Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 1
BAB I ........................................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................................ 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.................................................................................. 4
2.2 Ciri-ciri Korupsi .............................................................................................................................. 5
2.3 Sebab-sebab Korupsi..................................................................................................................... 5
2.4 Fenomena Korupsi Di Indonesia ................................................................................................... 7
2.5 Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis Jenis Korupsi ............................... 10
2.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ............................................................. 11
2.7 Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi: ............................................................ 12
2.8 Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.............................. 14
2.9 Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.................................................... 15
2.8 Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia ......................... 18
BAB III .................................................................................................................................................... 20
PENUTUP ............................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perang terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu
negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu
pemerintahan. Salah satu unsur yang sangat penting dari penegakan hokum dalam
suatu negara adalah perang terhadap korupsi , karena korupsi merupakan penyakit
kanker yang imun, meluas, permanen dan merusak semua sendikehidupan berbangsa
dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruangwilayah. Di Indonesia
korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi , kolusi dan nepotisme.
Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular disetiap aparat negara dari
tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang palingtinggi. Berdasakan laporan
tahunan dari lembaga internasional ternama, Politicaland Economic Risk Consultancy
(PERC) yang bermarkas di Hongkong, Indonesia adalah negara yang terkorup nomor 3 di
dunia dalam hasil surveinya tahun 2001 bersama dengan Uganda. Indonesia juga
terkorup nomor 4 pada tahun 2002 bersama dengan Kenya. Sedangkan Pada tahun
2005 PERC mengemukakan bahwa Indonesia masih menjadi negara terkorup di dunia.
Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama
semenjak pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab
utamanya karena gaji pegawai negeri di bawah standar hidup sehari-hari dan sistem
pengawasan yang lemah. Secara sistematik telah diciptakan suatu kondisi, baik disadari
atau tidak dimana gaji satu bulan hanya cukup untuk satu atau dua minggu. Disamping
lemahnya sistem pengawasan yang ada member kesempatan untuk melakukan korupsi.
Sehingga hal ini mendorong para pegawai negeri untuk mencari tambahan dengan
memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi walau dengan cara melawan
hokum. Selain itu, sistem peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif
untuk memerangi korupsi. Sehingga pelakukorupsi terbebas dari jeratan hukum.
Menurut Bank Dunia bahwa korupsi di Indonesia terjadi dimana-mana di berbagailevel
golongan pegawai negeri sipil, tentara, polisi dan politisi bahkan sudah melanda
beberapa kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas korupsi.Kejadian tersebut
di atas menyebabkan protes dan penolakan dari masyarakat luas terhadap
pemerintahan Suharto maupun para penggantinya. Adanya korupsi dimana-mana dan
timbulnya perasaan jengkel karena keadilan yang dinantikan masyarakat tak kunjung
tiba, ditambah lagi keadaan ekonomi rakyat kian parah. Indonesia Corruption Watch
mengemukakan bahwa hal tersebut di atas menghasilkan krisis ekonomi di Indonesia
yang berujung dengan kejatuhan rezim Suharto.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
2. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan Jenis Jenis Korupsi ?
3. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
4. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
5. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
6. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
7. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
8. Upaya upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia .?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian dari korupsi.


2. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis Jenis Korupsi.
3. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
4. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
5. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
6. Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi
7. Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
8. Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme


Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti
harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak
bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan
demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal
buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit
modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan
akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi :
Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa korupsi adalah penyelewengan
tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk
penggelapan, kecurangan atau manipulasi. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan
bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung
kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile),
ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupakan tindakan melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang
secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang
dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai keadilan masyarakat
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif,
korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal,
norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi
sebagai tindakan yang buruk.
Sedangkan Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai
dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi
lancar.
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat
beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa
perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara
keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi
tersembunyi.
Dan Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan
hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya

2.2 Ciri-ciri Korupsi


Menurut Syed Hussein Alatas, ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut.
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dai satu orang
b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-
keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk memengaruhi keputusan-
keputusan itu.
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau
masyarakat umum.
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.

2.3 Sebab-sebab Korupsi

Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara


potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan.
Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Sedangkan Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi
adalah :
Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik,
bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan.
Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus
mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena
kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi
karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.
Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada
korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi.
Gagalnya pendidikan agamadan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno
bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah
korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk
agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah
saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut
Franz , sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi
lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut
jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak
yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.

2.4 Fenomena Korupsi Di Indonesia


Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia
ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya ok-num
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompoksosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak
di antara mereka yangtidak mampu.
4. Mereka hanya inginmemuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi,
yakni :
a. Kurangnya gaji pegawainegeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin
meningkat;
b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau
sebab meluasnya korupsi;
c. Manajemen yang kurang baik dankontrol yang kurang efektif dan efisien, yang
memberikan peluang orang untuk korupsi;
d. Modernisasi pengembangbiakan korupsi

Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul Strategi
Pemberantasan Korupsi, antara lain :
1. Aspek Individu Pelaku
a. Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan
tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat
besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu
datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
b. Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain
yang memberi kesempatan untuk itu.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan
hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha
memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit
didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan
tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan
peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak
dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil
jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e. Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupandi kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif.
Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai
akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
f. Malas atau tidak mau kerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat
alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun
dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi
dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan
subur di tengahmasyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama
kurang diterapkan dalam kehidupan.
2. Aspek Organisasi
a.) Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya
akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
b.) Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif
mewarnai kehidupanorganisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi
memiliki peluang untuk terjadi.
c.) Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi
yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap
instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada
efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi
organisasi yang kondusifuntuk praktik korupsi.
d.) Kelemahan sistim pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi
dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah
organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di
dalamnya.
e.) Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru
terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
a.) Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan
oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan
yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi,
misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
b.) Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi. Masyarakat masih
kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan
masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi,
yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang
karena dikorupsi.
c.) Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap korupsi pasti
melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri.
Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari
dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d.) Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif. Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu
tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa
diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
e.) Aspek peraturan perundang-undangan. Korupsi mudah timbul karena adanya
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya
peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas
peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang
terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya
bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

2.5 Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis Jenis


Korupsi
Korupsi di Indonesia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi Budhi dan
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228
Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
Operasi Tertib yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih
dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya
dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup
banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997
saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim
Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan
Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun
secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

2.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi


Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di
keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB
pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi
Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang
menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegah & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di
lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan
hukum.
3. MeningkatkanKerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan
pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan
Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah langkah pencegahan dalam RAN-PK di
prioritaskan pada :
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah
yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat pangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi.

2.7 Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi:


Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali
upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat
hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan
memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi
martir bagi para pelaku tindak KKN.
Tujuan pembentukan komisi tersebut adalah meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Serangkaian tindakan
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlakudisebut pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam tugas-
tugasnya, KPK bekerja sama dengan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas
Tipikor), Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), dan Komisi
Ombusman Nasional.
Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi. Komisi
Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada public atas pelaksanaan tugasnya
dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
Keuangan.
Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas pimpinan yang terdiri atas
lima anggota, pegawai yang bertugas sebagai pelaksana tugas, dan tim penasihat yang
terdiri atas empat anggota. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi disusun atas ketua
merangkap anggota dan empat orang wakil ketua, masing-masing merangkap anggota.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas sebagai berikut.
a. Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
b. Koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
c. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi.
f. Memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.
g. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
h. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
i. Tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
j. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait;
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK melakukan penindakan dengan
tujuan meningkatkan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi. Strategi penindakan
tersebut dijabarkan dalam sejumlah kegiatan berikut.
a. Pengembangan mekanisme, sistem, dan prosedur supervisi oleh KPK atas
penyelesaian perkara tindak pidana korupsi yang dilaksanakan oleh kepolisian dan
kejaksaan.
b. Pemetaan aktivitas-aktivitas yang berindikasikan tindak pidana korupsi.
c. Pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana
korupsi.
d. Identifikasi kelemahan undang-undang dan konflik antar undang-undang yang
berkaitan dengan pemberantasan korupsi.
e. Pengembangan sistem dan prosedur peradilan pidana korupsi yang ditangani
langsung oleh KPK.
Untuk mewujudkan visi pemberantasan korupsi Indonesia yang bebas dan korupsi,
maka diperlukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi yang handal, seperti:
A. Penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan sosialisasi,
B. Peningkatan efektivitas sistem petaporan kekayaan penyelenggaraan negara,
C. Penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasi,
D. Pengkajian dan penyampaian saran perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan
dan pelayanan masyarakat yang berindikasikan korupsi, dan
E. Penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung pemberantasan
korupsi

2.8 Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di


Indonesia
Bentuk bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak
pidana korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

2.9 Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi


Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indonesia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
a) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama.
b) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tang-gung jawab yang tinggi.
d) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
e) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar
dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
a. Menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di Kampus.
Hal ini terutama dimulai dari kesadaran masing-masing mahasiswa yaitu
menanamkan didalam diri mereka sendiri bahwa mereka tidak boleh melakukan
tindakan korupsi walaupun hal itu hanya tindakan sederhana, misalnya terlambat
datang ke kampus, menitipkan absen kepada teman jika tidak masuk atau
memberikan uang suap kepada para pihak pengurus beasiswa dan macam-macam
tindakan lainnya. Memang hal tersebut kelihatan sepele tetapi berdampak fatal
pada pola pikir dan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan bahkan yang lebih
parah adalah menjadi sebuah karakter.
Selain kesadaran pada masing-masing mahasiswa maka mereka juga harus
memperhatikan kebijakan internal kampus agar dikritisi sehingga tidak
memberikan peluang kepada pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan
melalui korupsi. Misalnya ketika penerimaan mahasiswa baru mengenai biaya
yang diestimasikan dari pihak kampus kepada calon mahasiswa maka perlu bagi
mahasiswa untuk mempertanyakan dan menuntut sebuah transparasi dan
jaminan yang jelas dan hal lainnya. Jadi posisi mahasiswa di sini adalah sebagai
pengontrol kebijakan internal universitas.
Dengan adanya kesadaran serta komitmen dari diri sendiri dan sebagai pihak
pengontrol kebijakaninternal kampus maka bisa menekan jumlah pelaku korupsi.
Upaya lain untuk menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di lingkungan
kampus adalah mahasiswa bisa membuat koperasi atau kantin jujur. Tindakan ini
diharapkan agar lebih mengetahui secara jelas signifikansi resiko korupsi di
lingkungan kampus.Mahasiswa juga bisa berinisiatif membentuk organisasi atau
komunitas intra kampus yang berprinsip pada upaya memberantas tindakan
korupsi. Organisasi atau komunitas tersebut diharapkan bisa menjadi wadah
mengadakan diskusi atau seminar mengenai bahaya korupsi. Selain itu organisasi
atau komunitas ini mampu menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan internal
kampus.
b. Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi.
Upaya mahasiswa ini misalnya memberikan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai bahaya melakukan tindakan korupsi karena pada nantinya akan
mengancam dan merugikan kehidupan masyarakat sendiri. Serta menghimbau
agar masyarakat ikut serta dalam menindaklanjuti (berperan aktif) dalam
memberantas tindakan korupsi yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Selain
itu, masyarakat dituntut lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa
kurang relevan. Makamasyarakat sadar bahwa korupsi memang harus dilawan
dan dimusnahkan dengan mengerahkan kekuatan secara massif, artinya bukan
hanya pemerintah saja melainakan seluruh lapisan masyarakat.
c. Menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan pemerintah.
Mahasiswa selain sebagai agen perubahan juga bertindak sebagai agen
pengontrol dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah sangat perlu untuk
dikontrol dan dikritisi jika dirasa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak
positif pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan semakin memperburuk
kondisi masyarakat. Misalnya dengan melakukan demo untuk menekan
pemerintah atau melakukan jajak pendapat untuk memperoleh hasil negosiasi
yang terbaik.
d. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
e. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
f. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
g. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-
rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
h. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a) Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang
meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan
terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas
korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik
korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan
reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b) Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-
karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi
yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan
Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di
Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI
pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK
Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay,
Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah
negara terbebas dari korupsi.

2.8 Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di


Indonesia
Korupsi dapatterjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata
hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi
antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang
cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol,
sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem
politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-
contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari
tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara
yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan
amanah yang diemban.
BAB III

PENUTUP

Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta
orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-
kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan
birokrasi sebagai prangkat pokoknya.

Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya


delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih
begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum
menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak
pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim,
tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak
drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.

Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi jalan tak ada ujung,
melainkan jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan. Upaya-upaya untuk mengatasi
persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun
segi etika atau akhlak manusia.
DAFTAR PUSTAKA

http://harissoekamti.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-upaya-upaya.html
Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan
dan Keadilan.

Mochtar. 2009. Efek Treadmill Pemberantasan Korupsi : Kompas

UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH.


Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)

Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK

Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta:
Erlangga

Waluyo, Budi. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas 10. BSE

Anda mungkin juga menyukai