Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)


Menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 menjelaskan bahwa kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
AMDAL merupakan bagian dari sistem perencanaan yang memberikan
landasan bagi pengelolaan lingkungan. AMDAL digunakan untuk mengambil
keputusan tentang penyelenggaraan atau pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 36 ayat 1 dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan setiap usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Izin
lingkungan tidak akan dikeluarkan apabila tidak ada keputusan kelayakan
lingkungan dari Komisi Penilai AMDAL yang menilai dokumen atau kajian
mengenai dampak pentingyang diajukan oleh pemrakarsa.
Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur
dalam PP No. 27 tahun 2012, bentuk kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL
yang terdiri dari 3 (tiga) dokumen, yaitu:
a. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
KA-ANDAL merupakan suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup
serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi
penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam
dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi
berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk
mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini
merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai
AMDAL melalui proses yang disebut proses perlingkupan.

3
b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
ANDAL merupakan dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap
dampak penting dari suau rencana kegiatan. Dampak penting yang telah
diidentifikasi di dalam dokumen KA-ANDAL kemudian ditelaah secara lebih
cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Tlaah ini
bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak
diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara
membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi
terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya.evaluasi
dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak
yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan damapk positif.
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL)
RKL merupakan dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah,
mengendalikan dan menanggulangi dampak penting dalam lingkungan hidup
yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat
rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil
arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
RPL merupakan dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk
melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang
berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi produksi dampak yang
digunakan dalam kajian ANDAL

2.2 Hutan Tanaman Industri


2.2.1 Pengertian
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 menjelaskan bahwa hutan tanaman
industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi

4
yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pengembangan HTI dilatarbelakangi
oleh kondisi kesenjangan antara kapasitas industri perkayuan dengan pasokan
bahan baku kayu yang pada waktu itu hanya mengandalkan dari kayu hutan alam.
Jenis tanaman HTI yang dibudidayakan pada umumnya jenis kayu cepat tumbuh
(akasia, sengon, eucaliPT.us, gmelina dsb). Tujuan utama pembangunan HTI
adalah untuk menjamin ketersediaan bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh
industri pengolahan kayu di Indonesia, peningkatan devisa negara, pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi negara/pedesaan, penyediaan kesempatan kerja,
dan kesempatan berusaha serta pelestarian manfaat sumberdaya hutan.
Lahirnya pengusahaan hutan di Indonesia diawali dengan terbitnya Undang-
Undang No 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang
diatur dalam Pasal 13 yang ditindak lanjuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah
nomor 22 Tahun 1967 tanggal 30 Desember 1967 tentang Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan Iuran Hasil Hutan (IHH).

2.2.2 Kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri


Dalam pengusahaan HTI, terdapat dua tahapan kegiatan utama yang terdiri
dari kegiatan pembangunan dan kegiatan pengelolaan (Fahutan IPB 1988, dalam
Octofivtin 2004). Kegiatan pembangunan dimulai dari tahap perencanaan sampai
dengan terbentuknya hutan tanaman industri dalam satu atau dua unit kegiatan
kelestarian produksi. Sasaran dari kegiatan pembangunan adalah terciPT.anya
tegakan hutan tanaman industri dengan kondisi mendekati tegakan normal. Kondisi
ini perlu dicapai karena disamping untuk mewujudkan kelestarian hasil, juga
memungkinkan untuk pemanfaatan semua faktor penentu pertumbuhan yang
tersedia sehingga dicapai tingkat produktivitas dan profitabilitas yang tinggi.
Sedangkan kegiatan pengelolaan terdiri atas kegiatan penebangan, kegiatan
permudaan, pemeliharaan hutan, pengelolaan, dan pemasaran hasil hutan. Kegiatan
ini dilakukan secara berulang. Sasaran dari kegiatan pengelolaan adalah
diperolehnya hasil lestari yang berkualitas tinggi. Untuk mencapai sasaran dari

5
kegiatan pembangunan dan pengelolaan tersebut, perlu dilakukan kegiatan-
kegiatan dengan tahapan sebagai berikut:

2.2.2.1 Penyusunan Rencana


Dalam penyusunan rencana, ada dua rencana yang akan disusun, yaitu
Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKPHTI) dan Rencana
Karya Tahunan (RKT). RKPHTI merupakan rencana yang memuat seluruh
kegiatan yang menunjang pembangunan dan pengelolaan HTI. Rencana ini
merupakan penjabaran dari kegiatan pembangunan HTI yang mempunyai
kejelasan: lokasi, jumlah tenaga kerja dan kualitasnya, jumlah sarana dan prasarana
yang dibutuhkan, jumlah biaya yang dibutuhkan, dan sistem pelaksanaan (tata
waktu). RKPHTI disusun paling lambat sebelum kegiatan pembangunan
dilaksanakan.
RKT memuat seluruh kegiatan-kegiatan secara terperinci (termasuk
pembiayaannya) yang hendak dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. RKT
disusun paling lambat satu tahun sebelum kegiatan tahunan yang bersangkutan
dilaksanakan.

2.2.2.2 Tata Batas


Pelaksanaan kegiatan tata batas bertujuan untuk memperoleh kepastian
administratif, kewenangan maupun hukum. Hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya konflik dengan pihakpihak lain. Kegiatan tata batas meliputi tata batas
areal HTI dengan areal di luar batas HTI tersebut (tata batas luar) dan tata batas
peruntukan areal di dalam areal HTI (tata batas dalam areal).
Pelaksanaan tata batas ini meliputi pekerjaan pembuatan trace (rintis batas),
pemancangan pal batas, pengukuran dan pemetaan batas serta pengukuhan
administrasi/hukum dari batas tersebut. Biaya pembuatan tata batas adalah semua
biaya operasional pembuatan tata batas, yang meliputi biaya pengukuran,
pengukuhan batas luar, dan penyusunan rencana calon lokasi tanaman (UGM,
1996).

6
2.2.2.3 Penataan Hutan
Kegiatan penataan hutan bertujuan untuk menata areal ke dalam bagian-
bagian yang lebih kecil sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara efisien
(Fahutan IPB 1988, dalam Octofivtin 2004). Kegiatan penataan hutan terdiri atas
dua kegiatan utama, yaitu:

2.2.2.4 Kegiatan Penataan Batas


Kegiatan penataan batas merupakan kegiatan yang menyangkut penentuan
garis batas dan pemancangan pal batas terhadap areal hutan yang hendak ditata.

2.2.2.5 Kegiatan Pembagian Hutan


Kegiatan pembagian hutan merupakan kegiatan yang menyangkut
pemisahan areal ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil yaitu bagian hutan, petak,
dan anak petak. Hasil dari kegiatan penataan batas dan pembagian hutan perlu
diproyeksikan di atas peta. Pelaksanaan dari kegiatan penataan hutan akan
diselesaikan dalam lima tahun pertama sesudah kegiatan pembangunan dijalankan.

2.2.2.6 Pembukaan Wilayah Hutan


Kegiatan yang termasuk kedalam kegiatan pembukaan wilayah hutan
adalah kegiatan pembuatan prasarana lalu lintas. Tujuan dari kegiatan ini adalah
agar areal HTI dapat dijangkau secara mudah. Pembuatan prasarana lalu lintas
dapat dilakukan membuat jalan-jalan yang baru atau dengan melakukan perbaikan
dan peningkatan mutu terhadap jalan yang sudah ada. Pada akhir daur pertama
semua jalan, baik jalan utama maupun penunjang harus sudah selesai dibangun.

2.2.2.7 Penanaman
Kegiatan penanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diawali dari
pengadaan bibit, penyiapan lahan, dan penanaman bibit di lapangan. Pengadaan
benih dilaksanakan paling lambat satu tahun sebelum kegiatan
penanaman dilaksanakan. Selain dengan pembangunan tegakan benih, pemenuhan
kebutuhan benih dapat dilaksanakan melalui pembelian dari tempat lain. Kegiatan

7
penanaman dilakukan pada setiap petak atau anak petak berdasarkan rencana
penanaman yang telah ditetapkan.
Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk mewujudkan prakondisi lahan
yang oPT.imal untuk keperluan penanaman yang berwawasan lingkungan dan
memelihara kesuburan tanah, terutama agar kondisi fisik tanah mendukung
perkembangan akar, mengurangi persaingan dengan gulma dan mempermudah
dalam penanaman. Sejak tahun 1995, pemerintah melarang kegiatan penyiapan
lahan dengan pembakaran. Kegiatan penyiapan lahan tanpa bakar meliputi
beberapa kegiatan pokok, yaitu pembersihan lahan, pemanfaatan limbah,
pengolahan lahan, dan konservasi tanah (Hendromono dkk, 2006).
Penanaman bibit dilaksanakan pada awal sampai pertengahan musim
penghujan. Karena terbatasnya waktu penanaman dalam setiap tahunnya maka
kegiatan-kegiatan yang mendukungnya perlu diarahkan agar penanaman dapat
dilaksanakan tepat pada waktunya.

2.2.2.8 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tiap petak tebang. Pemeliharaan ini
mencakup dua kegiatan pemeliharaan yang utama yaitu:
a) Pemeliharaan Tanaman Muda
Pemeliharaan tanaman muda dilakukan mulai bibit selesai ditanam di
lapangan sampai tanaman mencapai kondisi tegakan yaitu keadaan dimana pohon-
pohonnya telah saling mempengaruhi satu sama lain, baik tajuk maupun
perakarannya (umur 3 5 tahun). Pemeliharaan tegakan dilakukan setelah tegakan
terbentuk sampai tegakan siap ditebang.
Pekerjaan pemeliharaan tanaman muda dapat berupa penyulaman,
penyiangan, pendangiran dan pembebasan gulma serta tanaman pengganggu
lainnya. Kegiatan pemeliharaan tanaman muda juga dapat berupa pemupukan
tanaman.
Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian yang kosong bekas
tanaman yang mati, rusak, tumbuh merana, dan jelek (patah dan bengkok)
sehingga terpenuhi jumlah tanaman dalam satu luasan tertentu sesuai jarak tanam
(Hendromono dkk, 2006).

8
b) Pemeliharaan Tegakan
Pekerjaan pemeliharaan tegakan dapat berupa pembebasan tanaman
pengganggu, pemangkasan cabang dan pemeliharaan. Pembebasan tanaman
pengganggu dilakukan pada jalur tanaman pokok sehingga tanaman pokok
mendapat kesempatan tumbuh secara baik. Pemangkasan cabang dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran panjang
batang bebas cabang. Sedangkan kegiatan penjarangan dilakukan dengan tujuan
untuk menciPT.akan ruang tumbuh yang oPT.imal sehingga pertumbuhan pohon-
pohon tertinggal dapat berlangsung secara maksimal.

2.2.2.9 Perlindungan Hutan


Kegiatan perlindungan hutan mempunyai tujuan untuk melindungi hutan
dari gangguan hama dan penyakit serta gangguan lain, baik hewan maupun
manusia. Pencegahan kebakaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku
tentang pencegahan kebakaran yang menyertai kegiatan pembalakan perlu
diadakan. Pencegahan kebakaran yang dimaksudkan untuk mengurangi kecelakaan
kebakaran hutan dan kerusakan hutan serta kawasan lainnya melalui penghindaran
kebakaran (Departemen Kehutanan, 2000).

2.2.2.10 Pemanenan Hutan


Pemanenan dilakukan pada tegakan yang telah mencapai umur yang sama
dengan daur. Kegiatan pemanenan hutan secara tebang habis baru dapat
dilaksanakan pada akhir daur pertama.

2.3 Aliran Air Permukaan (Surface Run Off)


Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir diatas
permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan (Asdak, 1995). Menurut Arsyad
(2010), aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan
mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas hujan
melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dalam hal ini tanah telah jenuh air. Sifat aliran
permukaan seperti jumlah atau volume, laju atau kecepatan, dan gejolak aliran

9
permukaan menentukan kemampuannya dalam menimbulkan erosi. Besaran aliran
permukaan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) (Hridjaja dkk, 1991).

2.4 Kualitas Air Permukaan


Kualitas adalah karakteristik mutu yang diperlukan untuk pemanfaatan
tertentu dari berbagai sumber air. Kreteria mutu air merupakan suatu dasar baku
mengenai sayaratat kualitas air yang dapat dimanfaatkan. Baku mutu air adalah
suatu peraturan yang disiapkan oleh suatu negara atau suatu daerah yang
bersangkutan. Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan
melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan
adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam
kondisi alamiahnya.
Sifat fisik air permukaan yang akan diambil parameternya antara lain
temperatur air, warna, rasa dan bau sedangkan sifat kimia air yang diamati adalah
pH, BOD, TSS, minyak dan lemak. Adapun sifat-sifat air secara fisik dan kimia
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut:
1. Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut
dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila
temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah 3C suhu udara
disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari
sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. Disamping itu, temperatur
pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas.
2. Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh
adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organism
mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan
bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas
bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan
rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.

10
Untuk standard air minum dan air bersih diharapkan air tidak berbau dan tidak
berasa.
3. Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan
kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi.
Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi
segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi
efektivitas usaha desinfeksi.
4. Warna
Warna di dalam air terbagi dua, yakni warna semu (apparent color) adalah
warna yang disebabkan oleh partikel-partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir,
dll), partikel halus besi, mangan, partikel-partikel mikroorganisme, warna industri,
dan lain-lain. Yang kedua adalah warna sejati (true color) adalah warna yang
berasal dari penguraian zat organik alami, yakni humus, lignin, tanin dan asam
organik lainnya. Penghilangan warna secara teknik dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Diantaranya: koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, oksidasi,
reduksi, bioremoval, terapan elektro, dsb. Tingkat zat warna
5. Zat Padat Terlarut (TDS) dan Residu Tersuspensi (TSS)
Muatan padatan terlarut adalah seluruh kandungan partikel baik berupa bahan
organik maupun anorganik yang telarut dalam air. Bahan-bahan tersuspensi dan
terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan dapat
meningkatkan kekeruhan selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari
ke kolom air dan akhirnya akan berpengaruh terhadap proses fotosntesis di
perairan. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui
ukuran/diameter partikel-partikelnya.
6. Derajat Keasaman (pH)
pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer,
dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. Air minum sebaiknya netral, tidak
asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan

11
distribusi air minum. pH 16 standar untuk air bersih sebesar 6,5 8,5. Air adalah
bahan pelarut yang baik sekali, jika dibantu dengan pH yang tidak netral, dapat
melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya.
7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau Rata-rata industri, dan untuk mendesain sistem-sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Semakin banyak Kandungan
BOD maka, jumlah bakteri semakin besar. Tingginya kadar BOD dalam air
menunjukkan kandungan zat lain juga kadarnya besar secara otomatis air tersebut
di kategorikan tercemar.
8. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi.

2.5 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran Air
Menurut SNI No. 115 Tahun 2003 Mutu air merupakan kondisi kualitas air
yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Status mutu air
adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik
pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku
mutu air yang ditetapkan. Penentuan status mutu air dengan Metoda Indeks
Pencemaran dimana uraian metode indeksnya dijelaskan bahwa Sumitomo dan
Nemerow (1970), Universitas Texas, A.S., mengusulkan suatu indeks yang
berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan.
Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan
untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang
diizinkan (Nemerow, 1974). Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan
Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan
untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan
bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas
air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil
keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta

12
melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas
akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter
kualitas yang independent dan bermakna.

2.6 Keragaman Jenis Biota Perairan (Plankton, Benthos, dan Nekton)


Perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran dan kelompok
organisme yang toleran terhadap bahan pencemar (Hawkes, 1979). Menurut Walker
(1981), organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator biologi pada perairan
tercemar adalah organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikit-
banyaknya bahan pencemar dan meningkat populasi organisme tersebut.
Organisme yang tidak toleran akan mengalami penurunan, bahkan akan mengalami
kemusnahan ataupun hilang dari lingkungan perairan tersebut (Hawkes, 1979).
Menurut Oey, dkk. (1978) dengan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia,
dan biologi maka jenis biota air yang mempunyai daya toleransi tinggi akan
mengalami peningkatan dan penyebaran yang luas. Organisme yang toleran dapat
tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang kualitas buruk
sekalipun. Menurut Harman (1974), organisme yang dijadikan sebagai indikator
biologi harus memiliki sifat sebagai berikut:
1. Mudah dikenal oleh peneliti yang bukan spesialis;
2. Mempunyai sebaran yang luas di dalam lingkungan perairan;
3. Memperlihatkan daya toleransi yang hampir sama pada kondisi lingkungan
perairan yang sama;
4. Jangka waktu hidupnya relatif lama;
5. Tidak cepat berpindah tempat bila lingkungannya dimasuki bahan pencemar.

13

Anda mungkin juga menyukai