Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
3
b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
ANDAL merupakan dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap
dampak penting dari suau rencana kegiatan. Dampak penting yang telah
diidentifikasi di dalam dokumen KA-ANDAL kemudian ditelaah secara lebih
cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Tlaah ini
bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak
diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara
membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi
terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya.evaluasi
dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak
yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan damapk positif.
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL)
RKL merupakan dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah,
mengendalikan dan menanggulangi dampak penting dalam lingkungan hidup
yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat
rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil
arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
RPL merupakan dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk
melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang
berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi produksi dampak yang
digunakan dalam kajian ANDAL
4
yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pengembangan HTI dilatarbelakangi
oleh kondisi kesenjangan antara kapasitas industri perkayuan dengan pasokan
bahan baku kayu yang pada waktu itu hanya mengandalkan dari kayu hutan alam.
Jenis tanaman HTI yang dibudidayakan pada umumnya jenis kayu cepat tumbuh
(akasia, sengon, eucaliPT.us, gmelina dsb). Tujuan utama pembangunan HTI
adalah untuk menjamin ketersediaan bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh
industri pengolahan kayu di Indonesia, peningkatan devisa negara, pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi negara/pedesaan, penyediaan kesempatan kerja,
dan kesempatan berusaha serta pelestarian manfaat sumberdaya hutan.
Lahirnya pengusahaan hutan di Indonesia diawali dengan terbitnya Undang-
Undang No 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang
diatur dalam Pasal 13 yang ditindak lanjuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah
nomor 22 Tahun 1967 tanggal 30 Desember 1967 tentang Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan Iuran Hasil Hutan (IHH).
5
kegiatan pembangunan dan pengelolaan tersebut, perlu dilakukan kegiatan-
kegiatan dengan tahapan sebagai berikut:
6
2.2.2.3 Penataan Hutan
Kegiatan penataan hutan bertujuan untuk menata areal ke dalam bagian-
bagian yang lebih kecil sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara efisien
(Fahutan IPB 1988, dalam Octofivtin 2004). Kegiatan penataan hutan terdiri atas
dua kegiatan utama, yaitu:
2.2.2.7 Penanaman
Kegiatan penanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diawali dari
pengadaan bibit, penyiapan lahan, dan penanaman bibit di lapangan. Pengadaan
benih dilaksanakan paling lambat satu tahun sebelum kegiatan
penanaman dilaksanakan. Selain dengan pembangunan tegakan benih, pemenuhan
kebutuhan benih dapat dilaksanakan melalui pembelian dari tempat lain. Kegiatan
7
penanaman dilakukan pada setiap petak atau anak petak berdasarkan rencana
penanaman yang telah ditetapkan.
Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk mewujudkan prakondisi lahan
yang oPT.imal untuk keperluan penanaman yang berwawasan lingkungan dan
memelihara kesuburan tanah, terutama agar kondisi fisik tanah mendukung
perkembangan akar, mengurangi persaingan dengan gulma dan mempermudah
dalam penanaman. Sejak tahun 1995, pemerintah melarang kegiatan penyiapan
lahan dengan pembakaran. Kegiatan penyiapan lahan tanpa bakar meliputi
beberapa kegiatan pokok, yaitu pembersihan lahan, pemanfaatan limbah,
pengolahan lahan, dan konservasi tanah (Hendromono dkk, 2006).
Penanaman bibit dilaksanakan pada awal sampai pertengahan musim
penghujan. Karena terbatasnya waktu penanaman dalam setiap tahunnya maka
kegiatan-kegiatan yang mendukungnya perlu diarahkan agar penanaman dapat
dilaksanakan tepat pada waktunya.
2.2.2.8 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tiap petak tebang. Pemeliharaan ini
mencakup dua kegiatan pemeliharaan yang utama yaitu:
a) Pemeliharaan Tanaman Muda
Pemeliharaan tanaman muda dilakukan mulai bibit selesai ditanam di
lapangan sampai tanaman mencapai kondisi tegakan yaitu keadaan dimana pohon-
pohonnya telah saling mempengaruhi satu sama lain, baik tajuk maupun
perakarannya (umur 3 5 tahun). Pemeliharaan tegakan dilakukan setelah tegakan
terbentuk sampai tegakan siap ditebang.
Pekerjaan pemeliharaan tanaman muda dapat berupa penyulaman,
penyiangan, pendangiran dan pembebasan gulma serta tanaman pengganggu
lainnya. Kegiatan pemeliharaan tanaman muda juga dapat berupa pemupukan
tanaman.
Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian yang kosong bekas
tanaman yang mati, rusak, tumbuh merana, dan jelek (patah dan bengkok)
sehingga terpenuhi jumlah tanaman dalam satu luasan tertentu sesuai jarak tanam
(Hendromono dkk, 2006).
8
b) Pemeliharaan Tegakan
Pekerjaan pemeliharaan tegakan dapat berupa pembebasan tanaman
pengganggu, pemangkasan cabang dan pemeliharaan. Pembebasan tanaman
pengganggu dilakukan pada jalur tanaman pokok sehingga tanaman pokok
mendapat kesempatan tumbuh secara baik. Pemangkasan cabang dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran panjang
batang bebas cabang. Sedangkan kegiatan penjarangan dilakukan dengan tujuan
untuk menciPT.akan ruang tumbuh yang oPT.imal sehingga pertumbuhan pohon-
pohon tertinggal dapat berlangsung secara maksimal.
9
permukaan menentukan kemampuannya dalam menimbulkan erosi. Besaran aliran
permukaan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) (Hridjaja dkk, 1991).
10
Untuk standard air minum dan air bersih diharapkan air tidak berbau dan tidak
berasa.
3. Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan
kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi.
Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi
segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi
efektivitas usaha desinfeksi.
4. Warna
Warna di dalam air terbagi dua, yakni warna semu (apparent color) adalah
warna yang disebabkan oleh partikel-partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir,
dll), partikel halus besi, mangan, partikel-partikel mikroorganisme, warna industri,
dan lain-lain. Yang kedua adalah warna sejati (true color) adalah warna yang
berasal dari penguraian zat organik alami, yakni humus, lignin, tanin dan asam
organik lainnya. Penghilangan warna secara teknik dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Diantaranya: koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, oksidasi,
reduksi, bioremoval, terapan elektro, dsb. Tingkat zat warna
5. Zat Padat Terlarut (TDS) dan Residu Tersuspensi (TSS)
Muatan padatan terlarut adalah seluruh kandungan partikel baik berupa bahan
organik maupun anorganik yang telarut dalam air. Bahan-bahan tersuspensi dan
terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan dapat
meningkatkan kekeruhan selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari
ke kolom air dan akhirnya akan berpengaruh terhadap proses fotosntesis di
perairan. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui
ukuran/diameter partikel-partikelnya.
6. Derajat Keasaman (pH)
pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer,
dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. Air minum sebaiknya netral, tidak
asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan
11
distribusi air minum. pH 16 standar untuk air bersih sebesar 6,5 8,5. Air adalah
bahan pelarut yang baik sekali, jika dibantu dengan pH yang tidak netral, dapat
melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya.
7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau Rata-rata industri, dan untuk mendesain sistem-sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Semakin banyak Kandungan
BOD maka, jumlah bakteri semakin besar. Tingginya kadar BOD dalam air
menunjukkan kandungan zat lain juga kadarnya besar secara otomatis air tersebut
di kategorikan tercemar.
8. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi.
2.5 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran Air
Menurut SNI No. 115 Tahun 2003 Mutu air merupakan kondisi kualitas air
yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Status mutu air
adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik
pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku
mutu air yang ditetapkan. Penentuan status mutu air dengan Metoda Indeks
Pencemaran dimana uraian metode indeksnya dijelaskan bahwa Sumitomo dan
Nemerow (1970), Universitas Texas, A.S., mengusulkan suatu indeks yang
berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan.
Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan
untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang
diizinkan (Nemerow, 1974). Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan
Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan
untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan
bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas
air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil
keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta
12
melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas
akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter
kualitas yang independent dan bermakna.
13