Anda di halaman 1dari 3

Sejarah

Loka artinya tempat, gembira ya gembira. Syahdan, hampir setengah abad yang lalu Sri
Sultan Hamengku Buwono IX mewujudkan keinginan pendahulunya untuk mengembangkan
Bonraja tempat memelihara satwa kelangenan raja menjadi suatu kebon binatang publik.
Maka didirikanlah Gembira Loka di atas lahan seluas 20 ha yang separonya berupa hutan
lindung. Disitu terdapat lebih dari 100 spesies satwa di antaranya 61 spesies flora.

Letaknya di daerah aliran sungai Gajah Wong. Akses menuju Gembira Loka sangat mudah
dengan angkutan kota dan kendaraan. Pada awalnya dimulai dari beberapa hewan macan
tutul yang berhasil ditangkap penduduk setempat karena mengganggu desa dan sebagian
berasal dari lereng merapi yang hutannya terbakar akibat awan panas.

Gembira Loka Zoo memiliki koleksi satwa yang cukup lengkap. Akhir-akhir ini, dikabarkan
bahwa GLZ sedang mengadakan kesepakatan dengan Singapore Zoo untuk pertukaran
hewan, yakni 6 ekor Pinguin Jackass. Gembira Loka Zoo selalu berusaha memberikan yang
terbaik demi kenyamanan pengunjung serta kelestarian alam. Beberapa kali didengar bahwa
gajah melahirkan, burung kakatua menetaskan telurnya, serta kuda pacu melahirkan anaknya.

Satu hal yang memprihatinkan adalah banyak kondisi satwa yang kurang terurus. Banyak
fasilitas yang seakan seadanya saja. Hal itu karena pendapatan dari tiket masuk sangat kecil
dari sedikitnya wisatawan yang berkunjung.

Namun, sejak tahun 2010 Gembira Loka Zoo mulai merehabilitasi dan merekonstruksi kebun
binatangnya. Bahkan, sampai tahun 2012 ini sedang dalam proses pembuatan untuk "Taman
Burung" dan sedangkan untuk "Taman Reptil dan Amfibi" sudah dalam tahap sentuhan akhir.
Beberapa pedagang asongan pun sudah mulai dibenahi, agar terkesan rapi dan bersih.
Semenjak itu, GLZ mulai dikunjungi pengunjung dengan jumlah yang lebih banya
jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
mengimbau seluruh lembaga konservasi untuk meningkatkan manajemen pengelolaan dan
pemeliharaan satwa. Kematian satwa di lingkungan konservasi tidak boleh terjadi lagi.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Bambang Dahono Adji mengatakan,


kementeriannya meminta semua Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA)
mengevaluasi institusi konservasi satwa.

Merujuk data direktoratnya, ia berkata, tidak sedikit lembaga konservasi satwa harus
dibenahi. "Kami harus mengantisipasi lembaga konservasi yang tidak berizin lalu membenahi
sistem pengelolaan mereka," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (16/5).
Menurut dokter hewan yang bekerja di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, Berta
Alviyanto, lembaga konservasi sepatutnya memiliki prosedur dan standar operasional khusus
dalam memelihara satwa.

Prosedur penanganan hewan, kata Bertha, terdiri dari penanganan rutin dan insidental.

Bertha menuturkan, penanganan rutin mencakup upaya preventif atau penanggulangan,


seperti pemberian vaksin dan pemeriksaan sampel organ pada hewan.

Menurutnya, lembaga konservasi satwa juga wajib memiliki dokter hewan. Keberadaan
dokter hewan tersebut penting untuk menanggulangi kejadian insidental.

"Ketika ada kasus insidental pada hewan, dokter yang berjaga harus cepat tanggap
menangani," ucapnya.

Bertha memaparkan, koordinasi antara dokter hewan dengan keeper (penjaga hewan), sebagai
pihak yang mengetahui secara langsung kondisi hewan jagaannya, mempengaruhi perawatan
kesehatan satwa.
Keeper, kata Bertha, wajib memiliki catatan harian kondisi hewan yang akan menjadi
pedoman riwayat kesehatan satwa tersebut. Ia berkata, catatan itu akan memudahkan dokter
hewan mendiagnosa penyakit serta penanganan yang tepat.

Merujuk sistem pengelolaan Gembira Loka, Bertha mengatakan, empat dokter hewan
menangani sekitar 1500 satwa di kebun binatang yang berada di Kecamatan Kotagede itu.

Setiap hari, kata Bertha, satu dari empat dokter hewan itu wajib bertugas. Keempat dokter itu
pun harus menguasai seluruh riwayat kesehatan satwa yang ada.

"Setiap dokter harus tahu pengobatan apa yang pernah diterapkan pada satwa," ujarnya.

Pekan lalu, gajah bernama Yani mati di Kebun Binatang Bandung, Jawa Barat. Gajah berusia
34 tahun itu kehilangan nyawa setelah selama sepekan tergeletak di kandangnya.

Kepala Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Sri Mujiarti Ningsih, menduga kualitas
pakan yang buruk berefek negatif pada kesehatan Yani.

"Jadi radang paru-paru yang dialami oleh Yani ini kemungkinan dikarenakan manajemen
pakan yang buruk. Harus ada perbaikan pakan atau makanan," ujarnya seperti dikutip Antara.
Tak hanya di Bandung, persoalan kesejahteraan hewan disebut juga tengah terjadi di Gembira
Loka. Seorang penjaga harimau di kebun binatang itu diduga menggelapkan anggaran makan
sejumlah satwa.

Berbagai permasalahan ini muncul menyusul sejumlah persoalan yang pernah muncul di
kebun binatang lain, seperti Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai