Anda di halaman 1dari 9

J. Tek. Ling Vol. 12 No. 2 Hal.

121 - 129 Jakarta, Mei 2011 ISSN 1441-318X

PERBAIKAN KUALITAS AIR BAKU PERUSAHAAN AIR


MINUM (PAM) DENGAN BIOFILTRASI

Rudi Nugroho dan Nusa Idaman Said

Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi


(BPPT), JL MH. Thamri No 8 Jakarta Pusat

Abstract

A study to improve the raw water quality at Taman Kota Drinking Water Company was
conducted by using pilot plant of biofiltration system. The pilot plant was run by pumping
the raw water from river to the reactor continuously with various Hydraulic Retention
Time. Samples of raw water and treated water were taken daily and analyzed for pH,
Total Suspended Solid (TSS), Organic matter, Ammonia nitrogen and Detergent (MBAS).
The results showed that performance of biofiltration system decreaed due to shortening
Hydraulic Retention Times (HRT). The longer HRT caused bigger volume of biofiltration
tank. Therefore, this study suggests that the optimum Hydraulics retention time is 1 hr.
In this HRT, the treated water quality were 7.2 for pH, 40 mg/l for TSS, 10,7 mg/l for
organic matter, 0.35 mg/l for ammonia nitrogen and 0.1 mg/l for MBAS. These results
comply with the Regulation No. 582 year 1995 for raw drinking water quality (class B).

Key Words: Biofiltration, Raw Water Quality, Drinking Water

1. PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan yang yang dihadapi oleh PT. PAM LYONAISE
sangat pokok bagi manusia, terutama JAYA (PALYJA) adalah masalah kualitas
untuk memasak dan minum. Dengan air baku yang buruk akibat ari pencemaran
pesatnya perkembangan penduduk maka limbah domestik ke dalam sungai, terutama
kebutuhan air bersih untuk masyarakat untuk Instalasi Taman Kota Jakarta Barat.
juga semakin bertambah besar. Dampak Dari hasil pemantauan yang dilakukan
dari perkembangan penduduk yang pesat, terhadap air baku (intake water) di instalasi
membawa akibat pada buruknya kualitas Perusahaan Air Minum (PAM) Taman Kota
air sungai sebagai air baku air minum. tersebut pada bulan September 2007 oleh
Akibat pencemaran dari limbah domestik. Tody 1) menunjukkan bahwa konsentrasi
Dengan semakin buruknya kualitas air baku amonia nitrogen bervariasi antara 2,44
untuk air minum, maka disamping biaya mg/l hingga mencapai 5,24 mg/l, dimana
produksinya air di Instalasi Pengolahan Air nilai konsentrasi tersebut telah melampaui
(IPA) membesar, hasil olahannya pun sering ambang batas peruntukkan air baku air
kurang baik. minum yakni sebesar 1 mg/l menurut
Salah satu permasalahan yang Kep. Gub. DKI Jakarta No. 582 th 1995,2)
dihadapi oleh PAM di DKI Jakarta khususnya sehingga dengan IPA yang ada tidak mampu

Perbaikan Kualitas Air Baku,... J.Tek. Ling. 12 (2): 121 - 129 121
mengolah air tersebut menjadi air minum Saat ini IPA Taman Kota tidak
yang memenuhi standar. Dampaknya dioperasikan karena kualitas air baku yang
IPA Taman Kota dari tahun 2008 sampai diolah sangat buruk, karena tercemar limbah
sekarang tidak dioperasikan. domestik, sehingga tidak memungkinkan
Untuk mengatasi tingginya amonia untuk diolah menjadi air bersih dengan
nitrogen, PAM di Indonesia khususnya PAM fasilitas yang saat ini ada di Taman Kota.
di DKI Jakarta menggunakan senyawa khlor Untuk menambah peralatan pre-treatment
(gas khlor atau kalsium hipoklorit) untuk konvensional guna melengkapi fasilitas yang
proses desinfeksi dan untuk menghilangkan ada juga tidak mungkin, karena sempitnya
amonia nitrogen serta senyawa Besi dan lahan yang tersedia.
Mangan.. Dengan semakin besarnya Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji
konsentrasi senyawa amoniak dalam perbaikan kualitas air baku dengan
air baku, maka amoniak akan bereaksi menggunakan proses biofiltrasi sebagai
dengan khlor menjadi khloramine yang daya pre-treatment sehingga kualitas air baku
desinfeksinya lebih lemah. Dengan demikian, PAM Taman Kota layak digunakan sebagai
tingginya amoniak ini akan mengakibatkan air baku air minum. Target kualitas air hasil
konsumsi khlor akan menjadi lebih besar olahan biofiltrasi ini adalah memenuhi
sehingga biaya operasi menjadi lebih tinggi. standar air baku golongan B pada SK Gub.
Selain itu dengan semakin besarnya DKI No 582 tahun 1995.
konsentrasi senyawa khlor yang digunakan,
maka hasil samping yang dihasilkan seperti 2. TINJAUAN TEORI
senyawa trihalometan dan khlorophenol juga
semakin besar. Senyawa-senyawa tersebut Salah satu problem atau masalah yang
dapat mengakibatkan penyakit kanker sering dijumpai pada air minum di dunia
(carcinogen). Oleh karena itu zat pencemar akhir-akhir ini yakni timbulnya senyawa yang
amoniak harus dihilangkan. dinamakan Trihalomethanes atau disingkat
Saat ini, untuk menghilangkan polutan THMs, sebagai akibat samping dari proses
organik, deterjen, bau dan polutan mikro desinfeksi dengan gas khlor atau senyawa
lainnya di dalam air minum, PAM biasanya hipokhlorit.
menggunakan proses pengolahan dengan Polutan yang ada di sungai oleh karena
proses adsorbsi Karbon Aktif Bubuk yang pencemaran limbah domestik diataranya
harganya cukup mahal, dilanjutkan dengan adalah deterjen, Amonia, Organik, Besi dan
pengolahan secara fisika yaitu dengan lain sebagainya. Menurut Garno3) seperti
proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi serta yang dikutip dari Sawyer & Mc.Carty4) bahwa
desinfeksi dengan khlor. Bila konsentrasi deterjen atau surfaktan adalah senyawa
polutan tersebut di air baku tinggi, maka yang molekulnya mempunyai struktur gugus
pengolahan air di IPA dengan metode ini tertentu yang menyebabkan senyawa tersebut
akan tidak ekonomis. mempunyai sifat-sifat deterjen misalnya
Untuk mengurangi kadar senyawa sifat dapat menimbulkan busa. Deterjen
organik, deterjen dan amoniak di dalam air mempunyai kemampuan untuk menghilangkan
baku air minum maka air sungai harus diolah kotoran pada pakaian, sehingga banyak
terlebih dahulu melalui suatu pengolahan digunakan sebagai bahan pembersih. Untuk
pendahuluan sebelum masuk ke unit mengaktifkan sifat pembersihnya itu, deterjen
pengolahan. Salah satu alternatif yakni dilengkapi zat kimia yang mampu mengurangi
menggunakan proses biologis dengan sistem tegangan permukaan air, sehingga dapat
biofilter tercelup yang diisi dengan media menimbulkan busa.
penyangga dari bahan plastik tipe sarang Permasalahan yang timbul kemudian
tawon atau yang dinamakan biofiltrasi. adalah karena zat pengaktif tersebut yang

122 Nugroho, R dan N. I. Said., 2011


disebut sebagai surfactant agents atau membentuk biomasa atau sel-sel baru.
detergen misalnya ABS (Alkyl Benzene Zat Organik dapat disisihkan secara
Sulfonate), sulit diuraikan secara biologis biologi tergantung dari jumlah oksigen
(non-biodegradable). ABS ini ternyata masih terlarut, jenis mikroorganisme dan jumlah
banyak digunakan sebagai bahan baku zat pengurai. Adanya O 2 menyebabkan
deterjen di Indonesia dan membawa dampak proses oksidasi aerob dapat berlangsung,
dari pemakaiannya. Menurut Ainsworth,5) yakni bahan bahan organik akan diubah
detergen akan dapat membentuk lapisan menjadi CO2 dan H2O yang relatif stabil
film pada permukaan badan air yang dan sisanya akan disintesis menjadi mikroba
menyebabkan perpindahan oksigen dari baru. Secara umum dapat dilihat pada
udara ke air terganggu. Bila konsentrasi persamaan :
deterjen melebihi konsentrasi 3 ppm akan
menyebabkan terbentuknya busa yang Mikroba
stabil. Selain itu deterjen akan mudah Senyawa Organik + O2 ------- > CO2 +
mengikat polyphosphate yang menyebabkan H2O + Selsel baru + Energi
kandungan nutrien di badan air meningkat (1)
yang menyebabkan eutrophikasi.
Amonia dan organik dapat dihilangkan Di dalam proses biofiltrasi, senyawa
dari air baku air minum dengan proses amoniak akan diubah menjadi nitrit, kemudian
biologis. Pengolahan air secara biologis senyawa nitrit akan diubah menjadi nitrat.
merupakan suatu proses penguraian bahan- Mekanisme proses penguraian senyawa
bahan pencemar, baik yang terlarut maupun amoniak pada lapisan biofilm secara
yang tidak terlarut menjadi bentuk yang sederhana dapat diilustrasikan seperti pada
lain berupa gas atau padatan. 6) Hasil Gambar 1.
dari transformasi tersebut dipengaruhi Lapisan terluar media penyangga
oleh kondisi lingkungan pada saat proses biofiltrasi adalah lapisan tipis zona aerobik,
berlangsung yaitu kondisi aerobik dan senyawa amoniak dioksidasi dan diubah ke
anaerobik. dalam bentuk nitrit. Sebagian senyawa nitrit
Proses pengolahan biologis secara ada yang diubah menjadi gas dinitrogen
aerobik merupakan suatu proses yang oksida (N2O) dan ada yang diubah menjadi
membutuhkan oksigen untuk menunjang
berlangsungnya proses metabolisme
biokimia oleh bakteri dalam penguraian
bahan-bahan organik menjadi bentuk
yang lebih sederhana yaitu CO 2, H 2O,
senyawa-senyawa oksida seperti nitrat,
sulfat, phosphat dan terbentuknya massa
sel yang baru 7).
Pada pengolahan secara biologis,
pertumbuhan mikroorganisme dapat
dilakukan secara melekat pada permukaan
media penyangga (attached growth), yakni
suatu proses pengolahan dimana senyawa-
senyawa organik atau senyawa-senyawa
lainnya yang terdapat dalam air diuraikan
oleh mikroorganisme yang melekat pada Gambar 1 : Ilustrasi dari mekanisme proses
permukaan media penyangga menjadi penguraian amonia di dalam
senyawa yang lebih sederhana serta biofilm

Perbaikan Kualitas Air Baku,... J.Tek. Ling. 12 (2): 121 - 129 123
Semakin lama, lapisan biofilm yang 3. METODOLOGI PENELITIAN
tumbuh pada media penyangga tersebut
semakin tebal sehingga oksigen tidak Penelitian dilakukan dalam bulan
dapat masuk ke dalam lapisan biofilm Desember 2009 sampai dengan bulan April
yang mengakibatkan terbentuknya zona 2010 di Intake air baku PAM Taman Kota
anaerobik. Pada zona anaerobik ini, senyawa Jakarta Barat dengan menggunakan reaktor
nitrat yang terbentuk diubah ke dalam bentuk biofiltrasi berskala pilot plant. Reaktor ini
nitrit yang kemudian dilepaskan menjadi mempunyai ukuran panjang 3,4 m, lebar
gas nitrogen (N2). Proses demikian tersebut 1,5 m, dan kedalaman air efektif 2,0 m. Total
dinamakan proses denitrifikasi. volume reaktor biofilter 10,2 m3, dibuat dari
Proses nitrifikasi menurut Gardy & Lim8) bahan fiber glass seperti yang ditunjukkan
didefinisikan sebagai konversi amonia nitrogen pada Gambar 2.
(NH4-N) menjadi nitrit (NO2-N) yang kemudian
menjadi nitrat (NO 3-N) yang dilakukan
oleh bakteri autotropik dan heterotropik.
Proses nitrifikasi ini berlangsung dalam dua
tahap yaitu tahap nitritasi yakni oksidasi ion
ammonium (NH4+) menjadi ion nitrit (NO2-) yang
dilaksanakan oleh bakteri nitrosomonas dan
tahap nitrasi yakni oksidasi ion nitrit menjadi
ion nitrat (NO3-) yang dilaksanakan oleh bakteri
nitrobacter.
Bakteri nitrosomonas dan nitrobacter
ini dikenal sebagai bakteri autotropik yaitu
bakteri yang dapat tumbuh dan berkembang Gambar 2. Pilot plant biofiltrasi di Intake
biak dengan karbon dan nitrogen dari Taman Kota
bahan-bahan anorganik dengan sendirinya.
Bakteri ini menggunakan energi dari proses Bahan yang digunakan adalah
nitrifikasi untuk membentuk sel sintesa yang bahan kimia analisa berupa reagent Hach
baru. Walaupun bakteri nitrifikasi autotropik Nitraver, Asam Sulfat, Chloroform, Kalium
keberadaannya di alam lebih banyak, Permanganat dan lain sebagainya.
proses nitrifikasi dapat juga dilakukan oleh Variable berubah dalam penelitian
bakteri jenis heterotropik (Arthobacter) dan yakni waktu tinggal hidrolis atau Hydraulic
jamur (Aspergillus) 9). Bakteri heterotropik Retention Time (HRT). Waktu tinggal hidrolis
merupakan bakteri yang membutuhkan (jam) dihitung dengan persamaan:
bahan-bahan organik untuk membangun
protoplasma. HRT= VolumeTangkiBiofiltrasi (m3)
Pada proses pengolahan senyawa
NH4-N secara biologis kebutuhan oksigen debit air ke tangki biofiltrasi (m3/jam)
(O 2) cukup besar, sehingga kebutuhan (2)
O 2 yang tinggi dapat dipenuhi dengan
cara memperbesar transfer O2 ke dalam Untuk menentukan HRT, yang perlu
bioreaktor instalasi pengolahan. Pada dilakukan adalah dengan mengatur debit
bioreaktor ini, transfer O2 yang besar dapat air yang masuk ke tangki. Caranya dengan
diperoleh dengan cara menginjeksikan udara mengatur bukaan valve yang ada di pipa aliran
ke dalamnya. Dengan adanya injeksi udara inlet. Target penelitian ini adalah dengan waktu
diharapkan kontak antara gelembung udara tinggal maksimal 1 jam dapat diperoleh kualitas
dan air dapat terjadi. air baku yang sudah memenuhi persyaratan.

124 Nugroho, R dan N. I. Said., 2011


Gambar 3 memperlihatkan skema
penelitian biofiltrasi. Unit biofiltrasi ini terdiri
dari bak bak biofilter yang berisi media
penyangga dan bak pengendapan akhir.
Reaktor biofiltrasi ini dilengkapi dengan
pipa inlet dan pipa outlet yang terletak pada
kedua sisi reaktor. Pada bagian bawah
reaktor terdapat ruang lumpur yang berfungsi
sebagai tempat pengendapan yang dapat
digunakan untuk mengeluarkan lumpur yang
mengendap.
Pengaliran air selama proses
penelitian dilakukan secara terus-menerus Gambar 4. Media penyangga biofiltrasi type
(continues flow). Pemberian oksigen sarang tawon
dilakukan menggunakan blower udara yang
diinjeksikan ke dalam reaktor melalui suatu Sampling dilakukan setiap hari di inlet
difuser. Pada saat awal biofiltrasi beroperasi, dan outlet biofiltrasi, Sampel selanjutnya
ditambahkan starbio yang merupakan enzym dibawa ke laboratorium kualitas air milik
untuk mempercepat perkembang biakan PALYJA untuk dilakukan analisa secara
mikroorganisma. duplo dengan metode analisa parameter
Media penyangga yang dipergunakan sesuai prosedur Standar Nasional Indonesia
adalah sarang tawon (cross flow) yang (SNI). Parameter yang dianalisa adalah
terbuat dari plastik (Gambar 4). Ukuran pH, TSS, Organik Permanganat, Amonia
modul tiap media adalah 30 x 25 x 30 cm, Nitrogen dan MBAS (deterjen). Data analisa
dengan luas spesifik permukaan 220m2/m3. dituangkan dalam bentuk grafik dan tabel
Ketinggian media dalam reaktor biofltrasi serta gambar yang selanjutnya dianalisa
adalah 1,5 m dengan total volume 3,375 secara deskriptif.
m3. Perbandingan volume media terhadap
volume efektif reaktor biofilter ditetapkan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
0,4, mengacu kepada proses pengolahan
awal (pretreatment) air minum secara Gambar 5 menunjukkan pH inlet dan
biologis yang telah ada yakni Mishima Water outlet biofiltrasi pada HRT 6 sampai 0,5
Purification Plant, Osaka, Japan.10) jam. Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk
keseluruhan HRT, pH inlet selalu lebih
rendah dari pH outlet. Hal ini terjadi karena
di dalam biofiltrasi ada proses pembubuhan
udara sehingga CO 2 di dalam air akan
berkurang yang menyebabkan pH naik.7
Namun demikian pH air di outlet masih dalam
batas netral yakni antara 7 dan 8.

Gambar 3. Skema penelitian biofiltrasi Gambar 5. pH inlet dan outlet biofiltrasi

Perbaikan Kualitas Air Baku,... J.Tek. Ling. 12 (2): 121 - 129 125
Gambar 6 menunjukkan konsentrasi 7. Dalam waktu 4 bulan pengamatan,
TSS beserta efisiensi penyisihannya. organik permanganat di air baku terendah
Konsentrasi TSS di air baku berkisar antara 8,45 mg/l dan tertinggi 25,5 mg/l. Pada
13,5 sampai 275 mg/l. Saat penelitian ini HRT 6 jam efisiensi berfluktuasi namun
berlangsung, sering terjadi hujan. Air hujan kecenderungannya naik yakni pada kisaran
akan membawa sedimen sehingga air sungai 13-48%.
keruh. Oleh karena itu berfluktuasinya Mekanisme penyisihan organik
TSS di air kemungkinan besar dipengaruhi ini terjadi dengan proses biologis pada
oleh curah hujan di hulu. Pada HRT 6 jam lapisan mikroorganisma (biofilm) yang
efisiensi pengolahan masih belum stabil melekat pada dinding media biofiltrasi
dan berfluktuasi, namun kecenderungannya 11)
. Saat awal biofiltrasi dioperasikan,
meningkat dari 13-100%. Pada HRT 4 jam mikroorganisme kemungkinan masih sedikit
sampai dengan 1 jam efisiensi menurun yang menyebabkan efisiensi penyisihan
yakni rata-rata 85% pada HRT 4 jam dan rendah. Sehingga pada HRT 6 jam terjadi
46% pada 1 jam. Hal ini disebabkan oleh kenaikan efisiensi bersamaan dengan
berkurangnya kemampuan biofilter untuk berjalannya waktu. Pada waktu tinggal 4 jam
menahan padatan pada waktu tinggal yang sampai dengan waktu tinggal 1 jam efisiensi
semakin pendek. penyisihan organik kecenderungannya
menurun. Dengan demikian semakin singkat
HRT, efisiensi semakin mengecil. Pada
pertengahan HRT 1 jam sampai 0,5 jam
terjadi kecenderungan kenaikan efisiensi.

Gambar 6. Konsentrasi TSS berikut efisiensi


penyisihannya

Pada pertengahan HRT 1 jam ke 0,5 Gambar 7.Konsentrasi organik permanganat


jam efisiensi TSS cenderung naik. Pada berikut efisiensi penyisihannya
saat itu frekwensi hujan menurun sehingga
konsentrasi TSS di air baku ikut menurun. Dari data konsentrasi TSS, pada HRT
Dengan menurunnya konsentrasi TSS 0,5 jam ternyata TSS lebih rendah dibanding
ini menjadikan efisiensi penyisihan TSS HRT 1 jam. TSS ini akan terakumulasi
meningkat bahkan efisiensi yang dapat pada permukaan media sehingga akan
dicapai menjadi lebih baik dibanding pada menghalangi proses difusi polutan organik.
kondisi HRT 1 jam. Pada kondisi HRT 1 jam, Dengan rendahnya TSS, maka proses difusi
konsentrasi TSS hasil olahan rata-rata 43 akan berjalan lebih baik. Oleh sebab itu pada
mg/l, dan angka ini sudah memenuhi baku HRT 0,5 jam, karena akumulasi TSS lebih
mutu sebagai air baku air minum. rendah, efisiensi penyisihan organik semakin
Konsentrasi zat organik pada inlet baik. Pada HRT 1 jam, konsentrasi organik
dan outlet biofiltrasi berikut efisiensi di outlet biofiltrasi rata-rata adalah 10,7 mg/l.
penyisihannya ditampilkan pada Gambar Gambar 8 menunjukkan konsentrasi

126 Nugroho, R dan N. I. Said., 2011


ammonia nitrogen di air baku, air olahan tingginya sisa khlor ini bila terdapat zat besi
serta efisiensi penghilangannya. Saat HRT dan mangan terlarut maka sisa khlor tersebut
dipersingkat dari 6 jam menjadi 4 jam, akan mengoksidasi besi dan mangan terlarut
kecenderungannya efisiensi menurun dari sehingga warna air menjadi kuning. 12)
90% menjadi 70% dan stabil di sekitar Hasil analisa air untuk parameter MBAS
70% walaupun waktu tinggal di persingkat berikut berikut efisiensi penyisihannya dapat
menjadi 3 dan 2 jam. dilihat pada Gambar 9. Kandungan MBAS
di air baku berkisar antara 0,05 sampai 0,53
mg/l. Pada HRT 6 jam efisiensi berfluktuasi
yakni pada kisaran 29-93%, Pada HRT 4 jam
sampai dengan 3 jam kecenderungannya
efisiensi menurun dari rata-rata 69% pada 4
jam dan 30% pada 2 jam. Dengan demikian
reaksi penyisihan MBAS sangat dipengaruhi
oleh HRT. Semakin pendek HRT, semakin
kecil efisiensi penyisihannya. Pada HRT 2
jam sampai HRT 1 jam terjadi kecenderungan
kenaikan efisiensi, dikarenakan kondisi TSS
pada air baku lebih rendah pada HRT 1 jam.
Gambar 8. Konsentrasi amonia nitrogen Pada HRT 1 jam ini, konsentrasi MBAS rata-
berikut efisiensi penyisihannya rata di air hasil olahan biofiltrasi adalah 0,1 mg/l.

Penyisihan amonia berlangsung


optimum pada pH 7,5. 12 Dari data pH
pada gambar 2, untuk HRT 3 dan 2 jam,
pH outlet 7,5, sementara untuk HRT 4 jam
pH sekitar 7,8. Dengan demikian pengaruh
pH lebih dominan dibanding HRT yang
menyebabkan pada HRT 4, 3 dan 2 jam
efisiensi penyisihannya hampir sama.
Pada HRT 1 jam, pH air lebih rendah yakni
sekitar 7,2. Efisensi penyisihannya turun
menjadi rata-rata 65%. Penurunan ini Gambar 9. Konsentrasi MBAS berikut
disebabkan karena perpendekan HRT dan efisiensi penyisihannya.
lebih rendahnya pH. Pada HRT 1 jam ini
konsentrasi amonia di air olahan rata-rata Hubungan antara konsentrasi TSS di
0,34mg/l. inlet dengan efisiensi penyisihan organik
Amonia nitrogen merupakan polutan permanganat dan MBAS dapat dilihat pada
dalam air yang dengan adanya organik akan Gambar 10. Dari gambar terlihat bahwa
memicu tumbuhnya mikroba dalam air. Oleh bila TSS rendah maka efisiensi penyisihan
karena itu penghilangan amonia nitrogen organik dan MBAS naik, demikian pula
dalam air dilakukan dengan cara khlorinasi sebaliknya. Hal ini membuktikan bahwa
membentuk khloramin. Penurunan kadar lumpur TSS yang terakumulasi di dinding
amonia dengan khlor memerlukan konsumsi media menghambat proses degradasi
khlor 7 11 mg/l untuk setiap 1 mg/l amonia polutan organik dan MBAS di lapisan biofilm.
nitrogen. Dengan demikian apabila konsumsi Dari fenomena ini dapat diketahui bahwa
khlor tinggi akan berakibat pada sisa khlor sistem biofiltrasi kurang cocok untuk air
di air olahan PAM yang tinggi pula. Dengan dengan TSS yang tinggi.

Perbaikan Kualitas Air Baku,... J.Tek. Ling. 12 (2): 121 - 129 127
Pada akhir dari proses penelitian ini, air Tabel 1 menunjukkan rangkuman
yang ada di reaktor biofiltrasi di kosongkan kualitas air hasil olahan biofiltrasi pada
dan diamati kondisi media seperti terlihat HRT 1 jam. Pada Tabel 1 terlihat bahwa
pada Gambar 11. Dari gambar terlihat bahwa keseluruhan parameter yang diuji yakni pH,
media biofiltrasi banyak dipenuhi oleh lumpur TSS, Organik Permanganat, MBAS dan
TSS. Amonia di air hasil olahan biofiltrasi sudah
berada di bawah baku mutu air baku air
minum. Artinya, air olahan biofiltrasi dengan
HRT 1 jam dapat dimanfaatkan sebagai air
baku air minum, khususnya PAM Taman
Kota.

5. KESIMPULAN

Proses pre-treatment untuk perbaikan


kualitas air baku IPA Taman Kota yang
memiliki kandungan polutan diantaranya
TSS, Organik, Amonia dan MBAS tinggi
Gambar 10. Hubungan TSS inlet dengan dapat dilakukan dengan menggunakan
efisiensi penyisihan organik reaktor biofiltrasi. Dengan hydraulic retention
dan MBAS time (HRT) 1 jam, kualitas air hasil olahan

Tabel 1. Rangkuman kualitas air hasil olahan biofiltrasi pada HRT 1 jam

BAKU MUTI
PARAMETER NILAI
(Pergub DKI No 582,1995)
pH 7,2 6,5 8,5
TSS (mg/l) 42,8 100
ORGANIK PERMANGANAT
10,7 15
(mg/l)
MBAS (mg/l) 0,1 1
AMONIA NITROGEN (mg/l) 0,34 1

biofiltrasi dapat mencapai baku mutu air


baku air minum golongan B dalam SK Gub
DKI No. 582 tahun 1995. Dengan demikian,
air setelah di pre-treatment dengan biofiltrasi
ini diharapkan dapat diolah dengan Instalasi
Pengolahan Air (IPA) yang ada saat ini
untuk menghasilkan kualitas air olahan yang
memenuhi standard kualitas air minum.
Tingginya TSS akan menurunkan
efisiensi penyisihan polutan pada sistem
biofiltrasi. Oleh karena itu disarankan
sebelum proses biofiltrasi perlu dilakukan
Gambar 11. Media biofiltrasi setelah proses pengendapan awal (pre-treatment)
digunakan selama 4 bulan dengan waktu yang cukup agar supaya TSS

128 Nugroho, R dan N. I. Said., 2011


tidak menyumbat di media isian biofiltrasi. 4. Sawyer,C.N & P.L. McCarty. 1967.
Guna mendapatkan data yang dapat Detergents, Chemistry For Sanitary
dipakai sebagai dasar disain IPA skala Engineers. Second Edition McGraw-Hill
besar, disarankan untuk dilakukan penelitian Book Company Tokyo.
serupa pada periode musim kemarau. Pada 5. Ainsworth, S.J. 1996. Soaps and
periode musim kemarau ini konsentrasi Detergent. Chem. Eng. News.
polutan dalam air baku kecenderungannya 6. Horan, N.J.1990. Biological Wastewater
lebih tinggi sehingga hasil yang diperoleh Treatment Systems, Theory and
kemungkinan berbeda. Operate. University of Leeds, England.
John Wiley & Sons Ltd.
UCAPAN TERIMAKASIH 7. Metclaf And Eddy. 1991. Waste Water
Engineering. Mc Graw Hill.
Terimakasih disampaikan kepada 8. Grady, C.P.L and Lim, H.C.1980.
menejemen PT. PALYJA yang telah Biological Wastewater Treatment.
memberikan kepercayaan serta dana untuk Marcel Dekker Inc. New York.
penelitian perbaikan kualitas air baku IPA 9. V e r s t r a e t e , W . , a n d E . Va n
Taman Kota, Pesing, Jakarta Barat. Vaerenbergh. 1972. Heterotrophic
Nitrification By Arthrobacter Sp. Journal
DAFTAR PUSTAKA Bacteriology.110:955-961.
10. Tatsumi Iwao. 1971. Water Work
1. Tody Ferdica. 2007. Pengaruh Variasi Engineering (JOSUI KOGAKU). Tokyo:
Waktu Tinggal Pada Kombinasi Biofilter JapaneseEdition.
dan Ultrafiltrasi Dalam Pengolahan Air 11. Tove A Larsen and Poul Harremos.
Minum dengan Parameter Amoniak, 2003. Degradation mechanisms of
Nitrat, Nitrit dan Deterjen. Skripsi colloidal organic matter in biofilm
Jurusan Teknik Lingkungan, Jakarta: reactors. Department of Environmental
Universitas Trisakti. Engineering, Bldg 115, Technical
2. Keputusan Gubernur Kepala Daerah University of Denmark, DK-2800,
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Lyngby, Denmark.
Tahun 1995. Tentang Penetapan 12. Keen G.A. and J.I. Prosser. 1987.
Peruntukan Dan Baku Mutu Air Sungai Interrelationship between pH and
atau Badan Air Serta Baku Limbah Cair growth of Nitrobacter. Department
Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota o f G e n e t i c s a n d M i c r o b i o l o g y,
Jakarta. Marischal College,University of
3. Garno, Y.S. 1998. Dampak Limbah Aberdeen,Scotland.
Deterjen Terhadap Kualitas Dan
Organisme Air. Jurnal Teknologi
Lingkungan Volume 1No.1.

Perbaikan Kualitas Air Baku,... J.Tek. Ling. 12 (2): 121 - 129 129

Anda mungkin juga menyukai