Anda di halaman 1dari 22

49

KLASIFIKASI DAN TATALAKSANA MULTIPLE MYELOMA

Multiple myeloma merupakan keganasan tulang yang paling umum terjadi


dengan frekuensi yang meningkat pada orang tua.Gejala yang khas adalah nyeri
tulang, malaise, anemia, gangguan ginjal, dan hiperkalsemia.Penemuan yang tidak
sengaja pada pemeriksaan laboratorium sering ditemukan.Penyakit ini didiagnosis
dengan serum atau protein urine electrophoresis atau immunofixation dan analisis
aspirasi sumsum tulang. Radiografi tulang yang penting dalam staging multiple
myeloma berupa adanya lesi litik , fraktur kompresi vertebral, dan osteoporosis.
Magnetic resonance imaging dan positron emission tomography atau computed
tomography digunakan sebagai alat yang berguna dalam evaluasi pasien myeloma;
magnetic resonance imaging lebih disukai untuk mengevaluasi kompresi tulang
belakang akut. Nuclear bone scans and dual energy x-ray absorptiometry tidak
memiliki peran dalam diagnosis dan staging myeloma.
Adalah penting bahwa dokter keluarga mengenali dan tepat mengobati
myeloma.Nyeri tulang diobati dengan opiat, bifosfonat, radioterapi, vertebroplasti,
atau kyphoplasty; obat anti-inflamasi nonsteroid nefrotoksik harus
dihindari.Hiperkalsemia diperlakukan denganinfus isotonik garam, steroid,
furosemide, atau bifosfonat. Karena kerentanan terhadap infeksi, pasien memerlukan
antibiotik spektrum luas untuk penyakit demam dan imunisasi terhadap influenza,
pneumokokus, dan Haemophilus influenzae B. Tingkat kelangsungan hidup lima
tahun mendekati 33 persen, dan tingkat kelangsungan hidup rata-rata adalah 33
bulan.1
50

2.1 DEFINISI

Myeloma secara harfiah "oma," atau tumor, yang melibatkan "myelo," atau
sel yang memproduksi darah dalamsumsum tulang.2Multiple myeloma adalah
keganasan primer tulang yang paling banyak dijumpai, merupakan neoplasma Plasma
Cell Dyscrasia (PCD) yang berasal dari klon tunggal dan menghasilkan sejumlah
disfungsi organ dan gejala klinisyang ditandai dengan 5 tanda klinis: (a) anemia, (b)
protein monoklonal dalam serum atau urin atau keduanya, (c) radiografi tulang yang
abnormal dan nyeri tulang, (d) hiperkalsemia , dan (e) insufisiensi atau gagal ginjal.3,4
Manifestasi klinis dari MM heterogen oleh karena adanya massa tumor, produksi
immunoglobulin monoclonal, penurunan sekresi immunoglobulin oleh sel plasma
normal yang mengakibatkan terjadinya hipogamaglobulinemia, gangguan
hematopoesis dan penyakit osteolitik pada tulang, hiperkalsemia dan disfungsi
organ.5

2.2 INSIDENSI

Multiple myeloma menyumbang 1% dari semua kanker dan sekitar 10% dari
semua keganasan hematologi.Setiap tahun lebih dari 20.000 kasus baru di diagnosis
di Amerika Serikat. Insidensiberdasarkan usiadi Amerika Serikat tetap stabil selama
beberapa dekade sekitar 4 per 100.000 orang. Multiple myeloma lebih umum terjadi
pada pria dibandingkan pada wanita, dan dua kali lebih umum di Afrika-Amerika
dibandingkan dengan Caucasian.Usia rata-rata pasien pada saat diagnosis adalah
sekitar 65 tahun.6
Diperkirakan terdapat 24.050 kasus dan 11.090 yang meninggalpada tahun
2014.Kelangsungan hidup selama 5 tahun telah meningkat secara substansial(45% di
2004-2010 vs 28% di 1987-1989)karena terdapatnya regimen baru.7The American
Cancer Societymemperkirakan bahwa multiple myeloma akandidiagnosis pada
21.700 orang selama tahun 2012. Terjadi lebih sering denganbertambahnya usia dan
dua kali pada individu hitam daripada individu putih.5
51

Faktor lingkungan mungkin terdapat hubungan selain faktor genetik untuk


meningkatkan risiko multiple myeloma. Paparan radiasi pengion, pestisida, atau
mungkin petrokimia juga meningkatkan risiko.Data kematian
Internasionalmengungkapkan bahwa tingkat tertinggi myeloma terjadi di Eropa
Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru, dan rata-rata terendah adalah di
Jepang, Yugoslavia, dan Yunani.2
2.3 ETIOLOGI

Penyebab myeloma masih belum diketahui dengan pasti.Myeloma terjadi


dengan meningkatnya frekuensi pada orang yang terkena radiasi dari ledakan nuklir
pada Perang Dunia II setelah 20 tahun. Myeloma lebih umum terjadi pada petani,
pekerja kayu, pekerja kulit, dan mereka yang terkena produk minyak bumi.4
Kejadian keganasan sel plasma mungkin merupakan suatu proses multi
langkah. Faktor genetik mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk
terjadinyaperubahan yang menghasilkanproliferasi sel plasmasebagai prekursor,
membentuk klon yang stabil dari sel plasma yang memproduksi protein M seperti
pada MGUS. Dalam sel mana terjadi transformasi maligna tepatnya terjadi belum
jelas.5
2.4 PATOGENESIS

Myeloma muncul dari proliferasi premalignant asimtomatik monoklonal sel


plasma yang berasal dari sel post-germinal-center B. Multistep genetik dan perubahan
lingkungan mikro menyebabkan transformasi sel-sel ini menjadi neoplasma ganas.
Myeloma diduga berevolusi paling umum dari gammopathy monoklonal yang belum
ditentukan (dikenal sebagai MGUS) yang berkembang menjadi smoldering myeloma
dan, akhirnya, menjadi simptomatik myeloma. Beberapa kelainan genetik yang
terjadi pada sel-sel plasma tumor memainkan peran utama dalam patogenesis
myeloma.8
Translokasi awal primer kromosom terjadi pada tempat immunoglobulin regio
kromosom 14 (q32.33), yang paling sering disandingkan ke MAF (T [14; 16]
52

[q32.33; 23]) dan MMSET pada kromosom 4p16.3. Proses ini menghasilkan
deregulasi dua gen yang berdekatan, MMSET dalam semua kasus dan FGFR3 di 30%
kasus. Secondary late onset translokasi dan mutasi gen yang terlibat dalam
perkembangan penyakit termasuk kelainan kariotipe kompleks dalam MYC, yang
mengaktivasi NRAS dan KRAS, mutasi FGFR3 dan TP53, dan inaktivasi cyclin-
dependent kinase inhibitor CDKN2A dan CDKN2C. Kelainan genetik lain nya
melibatkan disregulasi epigenetik, seperti perubahan dalam ekspresi microRNA dan
metilasi gen modifikasi. Gene-ekspresi profiling memungkinkan klasifikasi multiple
myeloma menjadi subkelompok yang berbeda atas dasar kelainan genetik.8

Gamb
ar 2.1.
Intera
ksi
antara plasma sel dan tulang belakang pada multipel myeloma8
53

Kelainan genetik mengubah ekspresi molekul adhesi pada myeloma sel, serta
respon terhadap rangsangan pertumbuhan dalam lingkungan mikro.Interaksi antara
sel myeloma dan sel sumsum tulang atau protein matriks ekstraselular dimediasi
melalui reseptor permukaan sel (misalnya, integrin, cadherin, selectins, dan molekul
sel adhesi) meningkatkan pertumbuhan tumor, kelangsungan hidup, migrasi, dan
resistensi obat. Adhesi sel myeloma untuk hematopoietik dan stroma sel menginduksi
sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan, termasuk interleukin-6, vascular endothelial
growth factor (VEGF), insulin-like growth factor 1, superfamili tumor necrosis
factor, transformasi pertumbuhan 1 faktor, dan interleukin-10. Sitokin dan faktor
pertumbuhan yang diproduksi dan disekresi oleh sel dalam lingkungan mikro
sumsum tulang, termasuk sel-sel myeloma, dan diatur oleh loop autokrin dan
parakrin.8
Aktivitas anti myeloma inhibitor proteasome dan obat imunomodulator
muncul dari gangguan beberapa jalur sinyal yang mendukung pertumbuhan,
proliferasi, dan kelangsungan hidup sel myeloma. Penghambatan proteasome
merangsang beberapa jalur apoptosis, termasuk induksi retikulum endoplasma respon
stres, dan melalui penghambatan nuclear factor B (NF-kB) sinyal down-regulasi
faktor angiogenesis, sitokin signaling, dan adhesi sel di lingkungan mikro. obat
imunomodulator merangsang apoptosis dan menghambat angiogenesis, adhesi, dan
sirkuit sitokin; mereka juga merangsang peningkatan kekebalan tubuh terhadap sel
myeloma oleh sel T dan natural killer cells dalam host.8
54

2.5 GAMBARAN KLINIS

MM harus dipikirkan pada pasien di atas 40 tahun dengan anemia yang sulit
diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang (hanya < 2%
penderita MM berusia < 40 tahun). Penderita MM biasanya dengan gejala anemia,
nyeri tulang, fraktur patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer.
Kelainan ini akibat dari tekanan masa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh
sel tumor, atau sel-sel dari produk tumor. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak
ditemukan kelainan spesifik. Kadang-kadang terdapat nyeri lokal bagian-bagian
tulang. Panjang tubuh pederita MM yang lanjut dapat banyak menurun karena
infraksi vertebra.

Nyeri : terutama nyeri tulang karena fraktur kompresi pada tempat osteopenia
atau karena lesilitik tulang, biasanya tulang punggung. Keadaan ini
disebabkan oleh aktifitas yang berlebihan dari faktor pengaktif osteoklast
(OAF) seperti IL-1p, TNF-p dan atau Li-6. Faktor-faktor ini juga
menghambat aktivitas osteoblastik kompensatori. Nyeri lokal dapat juga
disebabkan oleh tekanan tumor pada medulla spinalis dan saraf-saraf yang
keluar dari medulla spinalis.
Gejala anemia : letargi, kelemahan, dispnea, pucat, takhikardia.
Infeksi berulang : ini berkaitan dengan kekurangan produksi antibodi, dan
pada penyakit lanjut, karena netropenia
Nefropati : Fungsi ginjal terganggu bila kapasitas absorpsi dari rantai berat
haus (lelah) yang akan menyebabkan nefritis interstisiil dengan rantai berat.
Penyebab kedua nefropati adalah hiperkalsemia dengan hiperkalsiuria, yang
menyebabkan azotemiapre-renal. Hiperkalsemia dapat menyebabkan
penimbunan ditubulus renal, yang juga menyebabkan nefritis interstisiil.
Penyebab lain gagal ginjal pada MM adalah seringnya menggunakan anti
inflamasi nonsteroid untuk mengatasi nyeri pada MM
55

Kecenderungan perdarahan abnormal : proteinmieloma mengganggu fungsi


trombosit dan factor pembekuan : trombositopenia terdapat pada penyakit
lanjut.
Kadang - kadang terdapat makroglossia, "carpalturnel syndrome" dan diare
yang disebabkan penyakit amiloid.
"Sindrom hiperviskositas" terjadi pada kurang lebih10% pasien MM di mana
viskositas plasma meningkat 4 kali viskositas plasma normal yang
menyebabkan kelainan pada sirkulasi sehingga mengakibatkan disfungsi
organ serebral, paru, ginjal, mata dan organ-organ lain, biasanya berupa
trombosis dengan purpura, perdarahan, kelainan penglihatan, gejala SSP dan
neuropati, dan payah jantung.
Neuropati : umumnya disebabkan oleh kompresi pada medulla spinalais
atau saraf kranial. Polineuropati dapat terjadi oleh karena adanya endapan
amiloid pada perineuronal atau perivaskular (vasa nervorum), tetapi dapat
juga karena osteosklerotik mieloma. Kadang-kadang merupakan bagian dari
sindrom POEMS (polineuropati, organomegali, endokrinopati, monoklonal
gammopati dan perubahan kulit).6

2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Anemia normokromik normositik terjadi pada sekitar 75% pasien dan


memberikan gejala berupa kelelahan. Jumlah leukosit normal. Trombositopenia
ditemuka sekitar 15 % pasien. Adanya sel plasma dalam apusan darah tepi jarang,
proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel
plasma. Formasi Rouleux pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30%
pasien. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami
gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menujukan proteinuria, sekitar 50%
proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau
imunofiksasi.4
56

Lesi tulang osteolitik dapat terdeteksi di sekitar 80% dari pasien. Temuan lain
nya berupa peningkatan kreatinin serum ( 2 mg / dL) (20%). Sekitar 1% - 2% dari
pasien dengan MM terjadiextramedullary disease (EMD) pada saat diagnosis awal,
dan 8% berkembang menjadi EMD lanjut di kemudian hari. Monoklonal (M) protein
dalam serum atau urine merupakan tanda utama dari MM terlihat pada 82% pasien
pada elektroforesis protein serum. Sensitivitas meningkat menjadi 93% ketika serum
immunofixation ditambahkan dan 97% dengan penambahan baik serum free light
chain (FLC) assay atau urin 24 jam . Jadi, jika pasien diduga MM, strategi skrining
yang dianjurkan adalah elektroforesis serum protein, serum immunofixation, dan baik
serum FLC assay atau 24 jam elektroforesis protein urin dengan immunofixation.
Jenis M protein adalah IgG pada sekitar 50%, IgA di 20%, immunoglobulin light
chain hanya dalam 20%, IgD di 2%, dan IgM pada 0,5%. Sekitar 2% hingga 3% dari
MM tidakterdeteksi protein M dan disebut sebagai Non Secretory MM.9
57

Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi 10

Gambar 2.2. Gambaran darah tepi multipel myeloma

Pemeriksaan Bone Marraow Punction (BMP) 11 :


58

Gambar 2.3. Biopsi sumsum tulang pada multipel myeloma

2.7 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Foto polos x-ray


Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga
medulla, mengkikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan difus pada pemeriksaan radiologi.11
Saat timbul gejala sekitar 80-90% diantaranya telah mengalami kelainan
tulang. Film polos memperlihatkan 15 16 :
Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekuler tulang, terutama
tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda
radiologis satu-satunya pada multiple myeloma. Fraktur patolgis sering
dijumpai.
Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan
osteoporosis senilis.
59

Lesi-lesi litik punch out yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang
berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa
jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada
suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,
tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavikula 10% dan scapula 10%.12
CT-scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi. 12
MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi
intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Sayangnya, hampir setiap tumor muskoloskelatal memiliki intensitas dan pola
menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak
spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk
meniali plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraoseus, MRI dapat berguna untuk
menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.12
Radiologi Nuklir
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiolgi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi
tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi
60

tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada
radiografi normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.12
Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskulariasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multiple myeloma.12
2.8 KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria CRAB yang mendefinisikan MM termasuk hiperkalsemia (> 11,5 mg
/ dL), insufisiensi ginjal (kreatinin> 2 mg / dL), anemia (hemoglobin <10 g / dLatau 2
g / dL <normal), dan adanya lesi tulang. The IMWG baru saja memperbarui definisi
MM untuk memasukkan biomarker di samping persyaratan yang ada pada kriteria
CRAB . Biomarker untuk mengidentifikasi MM diidentifikasi oleh IMWG mencakup
satu atau lebih hal berikut: 60% atau lebih sel plasma klonal di sumsum tulang, yang
terlibat / tidak terlibat rasio light chain 100 atau lebih, dan / atau MRI dengan lebih
dari satu lesi fokal (melibatkan tulang atau sumsum tulang). Selain itu, IMWG
menjelaskan bahwa kehadiran satu atau lebih lesi osteolitik terlihat pada radiografi
tulang, MRI whole body, atau PET / CT memenuhi kriteria untuk penyakit
tulang.Kriteria yang ditetapkan oleh IMWG untuk pasien dengan smoldering
penyakit (asimtomatik) termasuk serum monoklonal protein (IgG atau IgA) dari 30 g
/ L atau lebih dan / atau sel plasma klonal sumsum tulang 10% sampai dengan 60%,
dan tidak adanya kejadian myeloma atau amiloidosis. Kriteria diagnostik IMWG
terbaru membantu untuk memulai terapi sebelum terjadinya kerusakan end-organ
berdasarkan kehadiran biomarker spesifik, dan juga memungkinkan penggunaan
kriteria pencitraan sensitif untuk mendiagnosis MM, termasuk PET / CT dan MRI.
Pasien dengan risiko tinggi smouldering myeloma yang memenuhi kriteria di atas
dapat memulai terapi tanpa menunggu kriteria CRAB muncul.9
Menurut ESMO Pocket Guidlines 2017, diagnosis Multiple Myeloma
berdasarkan pada sebagai berikut13:
61

Deteksi dan evalusi komponen monoklonal (M-) pada serum dan atau urin
protein elektroforesis (konsentrasi pengumpulan urin 24 jam); kuantifikasi
nephelometrik imunoglobulin IgG, IgA dan IgM; karakteristik dari hevy dan
light chain oleh immunofiksasi, pengukuran serum free light chain (FLC)
Evaluasi sumsum tulang infiltrasi sel plasma: BM aspirasi dan atau biopsi
adalah pilihan standar untuk mengevaluasi jumlah dan karakteristik. sampel
BM harus digunakan untuk sitogenetik / fluorosence in situ hibridisation
(FISH) studi dan berpotensi untuk penyelidikan immunophenotypic dan
molekul.
Evaluasi lesi tulang litik: Sebuah survei tulang kerangka radiologi termasuk
tulang belakang, panggul, tengkorak, humeri, dan femurs. Sebuah pencitraan
resonansi magnetik (MRI) atau computed tomography (CT) scan mungkin
diperlukan untuk mengevaluasi situs tulang gejala, bahkan jika survei
kerangka negatif dan gejala sugestif dari lesi tulang. MRI dianjurkan setiap
kali kompresi tulang belakang dicurigai. tomografi emisi positron
fluorodeoxyglucose tidak boleh digunakan secara sistematis.
Jumlah sel darah lengkap dengan kreatinin serum diferensial dan tingkat
kalsium
Menurut Buku Hematologi Klinik ringkas, Diagnosis Multiple myeloma
dapat ditegakan dengan beberapa kriteria 5 :
Kriteria klinik
Jika sel plasma sumsum tulang lebih dari 10 % dengan malignant looking
plasma cell
Jika sel plasma menunjukan gambaran mendekati normal, untuk diagnosis
diperlukan tambahan :
- Hipergamaglobulinemia (> 2 g/dl) dengan spike pada daerah gamma
- Protein Bence Jones positif dalam urine
- Lesi osteolitik pada tulang
62

Wintrobe membuat kriteria diagnosis sebagai berikut :


Kriteria sitologik
- Sumsum tulang : sel plasma/sel mieloma > 10%
- Biopsi sumsum tulang/jaringan lain menunjukan plasmacytoma
Kriteria klinik dan laboratorik terdiri atas :
- Protein mieloma yang dibuktikan secara elektroforesis dalam plasma
- Protei mieloma yang dibuktikan secara elektroforesis dalam plasma
- Lesi osteolitik pada tulang
- Ditemukan sel plasma dari 2 sedian hapus darah tepi
Diagnosis dibuat jika berikut :
Ia dan Ib positif
Ia atau Ib + salah satu dari II positif
Sel plasma atau sel mieloma tulang > 30% yang disertai lesi osteolitik
Kriteria menurut Durie dan Salmon
Kriteria mayor :
- Plasmasitoma pada biopsi jaringan
- Plasmasitosis pada sumsum tulang dengan sel plasma > 30%
- Spike pada globulin monoklonal pada elektroforesis : IgG > 35 g/l, IgA >
20g/l, ekskresi light chain urine ( elektroforesis ) > 1 g/24 jam tanpa
adanya amiloidosis
Kriteria minor :
- Plasmasitosis sumsum tulang dengan sel plasma 10-30%
- Terdapat Spike globulin monoklonal, tetapi nilainya kurang dari nilai
diatas
- Lesi osteolitik
- IgM normal < 0,5 g/l, IgA < 1 g/l atau IgG < 6 g/l
Diagosis ditegakkan jika : 1 mayor dan 1 minor (tidak boleh 2+1) positif, atau 3
minor posistif termasuk 1+2
63

2.9 KLASIFIKASI DAN STAGING

Tabel 2.1. Klasifikasi Multipel Myeloma8

Classification Characteristics Management


Monoclonal Considered a precursor Close follow-up (also
gammopathy to myeloma known as observation)
of undetermined Blood M protein <3 g/dL
significance (MGUS) and
Bone marrow plasma cells
<10% and
No evidence of other B-
cell disorders
No related organ or
tissue impairmenta

Risk of progression to
malignancy:
1% per year (about 20%-
25% of
individuals during their
lifetime)
64

Asymptomatic, or Blood M protein >3 g/dL Observation, with


smoldering, myeloma and/or treatment beginning at
Bone marrow plasma cells disease progression
>10% Participation in a clinical
No related organ or tissue trial
impairment or symptoms Treatment with
Risk of progression to bisphosphonates for
malignancy: 10% per year individuals
with bone loss (osteoporosis
or osteopenia) similar to
that
used for the treatment of
osteoporosis in general

Symptomatic myeloma M protein in blood and/or Immediate treatment


urine Treatment with
Bone marrow plasma cells bisphosphonates for
or plasmacytoma individuals
Related organ or tissue with osteolytic lesions,
impairment osteoporosis, or osteopenia
Participation in a clinical
trial

Tabel 2.2 Klasifikasi molekular pada multipel myeloma9

Subtype Gene(s)/chromosomes Percentage of


affecteda myeloma
patients
Trisomic multiple myeloma Trisomies of one or more 42
odd-numbered
chromosomes
65

gH translocated multiple 30
myeloma CCND1 (cyclin D1) 15
t(11;14) (q13;q32) FGFR3 and MMSET 6
t(4;14) (p16;q32) C-MAF 4
t(14;16) (q32;q23) MAFB <1
t(14;20) (q32;q11) CCND3 (cyclin D3) in 5
Other IgH translocationsa t(6;14) multiple
myeloma
Combined IgH Trisomies plus any one IgH 15
translocated/trisomic translocation
multiple myeloma
Isolated monosomy 14 4.5
Other cytogenetic 5.5
abnormalities in
absence of IgH translocations
or
trisomy or monosomy 14
Normal 3

Tabel 2.3. International Staging System (ISS)7

Stage 2M (mg/L) Albumin (g/L) Median survival


(months)

I < 3,5 And 35 62


II >3,5 to < 5,5 And /or < 35 44
III 2M 5,5 29

Tabel 2.4. Staging Durie-Salmon7

Stage Criteria Myeloma Cell Mass


(x 1012celss/m2)
I All of the following : < 0,6
Hgb > 100
Calcium normal
No lytic bone lesion
IgG < 50 g/L
IgA < 30 g/L
66

Urine M-protein < 4 g/24 h


II Neither I nor III 0,6 1,2
III One or more of the following : >1,2
Hgb < 85
Calcium > 3 mmol
IgG > 70 g/L
IgA > 50 g/L
Urine M-protein > 12 g/24 h
Sub-classification : A Creatinin Normal / B Creatinin Elevated

2.10 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk memaksimalkan respons dan dengan
demikian memaksimalkan progression-free survival dan overall survival. Fase
pengobatan yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini meliputi15:
Induksi
Konsolidasi pra-transplantasi
Stem cell harvesting
Melphalan dosis tinggi dan autologous stem cell transplantation (ASCT)
Konsolidasi pasca-transplantasi
Perawatan berkelanjutan.
Pilihan pengobatan tergantung pada:
Performance status pasien
Frailty index dan adanya co-morbiditas
Paparan sebelumnya dengan Systemic Anti-Cancer Treatment (SACT)
Apakah mempunyai resiko standar, tinggi atau ultra-tinggi
Pengobatan awal yang dilakukan berupa terapi non farmakologis yaitu :
Aktifitas fisik : seperti berjalan atau berenang, latihan fleksibilitas dan
kekuatan , dan / atau program yoga pribadi.
Diet : Tidak ada diet khusus untuk pasien myeloma
67

- Vitamin C : Dosis tinggi lebih dari 1000 mg / hari mungkin menjadi


kontra-produktif dalam myeloma dan meningkatkan risiko kerusakan
ginjal
- suplemen herbal dan vitamin: Beberapa suplemen dapat mencegah efikasi
pengobatan. Interaksi Obat / suplemen juga dapat membuat masalah
medis.
Kesehatan mental : kesehatan mental Anda adalah penting saat Anda bergerak
dengan pengobatan yang direncanakan. Pastikan Anda merasa nyaman dengan
rencana pengobatan.
Tidur cukup : sangat penting bagi sistem imun.
Penyesuaian diri : Sebanyak mungkin, mengurangi atau menghilangkan stres
dalam pekerjaan, keluarga, atau situasi sosial. Hindari kontak dengan usia
sekolah anak-anak. Hindari kerumunan orang sebanyak mungkin. Sering cuci
tangan.
Strategi Penanganan Myeloma Multipel
Penyakit myeloma multipel yang simtomatik (aktif) perlu ditangani segera,
sedangkan myeloma asimtomatik hanya membutuhkan observasi klinis, karena
penatalaksanaan awal dengan kemoterapi konvensional tidak menunjukkan
kebermanfaatan pada myeloma asimtomatik. Peneliti-peneliti sedang mengevaluasi
kemampuan obat-obatan imunomodulator untuk menunda progresi dari myeloma
asimtomatik menjadi simtomatik. Strategi penatalaksanaan utamanya terkait usia.
Data saat ini mendukung memulai terapi induksi dengan thalidomid, lenalidomid atau
bortezomib dengan transplantasi sel punca untuk pasien-pasien di bawah 65 tahun
yang tidak memiliki disfungsi jantung, paru, ginjal atau hepar. Transplantasi sel
punca autolog dengan regimen kondisioner pengurangan-intensitas perlu
dipertimbangkan untuk pasien-pasien lebih tua atau pada mereka dengan penyakit
atau kondisi komorbid. Terapi konvensional yang digabungkan dengan thalidomid,
lenalidomid atau bortezomib perlu diberikan untuk pasien-pasien lebih tua dari 65
68

tahun. Pendekatan-pendekatan kurang intensif yang membatasi dampak-dampak


toksik perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien di atas 75 tahun atau pada pasien
lebih muda dengan penyakit penyerta. Usia biologis, yang mungkin berbeda dengan
usia kronologis, dan keberadaan penyakit penyerta perlu menentukan pilihan terapi
dan dosis pengobatan.15
69

DAFTAR PUSTAKA

1. Nau KC, Lewis WD. Multiple Myeloma: Diagnosis and Treatment. Am Fam
Physician. 2008 October 1; 78(7):853-859.
2. IMF. Multiple Myeloma, Cancer of The Bone Marrow. In : Durie BGM
(editor). Patient Handbook. North Hollywood USA : International Myeloma
Foundation; 2016 edition. Page 2-3.
3. Dispenzieri A, Lacy MQ, Greipp PR . Multiple Myeloma. In : Gretz MA,
(editor). Hematologic malignancies : Multiple Myeloma and Related Plasma
Disorder. X : Springer; 2004. 53-100
4. Munshi NC, Longo DL, Anderson KC. Plasma Cell Disorders. In : Kasper Dl,
Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J (editors).
Harrisons Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York : Mc Graw
Hill Education. 2015. page 712-715
5. Syahrir M. Multipel Myeloma dan Penyakit Gamopati lain. In : Setiati S,
Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata A, Setiyohadi B, Syam AF(editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI. Jakarta : Interna Publishing ; 2012. Hal
2700-2708
6. Rajkumar SV. CME Information: Multiple Myeloma: 2016 update on
Diagnosis, Risk-stratification and Management. American Jounal of
Hematology. 2016 July; 91 (7) : page 719-734
7. Zimmerman TM. Evolving Management of Multiple Myeloma: 2015. The
University of Chicago Medicine & Biological Sciences. 2016 : Page 2-10
8. Palumbo A, Anderson K. Medical Progress Multiple Myeloma.The New
England Journal of Medicine. 2011 March ; 364(11) :page 1046-1060
9. Rajkumar SV, Kumar S. Multiple Myeloma : Diagnosis and Treatment. Mayo
clinic. 2016 : page 101-115
10. Smith D, Yong K. Multiple Myeloma. BMJ. 2013 june ; vol 346 : page 30-35
70

11. Paul R, Hideshima T, Anderson K. Multiple Myeloma and Related Disorders.


In : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia : Elsevier Churcill livingstone.
Page 977-982
12. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiology. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hal 205-206
13. Moreu P, Miguel S, Ludwig H, Mothy M, Dimopaulus M, Dyreling M.
Multiple Myeloma : ESMO Clinical Practice Guidlines for diagnosis,
treatment and follow-up. Annals Oncology. 2013 August ; 24 (Suplement 6) :
page 133-137
14. Bakta IM. Gamopati Monoklonal : Mieloma Multipel. In : Kastrifah, editor.
Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.
Hal 220-231
15. Tefferi A, Rajkumar SV. CME Information: Multiple Myeloma: 2016 update
on Diagnosis, Risk-stratification and Management. American Journal of
Hematology. 91(7):719-734

Anda mungkin juga menyukai