PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
perlindungan dari bahaya berbagai bahan dalam lingkungan yang dianggap asing
bagi tubuh seperti bakteri, virus, jamur, parasit dan protozoa (Abbas et al., 2015;
Baratawidjaja & Rengganis, 2009; Benjamini et al., 2000). Ketika daya tahan
tubuh lemah maka agen infektif akan dengan mudah menembus pertahanan tubuh
dan menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, upaya meningkatkan sistem imun
dengan sistem imun dan meyebabkan peningkatan atau penurunan aspek spesifik
lain meniran (Phyllanthus niruri L.), sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
Nworu et al., 2010; Lestarini, 2008; Eze et al., 2014), daun sirih merah (Hartini,
2014; Apriyanto, 2011) dan umbi keladi tikus (Handayani, 2012; Titania, 2012;
Daulay, 2012; Sriyanti, 2012) telah terbukti mampu meningkatkan respon imun.
1
2
beberapa obat atau herbal dengan dosis yang lebih kecil daripada dosis
optimumnya.
meniran, daun sirih merah dan umbi keladi tikus oleh Vania (2014) dan Diarini
proliferasi sel limfosit mencit. Pemberian fraksi n-heksana ekstrak etil asetat dan
repson imun nonspesifik (aktivitas fagositosis makrofag) dan respon imun spesifik
(meningkatkan prolifersi limfosit dan titer antibodi primer dan sekunder) (Aldi et
al., 2013; Eze et al., 2014). Ekstrak etanolik daun sirih merah pada dosis
etanolik umbi keladi tikus dosis 250mg/kgBB pada tikus yang diinduksi CPA
penelitian ini dosis kombinasi ekstrak yang digunakan adalah 25%, 50% dan 75%
tersebut mengacu pada penelitian Aldi et al. (2013), Eze et al. (2014), Apriyanto
(2011) dan Nurrochmad et al. (2015) setelah terlebih dahulu dilakukan konversi
dosis ke tikus.
B. Rumusan Masalah
(Phyllanthus niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan
(Phyllanthus niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan
proliferasi sel limfosit sebagai parameter repson imun spesifik pada tikus
(Phyllanthus niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan
C. Tujuan Penelitian
niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan umbi keladi
niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan umbi keladi
limfosit sebagai parameter respon imun spesifik pada tikus galur Sprague
niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan umbi keladi
G (IgG) sebagai parameter respon imun spesifik pada tikus galur Sprague
etanolik herba meniran (Phyllanthus niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum
Ruiz & Pav.) dan umbi keladi tikus (Typhonium flagelliformae (Lodd.) Blume)
kesehatan yang berkaitan dengan penekanan sistem imun. Hasil penelitian ini
akan sangat bermanfaat untuk menambah data ilmiah mengenai potensi kombinasi
ekstrak etanolik herba meniran, daun sirih merah dan umbi keladi tikus sebagai
agen imunomodulator sehingga dapat menjadi sumber data yang bermanfaat bagi
E. Tinjauan Pustaka
1. Sistem Imun
Kata imun berasal dari bahasa Latin immunis yang berarti bebas dari beban
(Benjamini et al., 2000). Dahulu imunitas diartikan sebagai daya tahan realtif
hospes terhadap mikroba tertentu (Bellanti, 1985). Sistem imun adalah semua
dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi yang disebabkan
oleh berbagai unsur patogen yang terdapat di lingkungan sekitar kita seperti virus,
bakteri, fungus, protozoa dan parasit (Kresno, 1996; Baratawidjaja & Rengganis,
bahan lainnya terhadap mikroba disebut dengan respon imun (Baratawidjaja &
Rengganis, 2009).
6
dengan cara memusnahkan sel-sel yang sudah tidak berguna) dan pengawasan
maupun zat kimia. Sistem imun akan mengenali sel abnormal tersebut dan
mencegah infeksi dan melakukan eradikasi terhadap infeksi yang sudah ada
acquired.
Gambar 1. Mekanisme imunitas bawaan dan imunitas adaptif (Abbas et al., 2014).
Mekanisme imunitas bawaan merupakan pertahanan awal melawan infeksi.
Sedangkan respon imun adaptif timbul setelahnya dan dimediasi oleh limfosit dan
produknya. Antibodi mengeblok infeksi dan mengeliminasi mikroba, eradikasi
mikroba ekstrasel dilakukan oleh sel T. Kinetika respon imun bawaan dan adaptif
berbeda tergantung dari jenis infeksinya.
7
dimana respon imun terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh
sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut (Kresno, 1996). Imunitas
Respon imun jenis ini akan selalu memberikan respon yang sama terhadap
semua jenis agen infektif dan tidak memiliki kemampuan untuk mengenali
dalam respon imun nonspesifik adalah pertahanan fisik, biokimia, humoral dan
Respon imun spesifik merupakan respon yang didapat dari stimulasi oleh
berikutnya. Target dari respon imun spesifik adalah antigen, yaitu suatu
substansi yang asing (bagi hospes) yang dapat menginduksi respon imun
(TCR) dan antibodi. Antigen dapat berupa molekul yang berada di permukaan
unsur patogen maupun toksin yang diproduksi oleh antigen yang bersangkutan.
Ada tiga tipe sel yang terlibat dalam respon imun spesifik yaitu sel T, sel B
dan APC (makrofag dan sel dendritik) (Benjamini et al., 2000). Respon imun
8
spesifik meliputi aktivasi dan maturasi sel T, sel mediator dan sel B untuk
immunity) dan respon imun humoral. Perbedaan kedua respon imun tersebut
terletak pada molekul yang berperan dalam melawan agen infektif, namun
2000). Respon imun seluler diperlukan untuk melawan mikroba yang berada di
dalam sel (intraseluler) seperti virus dan bakteri. Respon ini dimediasi oleh
di dalam fagosit dan membunuh sel yang terinfeksi. Beberapa sel T juga
Agen infektif yang berada di luar sel dapat dilawan dengan respon imun
humoral. Respon ini dimediasi oleh serum antibodi, suatu protein yang
satu klon sel plasma yang memproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke
(Kresno, 1996).
Respon imun humoral ada dalam darah dan cairan sekresi seperti mukosa,
saliva, air mata dan ASI. Elemen lain yang berperan penting dalam respon
reaksi antara antigen dan antibodi. Ketika aktif sistem komplemen akan
cell mediated cytotoxicity (ADCC) karena sitolisis baru terjadi bila dibantu
antibodi. Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran sehingga
sel NK dapat melekat pada sel atau antigen sasaran dan menghancurkannya
(Kresno,1996).
2. Imunomodulator
Pengaruh senyawa tersebut terhadap respon imun dapat tergantung pada dosis,
dan down regulation (menekan reaksi sistem imun yang berlebihan atau
fungsi sistem imun menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut. Bahan
organ dan penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik
3. Makrofag
Sel fagosit mononuklear adalah sel efektor yang berperan penting dalam
jaringan yang mati dan menginisiasi proses perbaikan jaringan (Abbas et al.,
untuk antibodi yang apabila diduduki oleh antibodi akan memicu fagositosis
Sel ini berasal dari sel induk pluripoten yang mengalami diferensiasi
menjadi sel pre-monosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam
& Rengganis, 2009). Monosit adalah fagosit yang didistribusikan secara luas di
organ limfoid dan organ lainnya, berperan sebagai APC yang akan mengenal dan
(Baratawidjaja & Rengganis, 2009). Sel monosit yang matang akan bermigrasi ke
dengan berbagai fungsi. Makrofag yang hidup dalam jaringan sebagai makrofag
misalnya di usus (makrofag intestinal), kulit (sel dendritik atau sel Langerhans),
12
paru (makrofag alveolar, sel Langerhans), hati (sel Kuppfer), otak (sel mikroglia),
ginjal (sel mesangial), jaringan ikat (histosit), tulang (osteoklas) dan cairan
agen infektif yang masuk ke dalam tubuh serta mengambil antigen dan
kepada sel T. Fungsi makrofag yang kedua disebut dengan Antigen Presenting
Cell (APC). Makrofag dan monosit dapat hidup lama, mempunyai beberapa
spesifik.
Gambar 2. Tahapan fagositosis mikroba oleh sel fagosit (Abbas et al., 2014). Mikroba yang
masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel fagosit kemudian membran
sel fagosit akan mengelilingi mikroba yang terikat tadi dan pada akhirnya mikroba
akan dicerna di dalam fagosom. Di dalam sel fagosit terjadi fusi antara fagosom dan
lisosom membentuk fagolisosom. Sel fagosit menghasilkan ROS, NO dan enzim
lisosomal dalam fagolisosom sehingga menyebabkan mikroba mati.
13
membunuh mikroba yang lebih berkembang dibanding makrofag yang tidak aktif
LPS (Lipopolisakarida) yang dihasilkan bakteri, IFN- yang diproduksi oleh sel
2010). Makrofag yang aktif dapat menangkap, memakan dan mencerna antigen
eksogen, seluruh mikroba, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel
pejamu yang cedera atau mati karena makrofag akan menghasilkan NO, TNF dan
merupakan proses ingesti partikel yang dilakukan oleh sel fagosit. MAF
1985). Fagositosis yang efektif pada invasi dini antigen dapat mencegah
terjadinya infeksi. Sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem
4. Limfosit
Limfosit merupakan turunan dari sel darah putih (leukosit) yang berperan
penting dalam sistem kekebalan tubuh dalam melawan berbagai penyakit infeksi.
Limfosit berasal dari sel induk ploripoten yang berdiferensiasi melalui jalur
14
limfoid di dalam hati, sumsum tulang, dan timus sehingga menjadi beberapa kelas
utama (Kresno, 1996). Limfosit terdiri atas sel T (TH, TC, TR), sel B dan sel NK
plasma, atau sel B memori di bawah pengaruh makrofag. Sel T dibedakan menjadi
sel TH (CD4+) yang dapat mengenali antigen, sel T supresor yang mengatur dan
sel TC (CD8+) yang langsung memusnahkan zat asing. Beberapa sel CD4+
termasuk dalam subset sel T spesial karena berfungsi mencegah atau membatasi
respon imun, yaitu limfosit T regulatori (TR) (Abbas et al., 2014). Sel NK
tersebut pada sel T disebut dengan TCR dan surface immunoglobulin (sIg) pada
limfosit TC berupa CD8+ dan limfosit TH berupa CD4+ (Shen & Louie, 2005). Sel
T CD4+ memiliki peran yang sangat penting dalam imunitas spesifik yaitu
membantu APC dan T CD8+ memulai respon imun spesifik. Secara umum,
15
limfosit dalam organ limfoid (Baratawidjaja, 2000; Delves et al., 2011). Respon
proliferasi limfosit terhadap antigen hanya terjadi jika pasien sudah diimunisasi
dari jumlah proliferasi limfosit. Uji proliferasi limfosit dapat dilakukan dengan
untuk membentuk suatu koloni proliferasi ketika distimulasi oleh molekul asing,
antigen atau mitogen secara in vitro (Anonim, 2000). Salah satu metode yang
dapat digunakan dalam uji proliferasi limfosit adalah MTT reduction. Penentuan
sel dengan metode MTT biasanya digunakan untuk mengukur pertumbuhan sel
sebagai respon terhadap adanya mitogen, stimulasi antigenik, growth factor dan
reagen lain yang memicu pertumbuhan sel, untuk studi sitotoksisitas dan dalam
absorbansi.
5. Antibodi
respon atas adanya antigen yang bersifat imunologik masuk ke dalam tubuh dan
berperan dalam respon imun humoral. Antibodi yang terbentuk bersifat spesifik
terhadap antigen. Interaksi antara antigen dengan membran antibodi pada sel B
dalam sirkulasi darah dan cairan mukosal, antibodi akan menetralkan dan
mengeliminasi mikroba dan toksin mikroba yang berada di luar sel inang (Abbas
et al., 2014).
dan fungsi efektor yang diperantarai antibodi (Kresno, 1996). Fungsi efektor
terdiri atas netralisasi mikroba atau produknya yang toksik, aktivasi sistem
komplemen, opsonisasi antigen, lisis sel target dan hipersensitivitas tipe segera.
Molekul antibodi dibentuk sel B dalam dua bentuk yaitu sebagai reseptor
agar antigen terikat kuat dengan imunoglobulin. Fungsi efektor sekunder yaitu
memacu aktivasi komplemen dan merangsang pelepasan hitamin oleh basofil atau
17
Gambar 3. Respon imun primer dan sekunder sel B (Abbas et al., 2014). Antigen X dan Y
akan menginduksi produksi antibodi yang berbeda, yang merefleksikan spesifisitas
antibodi tersebut. Respon sekunder terhadap antigen X lebih cepat dan besar
dibandingkan dengan respon primer dan berbeda dengan respon primer terhadap
antigen Y. Level produksi antibodi dinyatakan sebagai nilai arbitrari dan bervariasi
tergantung tipe antigen yang memapar. Setelah imunisasi, repon imun primer akan
muncul 1-3 minggu sedangkan respon imun sekunder muncul akan muncul 2-7 hari
tetapi kecepatannya sangat dipengaruhi oleh antigen dan sifat imunisasi.
seperti darah, air mata, saliva dan ASI. Imunoglobulin memiliki 5 kelas utama
yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan
fisik. Imunoglobulin memiliki dua bentuk yaitu sIg dan Ig. Perbedaannya adalah
pada domain terminal-C, di mana sIg memiliki bagian transmembran dan bagian
Kadar antibodi dalam darah dapat meningkat karena adanya respon primer
dan respon sekunder terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh. Salah satu cara
18
yang digunakan untuk mendeteksi antibodi atau antigen dalam sampel ialah
ELISA indirect cellular (Coligan et al., 2010). Prinsip dasar ELISA adalah bahwa
suatu antibodi dapat mengenali satu epitop tertentu secara spesifik dan
Pemaparan substrat pada kompleks tadi akan menghasilkan warna yang dapat
diukur intensitasnya.
6. Meniran
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
tumbuh liar, tingginya mencapai satu meter. Batangnya bulat, liat dan masif, tidak
19
berbulu, licin, berwarna hijau keunguan, serta bercabang dengan tangkai dan
majemuk berseling, memiliki anak daun sekitar 15-24 helai, berbentuk bulat telur,
tepi rata, pangkal membulat, ujung tumpul dan di bawah ibu tulang daun sering
dengan daun kelopak berbentuk bintang, mahkota berwarna putih dan ukurannya
kecil, serta buah dan biji (Sudarsono et al., 1996). Tumbuhan ini mampu tumbuh
hingga 1000 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 2500-3000
Filipina, Australia, Amerika dan Afrika (Subarnas & Sidik, 1993 cit. Nugroho,
2003).
pencernaan, penyakit karena gangguan fungsi hati, luka dan scabies, serta untuk
Senyawa lignan yang ada dalam meniran antara lain mirphyllin (3,3`,5,9,9`-
methylendioxy-5`-methoxy-9`hydroxy-4`,7-epoxy-8,3`-neolignan, isolintetralin,
sebagai aglikon dan rhamnosa sebagai bagian glikon. Senyawa yang berefek
imunostimulan pada meniran berasal dari golongan flavonoid yaitu quercetin dan
rutin karena dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit (Liu et al., 2012).
B dan T, produksi IFN- dan IL-4 (Nworu et al., 2010). Ash (2012) melaporkan
pemberian ekstrak meniran hijau dan meniran merah pada mencit Balb/c yang
diinfeksi S. thypi.
7. Sirih Merah
sirih berkayu lunak, beruas-ruas, beralur dan berwarna hijau keabu-abuan. Daun
sirih merah berupa daun tunggal berbentuk seperti jantung hati, permukaan daun
licin, bagian tepi rata dan pertulangannya menyirip. Bunga majemuk tersusun
dalam bulir, merunduk dan panjangnya sekitar 5-15 cm (Backer & van Den
Brink, 1963). Berikut ini adalah klasifikasi sirih merah (Anonim, 2012b).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
minyak atsiri (Safithri & Fahma, 2008). Piper sp. mengandung flavonoid,
pada sirih merah adalah golongan flavonoid dan neolignan. Flavonoid pada
senyawa aktif dari daun sirih merah yang termasuk golongan neolignan dan
berefek pada aktivitas fagositosis makrofag secara in vitro, yaitu crocatidin (2-
allyl-4-(1-(3,4,5-trimethoxyphenyl) propan-2yl)-3,5-dimethoxycyclohexa-
crcatidin) yang diisolasi dari ekstrak metanol daun sirih merah terbukti mampu
Gambar 5. Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) (Anonim, 2012b)
23
gonorrhoe (Sudewo, 2005 cit. Yuristiyani, 2012). Ekstrak etanolik daun sirih
tidak dapat mempengaruhi titer IgG tikus (Wiweko, 2010). Hartini (2014)
dan produksi IL-12 (dosis 2,5mg/kgBB, 5mg/kgBB dan 10mg/kgBB) pada mencit
Balb/c yang dipejani senyawa neolignan hasil isolasi (1 dan 2) dari ekstrak
metanol daun sirih merah. Namun pada pemberian dosis 2,5mg/kgBB, 5mg/kgBB
dan 10mg/kgBB tidak berpengaruh terhadap proliferasi limfosit, titer IgG dan
produksi IL-10.
8. Keladi Tikus
Keladi tikus memiliki nama daerah yaitu bira kecil, daun panta susu,
keladi tikus yakni tempat yang lembab, basah dan teduh di daerah Asia Tenggara,
Australia Utara dan India bagian Selatan (Lai et al., 2008). Keladi tikus memiliki
daun tunggal yang muncul dari umbi, berbentuk bulat dengan ujung meruncing
berbentuk jantung, warnanya hijau segar, tersusun di roset dan panjangnya 6-16
cm. Pangkal daunnya berbentuk jantung dengan tepi rata serta permukaan daun
24
mengkilap. Ciri khas dari tanaman ini adalah memiliki bunga unik yang
muncul dari roset akar, bertangkai, panjangnya 4-8 cm dan berkelopak bunga
cm dan ujungnya meruncing menyerupai ekor tikus. Umbi keladi tikus berbentuk
bulat rata sebesar buah pala. Bagian dalam maupun luar umbi berwarna putih.
Mahkota bunganya berbentuk panjang kecil berwarna putih mirip dengan ekor
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Typhonium
(Mankaran et al., 2013). Komponen utama yang terdapat dalam keladi tikus
adalah alkaloid dan flavonoid (Nobakht et al., 2010). Komponen lain yang ada
dalam keladi tikus yaitu rantai asam lemak jenuh seperti metil ester dari asam
meningkatkan kadar TNF- dalam serum (Ni et al., 2010; Zhang et al., 2012).
(Mankaran et al., 2013). Keladi tikus dapat mengatasi efek samping dari
kemoterapi seperti rambut rontok, mual, perasaan tidak nyaman dan berkurangnya
bahwa ekstrak etanolik keladi tikus memiliki efek imunomodulator pada tikus
F. Landasan teori
karena terjadi interaksi antara beberapa komponen (Che et al., 2013). Interaksi
dapat diprediksi dan rumit. Berdasarkan teori dan praktik pengobatan herbal Cina,
penggunaan beberapa bahan yang diformulasi didasarkan pada enam mode dasar
Suatu bahan aktif ketika dikombinasikan dengan bahan aktif lainnya dapat
berefek sinergis (aditif dan potensiasi) ataupun antagonis. Meniran pada dosis 100
2013), proliferasi limfosit (Aldi et al., 2013; Eze et al., 2014) dan titer antibodi
primer dan sekunder (Eze et al., 2014). Daun sirih merah pada dosis 100
sedangkan umbi keladi tikus pada dosis 250 mg/kgBB dapat meningkatkan
efek imunosupresi pada proliferasi sel limfosit (Nurrochmad et al., 2015). Agar
G. Hipotesis
Kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, daun sirih merah dan umbi
keladi tikus menggunakan dosis kombinasi 25%, 50% dan 75% dari dosis
proliferasi limfosit dan titer IgG sebagai parameter respon imun spesifik pada