Anda di halaman 1dari 27

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG PEDOMAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN


LINGKUNGAN HIDUP

Ruang lingkup pedoman penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup terdiri atas:

a. pendahuluan;
b. pelaksanaan penyidikan; dan
c. administrasi penyidikan.

I. Pendahuluan
a) UMUM
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menerangkan bahwa
Proses penegakan hukum pidana merupakan satu rangkaian proses hukum mulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan.
Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan melalui tahap penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan
penyerahan berkas perkara. Esensi penyelidikan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan kegiatan mengumpulkan bahan keterangan.

Untuk mewujudkan proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang profesional, transparan, akuntabel, murah, efektif dan efisien perlu dibuat
pedoman teknis, khususnya bagi Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang
didukung dengan administrasi penyidikan yang telah disepakati dengan unsur penegak hukum
lainnya.

b) Sasaran
1. Memberikan pemahaman mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dalam melaksanakan pengumpulan bahan keterangan
dan penyidikan.
2. Memberikan standar dalam melakukan tindakan dalam rangka penanganan tindak pidana
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
3. Memberikan acuan dalam penatausahaan maupun kelengkapan administrasi penyidikan.
c) Azas
Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
harus memperhatikan azas-azas yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut
hak-hak warga negara, antara lain:
1. Legalitas
penyidikan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
3. Persamaan di muka hukum (Equality Before the Law)
Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan
perbedaan.
4. Pemberian bantuan/penasehat hukum (Legal Aid/Assistance)
Setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata
diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan
penangkapan dan atau penahanan. Sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka
wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan haknya untuk mendapat
bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib didampingi penasehat hukum.

d) Prinsip
Penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Profesionalisme, yakni penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
Lingkungan Hidup yang memiliki kemampuan teknis di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
2. Akuntabilitas, yakni penyidikan yang dilaksanakan oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil Lingkungan Hidup dapat dipertanggungjawabkan.
3. Efektif dan Efisien, yakni penyidikan dilakukan secara tepat waktu, biaya ringan serta
berpedoman pada keseimbangan wajar antar sumber daya yang dipergunakan.

e) Definisi
1. Penyidik adalah Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dan Penyidik
Pejabat Kepolisian Republik Indonesia.
2. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup selanjutnya disebut Penyidik
PPNSLH adalah pejabat pegawai negeri sipil di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagaimana
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan.
3. Tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah setiap
perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran sesuai ketentuan
pidana dalam undang-undang di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
4. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
5. Pengumpulan bahan keterangan yang selanjutnya disebut Pulbaket adalah serangkaian
tindakan Penyidik PPNSLH untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.
6. Tersangka adalah setiap orang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
7. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri.
8. Ahli adalah seorang yang memiliki kemampuan dan keterampilan khusus tentang hal
tertentu.
9. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah,
atau sedang, atau diduga terjadinya peristiwa tindak pidana.
10. Laporan kejadian yang selanjutnya disebut LK adalah laporan tertulis yang dibuat
Penyidik tentang penjelasan/keterangan yang diketahui sendiri oleh pelapor atas suatu
peristiwa kejahatan atau pelanggaran di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, ataupun diketahui langsung oleh Penyidik kemudian ditutup dan
ditandatangani atas kekuatan sumpah jabatan
11. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak
pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah
pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
12. 12. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap setiap orang
maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana dibidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang terjadi, maupun upaya paksa melalui kegiatan
pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
13. 13. Tempat kejadian perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu
tindak pidana dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau
korban dan atau barang bukti, yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat
ditemukan.
14. 14. Bukti permulaan yang cukup adalah alat bukti yang berupa keterangan dan data yang
terkandung di dalam dua di antara Laporan Kejadian, Laporan Pulbaket, Berita Acara
Pemeriksaan di TKP, keterangan saksi-saksi termasuk ahli, dan Barang Bukti, yang
menunjukkan telah terjadi tindak pidana dan bahwa orang yang akan ditangkap adalah
pelaku dan/atau penanggung jawabnya.
15. 15. Bukti yang cukup adalah bukti permulaan yang cukup ditambah dengan keterangan
dan data yang terkandung dalam satu di antara Laporan Kejadian, Laporan Pulbaket,
Berita Acara Pemeriksaan di TKP, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan
tersangka, dan barang bukti, dimana setelah disimpulkan menunjukkan bahwa tersangka
adalah pelaku atau penanggung jawab tindak pidana.
16. Bantuan penyidikan adalah bantuan yang diberikan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian
Republik Indonesia kepada Penyidik PPNSLH berupa bantuan teknis, taktis dan upaya
paksa serta konsultasi penyidikan.
17. 17. Bantuan teknis adalah bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka pembuktian secara
ilmiah (scientific crime investigation).
18. 18. Bantuan taktis adalah bantuan personil Polri dan peralatan Polri dalam rangka
pendukung pelaksanaan penyidikan tindak pidana oleh Penyidik PPNSLH.
19. 19. Bantuan upaya paksa adalah bantuan yang diberikan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian
Republik Indonesia kepada Penyidik PPNSLH berupa kegiatan penindakan secara hukum
dalam rangka penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
20. 20. Koordinasi dan Pengawasan yang selanjutnya disebut Korwas adalah suatu bentuk
kerjasama antara Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia dengan Penyidik
PPNSLH dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, penilikan dan pengarahan terhadap pelaksanaan
penyidikan untuk menjamin agar seluruh kegiatan penyidikan yang dilakukan sesuai
dengan peraturan
21. perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya, dan sesuai sendi-sendi hubungan
fungsional.
22. 21. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan identitas
tersangka, saksi, dan/atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang
telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam
tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan.
23. 22. Berita acara adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam format
tertentu oleh Penyidik PPNSLH atas kekuatan sumpah jabatan, yang memuat keterangan
dari orang yang diperiksa atau keterangan yang berkaitan dengan setiap tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik PPNSLH.

II. Pelaksanaan penyidikan

A. Diketahuinya tindak pidana


1. Suatu tindak pidana di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat diketahui
dari:
a. Adanya laporan dari masyarakat atau petugas secara tertulis atau lisan.
b. Tertangkap tangan oleh masyarakat atau petugas.
c. Diketahui langsung oleh Penyidik PPNSLH.
2. Laporan yang diajukan secara lisan maupun tertulis dicatat oleh Penyidik PPNSLH, kemudian
dituangkan dalam Laporan Kejadian yang ditandatangani oleh Penyidik.
Laporan kejadian merupakan data awal terjadinya suatu tindak pidana di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dan merupakan dasar bagi Penyidik PPNSLH untuk melakukan
pengumpulan bahan keterangan dan penyidikan.
3. Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik tanpa surat perintah dapat:
a. Melakukan tindakan pertama di TKP;
b. Segera melakukan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan sesuai dengan kewenangan
Penyidik PPNSLH;
c. Membuat berita acara terhadap setiap tindakan serta melengkapi administrasi penyidikan
(Laporan Kejadian, Surat Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan, dan lainlain) paling
lambat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam);
d. Memberikan surat pemberitahuan kepada keluarga orang yang ditangkap paling lambat 1
(satu) minggu setelah dilakukannya penangkapan.
Pengumpulan Bahan dan Keterangan
1. Persiapan
a. Melakukan koordinasi dengan ahli, petugas laboratorium, dan Korwas PPNS, maupun instansi
terkait.
6

b. Menyiapkan kelengkapan administrasi yang meliputi:


1) surat perintah tugas.
2) surat permintaan bantuan ahli, petugas laboratorium, Penyidik Polri dan/atau
staf/petugas dari instansi yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai kebutuhan.
3) laporan kejadian atau data awal lainnya.
c. Menyiapkan Peralatan
Peralatan yang dibawa disesuaikan dengan dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang terjadi,
antara lain:
1) peralatan pengambilan sampel temasuk alat penanganannya (botol sampel, alat pengambil
sampel, pengawet, pendingin);
2) tali, label dan lak;
3) alat pembungkus barang bukti/sampel (kertas sampul warna coklat, kantong plastik berbagai
ukuran, amplop besar, dan lain-lain sesuai keperluan);
4) alat pengukur (meteran);
5) peralatan uji portabel (test kit);
6) perlengkapan P3K dan peralatan keselamatan pribadi (sepatu boot/sepatu keamanan, baju
pelindung, kaca mata atau penutup muka, sarung tangan, dan lain-lain);
7) kamera;
8) handycam;
9) Global Positioning System (GPS);
10) garis PPNSLH;
11) komputer jinjing (notebook);
12) printer;
13) alat tulis;
14) formulir administrasi penyidikan;
15) buku catatan;
16) alat komunikasi.
2. Penanganan TKP
a. Pengamanan TKP
Pengamanan TKP dilakukan dengan:
1) memasang garis PPNSLH;
2) memerintahkan setiap orang yang diduga terkait dengan tindak pidana di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup untuk tetap tinggal di tempat;
3) melakukan penjagaan.
b. Pemotretan
1) Pemotretan dilakukan terhadap situasi TKP secara keseluruhan dari berbagai sudut dan detail
dalam jarak dekat (close up) terhadap setiap objek dalam TKP.
7

2) Hasil pemotretan dilengkapi dengan keterangan yang memuat hal-hal berikut:


a) hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan;
b) merek dan tipe kamera;
c) kecepatan (speed) kamera dan diafragma;
d) sumber cahaya;
e) filter lensa kamera yang digunakan (jika menggunakan filter).
f) jarak kamera terhadap objek (dilengkapi sketsa kasar TKP yang memuat letak kamera dan objek
yang difoto);
g) tinggi kamera;
h) nama, pangkat, jabatan dan NIP petugas yang melakukan pemotretan.
c. Pembuatan Sketsa TKP
1) Sketsa TKP dibuat dengan menggunakan kertas berukuran (kertas milimeter);
2) Pada sketsa TKP, dibuat tanda atau arah letak TKP;
3) Dibuat dengan skala untuk mengukur jarak antara objek yang satu dengan objek yang lain;
4) Untuk setiap objek diberi tanda dengan huruf kapital dan pada keterangan gambar dijelaskan
letak objek tersebut;
5) Untuk keabsahan sketsa TKP, Penyidik PPNSLH harus mencantumkan informasi sebagai
berikut:
a) nama pembuat;
b) tanggal pembuatan;
c) peristiwa yang terjadi di TKP;
d) Lokasi TKP.
d. Pengumpulan Barang Bukti
Barang bukti tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
1) Sampel/contoh uji (limbah dan/atau material lain yang bersifat sebagai sisa usaha dan/atau
kegiatan, serta materi/unsur lainnya). Pelaksanaan pengambilan sampel/ contoh uji tersebut
perlu memperhatikan:
a) metode pengambilan dan perlakuan.
Metode pengambilan dan perlakuan sampel/contoh uji harus sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
b) penyisihan.
Penyisihan dilakukan pada saat pengambilan barang bukti/sampel/contoh uji. Barang
bukti/sampel/ contoh uji dipisahkan dengan keterangan sebagai barang bukti dan sebagai
sampel analisis.
c) laboratorium.
8

Pengujian barang bukti/sampel/contoh uji dilakukan di laboratorium yang terakreditasi dan


teregistrasi.
2) Dokumen-dokumen kajian, perizinan, dan surat lainnya terkait dengan kegiatan/usaha;
3) Peralatan, benda, dan/atau bahan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
4) Benda-benda lain yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan tindak pidana
yang terjadi.
e. Identifikasi Saksi/Tersangka
Identifikasi saksi/tersangka dapat dilakukan dengan cara:
1) Mengajukan pertanyaan kepada orang atau pihak yang diduga melihat, mendengar atau
mengalami sendiri tindak pidana yang terjadi;
2) Mengajukan pertanyaan kepada orang-orang yang mengetahui dan/atau yang berhubungan
dengan TKP.
f. Pembuatan Berita Acara
Setiap kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan bahan dan keterangan dibuatkan berita
acaranya, antara lain: 1) Berita acara pemeriksaan TKP;
2) Berita acara pengambilan barang bukti/sampel/contoh uji;
3) Berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti/sampel/contoh uji;
4) Berita acara penyitaan barang bukti/sampel/contoh uji;
5) Berita acara penyisihan barang bukti/sampel/contoh uji;
6) Berita acara pengambilan foto/video.
7) Berita acara penyerahan barang bukti/sampel/contoh uji ke laboratorium.
8) Berita acara pengambilan hasil analisis barang bukti/ sampel/contoh uji dari laboratorium.
g. Pembuatan dan Penyampaian Laporan Pulbaket
Hasil pelaksanaan pulbaket dilaporkan secara lengkap kepada pejabat pemberi perintah dan/atau
koordinator Penyidik PPNSLH.
C. Penyidikan
1. Perencanaan Penyidikan
Sebelum melakukan penyidikan, Penyidik PPNSLH dan atasan Penyidik PPNSLH membuat
perencanaan untuk menentukan arah pelaksanaan dengan melakukan:
9

a. Penjabaran unsur pasal yang diperkirakan dilanggar


Contoh:
Pasal 102 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang berbunyi Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah), dijabarkan sebagai
berikut:
No. Unsur Pasal
Tersangka (TSK)
Barang Bukti Saksi
1. Setiap orang KTP Kartu Keluarga Akte kelahiran
Ketua lingkungan (RT/RW) Keluarga TSK Karyawan
2. Yang melakukan pengelolaan limbah B3
Alat pengolahan limbah (kalau ada) Sampel limbah B3 Sarana Korban
Petugas pengelola limbah Karyawan Ahli. Karyawan Masyarakat

3. Tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4)

Keputusan izin ..... Administrasi


Pejabat yg mengeluarkan izin Ahli
Jumlah ........ Barang Bukti ..... Saksi
Keterangan:
Dari analisis terhadap unsur-unsur pasal yang akan dikenakan pada tersangka, dapat diketahui
jumlah barang bukti maupun saksi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pembagian tugas,
perencanaan waktu dan kontrol/ pengendalian pelaksanaan penyidikan.
b. Penentuan sasaran penyidikan, yang meliputi:
1) orang yang diduga melakukan tindak pidana;
2) jenis perbuatan pidana;
3) unsur-unsur pasal yang telah dilanggar;
4) alat bukti dan barang bukti.
c. Cara bertindak, yang meliputi:
1) teknis pengumpulan bahan keterangan;
2) teknis penindakan;

10

3) teknis pemeriksaan;
4) penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.
d. Penentuan target waktu yang akan digunakan untuk menyelesaikan penyidikan.
e. Pengelolaan penyidikan berupa penyiapan administrasi penyidikan, evaluasi, dan laporan.
2. Pembentukan Tim Penyidikan
Penunjukan personil Penyidik PPNSLH yang dilibatkan dalam tim penyidikan perlu
memperhatikan:
a. Personil yang ditunjuk mempunyai moral baik, integritas, dedikasi, dan profesional.
b. Personil Penyidik PPNSLH yang ditunjuk sebaiknya tidak memiliki hubungan subjektivitas
dengan tersangka.
c. Jumlah Penyidik PPNSLH yang ditunjuk disesuaikan dengan kompleksitas kasus yang ditangani.
Contoh:
1) Penanganan kasus mudah dapat dilaksanakan oleh 2 (dua) orang Penyidik PPNSLH. 2)
Penanganan kasus sedang dapat dilaksanakan oleh 3 (tiga) orang Penyidik PPNSLH.
3) Penanganan kasus sulit dapat dilaksanakan oleh 4 (empat) orang Penyidik PPNSLH.
4) Penanganan kasus sangat sulit dilaksanakan oleh tim yang beranggotakan paling sedikit 5
(lima) orang Penyidik PPNSLH.
3. Pembentukan tim supervisi atau asistensi untuk mengawasi dan mendukung pelaksanaan
penyidikan.
4. Penyediaan dukungan kepada tim penyidikan berupa:
a. sarana dan pra sarana.
b. anggaran.
c. kelengkapan piranti lunak, antara lain petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
5. Mekanisme Penyidikan
a. Dimulainya Penyidikan
1) Penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan oleh pejabat yang berwenang dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Tingkat Pusat dikeluarkan oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat Eselon II selaku Penyidik
PPNSLH.
b) Tingkat Daerah/Wilayah dikeluarkan oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku
Penyidik PPNSLH.
c) Dalam hal atasan Penyidik PPNSLH bukan penyidik (di daerah/wilayah), surat perintah
penyidikan
11

dikeluarkan oleh Koordinator Penyidik PPNSLH yang diketahui oleh atasan Penyidik PPNSLH.
2) Penyidik PPNSLH memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum dan
Penyidik Polri.
b. Pemanggilan Saksi dan/atau Tersangka
1) Pemanggilan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP yang dilakukan dengan surat panggilan
yang sah dan menyebutkan alasan panggilan yang jelas.
2) Surat panggilan ditandatangani oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat Eselon II selaku Penyidik
PPNSLH. Dalam hal atasan bukan PPNSLH, surat panggilan ditandatangani oleh koordinator
Penyidik PPNSLH.
3) Penyampaian surat panggilan dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh Penyidik PPNSLH
yang bersangkutan dan disertai dengan tanda bukti penerimaan.
4) Surat panggilan sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 hari sebelum tanggal
kehadiran yang ditentukan.
5) Surat panggilan wajib diberi nomor sesuai ketentuan registrasi penyidikan di lingkungan
instansi Penyidik PPNSLH.
6) Dalam hal panggilan pertama tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, dilakukan pemanggilan
kedua disertai surat perintah membawa, yang administrasinya dibuat oleh Penyidik PPNSLH.
7) Dalam hal membawa saksi dan/atau tersangka, Penyidik PPNSLH dapat meminta bantuan
kepada Penyidik Polri yang dalam pelaksanaan dilakukan secara bersamasama. Pelaksanaan
membawa saksi dan/atau tersangka ini dituangkan dalam berita acara.
8) Dalam hal saksi dan/atau tersangka yang dipanggil berdomisili di luar wilayah kerja Penyidik
PPNSLH, pemanggilan dilakukan dengan bantuan Penyidik Polri.
9) Untuk memanggil saksi dan/atau tersangka WNI yang berada di luar negeri, Penyidik PPNSLH
dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polri.
c. Penangkapan
1) Penangkapan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP;
2) Penangkapan dapat dilakukan paling lama satu kali dua puluh empat jam;
3) Surat perintah penangkapan ditandatangani oleh atasan PPNSLH setingkat eselon II selaku
Penyidik PPNSLH. Apabila atasan Penyidik PPNSLH bukan Penyidik PPNSLH, maka surat perintah
penangkapan ditandatangani Koordinator Penyidik PPNSLH;
4) Dalam melakukan penangkapan Penyidik PPNSLH menunjukkan surat perintah tugas terlebih
dahulu, kemudian memberikan 1 (satu) lembar surat perintah penangkapan kepada tersangka;
12

5) Satu lembar surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarga orang yang ditangkap
segera setelah dilakukan penangkapan;
6) Setelah melakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH segera membuat Berita Acara
Penangkapan dalam 7 (tujuh) rangkap dan ditandatangani oleh PPNSLH yang melakukan
penangkapan dan oleh orang yang ditangkap;
7) Apabila orang yang ditangkap tidak mau menandatangani berita acara penangkapan, maka
Penyidik PPNSLH memberi catatan dalam berita acara penangkapan disertai alasannya;
8) Sesudah atau sebelum dilakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH memberitahu Kepala
Desa/Ketua Lingkungan dimana tersangka yang ditangkap itu bertempat tinggal;
9) Penangkapan yang dilakukan di luar wilayah hukum Penyidik PPNSLH yang bertugas melakukan
penangkapan dapat dikoordinasikan dengan Penyidik PPNSLH setempat atau dimintakan bantuan
kepada Penyidik Polri;
10) Dalam hal diperlukan penguatan personil untuk melakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH
dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polri secara tertulis. Permintaan tertulis ini memuat
identitas tersangka dan alasan penangkapan, serta dilampiri dengan laporan kejadian dan
laporan kemajuan penyidikan yang ditujukan kepada:
a) Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro Korwas PPNS;
b) Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/ Sat. Reskrim.
d. Penahanan
1) Penahanan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan KUHAP.
2) Surat perintah penahanan ditandatangani oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II
selaku Penyidik PPNSLH. Dalam hal atasan Penyidik PPNSLH bukan Penyidik PPNSLH, maka surat
perintah penahanan ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH.
3) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan
dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40 (empat puluh) hari.
4) Berdasarkan pemeriksaan dokter, tersangka yang ditahan dalam keadaan sakit dan perlu
dirawat di rumah sakit, dapat dibantarkan penahanannya oleh Penyidik PPNSLH. Pelaksanaan
pembantaran penahanan adalah sebagai berikut:
a) ada surat perintah pembantaran dan dibuat berita acara pembantaran.
b) setelah selesai dirawat berdasarkan keterangan dokter, pembantaran dicabut dengan surat
perintah
13

pencabutan pembantaran dan dibuatkan berita acara pencabutan pembantaran.


c) dalam hal tersangka dilanjutkan penahanannya, dikeluarkan surat perintah penahanan lanjutan
dan dibuatkan berita acara penahanan lanjutan.
d) lamanya waktu pembantaran tidak dihitung sebagai waktu penahanan.
e. Penangguhan Penahanan
1) Penangguhan penahanan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP.
2) Permohonan penangguhan penahanan dapat diajukan oleh tersangka, keluarga tersangka atau
penasehat hukum kepada Penyidik PPNSLH atau atasan Penyidik PPNSLH yang melakukan
penahanan.
f. Pengalihan jenis penahanan
1) Penyidik PPNSLH atau atasan Penyidik PPNSLH dapat melakukan pengalihan jenis penahanan
atas permintaan tersangka, keluarga tersangka atau penasehat hukum.
2) Pengalihan jenis penahanan dilaksanakan berdasarkan surat perintah dari atasan Penyidik
PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik PPNSLH yang tembusannya diberikan kepada
tersangka dan keluarganya serta instansi yang berkepentingan.
3) Penyidik PPNSLH dapat menitipkan penahanan tersangka kepada Penyidik Polri dengan
mengajukan permintaan secara tertulis yang memuat identitas secara lengkap dan dilampiri
dengan surat perintah penahanan dan pemberitahuan kepada keluarga. Permintaan ini ditujukan
kepada:
a) Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro Korwas PPNS.
b) Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/ Sat. Reskrim.
g. Penggeledahan
1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) mengajukan permintaan izin penggeledahan terlebih dahulu dengan membuat surat yang
ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dengan tembusan kepada Penyidik Polri.
b) sebelum surat permintaan izin penggeledahan dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat, Penyidik PPNSLH dapat minta pertimbangan kepada penyidik Polri tentang alasan
perlunya dilakukan penggeledahan.
c) surat permintaan izin penggeledahan ditandatangani oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat
eselon II selaku PPNSLH. Dalam hal atasan bukan Penyidik PPNSLH, surat permintaan
ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH.
14

d) setelah surat izin penggeledahan dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat,
dikeluarkan surat perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh atasan PPNSLH setingkat
eselon II selaku Penyidik PPNSLH. Koordinator Penyidik PPNSLH. Dalam hal atasan bukan Penyidik
PPNSLH, surat permintaan ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH
e) apabila tersangka atau penghuni menyetujui, penggeledahan rumah/tempat tertutup lainnya
dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang.
f) apabila tersangka atau penghuni menolak, penggeledahan rumah/tempat tertutup lainnya
dilakukan dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dan 2 (dua) orang saksi
tambahan.
g) setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH segera membuat berita acara yang
turunannya diberikan kepada penghuni rumah/tempat tertutup yang bersangkutan.
h) pelaksanaan pengegeledahan rumah/tempat tertutup lainnya yang dilakukan di luar daerah
hukum Penyidik PPNSLH dikoordinasikan dengan Penyidik PPNSLH setempat dimana akan
dilakukan penggeledahan.
2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak sehingga Penyidik PPNSLH harus segera
bertindak, maka:
a) Penggeledahan dapat dilakukan tanpa surat izin Ketua Pengadilan Negeri.
b) Penggeledahan dapat dilakukan:
(1) pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau berada dan yang berada
diatasnya.
(2) pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau berada.
(3) di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya.
(4) di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
(5) apabila tertangkap tangan.
c) Setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH segera membuat berita acara yang
turunannya diberikan kepada penghuni rumah/tempat tertutup yang bersangkutan.
d) Setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH segera melaporkan tentang tindakan
tersebut Kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk mendapatkan persetujuannya.
e) Penggeledahan pakaian dan penggeledahan badan dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) penggeledahan pakaian seseorang, termasuk barang yang dibawanya didasarkan pada
15

adanya dugaan atau alasan yang cukup bahwa pada orang tersebut terdapat benda yang dapat
disita.
(2) pada saat tersangka tertangkap tangan dan dibawa kepada Penyidik PPNSLH, maka Penyidik
PPNSLH segera melakukan penggeledahan pakaian dan/atau badan tersangka.
f) Berita Acara Penggeledahan ditandatangani oleh Penyidik PPNSLH yang melakukan
penggeledahan dan tersangka/keluarga tersangka dan/atau kepala desa/ ketua lingkungan, serta
2 (dua) orang saksi.
g) Dalam pelaksanaan penggeledahan, Penyidik PPNSLH berwenang memerintahkan setiap orang
yang terkait dengan tindak pidana untuk tidak meninggalkan tempat selama penggeledahan
berlangsung.
h. Penyitaan
1) Pelaksanaan penyitaan dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP.
2) Pelaksanaan penyitaan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) mengajukan permintaan izin penyitaan secara tertulis terlebih dahulu kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat dengan tembusan kepada Penyidik Polri.
b) sebelum surat permintaan izin penyitaan dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat,
Penyidik PPNSLH dapat meminta pertimbangan kepada penyidik Polri tentang alasan perlunya
dilakukan penyitaan.
c) surat permintaan izin penyitaan ditanda tangani oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon
II selaku PPNSLH. Dalam hal Atasan bukan Penyidik PPNSLH, surat permintaan ditandatangani
oleh Koordinator Penyidik PPNSLH;
d) setelah surat izin penyitaan dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat, dikeluarkan
surat perintah penyitaan yang ditandatangani oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II
selaku Penyidik PPNSLH. Apabila atasannya bukan Penyidik PPNSLH, penanda-tanganan
dilaksanakan oleh Koordinator Penyidik PPNSLH.
e) setelah melakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH segera membuat berita acara penyitaan yang
ditandatangani oleh Penyidik PPNSLH yang melakukan penyitaan dan pemilik/orang yang
menguasai benda yang disita. Salinan berita acara tersebut diberikan kepada pemilik/orang yang
menguasai benda yang disita
f) penyitaan yang dilakukan di luar daerah hukum Penyidik PPNSLH, pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan Penyidik PPNSLH setempat dimana akan dilakukan penyitaan.
16

3) Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak atau tertangkap tangan, Penyidik PPNSLH dapat
melakukan penyitaan, yang pelaksanaannya:
a) tanpa surat izin/surat izin khusus dari Ketua Pengadilan Negeri.
b) tanpa surat perintah penyitaan.
c) penyitaan dapat dilakukan terhadap benda dan/ atau alat yang ternyata/diduga telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana dan/atau benda lain yang dapat dipakai sebagai
barang bukti.
d) setelah melakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH wajib segera melaporkan pelaksanaan
penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna mendapatkan persetujuan.
e) Berita Acara Penyitaan ditandatangani oleh Penyidik PPNSLH yang melakukan penyitaan dan
oleh tersangka/ keluarga tersangka dan/atau kepala desa/ketua lingkungan dan 2 (dua) orang
saksi.
f) setelah dilakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH memberikan tanda terima kepada pemilik/orang
yang menguasai benda yang disita.
g) Penyidik PPNSLH berwenang memerintahkan setiap orang agar yang terkait dengan tindak
pidana untuk tidak meninggalkan tempat selama proses penyitaan berlangsung.
h) pelaksanaan penyitaan yang dilakukan di luar daerah hukum Penyidik PPNSLH dikoordinasikan
dengan Penyidik PPNSLH setempat dimana akan dilakukan penyitaan.
i. Pemeriksaan
1) Dalam mengumpulkan keterangan, Penyidik PPNSLH melakukan pemeriksaan yang dituangkan
dalam berita acara berdasarkan ketentuan KUHAP terhadap:
a) Saksi;
b) Ahli;
c) Tersangka.
2) Sebelum melaksanakan pemeriksaan, Penyidik PPNSLH wajib:
a) menentukan waktu, tempat, dan sarana pemeriksaan.
b) mempelajari kasus yang terjadi dan unsur-unsur pidananya.
c) menyusun dan merumuskan daftar pertanyaan pemeriksaan untuk mendapatkan jawaban
yang secara garis besar meliputi:
(1) pertanyaan awal, yaitu pertanyaan yang menyangkut identitas atau biodata/riwayat hidup.
(2) pertanyaan pokok, yaitu pertanyaan yang mengarah pada jawaban unsur-unsur tindak pidana.
17

(3) pertanyaan tambahan, yaitu pertanyaan yang merupakan hasil pengembangan pertanyaan
pokok yang mengandung hal-hal yang meringankan atau memberatkan, serta latar belakang dan
faktor yang mendorong dilakukannya tindak pidana.
3) Dalam memeriksa tersangka, Penyidik PPNSLH wajib:
a) mengambil gambar/foto tersangka dari jarak dekat (close up), baik dari depan maupun dari
samping.
b) meneliti identitas orang yang diperiksa dengan mencocokan tanda pengenal orang yang akan
diperiksa seperti KTP, SIM, Paspor, KIMS, dan sebagainya. 4) Dalam hal diperlukan bantuan teknis
pemeriksaan psikologi guna mendapatkan keterangan dari saksi dan/atau tersangka, Penyidik
PPNSLH dapat meminta bantuan secara tertulis kepada penyidik Polri dengan menguraikan
risalah permasalahan.

5) Dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium forensik, Penyidik PPNSLH dapat meminta
bantuan secara tertulis kepada penyidik Polri yang dilampiri dengan:
a) laporan kejadian;
b) laporan kemajuan;
c) berita acara penemuan, penyitaan, penyisihan, pembungkusan, dan penyegelan barang bukti.
6) Dalam hal diperlukan pemeriksaan identifikasi, Penyidik PPNSLH dapat meminta bantuan
secara tertulis kepada penyidik Polri yang dilampiri dengan:
a) laporan kejadian;
b) laporan kemajuan;
c) berita acara pemeriksaan saksi/tersangka;
d) dalam pemeriksaan sidik jari disertai dengan barang bukti sidik jari laten dan sidik jari
pembanding.
7) Dalam hal diperlukan keterangan ahli, Penyidik PPNSLH dapat meminta bantuan secara
langsung kepada ahli yang bersangkutan.
8) Konfrontasi
Apabila dalam pemeriksaan terdapat pertentangan atau ketidaksesuaian keterangan antara
tersangka yang satu dengan tersangka yang lain, atau antara tersangka dengan saksi, atau antara
saksi dengan saksi yang lain, Penyidik PPNSLH dapat melakukan pemeriksaan konfrontasi guna
mencari persesuaian serta kepastian keterangan yang benar atau paling mendekati kebenaran.

18

9) Rekonstruksi
Untuk memberikan gambaran serta meyakinkan pemeriksa atas kebenaran keterangan tersangka
atau saksi dalam memperjelas suatu rangkaian kegiatan terjadinya suatu tindak pidana, dapat
dilakukan rekonstruksi dengan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana
yang dipandu dengan skenario dari hasil pemeriksaan yang telah didapat.
10) Pengambilan Sumpah Saksi dan Ahli:
a) Apabila berdasarkan hasil pengamatan Penyidik PPNSLH timbul dugaan bahwa saksi yang
diperiksa tidak akan hadir dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, maka dilakukan pengambilan
sumpah/janji sebelum pemeriksaan di tingkat penyidikan dimulai.
b) Apabila dalam proses pemeriksaan saksi yang diperiksa memberitahukan kepada Penyidik
PPNSLH bahwa dirinya tidak dapat hadir dalam tahap peradilan, Penyidik PPNSLH menuangkan
informasi tersebut dalam berita acara pemeriksaan dan melakukan pengambilan sumpah/janji
saksi yang bersangkutan.
(1) Dalam berita acara pengambilan sumpah/janji saksi/ahli, dicantumkan identitas masingmasing
orang yang menandatangani berita acara tersebut.
(2) Inti sumpah/janji adalah pernyataan saksi/ahli, bahwa ia akan/telah memberi keterangan
yang sebenarnya.
(3) Penyidik PPNSLH menyediakan minimal 2 (dua) orang yang dapat diangkat sebagai saksi dalam
pengambilan sumpah/janji saksi/ahli.
(4) Sebelum pengambilan sumpah/janji agar ditanyakan terlebih dahulu agama saksi/ahli dan
kesediaannya untuk diambil sumpahnya.
(5) Tata cara pengambilan sumpah/janji dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaan
saksi/ahli. Naskah pengambilan sumpah/janji dibacakan oleh Penyidik PPNSLH atau rohaniwan
dan diikuti oleh saksi/ahli yang diambil sumpahnya.
(6) Berita acara pengambilan sumpah/janji saksi/ahli dibuat oleh Penyidik PPNSLH dan
ditandatangani oleh Penyidik PPNSLH yang mengambil sumpah, orang yang disumpah, dan para
saksi.
(7) Naskah sumpah/janji dan kelengkapan lainnya disesuaikan dengan agama saksi/ahli sebagai
berikut:

19

(a) Saksi:
i. Untuk yang beragama Islam.
Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya sebagai saksi telah/akan)* memberikan keterangan
yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Apabila saya tidak memberikan keterangan
yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan.
ii. Untuk yang beragama Katolik.
Demi Allah, Bapak, Putra, dan Roh Kudus, saya bersumpah, bahwa saya sebagai Saksi,
telah/akan)* menerangkan dengan sungguhsungguh dan sebenarnya, tidak lain dari yang
sebenarnya. Jika saya berdusta, saya akan mendapat hukuman dari Tuhan.
iii. Untuk yang beragama Protestan.
Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya sebagai Saksi, telah/akan)* menerangkan dengan
sungguhsungguh dan sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Jika saya berdusta, saya akan
mendapat hukuman dari Tuhan. Semoga Allah menolong saya.
iv. Untuk yang beragama Hindu Dharma.
Demi Ida Sanghyang Widi Wasa, saya bersumpah, bahwa saya sebagai saksi, telah/akan)*
memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Apabila saya tidak
memberikan keterangan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan.
v. Untuk yang beragama Budha.
Demi Sanghyang Adhi Budha, saya berjanji, bahwa saya sebagai Saksi, telah/akan)* memberikan
keterangan yang sebenarnya. Jika saya berdusta atau menyimpang dari pada yang telah saya
ucapkan ini, maka saya bersedia menerima karma yang buruk.
vi. Untuk yang memeluk Aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
20

Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya berjanji bahwa saya, telah/akan)* memberikan keterangan
yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Dan jika saya, tidak memberikan keterangan
yang sebenarnya semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan kutukan kepada saya.
(b) Ahli:
i. Untuk yang beragama Islam:
Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya sebagai Ahli telah/akan)* memberikan keterangan
menurut pengetahuan saya yang sebaikbaiknya, tidak lain dari pada yang sebaik-baiknya. Apabila
saya tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan.
ii. Untuk yang beragama Katolik:
Demi Allah, Bapak, Putra dan Roh Kudus, saya bersumpah, bahwa saya sebagai Ahli,
telah/akan)* memberikan keterangan menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya, tidak lain
dari pada yang sebaik-baiknya. Jika saya berdusta, saya akan mendapat hukuman dari Tuhan.
iii. Untuk yang beragama Protestan:
Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya sebagai Ahli, telah/akan)* memberikan keterangan
menurut pengetahuan saya yang sebaikbaiknya, tidak lain dari pada yang sebaik-baiknya. Jika
saya berdusta, saya akan mendapat hukuman dari Tuhan. Semoga Allah menolong saya.
iv. Untuk yang beragama Hindu Dharma:
Demi Ida Sanghyang Widi Wasa, saya bersumpah, bahwa saya sebagai Ahli, telah/akan)*
memberikan keterangan menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya, tidak lain dari pada
yang sebaik-baiknya. Apabila saya tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, saya akan
mendapat kutukan dari Tuhan.
21

v. Untuk yang beragama Budha:


Demi Sanghyang Adhi Budha, saya berjanji, bahwa saya sebagai Ahli, telah/ akan)* memberikan
keterangan menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya tidak lain dari pada yang sebaik-
baiknya. Jika saya berdusta atau menyimpang dari pada yang telah saya ucapkan ini, maka saya
bersedia menerima karma yang buruk.
vi. Untuk yang memeluk Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa:
Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya berjanji bahwa saya sebagai Ahli, telah/akan)* memberikan
keterangan menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya, tidak lain dari pada yang sebaik-
baiknya. Dan jika saya, tidak memberikan keterangan yang sebenarnya semoga Tuhan yang Maha
Esa memberikan kutukan kepada saya.
j. Pencegahan atau Penangkalan
1) Untuk kepentingan penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, dapat dilakukan pencegahan atau penangkalan terhadap seseorang yang
diduga kuat merupakan pelaku atau orang yang bertanggungjawab terhadap tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2) Permintaan pencegahan dan penangkalan ini diajukan secara tertulis dengan memuat
identitas orang yang dikenakan pencegahan atau penangkalan yang meliputi sekurang-
kurangnya:
a) Nama;
b) Umur;
c) Pekerjaan;
d) Alamat
e) Jenis kelamin;
f) Kewarganegaraan.
3) Permintaan ini ditujukan kepada:
a) Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro Korwas PPNS.
b) Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/ Sat. Reskrim.

22

k. Penyelesaian Berkas Perkara


1) penyelesaian berkas perkara merupakan kegiatan akhir dari proses penyidikan.
2) ringkasan (resume) kasus yang ditangani, ditulis sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Diketik di atas kertas folio warna putih, dengan jarak 1,5 (satu setengah) spasi;
b) Di antara spasi tidak boleh dituliskan apapun;
c) Kata-kata harus ditulis lengkap, tidak diperbolehkan menggunakan singkatan kecuali singkatan
kata resmi dan dikenal umum;
d) Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulangi dengan huruf dalam tanda kurung;
e) Nama orang ditulis dengan huruf besar (huruf balok);
f) Tata urut pembuatan resume sebagai berikut:
(1) Dasar;
(2) Perkara yang berisi uraian singkat tentang tindak pidana yang terjadi dengan menyebutkan:
(a) Pasal pidana yang dipersangkakan;
(b) Pelaku dengan identitas yang lengkap dan jelas;
(c) Tempat dan waktu kejadian.
(d) Dampak/korban terhadap lingkungan/ harta benda/jiwa;
(e) Taksiran kerugian.
(3) Fakta-fakta penanganan di tempat kejadian;
(4) Surat-surat terkait penanganan perkara antara lain, surat pemanggilan saksi/ tersangka,
perintah membawa, penangkapan, penahanan, perpanjangan penahanan, pengalihan
penahanan, penangguhan penahanan, pengeluaran tahanan, penggeledahan, penyitaan,
penyisihan barang bukti, pelelangan barang bukti, penyitaan surat lain, memuat nomor dan
tanggal surat beserta:
(a) Keterangan saksi/ahli;
(b) Keterangan tersangka;
(c) Barang Bukti;
(d) Pembahasan:
Memuat gambaran konstruksi dan analisis dari tindak pidana yang didasarkan pada hubungan
yang logis antara fakta-fakta yang ada dengan keterangan yang diperoleh, baik dari tersangka,
maupun saksi/ahli, hubungan
23

yang logis antara keterangan yang satu dengan keterangan yang lainnya, serta hubungan yang
logis antara barang bukti yang ada dengan fakta maupun keterangan yang diperoleh, yang
dikaitkan dengan unsur hukum dari pasal pidana yang dipersangkakan;
(e) Kesimpulan:
Memuat kesimpulan Penyidik PPNSLH yang dibuat berdasarkan pembahasan mengenai sangkaan
perbuatan pidana yang dilakukan oleh masing-masing tersangka dan perbuatannya yang telah
memenuhi unsur-unsur pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dipersangkakan; (5) Resume, berita acara,
dan kelengkapan administrasi penyidikan disusun sebagai berkas perkara dengan urutan yang
telah ditentukan.
l. Penyerahan Berkas Perkara
1) Penyerahan berkas hasil penyidikan oleh Penyidik PPNSLH kepada penuntut umum pada
dasarnya merupakan pelimpahan tanggung jawab atas suatu perkara dari penyidik ke penuntut
umum;
2) Pelaksanaan penyerahan Berkas Perkara dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a) Tahap pertama, yaitu penyerahan berkas perkara;
b) Tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti setelah berkas perkara dinyatakan
lengkap oleh penuntut umum.
D. Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan
1. Atasan Penyidik PPNSLH
Atasan Penyidik PPNSLH memberikan petunjuk atau arahan tentang kegiatan penyidikan secara
rinci dan jelas, untuk menghindari kesalahan penafsiran oleh Penyidik PPNSLH yang akan maupun
sedang melakukan penyidikan;
2. Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas PPNS
Pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan oleh Penyidik Polri dilakukan dalam bentuk
pemberian bantuan penyidikan kepada atasan Penyidik PPNSLH dan Penyidik PPNSLH dalam
melaksanakan tugas penyidikan. Bantuan tersebut meliputi:
a. bantuan taktis, baik berupa personil maupun peralatan penyidikan;
b. bantuan teknis penyidikan;
24

c. bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka pembuktian secara ilmiah; dan


d. bantuan upaya paksa berupa pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan.
E. Penghentian Penyidikan
1. Penghentian penyidikan merupakan salah satu kegiatan penyelesaian perkara yang dilakukan
apabila:
a. Tidak terdapat cukup bukti.
b. Peristiwa yang terjadi bukan merupakan tindak pidana.
c. Perkara dihentikan demi hukum karena:
1) Tersangka meninggal dunia.
2) Masa tindak pidana telah kadaluarsa.
3) Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap (nebis in idem).
2. Penghentian penyidikan dilakukan dengan:
a. Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani oleh atasan Penyidik PPNSLH
setingkat eselon II selaku Penyidik PPNSLH. Apabila atasan Penyidik PPNSLH bukan Penyidik
PPNSLH, surat tersebut ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH;
b. Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang disampaikan kepada
tersangka/keluarganya/penasehat hukumnya, serta kepada Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik
Polri;
c. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
d. Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik
Polri.
3. Dalam hal ditemukan bukti baru atau penghentian penyidikan yang didasarkan pada putusan
pra peradilan ternyata tidak sah, maka Penyidik wajib melanjutkan penyidikan kembali dengan
menerbitkan:
a. Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani oleh atasan Penyidik
PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik PPNSLH. Apabila atasan Penyidik PPNSLH bukan
Penyidik PPNSLH, surat tersebut ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH;
b. Surat Perintah Penyidikan Lanjutan diberitahukan kepada Penuntut Umum dan Kepolisian.
F. Pelimpahan Penyidikan
1. Pelimpahan penyidikan dari Penyidik PPNSLH kepada Penyidik Polri dilaksanakan apabila:
a. peristiwa pidana yang ditangani mencakup lebih dari satu wilayah hukum Penyidik PPNS;
b. berdasarkan pertimbangan keamanan dan geografis, Penyidik PPNSLH tidak dapat melakukan
penyidikan; atau
c. peristiwa pidana yang ditangani merupakan gabungan tindak pidana tertentu dan tindak
pidana umum, kecuali tindak pidana yang bukan merupakan kewenangan Penyidik Polri.
25

2. Pelimpahan penyidikan dari Penyidik PPNSLH kepada Penyidik Polri, dilaksanakan dengan surat
pelimpahan.
3. Pelaksanaan pelimpahan penyidikan dibuatkan berita acaranya.
4. Setelah dilimpahkan kepada Penyidik Polri, pelaksanaan penyidikan selanjutnya dapat
melibatkan Penyidik PPNS terkait.

III. ADMINISTRASI PENYIDIKAN


PPNSLH wajib melaksanakan administrasi penyidikan sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban dalam pelaksanaan penyidikan. Administrasi penyidikan PPNSLH terdiri
dari: A. Kelengkapan Administrasi yang merupakan isi Berkas Perkara.
1. Penyusunan isi Berkas Perkara
Penyusunan isi berkas perkara merupakan kegiatan penempatan urutan lembaran kelengkapan
administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara yang disusun dalam satu berkas
perkara. Penyusunan isi berkas perkara dilakukan setelah pembuatan resume. Adapun
kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara adalah: a. Sampul berkas
perkara (PPNSLH: A.1)
Yang dimaksud dengan sampul berkas perkara adalah kulit depan dan belakang berkas perkara.
Sampul depan berkas perkara berisi: 1) Nomor dan tanggal Laporan Kejadian.
2) Nama, nama kecil, alias tempat tanggal lahir/umur agama kewarganegaraan tempat tinggal,
pekerjaan, sudah pernah dihukum berapa kali.
3) Tanggal mulai ditahan.
4) Tanggal penangguhan penahanan atau pengalihan jenis penahanan atau pengeluaran dari
tahanan.
5) Sampul diberi nomor, tanggal dan tempat, serta ditanda tangani oleh PPNSLH yang melakukan
penyidikan dan diketahui oleh pimpinan Penyidik atau pejabat yang ditunjuk.
6) Penomoran dilakukan sesuai dengan nomor urut dalam Buku Registrasi Berkas Perkara.
7) Dibuat paling sedikit 4 (empat) rangkap sesuai dengan jumlah berkas perkara.

b. Daftar isi berkas perkara (PPNSLH: A.2)


1) Daftar isi berkas perkara menunjukkan urutan dan isi berkas tersebut.
2) Maksud daftar isi adalah untuk mengetahui kelengkapan isi berkas dan memudahkan
mempelajari perkara pidana.

26

c. Resume (PPNSLH: A.3)


1) Resume merupakan ikhtisar dan kesimpulan dari hasil pemeriksaan tindak pidana yang terjadi
dengan cara penulisan tertentu.
2) Pembuatan resume supaya memenuhi persyaratan formal dan material (vide : pembuatan
resume).
3) Dibuat paling sedikit 4 (empat) rangkap sesuai dengan jumlah berkas perkara.
d. Laporan Kejadian (PPNSLH: A.4)
Laporan Kejadian merupakan bukti tertulis telah diterimanya: 1) Laporan/pengaduan, atau
diketahui langsung tentang sesuatu peristiwa yang diduga tindak pidana.
2) Tertangkap tangan.
3) Laporan Kejadian dicatat dalam Buku Registrasi Laporan Kejadian dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku registrasi.
e. Surat Perintah Penyidikan (PPNSLH: A.5)
Surat Perintah Penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penyidikan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku registrasi tersebut.
f. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (PPNSLH: A. 6)
1) Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dibuat dalam 6 (enam) rangkap (warna putih)
dengan perincian sebagai berikut:
a) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut Umum; b) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; c) 1
(satu) lembar untuk arsip.

2) Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi Surat


Pemberitahuan Dimulainya/Dihentikannya Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut
yang ada dalam buku registrasi tersebut.
g. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (PPNSLH: A.7)
Surat Perintah Penghentian Penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penyidikan
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku registrasi tersebut.

h. Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (PPNSLH: A.8)


Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penyidikan
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku registrasi tersebut.

27

i. Surat Pemberitahuan Dihentikannya Penyidikan (PPNSLH: A.9)


1) Surat pemberitahuan dihentikannya penyidikan dibuat dalam 6 (enam) rangkap (warna putih)
dengan perincian sebagai berikut:
a) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut Umum; b) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; c) 1
(satu) lembar untuk arsip.
2) Surat pemberitahuan dihentikannya penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi Surat
Pemberitahuan Dimulainya/Dihentikannya Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut
berikutnya dari buku registrasi tersebut.
j. Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penyidikan (PPNSLH: A.10)
Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi Perintah
Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut berikutnya dari buku registrasi tersebut.
k. Surat Perintah Penyidikan Lanjutan (PPNSLH: A.11).
Surat Perintah Penyidikan Lanjutan dicatat dalam Buku Register Surat Perintah Penyidikan dan
diberi nomor berdasarkan nomor urut berikutnya dari buku registrasi tersebut.
l. Surat Panggilan (PPNSLH: A.12)
1) Surat panggilan dibuat 7 (tujuh) rangkap dengan perincian sebagai berikut:
a) 4 (empat) lembar untuk berkas perkara; b) 1 (satu) lembar untuk yang dipanggil; c) 1 (satu)
lembar untuk Penyidik PPNSLH; d) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Panggilan pertama dicatat dalam Buku Registrasi Surat Panggilan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Surat Panggilan.
3) Untuk panggilan kedua menggunakan nomor yang sama dengan panggilan pertama
ditambahkan dengan huruf a dengan kode tanggal dan bulan disesuaikan.
m. Surat Perintah Membawa Tersangka/Saksi (PPNSLH: A.13) 1) Surat Perintah Membawa
Tersangka/Saksi dibuat 7 (tujuh) rangkap (semua warna putih) dengan perincian sebagai berikut:
a) 1 (satu) lembar untuk tersangka/saksi; b) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; c) 1 (satu)
lembar untuk Penyidik/Petugas; d) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Perintah Membawa Tersangka/Saksi dicatat dalam Buku Registrasi Surat Panggilan dan
diberi nomor berdasarkan nomor urut selanjutnya dari Buku Registrasi Surat Panggilan.
28

n. Surat Ketetapan Penunjukan Penasehat Hukum (PPNSLH: A.14)


o. Surat Kuasa Penasehat Hukum (PPNSLH: A.15)
p. Surat Perintah Penangkapan (PPNSLH: A.16)
1) Surat Perintah Penangkapan dibuat 9 (sembilan) rangkap dengan perincian sebagai berikut:
a) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; b) 1 (satu) lembar untuk tersangka; c) 1 (satu) lembar
untuk keluarga tersangka; d) 1 (satu) lembar untuk Penyidik/Petugas; e) 1 (satu) lembar untuk
Jaksa Penuntut Umum; f) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Perintah Penangkapan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penangkapan/Pelepasan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku
registrasi tersebut.
q. Surat Perintah Pelepasan Tersangka (PPNSLH: A.17)
Surat Perintah Pelepasan Tersangka dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penangkapan/Pelepasan dan diberi nomor sama dengan nomor surat perintah penangkapan
ditambah huruf a, dengan kode tanggal dan bulan disesuaikan.

r. Surat Perintah Penahanan (PPNSLH: A.18)


1) Surat Perintah Penahanan dibuat 10 (sepuluh) rangkap dengan perincian sebagai berikut:
a) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; b) 1 (satu lembar untuk yang ditahan; c) 1 (satu)
lembar untuk keluarga; d) 1 (satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri apabila dilakukan
perpanjangan penahanan; e) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut Umum; f) 1 (satu) lembar
untuk Pejabat Rutan/Cabang Rutan; g) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Perintah Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penahanan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut dalam buku tersebut.
s. Surat Perintah Penangguhan Penahanan (PPNSLH: A.19)
1) Surat Perintah Penangguhan Penahanan dibuat 10 (sepuluh) rangkap dengan perincian sebagai
berikut:
a) 4 (empat) lembar untuk dilampirkan dalam Berkas Perkara. b) 1 (satu) lembar untuk tersangka;
c) 1 (satu) lembar untuk keluarga tersangka; d) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut Umum; e) 1
(satu) lembar untuk ketua Pengadilan Negeri; f) 1 (satu) lembar untuk Pejabat Rutan/Cabang
Rutan; g) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Perintah Penangguhan Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi
29

nomor sama dengan nomor surat perintah penahanan ditambah huruf a, dengan kode tanggal
dan bulan disesuaikan.
t. Surat Perintah Pencabutan Penangguhan Penahanan (PPNSLH: A.20)
Surat Perintah Pencabutan Penangguhan Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor sama dengan nomor surat perintah penahanan ditambah huruf b,
dengan kode tanggal dan bulan disesuaikan.
u. Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan kepada Kejaksaan (PPNSLH: A.21)
1) Permintaan Perpanjangan Penahanan kepada Jaksa Agung/Kepala Kejaksaan Tinggi/Negeri
(warna putih) dibuat 2 (dua) rangkap dengan perincian sebagai berikut:
a) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut Umum;
b) 1 (satu) lembar untuk arsip
2) Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut dalam buku registrasi tersebut.
v. Surat Perintah Perpanjangan Penahanan (PPNSLH: A.22)
Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penahanan
dan diberi nomor sama dengan surat perintah penahanan ditambah huruf c, dengan kode tanggal
dan bulan disesuaikan.
w. Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Lanjutan Kepada Ketua Pengadilan (PPNSLH: A.23)
1) Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Lanjutan kepada Ketua Pengadilan Negeri (warna
putih) dibuat 3 (tiga) rangkap dengan perincian sebagai berikut :
a) 1 (satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri; b) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut
Umum; c) 1 (satu) lembar untuk Arsip; d) Dilampiri Resume dari hasil penyidikan.
2) Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Lanjutan dicatat dalam Buku Registrasi Surat
Perintah Penahanan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut dalam buku registrasi tersebut.
x. Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Lanjutan (PPNSLH: A.24)
Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Lanjutan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor sama dengan nomor surat perintah penahanan ditambah huruf d,
dengan kode tanggal dan bulan disesuaikan.
30

y. Surat Perintah Pembantaran Penahanan (PPNSLH: A.25)


Surat Perintah Pembantaran Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penahanan
dan diberi nomor sama dengan nomor surat perintah penahanan ditambah huruf e, dengan kode
tanggal dan bulan disesuaikan.
z. Surat Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan (PPNSLH: A.26)
Surat Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor sama dengan nomor surat perintah penahanan ditambah huruf f,
dengan kode tanggal dan bulan disesuaikan.
aa. Surat Perintah Penahanan Lanjutan (PPNSLH: A.27)
Surat Perintah Penahanan Lanjutan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah Penahanan dan
diberi nomor sama dengan surat perintah penahanan ditambah huruf g, dengan kode tanggal dan
bulan disesuaikan.
bb. Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan (PPNSLH: A. 28)
1) Dibuat 10 (sepuluh) rangkap dengan perincian sebagai berikut:
a) 4 (empat) lembar untuk dilampirkan dalam Berkas Perkara b) 1 (satu) lembar untuk tersangka
yang ditahan; c) 1 (satu) lembar untuk keluarga tersangka; d) 1 (satu) lembar untuk
penjagaan/Pamapta/Pejabat Rutan/ Cabang Rutan; e) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut
Umum; f) 1 (satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri; g) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor sama dengan surat perintah penahanan ditambah huruf h, dengan
kode tanggal dan bulan disesuaikan.
cc. Surat Perintah Pengeluaran Tahanan (PPNSLH: A.29)
1) Dibuat 10 (sepuluh) rangkap dengan perincian sebagai berikut: a) 4 (empat) lembar untuk
Berkas Perkara; b) 1 (satu) lembar untuk tersangka; c) 1 (satu) lembar untuk keluarga tersangka;
d) 1 (satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri; e) 1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut
Umum; f) 1 (satu) lembar untuk Kepala Rutan; g) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat perintah pengeluaran tahanan dicatat dalam Buku Register Surat Perintah Penahanan
dan diberi nomor sama dengan surat perintah penahanan ditambah huruf i, dengan kode tanggal
dan bulan disesuaikan.
31

dd. Surat Permintaan Penetapan Izin/Izin Khusus Penggeledahan (PPNSLH: A.30)


Surat permintaan izin untuk melakukan penggeledahan dicatat dalam Buku Registrasi
Penggeledahan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut dalam Buku Registrasi Penggeledahan.
ee. Surat Perintah Penggeledahan (PPNSLH: A.31)
1) Surat Perintah Penggeledahan dibuat 7 (tujuh) rangkap dengan perincian sebagai berikut :
a) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; b) 1 (satu) lembar untuk Penyidik/Petugas; c) Satu
lembar untuk Kepala Kejaksaan Agung RI/Ketua Pengadilan Negeri; d) 1 (satu) lembar untuk
arsip
Surat Perintah Penggeledahan dicatat dalam Buku Registrasi Penggeledahan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut dalam Buku Registrasi Penggeledahan.
ff. Surat Laporan untuk Mendapatkan Persetujuan Penggeledahan (PPNSLH: A.32)
Surat Laporan untuk Mendapatkan Izin Penggeledahan dicatat dalam Buku Registrasi
Penggeledahan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Penggeledahan.
gg. Surat Permintaan Izin/Izin Khusus Penyitaan (PPNSLH: A.33)
Surat permintaan izin/izin khusus untuk melakukan penyitaan dicatat dalam Buku Registrasi
Penyitaan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Penyitaan.
hh. Surat Perintah Penyitaan (PPNSLH: A.34)
1) Surat Perintah Penyitaan dibuat dalam rangkap 9 (sembilan) dengan perincian sebagai berikut :
a) 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara; b) 1 (satu) lembar untuk tersangka/dari siapa benda
itu disita; c) 1 (satu) lembar untuk Penyidik/Petugas; d) 1 (satu) lembar untuk Ketua Pengadilan
Negeri; e) 1 (satu) lembar untuk penuntut umum; f) 1 (satu) lembar untuk arsip.
2) Surat Perintah Penyitaan dicatat dalam Buku Registrasi Penyitaan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Penyitaan.
ii. Surat Persetujuan Penyitaan (PPNSLH: A.35).
Surat untuk mendapatkan persetujuan penyitaan dicatat dalam Buku Registrasi Penyitaan dan
diberi nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Penyitaan.
32

jj. Surat Perintah Pengembalian Benda Sitaan (PPNSLH: A.36)


Surat perintah pengembalian benda sitaan dicatat dalam buku Registrasi Penyitaan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Penyitaan.
kk. Surat Permintaan Izin untuk Merampas/Memusnahkan Benda Sitaan/Barang Bukti kepada
Ketua Pengadilan Negeri (PPNSLH: A.37)
Surat Permintaan izin untuk Merampas/Memusnahkan Benda Sitaan/Barang Bukti kepada Ketua
Pengadilan Negeri dicatat dalam Buku Registrasi Penyitaan dan diberi nomor berdasarkan nomor
urut Buku Registrasi Penyitaan.
ll. Surat Perintah Perampasan/Pemusnahan Benda Sitaan/ Barang Bukti (PPNSLH: A.38)
Surat Perintah Perampasan/Pemusnahan Benda Sitaan/ Barang Bukti dicatat dalam Buku
Registrasi Penyitaan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
mm. Surat Permintaan Izin untuk Menyisihkan/Melelang Benda Sitaan/Barang Bukti kepada
Ketua Pengadilan Negeri (PPNSLH: A.39)
Surat permintaan Izin untuk Melelang Benda Sitaan/Barang Bukti dicatat dalam Buku Registrasi
Lelang dan diberi nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Lelang.
nn. Surat Perintah Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti (PPNSLH: A.40)
Surat Perintah Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti dicatat dalam Buku Registrasi Lelang dan
diberi nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Lelang.
oo. Surat Permintaan Bantuan Pelaksanaan Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti kepada Kepala
Kantor Lelang Negara (PPNSLH: A.41)
Surat Permintaan Bantuan Pelaksanaan Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti dicatat dalam
Buku Registrasi Lelang dan diberi nomor berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Lelang.
pp. Surat Permintaan Penetapan Re-Ekspor kepada Ketua Pengadilan Negeri (PPNSLH: A.42)
Surat permintaan penetapan re-ekspor dicatat dalam Buku Registrasi Penyitaan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku Registrasi Lelang.
qq. Surat Pengiriman Berkas Berkara (PPNSLH: A.43)
Surat Pengiriman berkas perkara dicatat dalam Buku Registrasi Ekspedisi Berkas Perkara,
Tersangka dan Barang Bukti dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
33

rr. Surat Pengiriman Tersangka dan Barang Bukti (PPNSLH: A.44)


Surat Pengiriman Tersangka dan Barang Bukti dicatat dalam Buku Registrasi Ekspedisi Berkas
Perkara, Tersangka dan Barang Bukti dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi
tersebut.
ss. Tanda Terima Barang Sitaan (PPNSLH: A.45)
Dibuat dalam 7 (tujuh) rangkap (semua warna putih) dengan perincian sebagai berikut: a) 4
(empat) lembar untuk Berkas Perkara; b) 1 (satu) lembar untuk tersangka atau siapa barang/surat
itu diterima; c) 1 (satu) lembar untuk atasan Penyidik/Petugas; d) 1 (satu) lembar untuk Arsip.
tt. Tanda Terima Pengiriman Berkas Perkara (PPNSLH: A. 46)
uu. Berita Acara Pemeriksaan TKP (PPNSLH: A.47)
vv. Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Ahli (PPNSLH: A.48)
ww. Berita Acara Pemeriksaan Tersangka (PPNSLH: A.49)
xx. Berita Acara Konfrontasi (PPNSLH: A.50)
yy. Berita Acara Pengambilan Sumpah Saksi/Ahli (PPNSLH: A.51)
zz. Berita Acara Membawa dan menghadapkan saksi/ Tersangka (PPNSLH: A.52)
aaa. Berita Acara Penangkapan (PPNSLH: A.53)
bbb. Berita Acara Pelepasan Tersangka (PPNSLH: A.54)
ccc. Berita Acara Penahanan (PPNSLH: A.55)
ddd. Berita Acara Penangguhan Penahanan (PPNSLH: A.56)
eee. Berita Acara Perpanjangan Penahanan (PPNSLH: A.57)
fff. Berita Acara Perpanjangan Penahanan Lanjutan (PPNSLH: A.58)
ggg. Berita Acara Pembantaran Penahanan (PPNSLH: A.59)
hhh. Berita Acara Pencabutan Pembantaran Penahanan (PPNSLH: A.60)
iii. Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan (PPNSLH: A.61)
jjj. Berita Acara Pengeluaran Tahanan (PPNSLH: A.62)
kkk. Berita Acara Penggeledahan (PPNSLH: A.63)
lll. Berita Acara Penyitaan (PPNSLH: A.64)
mmm. Berita Acara Pengambilan Barang Bukti/Sampel/ Contoh Uji (PPNSLH: A.65)
34

nnn. Berita Acara Penyisihan Barang Bukti/Sampel/Contoh Uji (PPNSLH: A.66)


ooo. Berita Acara Penyegelan dan/atau Pembungkusan Barang Bukti (PPNSLH: A.67)
ppp. Berita Acara Penyerahan Barang Bukti/Sampel/Contoh Uji Untuk Pemeriksaan (PPNSLH:
A.68)
qqq. Berita Acara Pengambilan Hasil Analisis dan Sisa Barang Bukti/Sampel/Contoh Uji (PPNSLH:
A.69)
rrr. Berita Acara Pengembalian Barang Bukti (PPNSLH: A.70)
sss. Berita Acara Penerimaan Hasil Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti (PPNSLH: A.71)
ttt. Berita Acara Perampasan/Pemusnahan Benda Sitaan/ Barang Bukti (PPNSLH: A.72)
uuu. Berita Acara Re-Ekspor (PPNSLH: A.73)
vvv. Berita Acara Serah Terima Tersangka dan Barang Bukti (PPNSLH: A.74)
www. Berita Acara Pelimpahan Penyidikan (PPNSLH: A.75)
xxx. Daftar Saksi (PPNSLH: A.76)
yyy. Daftar Tersangka (PPNSLH: A.77)
zzz. Daftar Barang Bukti (PPNSLH: A.78)

2. Pemberkasan
Pemberkasan merupakan kegiatan untuk menyusun isi berkas perkara dengan susunan dan cara
penyampulan, pengikatan dan penyegelan, serta penomoran dengan tata cara yang telah
ditentukan sebagai berikut: a. Setiap lembaran kertas berkas perkara, pada bagian kirinya (pada
margin) dilubangi dengan alat perforator (alat pembuat lubang pada kertas) pada tiga tempat,
yaitu tengah, atas dan bawah dengan jarak yang sama.
b. Dengan jarum dan tali/benang tanpa sambungan, kertas dijilid sedemikian rupa sehingga
benang tidak akan mudah putus/lepas dan simpul dibuat pada/di atas lubang tengah.
c. Kedua ujung tali/benang dihimpun jadi satu dan dipotong sepanjang 10 cm dari simpul,
kemudian ditarik ke kanan bawah pada halaman sampul berkas perkara.
d. Sepanjang 5 cm dari kedua ujung tali/benang dibubuhi lak, dan sebelum lak tersebut kering
ditekan dengan cap/ stempel PPNSLH yang terbuat dari bahan logam kuningan.
e. Tidak dibenarkan membubuhi lak di atas simpul.
Lak dan cap/stempel jangan sampai menghalang-halangi/ menutupi tulisan yang terdapat pada
sampul berkas perkara.
35

f. Penomoran pada sampul berkas perkara diambilkan dari nomor urut buku register Berkas
Perkara dan cara penomorannya sebagai berikut:
1) Kode/singkatan berkas perkara (BP) diikuti tanda baca (-) dan nomor urut. 2) Identitas
Penyidik. 3) Nama institusi. 4) Angka bulan. 5) Angka tahun
g. Jumlah berkas
Mengingat sifat dan kepentingannya, maka berkas perkara dibuat 4 (empat) rangkap dengan
perincian sebagai berikut: 1) 2 (dua) berkas untuk Jaksa Penuntut Umum 2) 1 (satu) berkas untuk
Penyidik 3) 1 (satu berkas untuk arsip Unit Kerja

Catatan : apabila terjadi pemisahan berkas terhadap masingmasing tersangka (splitzsing) maka
berkas perkara dipersiapkan sesuai kebutuhan dan jumlah tersangka.

B. Kelengkapan Administrasi yang bukan merupakan isi Berkas Perkara.


Kelengkapan administrasi yang bukan merupa kan isi Berkas Perkara adalah: 1. Surat Penugasan
(PPNSLH: B.1)
Surat Penugasan dicatat dalam Buku Registrasi Surat Penugasan dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut Buku Registrasi Surat Penugasan.
2. Surat Pemberitahuan Penahanan kepada Keluarga Tersangka (PPNSLH: B.2)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
3. Surat Pemberitahuan Perpanjangan Penahanan Kepada Keluarga Tersangka (PPNSLH: B.3)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
4. Surat Pemberitahuan Perpanjangan Penahanan Lanjutan kepada Keluarga Tersangka (PPNSLH:
B.4)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
5. Surat Pemberitahuan Penahanan Lanjutan kepada Keluarga tersangka (PPNSLH: B.5)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
36

6. Surat Pemberitahuan Pengalihan Jenis Penahanan Kepada Keluarga Tersangka (PPNSLH: B.6)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
7. Surat Pemberitahuan Pengeluaran Tahanan kepada Keluarga tersangka (PPNSLH: B.7)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
8. Surat Pemberitahuan Pembantaran Penahanan Kepada Keluarga tersangka (PPNSLH: B.8)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
9. Surat Pemberitahuan Pencabutan Pembantaran Penahanan kepada Keluarga Tersangka
(PPNSLH: B.9)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
10. Surat Pemberitahuan Penyitaan/Pelelangan Benda Sitaan/ Barang Bukti kepada
Tersangka/Kuasa Hukumnya (PPNSLH: B.10)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
11. Surat Pemberitahuan Perampasan/Pemusnahan Benda Sitaan/ Barang Bukti kepada
Tersangka/Kuasa Hukumnya (PPNSLH: B.11)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
12. Surat Permintaan Pemeriksaan Laboratorium (PPNSLH: B.12)
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Pemeriksaan Laboratorium,
Identifikasi, Forensik, dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
13. Surat Permintaan Visum et Repertum (PPNSLH: B.13)
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Visum et Repertum dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
14. Surat Permintaan Bantuan Pemeriksaan Laboratorium Forensik (PPNSLH: B.14)
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Pemeriksaan Laboratorium,
Identifikasi, Forensik, dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
37

15. Surat Permintaan Bantuan Pemeriksaan Identifikasi (PPNSLH: B.15)


Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Pemeriksaan Laboratorium,
Identifikasi, Forensik, dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
16. Surat Permintaan Bantuan Ahli (PPNSLH: B.16)
Surat Permintaan Bantuan Ahli dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Bantuan Ahli/Personil
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
17. Surat Permintaan Bantuan Personil (PPNSLH: B.17)
Surat Permintaan Bantuan Personil dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Bantuan
Ahli/Personil dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
18. Surat Permintaan Pencekalan Kepada Kepala Kepolisian (PPNSLH: B.18)
Surat ini dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan Bantuan Pencekalan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
19. Surat Permintaan Pencarian Orang (PPNSLH: B.19)
Surat ini dicatat dalam Buku Registrasi Pencarian Orang/Barang dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut buku registrasi tersebut.
20. Surat Permintaan Pencarian Barang (PPNSLH: B.20)
Surat ini dicatat dalam Buku Registrasi Pencarian Orang/Barang dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut buku registrasi tersebut.
21. Surat Pelimpahan Penyidikan (PPNSLH: B.21)
Surat Pelimpahan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pelimpahan/Penerimaan Berkas Perkara dan
diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
22. Surat Pemberitahuan Hasil/Perkembangan Pengumpulan Bahan Keterangan/Penyidikan
(PPNSLH: B.22)
Surat pemberitahuan ini dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan Hasil/Perkembangan
Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
23. Surat Permintaan Penunjukan Penasehat Hukum (PPNSLH: B.23)
24. Buku Registrasi Laporan Kejadian (PPNSLH: B.24)
25. Buku Registrasi Berkas Perkara (PPNSLH: B.25)
26. Buku Registrasi Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
(PPNSLH: .B26)
27. Buku Registrasi Surat Perintah Tugas (PPNSLH: B.27)
28. Buku Registrasi Penyidikan (PPNSLH: B.28)
38

29. Buku Registrasi Pemberitahuan Dimulainya/Dihentikannya Penyidikan (PPNSLH: B.29)


30. Buku Registrasi Pemanggilan/Perintah Membawa (PPNSLH: B.30)
31. Buku Registrasi Penangkapan/Pelepasan (PPNSLH: B.31)
32. Buku Registrasi Penahanan (PPNSLH: B.32)
33. Buku Registrasi Penggeledahan (PPNSLH: B.33)
34. Buku Registrasi Penyitaan (PPNSLH: B.34)
35. Buku Registrasi Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti (PPNSLH: B.35)
36. Buku Registrasi Pencarian Orang/Barang (PPNSLH: B.36)
37. Buku Registrasi Permintaan Bantuan Ahli/Personil (PPNSLH: B.37)
38. Buku Registrasi Permintaan Pemeriksaan Laboratorium, Identifikasi, Forensik (PPNSLH: B.38)
39. Buku Registrasi Permintaan Visum et Repertum (PPNSLH: B.39)
40. Buku Registrasi Permintaan Bantuan Pencekalan (PPNSLH: B.40)
41. Buku Registrasi Ekspedisi Berkas Perkara, Tersangka dan Barang Bukti (PPNSLH: B.41)
42. Buku Registrasi Penerimaan/Pelimpahan Berkas Perkara (PPNSLH: B.42)
43. Buku Registrasi Barang Bukti (PPNSLH: B.43)
44. Buku Registrasi Barang Temuan (PPNSLH: B.44)
45. Buku Registrasi Permintaan Izin Pemeriksaan (PPNSLH: B.45)
46. Buku Registrasi Pemberitahuan Hasil/Perkembangan Pulbaket/ Penyidikan (PPNSLH: B.46)
47. Buku Registrasi Pemberitahuan Kepada Keluarga Tersangka (PPNSLH: B.47)

III. Administrasi penyidikan

Anda mungkin juga menyukai