet potatoes was divided into two treatment, the first
was raw sweet potato and the second was steamed with temperature 103-105oC
for 20 minutes. After that, the sweet potatoes were sliced, dried by tray oven with
temperature of 70oC for 24-48 hours and floured by Willey Mill. Oligosaccharides
from sweet potato flour were extracted by stirring it in ethanol 70% continuously
for 15 hours, purified and evaporated the alcohol by vacuum evaporator.
The rafinose content of raw sweet potato oligosaccharide extract was
analyzed by paper chromatography and than reconfirmed by HPLC (High
Performance Liquid Chromatography). The amount of total oligosaccharides, fat,
vitamin and other components extracted in ethanol was analyzed by total solid
(TS) method. Sweet potato that has the highest amount of rafinose (either raw or
steamed) was used for the in vitro assay which is LAB stimulation. The LAB
stimulation used MRS broth (de Mann Rogosa Shape) based media which its
sugar was substituted by oligosaccharide extract. Each media was inoculated by
one of the LAB strains, which were Lactobacillus casei Rhamnosus,
Lactobacillus casei Shirota, LAB strain F1 and G3. The absorbance of each media
was measured by spectrophotometer (: 600 nm) for day-0 and day-2 (after
incubated for 48 hours in 37oC).
The in vivo assay used 24 white male mice strain Sprague-Dawley aged 2
months. The highest amount of rafinose oligosaccharide extract and the best
stimulated LAB from in vitro assay were used. The mice were divided into 4
groups contains 6 mice each of it. The groups were control group (standard feed),
prebiotic group (oligosaccharide extract), probiotic group (LAB) and sinbiotic
group (mixture of the extract and LAB). The assay schedule was 11 days of
adaptation (fed with standard feed), 10 days of feeding (fed with oligosaccharide
extract, LAB and the mixture) and 10 days of post feeding (fed with standard fed).
Total microbes, LAB, E. coli and Salmonella (qualitatively) were analyzed using
feces sampling in day-0, 1, 5 and 10 during feeding period and day-1, 5 and 10
during post feeding period.
Generally, flour yield of raw sweet potatoes are higher than the steamed.
Based on the varieties, the raw sweet potato flour yields were 29.59% (raw
Sukuh), 28.71% (raw Jago) and 16.73% (raw red sweet potato). The steamed
sweet potato flour yields were 25.82% (steamed Sukuh), 24.87% (steamed Jago)
and 13.54% (steamed red sweet potato). The rafinose amounts in raw sweet potato
oligosaccharide extract based on paper chromatography assay were 2.97%
(Sukuh), 2.27% (Jago) and 1.26% (red sweet potato). These results showed that
raw Sukuh had the highest rafinose amount; therefore the result was confirmed by
HPLC method.
The types of oligosaccharide content in Sukuh extract were maltose,
maltotriose, sucrose and rafinose. The HPLC results for rafinose amount in Sukuh
extract were 48.04 ppm (raw) and 39.50 ppm (steamed). The TS amounts were
39.22% (red sweet potato), 24.77% (Jago), and 18.21% (Sukuh) respectively.
The in vitro LAB stimulation result showed that L. casei Rhamnosus was
the best LAB stimulated by raw Sukuh oligosaccharide extract, with the
absorbance value of 0.987. The in vivo assay showed the consumption of raw
Sukuh extract (TS: 14.68%) and L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml)
mixture given to sinbiotic group increased the total microbe until 10 log cfu/g and
LAB amount until 9.42 log cfu/g on day-10 of feeding period. The amount of E.
coli in this group decreased until 1.35 log cfu/g. The Salmonella qualitative
analysis showed negative results for all groups during all periods. These facts
showed that the consumption mixture of raw Sukuh oligosaccharide extract and L.
casei Rhamnosus mixture (sinbiotic) was the most effective compare to the other
two ways in increasing total microbes and total LAB, and also decreasing E. coli.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK
PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN
MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
AMANDA SURYADJAJA
F 24101090

2005
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK
PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN
MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
AMANDA SURYADJAJA
F 24101090

Dilahirkan pada tanggal 14 Juni 1983


di Semarang

Disetujui
Bogor, 15 Desember 2005

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Mengetahui

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.


Plh. Ketua Departemen ITP
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:


Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk
Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Dan Menekan Pertumbuhan Patogen
adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, 6 Desember 2005


Yang Membuat Pernyataan

_______________________
Amanda Suryadjaja
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Caecilia Agatha Amanda


Suryadjaja dan dilahirkan di Semarang, 14 Juni 1983. Ia
adalah putri dari pasangan Alex Suryadjaja dan Maria
Justanti. Pendidikan dasarnya diselesaikan di SD Bunda
Hati Kudus, Jakarta sampai dengan tahun 1995, SLTP
Bunda Hati Kudus, Jakarta, sampai dengan tahun 1998 dan
di SMU Kristen 1 (SMUK 1) BPK Penabur, Jakarta hingga tahun 2001. Setamat
dari SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi
Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi yang kemudian berganti nama pada
tahun 2005 menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur
UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Penulis melakukan penelitian yang berjudul Potensi Ubi Jalar Putih dan
Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan
Menekan Pertumbuhan Patogen sebagai tugas akhirnya di bawah bimbingan Dr.
Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Penelitian ini didanai
sepenuhnya oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill
melalui Bogasari Nugraha 2004.
Penulis aktif di berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus
selama menjalani hari-hari kuliahnya, diantaranya sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) tahun 2001-2005, anggota UKM
Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) tahun 2001-2005, wakil Fakultas
Teknologi Pertanian di KEMAKI (2003), anggota IPB English Debate
Community (IDC) tahun 2004-2005, anggota Paduan Suara Mahasiswa Agria
Swara tahun 2004-2005. Penulis juga pernah mengikuti kompetisi seperti The 2nd
National Students Paper Competition on Food Issues (2003), Bogasari Nugraha
VII (2004) dan menjadi juri di The 1st IPB English Debate Competition (2005).
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
rahmat, berkat dan penyertaan-Nya dalam penelitian dan penulisan skripsi yang
berjudul Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk
Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen. Tugas
akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan penulisan tugas
akhir ini juga memperoleh dana penelitian sepenuhnya dari Bogasari Nugraha
Award 2004 dan dilaksanakan di laboratorium-laboratorium di Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai dengan
September 2005.
Penulis sadar bahwa selama proses penelitian sampai pembuatan karya ini,
tidak sepenuhnya dilakukan sendiri, akan tetapi merupakan hasil kerja kolektif
dari beberapa pihak yang selama ini dekat dengan penulis. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. selaku dosen pembimbing akademik
pertama dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. selaku dosen pembimbing
akademik kedua yang telah memberi pengarahan, bimbingan, bantuan, dan
saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi kepada
penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. atas saran dan masukan perbaikan
dalam penyusunan skripsi ini.
3. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill selaku pihak
yang telah mendanai sepenuhnya penelitian dan penulisan skripsi ini
melalui Bogasari Nugraha Award 2004.
4. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSi. atas ijinnya untuk menggunakan
Bakteri Asam Laktat Galur F1 dan G3 dalam penelitian ini.
5. Bapak Koko dan Bapak Asep dari International Potato Center: East,
Southeast Asia and Pacific Region (CIP-ESEAP), Bogor atas bantuannya
dalam menyediakan ubi jalar putih dan merah.
6. Kedua orang tuaku atas segala dukungan moril, doa dan penyertaannya
yang tiada henti-hentinya.
7. Tim ubi jalar Bogasari (Novi dan Hadie), Putri dan Aya atas segala
kerjasama dan bantuan serta dukungannya dalam suka dan duka selama
penelitian ini.
8. Para laboran di laboratorium-laboratorium Departemen ITP dan Mbak Ari
(Laboratorium Mikrobiologi, PAU) yang selalu memberi bantuannya.
9. Nifar Siahaan atas cinta kasih, kasih sayang dan dukungan serta
penyertaannya selama ini baik dalam suka maupun duka serta dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
10. Dewi Damayanti untuk kesetian 4 tahun menjadi teman sebelah kamar di
kost, teman curhat, gosip dan penjagaku.
11. Keluarga tercinta-ku: Hana, Fajar, Diana, Endi, Fanny, Mohung dan
Devi atas segala kasih sayang, dukungan dan pengalaman selama 4 tahun
di IPB.
12. Kelompok C5: (Anita, Christina, Sidharta), Indria, Bobby, Ivan, Christian
untuk gosip-gosip penghibur dan kerepotan-kerepotan selama praktikum.
13. Anak-anak kost di Perwira 45, Ineke, Midawati, Bunga, Yana, Ajeng,
Shinta, Pretty, Steisi, Joanna yang telah menjadi keluarga baruku atas
bantuan-bantuannya.
14. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi yang
memerlukannya dan dapat dilakukan pengembangan sehingga dapat didapat hasil
yang lebih baik lagi.

Penulis
Bogor, November 2005
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3
A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) ............................................ 3
B. Oligosakarida ....................................................................... 6
1. Definisi dan Klasifikasi Oligosakarida ............................. 6
2. Isolasi Oligosakarida ......................................................... 7
C. Prebiotik ............................................................................... 9
D. Bakteri Asam Laktat ............................................................ 12
1. Definisi, Karakteristik dan Klasifikasi .............................. 12
2. Fungsi BAL Bagi Kesehatan ............................................ 14
3. Lactobacillus sp. ............................................................... 15
4. Bakteri F1 ......................................................................... 17
5. Bakteri G3 ......................................................................... 17
III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN ............................... 18
A. Bahan dan Alat .................................................................... 18
B. Metode Percobaan ............................................................... 18
1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar ........................................... 18
2. Ekstraksi Oligosakarida ................................................... 19
3. Separasi Oligosakarida .................................................... 20
a. Kromatografi Kertas .................................................... 20
b. HPLC ........................................................................... 21
4. Pengukuran Total Padatan Terlarut (TPT) ...................... 22
5. Penyegaran Kultur Bakteri Asam Laktat ......................... 22
6. Uji Potensi Prebiotik Secara In Vitro:
Stimulasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ............................. 23
7. Uji Potensi Prebiotik Secara In Vivo ................................ 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 31
A. Pembuatan Tepung ............................................................. 31
B. Analisa Kadar Oligosakarida ............................................. 32
C. Stimulasi Pertumbuhan Bakteri Asam
Laktat (BAL) ..................................................................... 37
D. Pengujian In Vivo ............................................................... 39
1. Keadaan Tikus Selama Percobaan ................................. 40
2. Analisis Total Mikroba di Feses .................................... 41
3. Analisis Jumlah BAL di Feses ....................................... 45
4. Analisis Total E. coli dan Salmonella di Feses .............. 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 52
A. Kesimpulan ........................................................................ 52
B. Saran ................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 50
LAMPIRAN .................................................................................... 54
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Karakteristik Ubi Jalar Putih Varietas Sukuh
dan Jago ....................................................................... 5
Tabel 2.2. Komposisi Proksimat Ubi Jalar Mentah
per 100 gram ............................................................... 10
Tabel 2.3. Komposisi Gula Terlarut di Dalam Ubi Jalar
yang Telah Masak ....................................................... 10
Tabel 2.4. Pembagian Lactobacillus Berdasarkan
Karakteristik Fisiologis ............................................... 16
Tabel 4.1. Rendemen Ubi Jalar Mentah dan Kukus
Dari Ketiga Varietas .................................................... 31
Tabel 4.2. TPT Ekstrak Oligosakarida Ubi Jalar Mentah
Dari Ketiga Varietas ................................................... 32
Tabel 4.3. Kadar Rafinosa Ekstrak Oligosakarida
Ubi Jalar Mentah Dari Ketiga Varietas ...................... 33
Tabel 4.4. Kadar Berbagai Jenis Oligosakarida di
Dalam Ekstrak Sukuh Mentah dan Kukus .................. 35
Tabel 4.5. Identifikasi Komponen Oligosakarida
Ekstrak Sukuh Mentah ................................................ 35
Tabel 4.6. Identifikasi Komponen Oligosakarida
Ekstrak Sukuh Kukus ................................................. 36
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Struktur Kimia Rafinosa (Pazur di dalam
Pigman dan Horton, 1970) ...................................... 11
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap Pembuatan Tepung
Ubi Jalar .................................................................. 19
Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oligosakarida
Ubi Jalar .................................................................. 20
Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Separasi Oligosakarida
dan Pengukuran Kadar TPT .................................... 22
Gambar 3.4. Diagram Alir Tahap Stimulasi BAL
Secara In Vitro ........................................................ 24
Gambar 3.5. Diagram Alir Tahap Uji Potensi Prebiotik
Ekstrak Oligosakarida Secara In Vivo .................. 26
Gambar 4.1. Penampakkan Ubi Jalar Putih dan Merah ............... 31
Gambar 4.2. Hasil Kromatografi Kertas Ekstrak Oligosakarida
Ketiga Varietas Ubi Jalar Mentah ........................... 34
Gambar 4.3. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida
Sukuh Mentah ......................................................... 36
Gambar 4.4. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida
Sukuh Kukus ........................................................... 36
Gambar 4.5. Hasil Pengukuran Nilai Absorbansi
Stimulasi BAL ........................................................ 38
Gambar 4.6. Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley ............. 40
Gambar 4.7. Perubahan Berat Badan Tikus Setiap Kelompok
Selama Masa In Vivo .............................................. 40
Gambar 4.8. Grafik Jumlah Total Mikroba di Feses .................. 42
Gambar 4.9. Grafik Jumlah BAL di Feses .................................. 45
Gambar 4.10. Grafik Jumlah E. coli di Feses .............................. 49
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Produksi Ubi Jalar di Indonesia, Luas Panen dan
Hasil Panen per Hektar Tahun 1998-2004 ............. 59
Lampiran 2. Rendemen Ubi Jalar Mentah dan Kukus .............. 60
Lampiran 3. Nilai TPT ketiga jenis varietas ubi jalar ............... 62
Lampiran 4a. Hasil Analisis HPLC Dari Laboratorium ............. 63
Lampiran 4b. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida
Sukuh Mentah ....................................................... 64
Lampiran 4c. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida
Sukuh Kukus ......................................................... 65
Lampiran 4d. Hasil Analisis HPLC Standar Rafinosa
dan Maltotriosa ..................................................... 66
Lampiran 4e. Hasil Analisis HPLC Standar Sukrosa
dan Maltosa ........................................................... 67
Lampiran 5a. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL
(L. casei Rhamnosus) ............................................ 68
Lampiran 5b. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL
(L. casei Shirota) ................................................... 70
Lampiran 5c. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL (F1) 72
Lampiran 5d. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL (G3) 74
Lampiran 6. Perhitungan Komposisi Ransum Standar ............. 76
Lampiran 7. Perhitungan Volume Ekstrak Steril, Kultur BAL
dan Sinbiotik Untuk In Vivo .................................. 77
Lampiran 8a. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Adaptasi (Kelompok Kontrol) ........ 78
Lampiran 8b. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Adaptasi (Kelompok Prebiotik) .... 79
Lampiran 8c. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Adaptasi (Kelompok Probiotik) ..... 80
Lampiran 8d. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Adaptasi (Kelompok Sinbiotik) ..... 81
Lampiran 8e. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Perlakuan (Kelompok Kontrol) ...... 82
Lampiran 8f. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Perlakuan (Kelompok Prebiotik) .... 83
Lampiran 8g. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Perlakuan (Kelompok Probiotik) ... 84
Lampiran 8h. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Selama Masa Perlakuan (Kelompok Sinbiotik) .... 85
Lampiran 8i. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Kontrol) ...... 86
Lampiran 8j. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Prebiotik) .... 87
Lampiran 8k. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Probiotik) ... 88
Lampiran 8l. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus
Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Sinbiotik) .... 89
Lampiran 9a. Perhitungan Jumlah Total Mikroba di Feses
Masa Perlakuan ..................................................... 90
Lampiran 9b. Perhitungan Jumlah Total Mikroba di Feses
Pasca Perlakuan .................................................... 92
Lampiran 10a.Perhitungan Jumlah Koloni BAL di Feses
Masa Perlakuan ..................................................... 94
Lampiran 10b.Perhitungan Jumlah Koloni BAL di Feses
Pasca Perlakuan .................................................... 96
Lampiran 11a.Perhitungan Jumlah Koloni E. coli di Feses
Masa Perlakuan ..................................................... 98
Lampiran 11b.Perhitungan Jumlah Koloni E. coli di Feses
Pasca Perlakuan .................................................... 100
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sangat besar di bidang
pertanian. Berbagai jenis tanaman yang sangat bervariasi merupakan sumber
daya alam yang potensial yang harus dihargai dan dimanfaatkan sebaik-
baiknya. Hal ini menjadi salah satu dasar pemerintah untuk mengupayakan dan
mensosialisasikan diversifikasi bahan pangan. Bahan pangan yang diangkat
adalah pangan berkarbohidrat selain beras yang merupakan bahan pangan
pokok penduduk Indonesia. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras, mempromosikan bahan
pangan tersebut agar pengetahuan masyarakat menjadi lebih luas dan menggali
potensinya yang menguntungkan terutama pengaruhnya terhadap kesehatan.
Salah satu jenis tanaman pangan alternatif berkabohidrat yang cukup populer
saat ini adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.).
Ubi jalar mudah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini
dikarenakan ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun di dataran rendah maupun
di pegunungan sampai pada ketinggian 1000 meter. Tidak seperti tanaman
palawija lainnya, ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur karena pada
tanah yang subur yang tumbuh lebat hanya daun dan batangnya (Soemartono,
1984). Selain itu, ubi jalar merupakan salah satu tanaman tropis yang paling
penting peranannya dalam produksi tanaman pangan sedunia karena lebih dari
90% produksi dunia terdapat di Asia (Bradburry, 1989).
Saluran pencernaan manusia termasuk organ yang memiliki peranan
sangat penting dalam metabolisme tubuh. Hal ini dikarenakan peranannya
sebagai tempat pencernaan makanan yang disantap dan penyerapan zat-zat gizi.
Saluran pencernaan manusia, khususnya usus halus dan besar, dihuni oleh
mikroflora-mikroflora alami. Mikroflora alami usus ada yang bersifat
menguntungkan, contohnya bakteri asam laktat (BAL) dan ada yang bersifat
merugikan, contohnya patogen. Beberapa genus BAL dapat dikategorikan
sebagai probiotik yang dapat memberikan pengaruh positif bagi kesehatan
saluran pencernaan. Keseimbangan ekologi mikroflora usus tersebut sangat
perlu dijaga untuk mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan infeksi maupun gangguan pencernaan dengan cara mengontrol
pertumbuhan bakteri patogen yang potensial (Forestier et al., 2001).
Pertumbuhan BAL di usus manusia dapat distimulasi dengan cara
memberikan substrat-substrat yang dapat dicerna oleh bakteri tersebut sehingga
populasinya meningkat dan dapat melawan bakteri patogen. Substrat-substrat
yang dapat digunakan oleh BAL untuk menstimulasi pertumbuhannya dikenal
dengan nama prebiotik. Beberapa contoh prebiotik adalah oligosakarida
(rafinosa, fruktooligosakarida, verbaskosa) dan serat pangan (dietary fiber).
Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang banyak
dikenal dan cukup sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ubi ini
mengandung oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik, salah satunya
adalah rafinosa (Palmer, 1982). Namun demikian, penelitian mengenai
efektivitas rafinosa sebagai prebiotik dan sinbiotik secara in vitro dan in vivo
belum dilakukan.

B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi dan menganalisa kandungan rafinosa di dalam ubi
jalar putih jenis Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10.
2. Menganalisa potensi prebiotik rafinosa tersebut terhadap pertumbuhan
Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus casei Shirota, BAL
galur F1 dan G3 serta menekan pertumbuhan bakteri patogen secara
in vitro dan in vivo.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)


Ubi jalar adalah tanaman tropis indigenus Amerika yang kemudian
disebarkan ke kepulauan tropis di Pasifik, utara Selandia Baru, Asia dan Afrika
oleh pedagang Spanyol dan Portugis setelah Colombus (Kahn, 1977). Ubi jalar
termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan
tumbuhnya, yaitu hawa panas dengan udara yang lembab, suhu optimumnya
27oC dan lama penyinaran 11-12 jam per hari.
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) termasuk divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Dicothyledone, ordo Solanaceae, famili
Convolvulaceae, genus Ipomoea dan spesies batatas. Ubi jalar berasal dari
daerah tropis dan subtropis Amerika, kemudian menyebar ke daerah tropis dan
subtropis lainnya (Steinbauer dan Kushman, 1971). Bahan pangan ini dikenal
hampir di semua wilayah Indonesia, memiliki berbagai macam kegunaan dan
beragam nama daerah seperti ubi jawa (Sumatera Barat), gadong jalur (Batak),
ketela (Jakarta), ketela rambat (Jawa), katila (Dayak), watata (Sulawesi Utara),
dan lain-lain. Ubi jalar segar di Indonesia umumnya dikonsumsi dengan cara
direbus. Industri rumah tangga menggunakannya untuk membuat produk snack
goreng dan manisan ubi. Bahkan, tepung dari ubi jalar sudah banyak
diproduksi untuk digunakan sebagai tepung komposit bahan baku pembuatan
roti dan produk bakery sehingga penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan
sudah semakin luas.
Kaplan (1971) menyatakan umbi tanaman ubi jalar dibentuk dari
penebalan lapisan akar luar yang dekat dengan batang dan berada di dalam
tanah atau bonggol yang berada di dalam tanah. Sedangkan menurut Steinbauer
dan Kushman (1971), umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar
untuk menyimpan cadangan makanan bagi tanaman, umumnya berupa pati,
dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. Ubi jalar mempunyai warna
kulit muda, putih kotor, kuning, jingga dan ungu tua. Warna dagingnya putih,
krem, kuning, merah muda dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen
yang terdapat di dalamnya.
Produksi ubi jalar di Indonesia menempati urutan keempat per
tahunnya. Luas lahan produksi ubi jalar di Indonesia rata-rata mengalami
penurunan setiap tahunnya. Namun, efisiensi produktivitas hasil panen per
hektar rata-rata meningkat. Produksi ubi jalar di Indonesia, luas panen dan
hasil panen per hektar pada tahun 1998-2004 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ubi jalar yang dikembangkan di International Potato Center (CIP) di
Ciapus, Bogor adalah ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah
klon BB 00105.10 yang belum dirilis secara resmi oleh Departemen Pertanian.
Ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago telah dirilis secara resmi oleh
pemerintah Indonesia melalui keputusan Departemen Pertanian pada 13
Agustus 2001 dengan No. 531/Kpts/TP.240/10/2001 (Tjintokohadi et al.,
2001). Pihak yang melakukan penyilangan dan pengembangbiakkan adalah
International Potato Center East, Southeast Asia and Pacific Region (CIP-
ESEAP) di Ciapus, Bogor. Sesuai dengan tradisi Indonesia, kedua varietas baru
tersebut dinamakan sama dengan candi-candi yang ada di Indonesia.

1. Ubi jalar putih varietas Sukuh


Klon ini dipilih dari famili AB94001 yang pada awalnya
diperkenalkan di Jepang pada bulan Maret 1994 dan merupakan hasil
persilangan antara KYUSHU 102 sebagai pihak wanita dan KANTO 106
sebagai pihak jantan, dimana keduanya berasal dari Jepang. (Tjintokohadi et
al., 2001). Tanaman ubi klon ini memiliki karakteristik semi kompak dengan
panjang antara 75-150 cm, tidak memiliki umbi yang kembar pada satu
tanaman, tidak memiliki alat kelamin dan daunnya secara umum berbentuk
hati. Ubi jenis ini dapat tumbuh dengan stabil pada 3 daerah dengan iklim
berbeda, yaitu: Bogor, Lembang dan Malang. Bogor adalah daerah dengan
iklim tropis lembab dan keadaan tanah yang kurang subur. Lembang memiliki
iklim yang lebih dingin dan berdataran tinggi sedangkan Malang memiliki
tanah yang sangat subur. Masa panen yang ideal terjadi pada hari ke-120
setelah penanaman (di dataran rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi).
Karakteristik ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago dapat dilihat pada Tabel
2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago
Karakteristik Sukuh Jago
Klon AB 94001-8 B 0053-9
Tahun rilis 2000 2000
Warna kulit Kuning Kuning muda
Warna daging Putih Putih
Total padatan kering (%) 35.0 33.0
Kadar serat (%) 0.85 1.09
Kadar protein (%) 1.62 1.50
Total gula (%) 4.56 4.26
Vitamin C (mg / 100 g) 19.21 20.65
Beta karoten (mg / 100 g) 36.59 84.99
Rendemen segar (ton / ha) 25-30 25-30
Spesifikasi Rendemen tinggi, Rendemen tinggi,
total padatan kering total padatan kering
tinggi, cocok untuk tinggi, cocok untuk
tepung atau pati tepung atau pati
Sumber : Jusuf (2003)

Nama Sukuh diambil dari nama sebuah candi umat Hindu yang
didirikan pada abad ke-15 dan terletak di dekat Karanganyar, Jawa Tengah
dimana daerah tersebut merupakan pusat utama produksi ubi jalar
(Tjintokohadi et al., 2001). Candi Sukuh dibangun dengan konstruksi
piramida bertingkat yang menyerupai dengan kuil-kuil suku Maya di
Amerika Tengah, yang juga merupakan pusat dari ubi jalar. Sukuh memiliki
rendemen yang tinggi dengan kandungan pati tinggi (total padatan kering
>35%) dan sangat cocok untuk bahan pangan ataupun bahan baku proses
produk pertanian sehingga dapat dibuat tepung (Tjintokohadi et al., 2001).
2. Ubi jalar putih varietas Jago
Jago merupakan hasil polinasi terbuka dari klon B0053 (BIS 183)
yang merupakan induk asli Indonesia dan salah satu klon yang
disumbangkan oleh Bogor Research Institute for Food Crops (BORIF) pada
bulan Juli 1990 (Tjintokohadi et al., 2001). Ubi ini tidak memiliki umbi
yang kembar pada satu tanaman, tidak memiliki alat kelamin, merupakan
tipe tanaman kompak dengan panjang 75-150 cm dan memiliki daun yang
secara umum berbentuk cuping. Tanamannya dapat beradaptasi terhadap
berbagai keadaan tanah namun tipe tanah yang terbaik untuk tumbuh adalah
tanah liat berpasir. Masa panen yang ideal adalah sekitar hari ke-120 setelah
penanaman (di dataran rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi).
Nama Jago juga diambil dari nama sebuah candi Hindu yang
dibangun pada abad ke-13 selama periode pemerintahan Majapahit. Candi
tersebut berlokasi di dekat Malang, Jawa Timur dan merupakan lokasi dari
Indonesia Research Institute for Legumes and Root Crops (RILET). RILET
adalah rekan kerja CIP untuk penelitian dan pemilihan bibit ubi jalar di
Indonesia. Ubi jenis ini memiliki rendemen tinggi dan sangat diterima oleh
konsumen sebagai bahan pangan sehingga dapat dibuat tepung.

B. Oligosakarida

1. Definisi dan klasifikasi oligosakarida


Oligosakarida merupakan bagian dari polimer karbohidrat yang besar
dan penting dimana terdapat dalam bentuk bebas atau berkelompok pada
semua makhluk hidup. Definisi oligosakarida yang disetujui secara luas
adalah sebuah karbohidrat yang terdiri dari 2-10 buah residu monosakarida
dengan struktur kimia tertentu (Pazur, 1970). Struktur oligosakarida terdiri
dari beberapa residu monosakarida yang saling bergabung karena ikatan
glikosidik dimana ikatan ini sangat mudah terhidrolisis oleh larutan asam.
Klasifikasi oligosakarida dilakukan berdasarkan tipe gugus
fungsional, jumlah monomer monosakarida dan tipe residu monomer di dalam
komponen (Pazur, 1970). Klasifikasi berdasarkan gugus fungsional adalah
penghitungan gugus aglikon dari ikatan glikosida (hasil hidrolisis
oligosakarida) sebagai residu karbohidrat. Monomer-monomer monosakarida
bergabung dengan cara saling berikatannya gugus hemiasetal monomer
pertama dengan gugus hidroksil dari monomer kedua dan dilanjutkan dengan
monomer-monomer berikutnya sehingga membentuk jembatan oksigen.
Ikatan inilah yang disebut dengan ikatan glikosida.
Jenis klasifikasi oligosakarida yang biasa digunakan adalah klasifikasi
berdasarkan jumlah monomer monosakarida penyusun komponen tersebut.
Disakarida adalah oligosakarida yang terdiri dari dua buah monosakarida,
trisakarida terdiri dari tiga buah, tetrasakarida terdiri dari empat buah dan
seterusnya. Oligosakarida yang dikenal umumnya terdiri dari rantai 2-10
monomer monosakarida (Pazur, 1970). Oligosakarida juga terdiri dari dua
jenis, yaitu homo-oligosakarida dan hetero-oligosakarida. Homo-
oligosakarida adalah tipe oligosakarida yang tersusun dari hanya satu jenis
monosakarida sedangkan hetero-oligosakarida terdiri dari dua atau lebih jenis
monosakarida. Oligosakarida sangat mudah larut di dalam air dan pelarut
polar lainnya (Pazur, 1970).

2. Isolasi oligosakarida
Isolasi oligosakarida dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
berdasarkan tingkat kemurniannya di dalam larutan atau media tertentu
menggunakan prinsip presipitasi dan ekstraksi, pemisahan kromatografi serta
konsentrasi dan kristalisasi (Pazur, 1970). Namun, metode yang paling dasar
dan masih relevan untuk berbagai jenis oligosakarida sampai saat ini adalah
kromatografi. Beberapa metode kromatografi yang dapat digunakan untuk
isolasi adalah kromatografi kolom, filtrasi gel, lapis tipis dan kertas. Metode
yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kromatografi kertas dan HPLC
untuk mengkonfirmasi hasil kromatografi kertas.
Kromatografi kertas merupakan satu-satunya cara yang tersedia
sampai saat ini untuk mendapatkan komponen-komponen oligosakarida dalam
bentuk murni (Pazur, 1970). Prinsip kerjanya hampir sama dengan
kromatografi kolom, yaitu berdasarkan perbedaan koefisien partisi (Rf)
berbagai macam jenis oligosakarida di dalam berbagai macam jenis pelarut.
Horowitz (1980) menyatakan bahwa nilai Rf sebuah komponen didefinisikan
sebagai rasio jarak yang ditempuh oleh komponen dengan jarak yang
ditempuh fase pelarut.
Ada dua macam fase di dalam teknik ini, yaitu fase stasioner atau
diam dan fase bergerak. Komponen yang akan dikromatografi harus
didistribusikan diantara kedua fase tersebut, Fase yang kaya air umumnya
akan tetap diam sedangkan fase yang kaya pelarut organik akan bergerak dan
membawa komponen yang dipisahkan tersebut. Sampel ditaruh pada garis
dasar yang digambar di salah satu sisi kertas kromatografi (bentuk sampel
dapat berupa lingkaran kecil atau garis panjang) dan pelarut organik akan
memisahkan komponen-komponen oligosakarida di dalam sampel tersebut
berdasarkan prinsip kapilaritas. Chamber kromatografi harus ditutup untuk
mempertahankan suhu ruangan yang stabil. Arah gerak pelarut yang sering
digunakan adalah ke arah atas atau menurun. Komponen-komponen dengan
nilai koefisien partisi hampir sama akan sulit terpisah sedangkan komponen-
komponen yang memiliki selisih nilai koefisien partisi besar akan lebih mudah
dipisahkan.
Nilai Rf gula akan meningkat seiring dengan meningkatnya
kandungan air di fase bergerak (Horowitz, 1980). Hal ini dikarenakan gula
sangat mudah terhidrasi di dalam larutan aqueous. Horowitz (1980) juga
menyatakan bahwa nilai Rf sangat dipengaruhi oleh konfigurasi gugus
hidroksil gula. Nilai Rf berhubungan dengan interaksi antara gugus hidroksil
dari gula melalui ikatan hidrogennya dengan air sebagai fase diam. Jumlah
gugus hidroksil ekuatorial yang semakin tinggi akan menghasilkan nilai Rf
gula yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan rendahnya kelarutan gula di
dalam pelarut organik sebagai fase bergerak. Dua jenis kombinasi sistem
pelarut yang dapat digunakan untuk mengisolasi oligosakarida dengan
kromatografi kertas adalah: 1) butil alkohol piridin benzena air (5:3:1:3);
dan 2) propil alkohol - etil asetat - air (7:1:2) (Horowitz, 1980).
C. Prebiotik
Saluran pencernaan manusia dihuni oleh bakteri dalam jumlah tinggi,
yaitu sekitar 1012 per gram berat kering dari kandungan mikroflora di saluran
pencernaan (Salminen et al., 1998). Karbon dan energi, yang diperlukan untuk
mempertahankan koloni bakteri yang besar tersebut, diambil dari karbohidrat
yang disekresikan inangnya atau dari karbohidrat yang dimakan inangnya dan
tidak dicerna di usus kecil. Bifidobakteria dan laktobasili adalah contoh
bakteri anaerobik anggota mikroflora kolon yang dapat memberikan efek
menguntungkan bagi inangnya.
Gibson dan Roberfroid (1995) menyatakan bahwa prebiotik adalah
bahan makanan yang tidak dapat dicerna dan menguntungkan inangnya dan
menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau
sejumlah bakteri di kolon sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Sebuah
bahan makanan agar dapat dikategorikan sebagai prebiotik harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bahan makanan harus tidak dapat dihidrolisasi atau diserap di bagian atas
saluran gastrointestinal.
2. Bahan makanan harus dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan
bakteri yang menguntungkan di kolon.
3. Bahan makanan dapat menekan pertumbuhan patogen dan virus,
menginduksi efek sistemik sehingga dapat memberikan pengaruh baik bagi
kesehatan manusia.

Suatu bahan pangan dapat mengandung oligosakarida yang tidak


dapat dicerna, contohnya rafinosa, fruktooligosakarida (FOS),
galaktooligosakarida (GOS), galaktosillaktosa, isomaltooligosakarida atau
transgalaktooligosakarida (TOS) dan palatinosa (Salminen et al., 1998).
Becker et al. (1974) menyatakan bahwa contoh oligosakarida yang terdapat di
ubi jalar mentah adalah stakiosa, rafinosa dan verbaskosa. Menurut Palmer
(1982), kandungan oligosakarida di ubi jalar sangat rendah sedangkan menurut
Collins dan Walter (1985), kandungan oligosakarida yang tidak dapat dicerna
seperti rafinosa akan dapat menurunkan timbulnya penyakit kanker usus,
diabetes, penyakit hati dan penyakit saluran pencernaan. Komposisi proksimat
ubi jalar mentah dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan kandungan rafinosa dalam
ubi jalar yang telah dimasak dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Komposisi proksimat ubi jalar mentah per 100 gram
Komponen Komposisi
Energi 118 Kkal
Air 69.60 gram
Karbohidrat 27.89 gram
Total lemak 0.17 gram
Protein 1.53 gram
Serat 4.1 gram
Ampas 0.82 gram
Sumber: Riana (2000)

Tabel 2.3. Komposisi gula terlarut dalam ubi jalar yang telah dimasak
Jenis Gula (karbohidrat) % (berat basah)
Maltosa 5.5
Sukrosa 4.4
Fruktosa 0.9
Glukosa 0.8
Rafinosa 0.5
Total 12.1
Sumber: Palmer (1982)

Rafinosa adalah salah satu jenis oligosakarida yang dapat dimurnikan


dari beberapa tanaman dan tidak dapat dicerna di dalam saluran pencernaan
manusia. Oligosakarida jenis ini merupakan trisakarida yang terdiri dari
monomer fruktosa, galaktosa dan glukosa dengan titik leleh 78oC (Pazur,
1970). Selain dapat dieskstrak dari gula bit, rafinosa juga dikenal terdapat di
dalam ubi jalar menurut Palmer (1982), namun belum ditemukannya
penelitian yang menganalisa kandungan rafinosa dan jenis-jenis oligosakarida
lainnya di dalam ubi jalar mentah. Struktur kimia rafinosa dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur kimia rafinosa [-D-Fruktofuranosil O--D-


Galaktopiranosil-(1-6)--D-Glukopiranosida]
(Pazur, 1970)

Beberapa bakteri usus dapat menggunakan rafinosa untuk


pertumbuhannya. Menurut penelitian Benno dan rekannya (Salminen et al.,
1998), pemberian 15 gram rafinosa per hari selama 4 minggu telah
meningkatkan jumlah Bifidobakteria di feses manusia secara signifikan.
Rafinosa dapat dimetabolisme oleh mikroflora usus sehingga dihasilkannya
asam laktat, asam asetat, asam butirat, hidrogen peroksida, bakteriosin dan
metabolit lainnya (Mishra dan Lambert, 1996).
Serat pangan atau dietary fibre juga termasuk sebagai prebiotik dan
banyak terdapat di bahan pangan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan.
Menurut Riana (2000), serat pangan juga terdapat di dalam ubi jalar kukus
sebesar 4.1 gram. Jenis serat pangan yang dapat difermentasi oleh mikroba di
saluran pencernaan adalah serat pangan larut air (soluble dietary fiber).
Substrat ini dapat menyerap air di usus sehingga mengembang (bulky) dan
dapat difermentasi oleh mikroflora-mikroflora di saluran pencernaan manusia
sehingga menghasilkan gas-gas selain asam lemak volatil. Gas-gas tersebut
adalah H2, CO2, H2O, O2 dan CH4. Sebagian besar gas tersebut dihasilkan di
kolon atau usus besar dimana jumlah mikrobanya 100-1000 kali lebih tinggi
dibandingkan di usus kecil (Fleming dan Calloway, 1983). Namun, gas-gas
yang terdapat di usus tidak semuanya merupakan hasil fermentasi. Sebagian
gas-gas tersebut berasal dari udara yang ikut masuk melalui rongga mulut saat
makan dan ada yang berasal dari hasil sekresi sel dinding usus dan
metabolisme sel-sel tersebut.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses fermentasi substrat
prebiotik adalah kondisi saluran pencernaan (aerobik, pH), substrat yang
tersedia (endogenus atau berasal dari makanan) dan tingkat simbiosis antara
mikroba di dalam usus. Studi yang dilakukan oleh Salyers (1979) mengenai
jenis mikroba yang terdapat di feses adalah terdapatnya 5 genus mikroba yang
paling banyak terdapat di kolon, yaitu Bacteroides, Eubacterium,
Bifidobacterium, Peptostreptococcus dan Fusobacterium. Hal ini
menunjukkan bahwa fermentasi yang terjadi di kolon tidak sepenuhnya
dilakukan oleh BAL namun juga oleh bakteri-bakteri lainnya yang telah
disebutkan di atas.
Kondisi usus dimana terkandung gas-gas, yang telah disebutkan di
atas, dalam jumlah berlebih disebut sebagai flatulensi (Anonymous, 2005).
Akibatnya dapat muncul perasaan kurang nyaman di dalam usus sehingga
menyebabkan penderita sering buang angin dari rektum. Namun, flatulensi
bukan merupakan penyakit dan tidak berbahaya. Fleming dan Calloway
(1983) menyatakan bahwa kuantitas gas-gas yang terkandung di dalam usus
dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah keadaan
psikologis (cemas dan stres) dan jenis substrat yang dimakan. Komposisi gas
ditentukan oleh sekresi endogenus, populasi mikroba dan substrat yang
tersedia untuk difermentasi mikroba (endogenus atau berasal dari diet).

D. Bakteri Asam Laktat (BAL)

1. Definisi, karakteristik dan klasifikasi


Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri Gram positif yang
memiliki kesamaan karakteristik secara morfologi, metabolik dan fisiologis.
Karakteristik umum bakteri jenis ini adalah Gram positif, tidak berspora, sel
berbentuk bulat atau batang dan memproduksi asam laktat sebagai hasil akhir
utama proses fermentasi karbohidrat (Axelsson, 1998). Definisi BAL menurut
Donohue et al. (1998) adalah bakteri yang memproduksi asam laktat,
termasuk Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau
bulat, baik tunggal, berpasangan atau berantai dan terkadang tetrad. Contoh
BAL yang berbentuk batang adalah genus Lactobacillus dan Carnobacterium
sedangkan yang berbentuk bulat adalah genus-genus lainnya. BAL umumnya
ditemukan di saluran pencernaan, yaitu usus halus dan kolon.
Awalnya BAL hanya terdiri dari genus Lactobacillus, Leuconostoc,
Pediococcus dan Streptococcus (Donohue dan Salminen, 1996), namun pada
perkembangannya, BAL menjadi terdiri dari genus-genus Aerococcus,
Alloiococcus, Carnobacterium, Dolosigranulum, Enterococcus, Globicatella,
Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera, Leuconostoc, Oenococcus,
Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella
(Axelsson, 1998). BAL dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan senyawa
yang dihasilkan dari proses fermentasi gula, yaitu homofermentatif dan
heterofermentatif. Proses homofermentatif menghasilkan produk akhir hanya
asam laktat melalui jalur glikolisis. Proses heterofermentatif menghasilkan
produk akhir sampingan seperti etanol, asetat CO2 selain asam laktat melalui
jalur 6-fosfoglukonat atau fosfoketolase.
Mitsuoka (1990) membedakan BAL menjadi 4 grup berdasarkan
keberhasilannya hidup di dalam saluran pencernaan manusia:
A. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan merupakan organisme
yang paling banyak ditemukan di spesimen usus manusia. Contohya
anggota-anggota genus Bifidobacterium.
B. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan sering ditemukan dalam
spesimen usus manusia. Contohnya genus anggota Lactobacillus (L.
acidophilus, L. reuteri).
C. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan kadang-kadang
ditemukan dalam spesimen usus manusia. Contohnya anggota genus
Lactobacillus (L. casei, L. brevis).
D. Grup yang sering digunakan dalam pembuatan produk susu dan tidak dapat
dijumpai dalam spesimen usus manusia. Contohnya Lactobacillus (L.
bulgaricus) dan laktokoki (S. thermophilus, S. cremoris).
2. Fungsi BAL bagi kesehatan
Organ mulut, lambung dan usus kaya akan mikroflora alami yang
menghuninya, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Esofagus dan lambung
memiliki jenis mikroflora yang hampir sama. Namun, variasi jumlah dan jenis
mikrofloranya meningkat sepanjang saluran pencernaan dengan konsentrasi
tertinggi di bagian kolon (Lambert dan Hull, 1996). Lambert dan Hull (1996)
juga menyatakan bahwa cairan lambung hanya mengandung sejumlah kecil
bakteri dan kamir, yaitu 102-105/ml saat mencerna. Namun setelah pencernaan
selesai, jumlah bakterinya meningkat 100-1000 kali dari jumlah awalnya.
Peningkatan jumlah ini dapat disebabkan adanya mikroflora yang ikut masuk
bersama makanan.
Beberapa jenis BAL yang mendominasi lambung dan usus adalah
Lactococcus, Lactobacillus spp., Leuconostoc dan Bifidobacterium (Lambert
dan Hull, 1996). Beberapa pengaruh positif dari BAL di saluran pencernaan
adalah: 1) metabolik, nutritif, protektif, imunitas; 2) penggunaan karbohidrat
dan fermentasi protein; 3) metabolisme asam empedu dan kolestrol; 4)
metabolisme lignan dan isoflavon; dan 5) menghambat bakteri patogen
(Nestel, 1996).
Definisi bakteri probiotik menurut Donohue et al. (1998) adalah
bakteri hidup, baik kultur tunggal maupun campuran, yang memiliki pengaruh
menguntungkan bagi kesehatan manusia. Beberapa jenis BAL yang termasuk
kelompok probiotik adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan
Streptococcus. Salah satu karakter penting yang harus dimiliki bakteri
probiotik adalah non invasif. Hal ini dapat dilihat melalui penelitian in vitro
terhadap kemampuan mikroba tersebut dalam merusak integritas mukosa usus
dan kemampuannya mempenetrasi sel usus. Degradasi mukosa usus juga
dapat dijadikan parameter toksisitas mikroba dimana bakteri yang tidak
mendegradasi lapisan mukosa usus dianggap tidak invasif. Mikroflora usus
yang stabil dengan pola fermentasi normal dan ketahanan pada pH rendah
sangat penting untuk melindungi lapisan mukosa usus dari luka.
Beberapa jenis penyakit dan masalah kesehatan yang dapat dibantu
dikurangi oleh BAL adalah intoleransi laktosa, infeksi enterik, diare, diare
akibat obat antibiotik, konstipasi dan kanker usus (Salminen et al., 1998).
Kemampuan BAL untuk menempel di permukaan mukosa usus, bersaing
dengan mikroflora lainnya dan produksi senyawa antibakteri
menyebabkannya dapat bersaing dengan patogen lain yang merugikan dan
tahan terhadap asam dan cairan empedu (Lambert dan Hull, 1996).
Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro menggunakan Caco-2 cells
terhadap beberapa jenis BAL, kemampuan invasif dari BAL terhadap
perangkat pengujian tidak ditemukan (Donohue dan Salminen, 1996). Hal ini
menunjukkan bahwa kolonisasi BAL di mukosa usus bersifat aman, tidak
merusak dinding glikoprotein yang merupakan pelindung mukosa usus
sehingga tidak berpenetrasi ke dalam sel sehingga dapat dikateogrikan sebagai
probiotik.

3. Lactobacillus sp.
Lactobacillus adalah genus BAL dengan jumlah anggota terbesar
yang sangat beragam karakteristik fenotip, biokimia dan fisiologisnya.
Karakteristik umum bakteri ini adalah berbentuk bulat, dapat memproduksi
CO2 dari glukosa (dapat bersifat homofermentatif dan heterofermentatif),
dapat tumbuh pada suhu 10oC, 6.5% NaCl dan pH 4.4 namun tidak dapat
tumbuh pada 18% NaCl dan pH 9.6 (Axelsson, 1998). BAL anggota genus ini
juga dapat dibedakan berdasarkan karakteristik fisiologisnya, yaitu produk
akhir metabolisme gula, yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Lactobacillus banyak menghuni saluran gastrointestinal bagian atas
dan dapat mengkolonisasi permukaan mukosa usus. Jumlah Lactobacillus
tergolong sangat sedikit, yaitu jarang mencapai >103/ml/g, namun jumlahnya
di usus dan kolon dilaporkan mengandung 102-105 dan 104-109 per ml atau per
gram secara berurutan (Gorbach et al. 1967; Drasar dan Hill, 1974).
Lactobacillus dapat tahan terhadap asam lambung dan dapat melewatinya
sehingga dapat mencapai usus halus dan kolon. Bakteri jenis ini dapat
bertahan pada kondisi dengan pH 4 selama beberapa minggu in vitro (Lambert
dan Hull, 1996). Bakteri genus ini dikategorikan sebagai GRAS (Generally
Recognized as Safe) sehingga dapat digunakan dalam produk pembuatan
produk fermentasi dan aman dikonsumsi.

Tabel 2.4. Pembagian Lactobacillus berdasarkan karakteristik fisiologis


Grup 1 Grup 2 Grup 3
Karakteristik Homofermentatif Heterofermentatif Heterofermentatif
obligat fakultatif obligat
Fermentasi pentosa - + +
CO2 dari glukosa - - +
CO2 dari glukonat - +a +a
Kehadiran FDP + + -
adolase
Kehadiran - +b +
fosfoketolase
L. acidophilus L. casei L. brevis
L. delbreckii L. curvatus L. buchneri
L. helveticus L. plantarum L. fermentum
L. salivarus L. sake L. reuteri
Keterangan:
a
: saat terfermentasi
b
: diinduksi oleh pentosa
Sumber : Axelsson (1998)

Selamat (1992) menyatakan bahwa L. casei Rhamnosus bersifat


homofermentatif, Gram positif, katalase negatif dan tidak membentuk spora
serta memiliki kemampuan untuk mengfermentasi gula-gula antara lain
glukosa, laktosa, manosa, selobiosa dan rahmnosa.
L. casei Shirota adalah bakteri yang digunakan secara komersial untuk
produk Yakult. Bakteri ini diisolasi pertama kali oleh Minoru Shirota dari
saluran pencernaan manusia (Anonim, 1990). L. casei Shirota juga dapat
diisolasi dari susu dan produk susu (Robinson, 1981).
Selamat (1992) menyatakan morfologi bakteri ini adalah berbentuk
batang, koloni tunggal maupun berantai, panjang 1.5-5.0 m dan lebar 0.6-0.7
m, bersifat Gram positif, katalase negatif, homofermentatif dan tidak
endospora maupun kapsul serta tidak mempunya flagela. Bakteri ini dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi anerobik fakultatif, suhu 15-41oC dan pH
3.5 atau lebih. Kondisi pertumbuhan optimum bakteri ini adalah pada suhu
37oC dan pH 6.8. Studi in vitro dan in vivo (pada manusia dan tikus) terhadap
L. casei Shirota telah dilakukan dan menunjukkan hasil bahwa bakteri ini
dapat menyeimbangkan mikroflora usus, mencegah gangguan pencernaan dan
membantu penyembuhan kanker sel permukaan kantong empedu (Donohue
dan Salminen, 1996).

4. Bakteri F1
Bakteri F1 adalah isolat klinis BAL yang diisolasi oleh Evanikastri
(2003) dari feses bayi-bayi. Bakteri ini bersifat Gram postif, katalase negatif,
berbentuk batang pendek, tidak memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa,
tumbuh optimum pada suhu 37oC dan dan terkadang pada suhu 45oC dan
diduga spesies Lactobacillus acidophilus. Namun, bakteri ini belum dirilis
secara resmi karena masih berupa isolat klinis yang dianalisis di laboratorium.

5. Bakteri G3
Bakteri G3 juga merupakan isolat klinis BAL yang diisolasi oleh
Evanikastri (2003) dari feses bayi-bayi. Bakteri ini berbentuk batang, tidak
memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa dan tumbuh optimum pada suhu
37oC dan 45oC. Bakteri ini juga diduga spesies Lactobacillus acidophillus dan
belum dirilis secara resmi karena masih berupa isolat klinis yang dianalisis,
sama seperti bakteri F1.
III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

A. Bahan dan Alat


Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar putih varietas Sukuh dan
Jago, ubi jalar merah klon BB 00105.10. Kultur BAL yang digunakan adalah
Lactobacillus casei Shirota, Lactobacillus casei Rhamnosus, BAL galur F1
dan G3 sedangkan bakteri patogen yang digunakan adalah Escherichia coli (E.
coli), Salmonella typhimurium (S. typhimurium), Bacillus cereus (B. cereus)
dan tikus putih galur Sprague-Dawley berumur 2 bulan untuk tahap in vivo.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah akuades, etanol 70%, etil
asetat, 2-propanol, difenilamin, anilin, aseton, spiritus, Pb-asetat jenuh, standar
rafinosa, standar maltosa, standar glukosa, standar sukrosa, standar fruktosa,
Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), MRS (de Mann Rogosa) broth,
MRS basic, MRS agar, EMBA (Eosine Methylene Blue Agar), SSA
(Salmonella Shigella Agar), SCB (Selenith Cystine Broth), BSA (Bismuth
Sulfite Agar), HEA (Hectone Enteric Agar), TSIA (Triple Sugar Iron Agar),
Na-selenith, gliserol 2%, NaCl 0.85%, kasein, minyak jagung, selulosa,
mineral mixture, vitamin, dan maizena.
Alat-alat yang digunakan adalah pisau, alat dan wadah plastik, alat
laboratorium berbahan gelas, dandang, cawan Aluminium, kompor, slicer,
oven tray, oven vakum, oven 100oC, Willey Mill, magnetic stirrer, hotplate,
neraca analitik, evaporator vakum, centrifuge, lemari es, kertas saring, kertas
Whatman no.1, vorteks, refraktometer, pH meter, membran filter steril 0.2 m,
inkubator, Laminar hood, micropippette 100-1000 m, tips 100-1000 m,
bunsen, ose, syringe, inkubator 37oC dan 55oC, autoclave, spektrofotometer,
kandang tikus dan zipper bag.

B. Metode Percobaan
1. Pembuatan tepung ubi jalar
Setiap jenis ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah
klon BB 00105.10 yang berasal dari International Center Potato (CIP)
Bogor dibagi menjadi dua bagian yang sama besar. Bagian pertama
dibiarkan tetap mentah sedangkan bagian kedua dikukus pada suhu 103-
105oC selama 20 menit. Ubi mentah dikupas kulitnya kemudian diiris
setebal 2 mm dengan slicer sedangkan ubi kukus dikupas kulitnya
kemudian diiris dengan pisau. Irisan-irisan ubi mentah maupun kukus
dikeringkan dengan oven tray bersuhu 70oC selama 2 hari atau sampai
kering kemudian ditepungkan dengan Willey Mill sehingga dihasilkan tepung
ubi berukuran 60 mesh. Rendemen tepung didapatkan dari hasil pembagian
antara berat ubi segar setelah dicuci dengan berat tepung. Diagram alir tahap
pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Ubi jalar (Sukuh, Jago, merah)

Dikukus 103-105oC,
Dikupas, diiris dengan slicer 20 menit

Dikeringkan dengan oven tray


pada suhu 70oC, 24-48 jam

Ditepungkan dengan Willey Mill

Tepung ubi jalar (mentah


dan kukus)

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar

2. Ekstraksi oligosakarida (Muchtadi, 1989)


Tepung ubi jalar ketiga varietas (mentah maupun kukus) diekstrak
oligosakaridanya dengan etanol 70% (10 gram tepung / 100 ml etanol)
dengan cara diaduk selama 15 jam dengan magnetic stirrer. Setelah itu,
ekstrak oligosakarida tersebut disaring dengan penyaring vakum kemudian
diuapkan pelarutnya dengan evaporator vakum pada suhu 40oC.
Ekstrak, yang digunakan untuk analisis kromatografi kertas,
diendapkan pigmennya dengan ditambahkan 0.2 ml Pb asetat jenuh
kemudian disentrifuse (2000 rpm, 10 menit) dan disaring kembali
supernatannya dengan kertas saring sehingga didapatkan ekstrak
oligosakarida tanpa pigmen. Ekstrak, yang digunakan untuk tahap in vitro
dan in vivo, langsung disentrifuse (2000 rpm, 10 menit) kemudian disaring
supernatannya dengan kertas saring, disterilkan dengan membran filter 0.2
m dan disimpan di refrigerator. Diagram alir tahap ekstraksi oligosakarida
ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tepung ubi jalar (mentah


dan kukus)

Diekstrak dengan etanol 70%, 15 jam

Disaring dengan penyaring vakum

Diuapkan pelarut dengan evaporator


vakum pada suhu 42oC

Ekstrak oligosakarida

Gambar 3.2. Diagram alir ekstraksi oligosakarida ubi jalar

3. Separasi oligosakarida
a. Kromatografi kertas (Apriyantono et al., 1989)
Tujuan tahap analisa ini adalah mengetahui jenisjenis dan konsentrasi
komponen oligosakarida yang terdapat di ketiga jenis ekstrak ubi jalar
dengan cara dibandingkan dengan standar gula. Campuran pelarut yang
digunakan untuk kromatografi kertas adalah 2-propanol, etil asetat, akuades
(7:1:2), gelas ukur 2 Liter bertutup sebagai chamber kromatografi dan kertas
Whatman no. 1. Setiap jenis ekstrak oligosakarida ubi jalar diteteskan ke
atas kertas Whatman no. 1 sebanyak 30 L membentuk spot lingkaran kecil
atau garis tipis. Standar rafinosa 25%, maltosa 25%, glukosa 25%, sukrosa
25% dan fruktosa 25% juga diteteskan masing-masing sebanyak 10 L ke
atas kertas. Kertas kromatografi, yang telah diteteskan ekstrak sampel dan
standar gula, dimasukkan ke dalam gelas ukur sehingga sisi kertas yang
terdapat spot sampel dan standar gula terendam eluen setinggi 1 cm.
Setelah itu, gelas ukur ditutup rapat dan didiamkan selama 48 jam.
Area-area spot komponen oligosakarida, yang telah terpisah dari
ekstrak ubi jalar dan standar gula, disemprot dengan larutan pewarna berupa
campuran difenilamin, anilin dan aseton kemudian dipanaskan dengan oven
100oC sehingga muncul warna biru kehijauan. Area komponen
oligosakarida dari ekstrak dan standar gula tersebut dipotong dengan luasan
tertentu yang sama besar kemudian ditimbang beratnya dan dihitung
konsentrasinya.

b. HPLC (Apriyantono et al., 1989)


Analisa High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen Bogor. Kolom yang digunakan adalah PNH2
Microbonda Pak dengan detektor refractive index, berlaju alir 6.8
ml/menit dan digunakan metanol 80% untuk fase gerak. Standar gula yang
digunakan adalah sukrosa, maltosa, rafinosa dan maltotriosa dengan
konsentrasi 50 ppm. Hasilnya berupa grafik dengan peak-peak yang
memiliki waktu retensi. Setiap peak menunjukkan satu jenis komponen
oligosakarida. Waktu retensi dari setiap komponen dibandingkan dengan
waktu retensi dari standar gula. Waktu retensi yang hampir sama
menunjukkan jenis komponen yang diperkirakan sama. Perhitungan
konsentrasi komponen oligosakarida dilakukan berdasarkan rumus sebagai
berikut:

area sampel volume total sampel


Konsentrasi = ----------------- x konsentrasi standar x -----------------------------
sampel (ppm) area standar volume injeksi sampel
4. Pengukuran Total Padatan Terlarut (TPT) (AOAC, 1995)
Ekstrak oligosakarida steril ubi jalar mentah untuk tahap in vivo
diukur TPT-nya dengan metode oven vakum. Ekstrak steril dipipet sebanyak
1 ml ke atas cawan Aluminium yang telah ditimbang terlebih dahulu berat
keringnya. Berat awal ekstrak juga ditimbang dahulu, setelah itu cawan
berisi ekstrak dimasukkan ke dalam oven vakum dan dikeringkan selama 6
jam (70oC) atau sampai beratnya tetap. Setelah dioven, berat akhir ekstrak
ditimbang. TPT didapatkan dari hasil bagi antara selisih berat ekstrak setelah
dikeringkan dan awal dengan berat awal ekstrak. Diagram alir tahap separasi
oligosakarida dan pengukuran kadar TPT dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Ekstrak oligosakarida

Dianalisa jenis dan Dianalisa jenis dan kadar Dianalisa kadar TPT
kadar oligosakarida oligosakarida dengan dengan metode oven
dengan HPLC kromatografi kertas vakum

Kadar dan jenis oligosakarida Kadar TPT ekstrak

Gambar 3.3. Diagram alir separasi oligosakarida dan pengukuran kadar TPT

5. Penyegaran kultur Bakteri Asam Laktat (BAL)


Media yang digunakan untuk penyegaran kultur BAL adalah MRS
Broth (MRSB). Kultur BAL disegarkan dengan menambahkan 1 ml kultur
BAL yang telah diawetkan ke dalam 9 ml MRSB kemudian diinkubasi pada
suhu 37oC selama 2 hari. BAL yang telah disegarkan dapat langsung dipakai.
6. Uji potensi prebiotik secara in vitro: stimulasi Bakteri Asam Laktat (BAL)
Ketiga jenis ekstrak ubi jalar diuji efektifitasnya dalam menstimulasi
pertumbuhan BAL dalam menggunakan ekstrak tersebut. BAL yang
digunakan adalah Lactobacillus casei Shirota, Lactobacillus casei
Rhamnosus, F1 dan G3. Media yang digunakan sebagai media pertumbuhan
adalah media berbasis MRSB dimana komponen gulanya diganti dengan
salah satu ekstrak oligosakarida dari ubi jalar. Kontrol yang digunakan
adalah MRSB yang tanpa komponen gula sedangkan standar gula yang
digunakan adalah fruktosa, sukrosa, glukosa dan rafinosa.
Ekstrak steril atau standar gula ditambahkan sebanyak 1 ml (0.5%
TPT) ke dalam tabung berisi 9 ml MRS basic steril secara aseptis. Setelah
itu, 0.1 ml salah satu kultur BAL (1%) ditambahkan ke dalam MRSB
kemudian isi tabung divorteks. Setengah bagian volume isi tabung
dituangkan ke tabung reaksi lain untuk diukur absorbansi pada hari ke-0 (H0)
sedangkan setengah bagian isi tabung yang masih steril diinkubasi pada
37oC selama 2 hari dan diukur absorbansi pada hari ke-2 (H2). Pengukuran
absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer pada : 600 nm. Ekstrak
oligosakarida yang paling tinggi kandungan rafinosanya dan BAL yang
paling dapat terstimulasi pertumbuhannya oleh ekstrak tersebut digunakan
untuk pengujian tahap in vivo. Diagram alir tahap stimulasi BAL secara in
vitro dapat dilihat pada Gambar 3.4.

7. Uji potensi prebiotik secara in vivo (Evanikastri, 2003)


Uji ini bertujuan untuk melihat potensi ekstrak oligosakarida Sukuh
mentah sebagai prebiotik, L. casei Rhamnosus sebagai probiotik dan
campuran L. casei Rhamnosus dengan ekstrak oligosakarida Sukuh mentah
sebagai sinbiotik terhadap pertumbuhan total mikroba, BAL, E. coli dan
Salmonella sp. di saluran pencernaan makhluk hidup. Hewan percobaan
yang digunakan adalah 24 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley
berumur dua bulan.
Ekstrak oligosa-
karida steril Sukuh, Jago dan
merah mentah

Dibuat media berbasis


MRS Broth

Disubtitusi komponen gulanya dengan


ekstrak oligosakarida atau standar gula
(glukosa, sukrosa, fruktosa, rafinosa)

Ditambahkan setiap jenis BAL (L.


casei Rhamnosus, L. casei Shirota, F1
dan G3) ke dalam setiap jenis media

Dibagi setiap tabung menjadi dua bagian

Diukur tabung bagian pertama


absorbansi untuk H-0 dengan
spektrofotometer : 600 nm

Diinkubasi tabung bagian kedua


pada suhu 37oC, 48 jam

Diukur absorbansi tabung bagian


kedua untuk H-2 dengan
spektrofotometer : 600 nm

Ekstrak oligosakarida dengan rafinosa


tertinggi (Sukuh mentah) dan jenis BAL
yang terstimulasi paling baik
pertumbuhannya (L. casei Rhamnosus)

Gambar 3.4. Diagram alir uji stimulasi BAL secara in vitro


Jumlah BAL di dalam kultur dihitung terlebih dahulu dengan cara
menyegarkan kultur yang telah diawetkan di dalam MRSB kemudian
dilakukan pengenceran yang sesuai dan pemupukan dengan metode tuang.
Setelah diketahui jumlahnya, maka dapat ditentukan jumlah BAL yang
diberikan selama perlakuan. Diagram alir tahap uji potensi prebiotik ekstrak
oligosakarida secara in vivo dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Ekstrak oligosakarida Sukuh mentah yang memiliki kadar rafinosa
tertinggi dan L. casei Rhamnosus yang terstimulasi pertumbuhannya paling
baik oleh ekstrak tersebut digunakan pada tahap pengujian ini. Tikus-tikus
dibagi menjadi 4 kelompok yang masing-masing berisi 6 ekor tikus.
Pengujian dilakukan dalam 3 tahap, yaitu masa adaptasi, masa perlakuan dan
masa pasca perlakuan.
Pemberian ransum standar dan air minum diberikan kepada setiap
tikus selama 31 hari satu kali per hari setiap hari secara ad libitum. Masa
adaptasi selama 11 hari dilakukan dengan hanya memberikan ransum standar
dan air minum. Pada masa perlakuan selama 10 hari, pemberian ekstrak
oligosakarida, kultur BAL dan campuran sinbiotik juga diberikan sekali
sehari setiap hari. Pembagian kelompok tikus untuk pemberian perlakuan
adalah:
Kelompok kontrol : ransum standar
Kelompok prebiotik : : ekstrak oligosakarida Sukuh mentah
(TPT: 14.68%)
Kelompok probiotik : kultur L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml)
Kelompok sinbiotik : ekstrak oligosakarida Sukuh mentah + L. casei
Rhamnosus

Masa pasca perlakuan dilakukan selama 10 hari dengan cara


menghentikan pemberian ekstrak oligosakarida, kultur BAL dan sinbiotik
kepada tikus. Pada masa ini, tikus-tikus hanya diberikan ransum standar dan
air mineral.
Ekstrak oligosakarida Sukuh
mentah dan L. casei Rhamnosus

Disiapkan 24 ekor tikus putih galur


Sprague-Dawley jantan berumur 2 bulan

Dibagi menjadi 4 kelompok:


Kelompok kontrol : ransum standar
Kelompok prebiotik : ekstrak oligosakarida Sukuh mentah
(TPT: 14.68%)
Kelompok probiotik : BAL (L. casei Rhamnosus: 6.5 x 108
log cfu/ml
Kelompok sinbiotik : ekstrak + BAL (Sukuh mentah dan
L. casei Rhamnosus)

Dilakukan percobaan dengan jadwal:

H 1-11 : masa adaptasi (ransum)


H 12-21 : masa perlakuan
H 22-31 : masa pasca perlakuan
(ransum)

Diambil sampel pada H-0, 1, 5 dan 10 perlakuan


serta H-1, 5 dan 10 pasca perlakuan

Dilakukan pengukuran jumlah total


mikroba, BAL dan E. coli serta Salmonella
secara kualitatif di feses tikus

Efektifitas pemberian ekstrak oligosa


karida Sukuh mentah, L. casei Rhamnosus
dan campuran sinbiotik terhadap mikroba
di saluran pencernaan tikus

Gambar 3.5. Diagram alir uji potensi prebiotik ekstrak oligosakarida secara in
vivo
Persiapan Hewan Percobaan dan Pembuatan Ransum Standar
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley berumur 2 bulan sebanyak 24 ekor, yang dibagi menjadi 4
kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Setiap ekor tikus
memiliki kandang masing-masing. Sekali sehari setiap hari selama 31 hari
seluruh tikus diberikan ransum standar sebanyak 20 gram/ekor dan air
minum sebanyak 50 ml secara ad libitum. Berat badan setiap tikus ditimbang
dan kandang dibersihkan setiap 2 hari sekali. Ransum standar yang diberikan
terdiri dari kasein, minyak jagung, vitamin, mineral mixture, selulosa,
akuades dan maizena (AOAC, 1984).
Ekstrak oligosakarida steril, yang memiliki TPT 14.68%, diencerkan
sehingga volumenya menjadi 1 ml dan diberikan kepada setiap tikus
kelompok prebiotik setiap hari sekali sehari selama 10 hari perlakuan.
Jumlah sel BAL sebanyak 6.5 x 108 log cfu/ml diberikan kepada setiap tikus
kelompok probiotik satu kali per hari setiap hari selama 10 hari perlakuan.
Kultur BAL tersebut disegarkan dahulu dengan MRSB selama 2 hari pada
suhu 37oC kemudian sel bakterinya diendapkan dengan cara disentrifuse,
diambil selnya dan dilarutkan dengan larutan fisiologis NaCl. Setiap tikus
diberikan 1 ml larutan NaCl yang berisi sel BAL.
Campuran sinbiotik terbuat dari sel BAL (6.5 x 108 log cfu/ml) yang
ditambahkan ke dalam ekstrak oligosakarida Sukuh mentah steril (TPT:
14.68%). Setelah itu, sebanyak 1 ml campuran sinbiotik tersebut diberikan
kepada setiap ekor tikus kelompok sinbiotik satu kali per hari setiap sehari
selama 10 hari perlakuan. Pemberian ekstrak steril, kultur BAL dan
campuran sinbiotik kepada tikus dilakukan dengan cara disonde.

Pengambilan Sampel Feses


Sampel feses dari setiap kelompok diambil secara aseptis pada hari ke-
0, 1, 5, 10 perlakuan dan hari ke-1, 5 dan 10 pasca perlakuan dengan cara
memijat perut tikus dan sampel ditampung di dalam kantong plastik steril.
Sampel feses ditimbang kemudian segera dianalisa jumlah total mikroba,
BAL, E. coli sedangkan analisa Salmonella dilakukan secara kualitatif.
Persiapan Sampel
Sampel feses, yang telah diketahui beratnya (gram), diambil sebanyak
0.5 gram kemudian diencerkan dengan 4.5 ml Lactose Broth (LB) dan
dihancurkan dengan stomaker sehingga didapatkan pengenceran 10-1.
Pengenceran selanjutnya menggunakan larutan fisiologis NaCl. Persiapan
sampel ini dilakukan untuk analisa total mikroba, jumlah BAL, E. coli dan
Salmonella.

Analisis Mikrobiologi (AOAC, 1990)


Total Mikroba
Suspensi sampel (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak 1 ml ke dalam 9
ml larutan fisiologis NaCl sehingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dengan
cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya sampai tingkat
pengenceran yang sesuai (dimana diharapkan hasilnya 1-300 koloni). Pada
tingkat pengenceran yang sesuai, suspensi dipipet 1 ml secara aseptik dan
dipupukan ke dalam cawan steril (duplo) kemudian dituangkan PCA,
digoyangkan supaya rata dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
Setelah itu, jumlah koloni yang ditumbuh dihitung sebagai total mikroba.

Perhitungan jumlah Escherichia coli


Suspensi sampel, dari tingkat pengenceran yang sesuai, dipipet 1 ml
dan dipupukkan ke dalam cawan petri steril (duplo), dituangi EMBA dan
digoyang supaya rata kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
Koloni tipikal E. coli adalah koloni berwarna hijau metalik.

Perhitungan jumlah BAL


Penghitungan jumlah BAL dilakukan dengan metode tuang (sama
dengan total mikroba dan E. coli) dimana suspensi sampel dari tingkat
pengenceran yang sesuai dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam cawan petri
(duplo). Setelah itu, media MRSA dituangkan ke dalam cawan, digoyang
supaya rata dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni yang
tumbuh dihitung.
Uji Salmonella
Suspensi sampel di dalam LB, yang telah diinkubasi pada suhu ruang
selama 1 jam, diinkubasikan kembali pada suhu 37oC selama 24 2 jam.
Setelah diinkubasi, suspensi dipipet 1 ml secara aseptis ke dalam media SCB
dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 2 jam. Apabila warna media
menjadi keruh, maka dilakukan langkah selanjutnya. Sampel diambil dengan
ose secara aseptis kemudian digoreskan ke media BSA dan HEA (gores
kuadran) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 2 jam. Setelah
diinkubasi, koloni-koloni tipikal yang tumbuh pada media diamati.
Ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada HEA adalah warna biru
kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa tampak
sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau
tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam (Cunniff,
1995). Pada BSA, koloni tipikal Salmonella berwarna coklat, abu-abu atau
hitam dan terkadang hijau metalik. Daerah di sekeliling media biasanya
berwarna coklat pada awalnya kemudian berubah hitam seiring dengan
meningkatnya waktu inkubasi (Cunniff, 1995). Apabila terdapat koloni
tipikal, maka dilakukan langkah selanjutnya.
Koloni tipikal Salmonella, yang tumbuh pada media, diambil dan
digoreskan ke agar miring TSIA kemudian diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 2 jam dengan tutup tabung yang agak dilonggarkan untuk
mencegah produksi H2S berlebih. Setelah diinkubasi, perubahan-perubahan
warna pada media diamati. Hasil reaksi spesies Salmonella yang positif
adalah media agar berubah menjadi warna merah sebagai tanda
diproduksinya senyawa basa pada goresan miring dan media agar berwarna
kuning sebagai tanda diproduksinya asam di dasar tabung dengan atau tanpa
produksi H2S (kehitaman pada agar) adalah warna kuning di dasar tabung
(Cunniff, 1995).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Tepung
Ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB
00105.10 yang berasal dari International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor
dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama tetap dibiarkan mentah dan
langsung dibuat tepungnya sedangkan bagian kedua dikukus dahulu kemudian
dibuat tepungnya. Pengukusan dilakukan untuk mengetahui efek pemanasan
terhadap kandungan oligosakaridanya. Penampakkan luar ubi jalar putih dan
merah dapat dilihat pada Gambar 4.1.

A B C
Gambar 4.1. Ubi jalar putih varietas Sukuh mentah (A), Jago mentah (B) dan
merah mentah (C)

Parameter yang diukur pada pembuatan tepung adalah rendemen


tepung dengan cara membagi berat tepung dengan berat segar ubi sebelum
dikupas. Rendemen tepung ubi mentah dan kukus dari ketiga varietas dapat
dilihat pada Tabel 4.1., sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Tabel 4.1. Rendemen ubi jalar mentah dan kukus dari ketiga varietas
Jenis ubi Tepung ubi mentah (%) Tepung ubi kukus (%)
Sukuh 29.59 25.82
Jago 28.71 24.87
Merah 16.73 13.54
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rendemen ketiga varietas
menurun setelah dikukus. Ubi varietas Sukuh mentah memiliki rendemen
tertinggi dibandingkan kedua varietas lainnya, yaitu 29.59% sedangkan ubi
varietas Jago berada di peringkat kedua dengan nilai rendemen tidak jauh
berbeda, yaitu 28.71% dan ubi jalar merah di peringkat ketiga. Hal ini sesuai
dengan spesifikasi karakteristik kedua varietas menurut Jusuf (2003) yang
menyatakan bahwa kedua varietas memiliki rendemen tinggi dan total padatan
kering tinggi, yaitu 35.0% untuk Sukuh dan 33.0% untuk Jago sedangkan
spesifikasi karakteristik ubi jalar merah belum dirilis. Selain itu, nilai
rendemen yang tinggi disebabkan oleh struktur daging umbi dari ubi mentah
yang masih kompak sehingga saat pengupasan dan pengirisan tidak banyak
yang terbuang. Nilai rendemen ubi kukus mengalami penurunan karena
daging umbi melunak setelah dikukus sehingga sangat mudah ikut terbuang
saat pengupasan kulit dan mudah menjadi remah-remah. Ubi kukus yang
memiliki rendemen tertinggi adalah varietas Sukuh, yaitu 25.82%.

B. Analisa Kadar Oligosakarida


Kadar oligosakarida dari ketiga varietas ubi jalar diukur dengan Total
Padatan Terlarut (TPT), metode kromatografi kertas dan HPLC. TPT masing-
masing ekstrak diukur dengan menggunakan metode oven vakum untuk
mengetahui kandungan total oligosakarida yang ada di dalam ekstrak. Hasil
pengukuran TPT dapat dilihat pada Tabel 4.2 sedangkan rincian
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4.2. Total Padatan Terlarut (TPT) ekstrak


oligosakarida ubi jalar mentah dari ketiga
varietas
Jenis ekstrak TPT (%)
Sukuh 18.21
Jago 24.77
Merah 39.22
Ekstrak oligosakarida merah mentah memiliki nilai TPT tertinggi,
yaitu 39.22% sedangkan Jago dan Sukuh berada di urutan kedua dan ketiga.
Berdasarkan data ini, ekstrak ubi merah mentah memiliki komponen-
komponen oligosakarida yang lebih banyak dan lebih beragam serta
komponen-komponen larut alkohol seperti lemak dan vitamin A, D, E, K.
Untuk mengetahui kadar rafinosa di dalam ekstrak ketiga varietas ubi, maka
dilakukan analisa dengan kromatografi kertas.
Ada dua macam fase pada kromatografi kertas, yaitu akuades yang
berperan sebagai fase stasioner dan 2-propanol yang berperan sebagai fase
stasioner. Horowitz (1980) menyatakan bahwa nilai Rf gula akan meningkat
seiring meningkatnya kandungan air fase gerak. Jaeger et al. (1957)
mengembangkan konsep bahwa nilai Rf berhubungan dengan interaksi gugus
hidroksil gula melalui ikatan hidrogen dengan air sebagai fase stasioner.
Jumlah gugus hidroksil gula yang semakin tinggi akan menyebabkan nilai Rf
yang semakin rendah sehingga menunjukkan rendahnya kelarutan gula di
dalam pelarut organik (fase gerak). Kadar rafinosa ekstrak oligosakarida ubi
mentah dari ketiga varietas dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kadar rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar


mentah dari ketiga varietas
Jenis ekstrak Kadar rafinosa (%)
Sukuh 2.97
Jago 2.27
Merah 1.26

Hasil pengukuran kadar rafinosa ketiga varietas ekstrak ubi mentah


dengan kromatografi kertas menunjukkan bahwa Sukuh memiliki kadar
rafinosa tertinggi, yaitu 2.97%. Namun, hasil kromatografi kertas terhadap
ekstrak oligosakarida ubi kukus dari ketiga varietas tidak menunjukkan
adanya spot rafinosa. Hal ini dapat disebabkan sebagian besar rafinosa
tersebut telah terurai karena pemanasan menjadi komponen-komponen gula
yang lebih sederhana. Hasil kromatografi kertas dari ekstrak oligosakarida
ketiga varietas ubi mentah dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Standar Standar Standar
(1) (2) (3)
Gambar 4.2. Spot rafinosa hasil kromatografi kertas ekstrak oligosakarida Sukuh
mentah (1), Jago mentah (2), merah mentah (3)

Tujuan analisa kadar dan jenis komponen oligosakarida dilakukan


untuk mengkonfirmasi hasil kromatografi kertas. Analisa dengan HPLC hanya
dilakukan pada ekstrak Sukuh karena ekstrak Sukuh mentah memiliki kadar
rafinosa tertinggi. Ekstrak Sukuh kukus juga dianalisa menggunakan HPLC
untuk mengetahui jenis dan kadar komponen oligosakarida yang ada setelah
proses pengukusan. Namun, jenis-jenis oligosakarida yang terdeteksi hanya
sesuai dengan standar gula yang digunakan sebagai acuan. Kadar dan jenis
komponen-komponen oligosakarida yang terkandung di dalam ekstrak Sukuh
mentah dan kukus dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Sukrosa, maltosa dan rafinosa merupakan disakarida sedangkan
maltotriosa adalah trisakarida. Rafinosa terdiri dari monomer glukosa,
galaktosa dan fruktosa, sukrosa terdiri dari monomer fruktosa dan glukosa
sedangkan maltosa terdiri dari dua monomer glukosa dan maltotriosa terdiri
dari tiga monomer glukosa (Pazur, 1980).

Anda mungkin juga menyukai