Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan
penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan penderitaan
melalui identifikasi awal, pengkajian secara menyeluruh dan pengobatan
nyeri serta masalah fisik, psikososial, dan spiritual (WHO, 2002).
Perawatan paliatif dilakukan oleh tim multidisiplin yang melibatkan
banyak tenaga kesehatan untuk tujuan yang sama (Aitken, 2009). Menurut
Kemenkes (2007) yang merupakan penyakit terminal adalah penyakit
kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,
stroke, parkinson, gagal jantung, penyakit genetika dan penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS. Setiap tahunnya dilaporkan adanya peningkatan
mengenai penyakit tersebut yang diderita oleh usia dewasa dan anak-anak.
Menurut World Health Organization (WHO, 2007) bahwa penyakit
yang membutuhkan perawatan paliatif melalui studi Delphi pada orang
dewasa adalah Alzheimer, demensia, kanker, penyakit kardiovaskular,
sirosis hati, penyakit paru obstruktif kronik, diabetes, HIV/AIDS, gagal
ginjal, multiple sclerosis, penyakit parkinson, rheumatoid arthritis dan
tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap obat. Adapun jenis penyakit pada
anak-anak adalah kanker, kardiovaskular, sirosis hati, kelainan bawaan,
kelainan darah dan kekebalan tubuh, HIV/AIDS, meningitis, penyakit
ginjal, gangguan saraf dan kondisi neonatal (WHO, 2014).
World Health Organization (2011), menyatakan bahwa pada tahun
2011, lebih dari 29 juta orang (29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit
terminal. Perkiraan jumlah orang yang membutuhkan perawatan paliatif
sebesar 20.4 juta orang. Proporsi terbesar 94% pada orang dewasa
sedangkan 6% pada anak-anak. Apabila dilihat dari penyebaran penyakit
yang membutuhkan perawatan paliatif adalah penyakit jantung (38,5%) dan

1
kanker (34%) kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan kronik (10,3%),
HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes (4,5%).
Tingginya prevalensi penyakit tersebut mengindikasikan adanya
peningkatan kebutuhan perawatan paliatif di Indonesia. Studi pendahuluan
ke beberapa puskesmas menyatakan bahwa pelayanan perawatan paliatif
masih kurang dikarenakan faktor keterbatasan alat, sumber daya manusia
serta pelatihan khusus mengenai perawatan paliatif. Padahal menurut
Kepmenkes No. 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang kebijakan Perawatan
Paliatif, salah satu tujuan dari keputusan tersebut adalah terlaksananya
perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh
Indonesia termasuk perawatan tingkat primer yaitu puskesmas.
Pelayanan yang diberikan berupa asuhan keperawatan secara
langsung kepada pasien (individu dan keluarga) dengan harapan bahwa
perawat dapat mengetahui lebih jauh mengenai kesehatan pasien dan
keluarga (Asmadi, 2008).
Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat bersifat holistik
meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Menurut Virginia
Henderson bahwa asuhan keperawatan diberikan untuk membantu
individu, baik sehat maupun sakit yang berkaitan dengan kesehatan,
penyembuhan terhadap suatu penyakit ataupun untuk memberikan
kematian yang damai (Potter dan Perry, 2005).
Pelayanan paliatif yang diberikan oleh perawat akan memiliki
kualitas yang baik apabila asuhan keperawatan yang diberikan dapat
memenuhi kebutuhan pasien. Pelayanan tersebut dapat dicapai dengan
memperhatikan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki oleh perawat.
Pendidikan dan pelatihan tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi
persepsi (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Sebagian besar mereka menganggap bahwa perawatan paliatif
merupakan hal penting yang harus disembunyikan dari pasien agar dapat
mengurangi tekanan psikologisnya. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan
standar peraturan perundang-undangan dan program pelatihan paliatif
(Khalil, 2012).

2
Penelitian lain tentang paliatif juga pernah dilakukan di Inggris,
mereka mempersepsikan pelayanan keperawatan paliatif merupakan hal
penting untuk membantu pasien mencapai kematian yang damai. Mereka
memberikan pelayanan berstandar tinggi dengan pendekatan multidisiplin.
Pelayanan tersebut dapat tercapai dengan baik apabila ada hubungan
terbuka antara pasien, keluarga dan layanan lainnya (Austin, 2000).
Dampak positif yang ditimbulkan dari persepsi perawat mengenai
perawatan paliatif berupa terciptanya hubungan yang baik antara perawat-
pasien, meningkatkan keberanian perawat dalam merawat pasien paliatif,
perawat memiliki sikap yang baik, perawat mampu membuat pasien
bertahan dengan nyerinya, pasien memiliki upaya untuk bertahan, pasien
tidak mencari kesalahan perawat dan pasien memperoleh dukungan
spiritual (Kendall, 2006).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik,
psikososial dan spiritual (WHO 2011). Menurut Kepmenkes RI No 812
(2007), jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi tatalaksana nyeri,
tatalaksana keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis,
sosial, kultural dan spiritual serta dukungan persiapan dan selama masa
dukacita.
Kualitas perawatan paliatif menurut National Consensus National
Project (2009) merupakan sebuah pendekatan umum untuk perawatan
pasien yang harus secara rutin terintegrasi dengan penyakit, modifikasi
terapi dan berkembangnya praktek spesialis untuk dokter, perawat, pekerja
sosial, ulama dan memiliki keahlian yang diperlukan untuk
mengoptimalkan kualitas hidup bagi mereka yang memiliki penyakit
kronis yang mengancam atau melemahkan hidup, meliputi struktur dan

3
proses perawatan, aspek: fisik, psikologis dan psikiatris, sosial, spiritual
dan agama, budaya, perawatan menjelang ajal dan etika dan hukum.

1. 2 Tujuan Pembelajaran
1.2.1 Tujuan Umum:
Diketahuinya konsep dan asuhan keperawatan paliatif dan berbagai
kasus penyakit terminal (aspek psikologis) secara keseluruhan.
1.2.2 Tujuan Khusus:
1. Diketahuinya definisi keperawatan paliatif dan defenisi penyakit
terminal
2. Diketahuinya prinsip-prinsip keperawatan paliatif
3. Diketahuinya tim keperawatan paliatif
4. Diketahuinya tempat melakukan keperawatan paliatif
5. Diketahuinya lingkup kegiatan keperawatan paliatif
6. Diketahuinya keperawatan yang diperlukan pada pasien yang
mengalami penyakit terminal
7. Diketahuinya rencana asuhan keperawatan paliatif

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2. 1 Definisi
Menurut Becker, (2009) perawatan paliatif merupakan perawatan yang
aktif dan holistik dan diberikan sejalan dengan kemajuan penyakit.
Perawatan paliatif diberikan dari awal penyakit didiagnosis, menjalani
pengobatan, serta kematian dan proses berkabung. Perawatan paliatif
mencakup bagaimana memanajemen gejala dan nyeri, memberikan
dukungan sosial dan spiritual.
Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh
tim paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan
dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan kondisi pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan
melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan
masalah-masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO,
2002) dan pelayanan masa dukacita bagi keluarga (WHO, 2005) dalam
Pedoman teknis pelayanan paliatif kanker, 2013).
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker
atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak
ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
di katakan diatas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
(White, 2002).
Keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal
sehat tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu
dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi
terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu (Kubler-Rosa, 1969). Kondisi terminal adalah suatu proses yang

5
progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan
fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito, 1999).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Perawatan paliatif dapat memenuhi kebutuhan perbaikan kualitas
hidup penderita dan keluarganya melalui perawatan yang tidak hanya
menekankan pada gejala fisik seperti nyeri, tetapi juga terhadap aspek-aspek
emosional, psikososial dan spiritual. Banyak kasus yang ditemukan ketika
para penderita kanker, malu untuk bersosialisasi dan tidak percaya diri
dalam menjalani kehidupannya. Kondisi seperti ini membutuhkan
perawatan paliatif dalam meningkatkan kualitas hidup agar lebih baik.
Selain kepada penderitanya, perawatan paliatif juga memberi dukungan
kepada seluruh anggota keluarga dan pelaku rawat lainnya. (Taher, A, 2010).

2.2 Prinsip-Prinsip Keperawatan Paliatif


Perawatan paliatif harus tersedia bagi semua orang terlepas dari
penyakit mereka. Penyediaan pelayanan harus memiliki fokus tim
multidisiplin dan memastikan kesinambungan perawatan bagi pasien dan
keluarga. Becker (2009) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar dalam
memberikan perawatan paliatif meliputi :
2.2.1 Menghormati dan menghargai peran serta keluarga
Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai
dan menghormati keinginan pasien dan keluarga. Berkonsultasi
dengan keluarga mengenai rencana perawatan harus menghormati
pasien yang sedang sakit dimulai dari awal diagnosa sampai pada
tahap pengobatan. Sesuai dengan prinsip menghormati, informasi

6
tentang perawatan paliatif harus tersedia dan keluarga dapat memilih
untuk memulai rujukan untuk program perawatan paliatif.
Kebutuhan keluarga juga harus diperhatikan baik selama sakit dan
setelah kematian pasien untuk mempersiapkan kemampuannya
dalam menghadapi cobaan hidup.
2.2.2 Kesempatan atau hak untuk mendapatkan kepuasan dan
perawatan paliatif yang pantas
Petugas kesehatan harus memberikan kesempatan kepada terapi
untuk mengurangi rasa sakit dan gejala fisik lainnya, sehingga
memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi
tersebut mencakup pendidikan, konseling keluarga, dukungan teman
sebaya, terapi musik, dukungan spiritual untuk keluarga dan serta
perawatan menjelang kematian.
2.2.3 Mendukung memberi perawatan
Pelayanan perawatan yang profesional harus didukung oleh tim
perawatan paliatif, rekan kerja dan institusi untuk penanganan proses
berduka dan kematian. Dukungan dari institusi seperti konseling
rutin dengan ahli psikologi.
2.2.4 Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan
paliatif
Peraturan, keuangan, dan pengetahuan sering menjadi hambatan
keluarga untuk mendapatkan kesempatan untuk layanan perawatan
paliatif. Pendidikan tenaga profesional dan masyarakat dapat
mendorong kesadaran perlunya nilai dan perawatan paliatif sehingga
hal ini diupayakan untuk mengatasi hambatan dalam memberikan
perawatan paliatif. Penyuluhan kepada masyarakat tentang kesadaran
akan kebutuhan perawatan dan nilai perawatan paliatif serta usaha
untuk mempersiapkan serta memperbaiki hambatan secara ekonomi.

7
2.2.5 Pengembangan perawatan paliatif melalui penelitian dan
pendidikan
Penelitian klinis mengenai efektivitas dan manfaat dari intervensi
perawatan paliatif dan model penyediaan layanan harus
dipromosikan. Selain itu, informasi tentang perawatan paliatif yang
sudah tersedia harus efektif disebarkan dan dimasukkan ke dalam
pendidikan dan praktek klinis.

2.3 Tim Keperawatan Paliatif


Tim perawatan paliatif merupakan kolaborasi multidisiplin dan
biasanya mencakup seorang dokter dan perawatan senior bersama dengan
satu atau lebih pekerja sosial dan ahli agama, sebagai tambahan tim tersebut
dibantu teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau
petugas terapi okupasi dan terapis pernafasan (Campbell, 2013).
Menurut Pamela (2005) fokus dari tim perawatan paliatif adalah
dukungan tim, perawatan berkualitas, dan memastikan kesinambungan
perawatan untuk pasien dan keluarga dari rumah sakit ke rawat jalan, dan
kunjungan rumah. Pendekatan 24 jam dalam 7 hari untuk perawatan pasien
dengan kebutuhan perawatan paliatif dihargai oleh keluarga, keluarga
merasa lebih menjalin hubungan yang erat dengan para tenaga profesional
sehingga lebih mudah untuk berbicara mengenai hal-hal yang sulit
(Maynard & Lynn, 2014).

2.4 Tempat Melakukan Keperawatan Paliatif


Menurut keputusan Menkes tentang kebijakan perawatan paliatif
(2007) perawatan paliatif bisa dilakukan diberbagai tempat antara lain:
2.4.1 Rumah penderita sendiri
Untuk penderita yang tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengawasan.

8
2.4.2 Puskesmas
Untuk penderita yang tidak memerlukan perawatan tapi hanya
pelayanan rawat jalan.
2.4.3 Rumah singgah (hospice)
Untuk penderita yang tidak memerlukan tindakan khusus atau
peralatan khusus, ataupun pengawasan ketat, tetapi belum dapat
dirawat dirumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga
kesehatan.
2.4.4 Rumah sakit
Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.

2.5 Lingkup Kegiatan Keperawatan Paliatif


Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri,
penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan
psikologis, dukungan social, dukungan kultural dan spiritual, dukungan
persiapan dan selama masa dukacita (bereavement). Perawatan paliatif
dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan /rawat rumah.
(KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
2.5.1 Kebutuhan Anak yang Terminal
Pertama komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu diajak unuk
berkomunikasi/berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua
orang tua karena dengan orang tua mengajak anak
berkomunikasi/berbicara anak merasa bahhwa ia tidak sendiri dan ia
merasa ditemani. Kedua, memberitahu kepada anak bahwa ia tidak
sendiri dalam menghadapi penyakit tersebut. Ketiga, berdiskusi
dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut
berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat, Keempat,

9
dukungan atau support dari lingkungan sosial untuk meningkatkan
koping. (Arnold, 1998)

2.5.2 Menjelaskan Kematian pada Anak


Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur
merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian
dengan anak. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian
merupakan dasar tingkat kematangan anak dalam mengartikan
kematian. Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian
sebagai: kematian adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar,
tidak bergerak lagi,dan tidak bisa berjalan seperti layaknya orang
yang dapat berjalan seperti orang sebelum mati/meninggal.
Kebanyakan anak- anak (anak yang menderita penyakit terminal)
membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa
di tinggalkan. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua
seharusnya sensitife dan simpati, mendukunng apa yang anak
rasakan (White, 2010).

2.6 Asuhan Keperawatan yang Diperlukan Pada Anak yang Mengalami


Penyakit Terminal
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada anak yang
mengalami penyakit terminal adalah PALLIATIVE CARE tujuan
perawatan paliatif ini adalah guna untuk meningkatkan kualitas hidup anak
dengan kematian minimal mendekati normal, diupayakan dengan perawatan
yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian, sehingga palliative
care diharapkan akan menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi
terminal, perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea)
dan kondisi (kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau
kesenangan hidup anak, mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain, masalah

10
psikologi, social atau spiritualnya dari anak dalam kondisi terminal (Ferrell
& Coyle, 2007).

2.7 Rencana Asuhan Keperawatan Paliatif


Melibatkan anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru, staff sekolah dan
petugas kesehatan yang professional. Dukungan fisik, emosinal, psikososial,
dan spiritual khususnya, melibatkan anak pada self care. Anak memerlukan
atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi penyakit terminalnya)
secara bertahap, tepat dan sesuai. Menyediakan diagnostik atau kebutuhan
intervensi terapeutik untuk memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan
pengaharapan dari anak dan keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003).
2.7.1 Peran spiritual dalam keperawatan paliatif
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam
agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan
dukungan dalam penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan
memberikan perawatan medis menyadari pentingnya pasien dalam
memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan. (Woodruff, 2004).
Sebuah pendekatan kasihan kebutuhan ini meningkatkan
kemungkinan pemulihan atau perbaikan. Dalam contoh terburuk, ia
menawarkan kenyamanan dan persiapan untuk individu melalui
proses traumatis penyakit terakhir sebelum kematian (Doyle, Hanks
and Macdonald, 2003).
Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah
menunjukkan insiden tinggi depresi dan gangguan mental lainnya.
Dimensi lain adalah bahwa tingkat depresi adalah sebanding dengan
tingkat keparahan penyakit dan hilangnya fungsi agunan. Sumber
depresi seperti sering berbaring dalam isu-isu yang berkaitan dengan
spiritualitas dan agama. Pasien di bawah perawatan paliatif dan dalam

11
keadaan seperti itu sering mempunyai keprihatinan rohani yang
berkaitan dengan kondisi mereka dan mendekati kematian (Ferrell &
Coyle, 2007).
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasa
bergumul dengan isu-isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, dengan orang tua dan mereka yang menghadapi
kematian yang akan datang. Kekhawatiran semacam itu telah diamati
bahkan pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit untuk serius
tetapi non-terminal penyakit. (Ferrell & Coyle, 2007: 52). Studi lain
telah menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari pasien di atas
usia 60 menemukan hiburan dalam agama yang memberi mereka
kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi, sampai batas tertentu,
dengan kehidupan. Agama kekhawatiran disakit parah
mengasumsikan berbagai bentuk seperti hubungan seseorang dengan
Allah, takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan oleh komunitas
keagamaan mereka. Sering menghormati dan memvalidasi individu
dorongan agama dan keyakinan adalah setengah pertempuran ke arah
menyiapkan mereka untuk suatu 'baik' kematian (Ferrell & Coyle,
2007).
2.7.2 Psiko Onkologi dalam keperawatan paliatif
Psycho Onkologi adalah berkaitan dengan sosial, psikologis, etika
dan perilaku segi kanker. Sebagai bidang studi dan praktek medis,
onkologi dan psikologi. Ini adalah studi tentang aspek-aspek kanker
yang melampaui batas-batas perawatan medis (Ferrell & Coyle, 2007).
Ini adalah semua termasuk wilayah yang bersangkutan dengan
beberapa disiplin ilmu yang berhubungan dengan onkologi bunga.
Merangkul ini pembedahan dan obat-obatan, pediatri, radioterapi,
imunologi, epidemiologi, biologi, endokrinologi, patologi, rehabilitasi
obat-obatan, psikiatri dan psikologi dan uji klinis penelitian dengan
pengambilan keputusan (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003).

12
Psycho Onkologi kadang-kadang disebut sebagai psiko-onkologi
sosial karena minat patuh perilaku dan psikososial topik. Hal ini
berkaitan dengan pengetahuan dan pengobatan psikologis, sosial,
spiritual, emosional dan aspek fungsional kanker melalui semua tahap,
dari pencegahan, penyakit grafik, sampai kehilangan. Tujuan akhir
psiko-onkologi adalah untuk memperbaiki, di seluruh dunia,
perawatan dan kesejahteraan pasien kanker dan keluarga mereka
(Doyle, Hanks and Macdonald, 2003). Perawatan paliatif mencakup
berbagai layanan, namun tujuan jelas. Sasarannya adalah untuk
menawarkan pasien, terserang penyakit serius, terminal atau
sebaliknya, sistem pendukung memimpin menuju kehidupan senormal
mungkin. Ini berarti mengendalikan rasa sakit dan gejala
menyedihkan lain individu mungkin mengalami baik karena penyakit
atau pengobatan yang berkaitan dengannya. Perawatan paliatif
mencakup perawatan rohani dan psikologis. Hal ini juga berusaha
untuk menawarkan sistem dukungan keluarga dalam membantu
individu beradaptasi dan mengatasi krisis (Doyle, Hanks and
Macdonald, 2003).

13
BAB III
ASKEP KASUS

3. 1 Kasus
Seorang pria berusia 60 tahun berinisial X sudah menderita penyakit
kangker paru-paru selama 4 tahun, kini kankernya sudah stadium akhir dan
telah menyebar ke organ lainnya. Pasien terlihat lemah, wajahnya pucat,
lesu. Pasien terlihat banyak termenung, murung bersedih, tidak nafsu
makan dan terkadang pasien terlihat panik. Saat ditanya perawat pasien
merasa takut dan cemas akan dosa dosanya karena hidupnya sudah tidak
lama lagi. Kepala pasien terlihat botak akibat kemo yang terus ia lakukan.
Pasien mengatakan sulit untuk beraktivitas, bahkan aktivitas ringanpun ia
tak bisa karena iya akan sesak nafas, maka dari itu ia hanya berbaring
ditempat tidurnya saja. Akhir-akhir ini ia sudah tidak mau minum obat lagi,
karena katanya tidak ada gunanya minum obat lebih baik aku mati saja dari
pada hidup harus merepotkan keluarganya. Saat melakukan pengkajian
perawat melihat pasien berbicara sendiri. pasien mengatakan bahwa pasien
sering melihat bayangan almarhumah istrinya disekitarnya. Dan pasien
mengatakan bahwa almarhumah istri sudah menjemputnya.

3. 2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Usia : 60 Tahun
Agama : Islam

14
2. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit dahulu
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada penyakit keluarga
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Kanker paru-paru stadium akhir
3. Respon Spiritual
Pasien merasa lebih baik mati saja
4. Respon Fisiologis
1) Tampak pucat
2) Kepala terlihat botak
3) Tampak lesu dan lemah
5. Respon Emosional
1) Terlihat banyak termenung
2) Tampak murung
3) Tampak bersedih
4) Tampak panik
6. Respon Kognitif
Saat ditanya perawat pasien merasa takut akan dosa dosanya
karna hidupnya sudah tidak lama lagi
7. Perilaku
1) Banyak bermenung
2) Sering murung dan bersedih

15
8. Analisa Data
Data Pasien Masalah keperawatan
DS: Halusinasi
1. Pasein mengatakan bahwa
pasien sering melihat bayangan
almarhumah istrinya di
sekitarnya.
2. Pasien mengatakan bahwa
almarhumah istri sudah
menjemputnya.

DO:
Pasien terlihat berbicara sendiri

DS:
Pesien mengatakan ia merasa minder Gangguan citra tubuh
dengan keadaanya yang seperti ini

DO:
1. Kepala pasein terlihat botak
akibat kemo yang terus ia
lakukan dan
2. badan pasien terlihat kurus
kering

DS:
1. Saat ditanya perawat pasien
Ansietas
merasa takut dan cemas akan
dosa dosanya karna hidupnya
sudah tidak lama lagi.

DO:

16
1. Pasien terlihat banyak
termenung ,
2. Pasien terlihat murung
bersedih,
3. Pasien tidak nafsu makan.
4. Pasien terlihat panik.

4.2.2 Pohon masalah

Halusinasi

Ansietas

Gangguan citra tubuh

4.2.3 Diagnosa
1. Halusinasi
2. Ganguan citra tubuh
3. Ansietas

3.2.4 Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Halusinasi Tujuan : Sp 1
Mengenali halusinasi yang 1. Bantu klien mengenali
dialaminyan mengkiuti program halusinasi( isi, waktu, frekuensi,
pengobatan situasi, perasaan).
2. Latih mengontrol halusinasi
KH:

17
1. Setelah dilakukan perawatan dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan meliputi:
pasien dapat menyebutkan, isi,
a. Jelaskan cara menghardik
waktu, frekuensi, situasi, b. Peragakan car menghardik
c. Minta pasien memperagakan
perasaan.
2. Mampu memperagakan cara ulang
d. Pantau penerapan cara in, beri
dalam mengontrol halusinasi
penguatan perilaku pasien
e. Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

Sp 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu ( sp1)
2. Latihan berbicara denganprang lain
saat halusinasi muncul
3. Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien.

Sp3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1
dan sp2)
2. Latih kegiatan agar halusinasi tidak
muncul
Tahapanya:
a. Jelakan pentingnya aktivitas
yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
b. Diskusikan aktivitas biasa
dilakukan oleh pasien.
c. Latih pasien melakukan
aktivitas
d. Susun jadwal aktivitas sehari
hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih.
Sp 4.

18
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1,
sp2, dan sp3)
2. Tanyakan program bengobatan
3. Jelaksan pentingnya penguanaan
obat pada gangguan jiwa
4. Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai program
5. Jelaskan akibat terputus obat
6. Jelaskan cara mendapatkan obat
7. Jelakan pengobatan.
8. Latih pasien minum obat
9. Masukan dalam jadwal harian
pasien.

Gangguan citra Tujuan: 1. Bina hubungan saling percaya


tubuh Klien akan mengatakan persepsi dengan klien.
2. Identifikasi salah persepsi atau
tentang tubuhnya yang realitis,
distori klien tentang citra tubuh.
sesuai struktur atau fungsi aktual,
3. Bantu klien mengenali batasan
saat perawatan akan berakhir .
tubuhnya.
Beri penguatan positif untuk
KH: ekpresi klien mengenai persepsi
1. Klien mengungkapkan persepsi tubuhnya yang realistis
realistis tentang kondiri
tubuhnya
2. Klien menunjukan penerimaan
terhadap perubahan pada
struktur atau fungsi tubuhnya
yang di tandai dengan ekspresi
perasaan positif tentang
tubuhnya, kemampuan untuk
melakukan perawatan diri secara
mandiri, dan berfokus pada
pencapaian pribadi, bukan asyik
dengan distori citra tubuh.

19
Ansietas Tujuan jangaka pendek 2. Dampingi klien. Tetapa tenang
1. Klien akan dan beri jaminan kemanan.
3. Bantu klien mengindentifikasi
mendemostrasikan
situasi yang memicu awitan
pengguanaan tekhnik
gejala ansietas.
relaksasi untuk
4. Tinjau metode koping yang
mempertahankan ansietas
digunakan dalam situasi yang
pada tingkat yang dapat di
sama di masa lalu.
kendalikan dalam 7 hari. 5. Ciptakan lingkungan yang
Tujuan jangka panjang tenang. Kurangi stimulus:
2. Saat perawatan akan penerangan redup, sedikit
berakhir, klien akan mampu orang.
6. Berikan obat ansietas, sesui
mengenali kejaian yang
program dokter. Pantau
memicu ansietas dan
keefektifan obat dan efek
melakukan interfensi untuk
sampingnya.
encegah perilaku yang
.
melumpuhkan.
Kh:
1. Klien mampu menyebutkan
peristiwa yang mencetuskan
ansietas dan
mendemostrasikan teknik
untuk menguranginya.

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa perawatan paliatif merupakan perawatan yang
aktif dan holistik dan diberikan sejalan dengan kemajuan penyakit. Perawatan
paliatif diberikan dari awal penyakit didiagnosis, menjalani pengobatan, serta
kematian dan proses berkabung. Perawatan paliatif mencakup bagaimana
memanajemen gejala dan nyeri, memberikan dukungan sosial dan spiritual.
Sedangkan keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal
sehat tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu
dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi terminal
adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
Tim perawatan paliatif merupakan kolaborasi multidisiplin dan biasanya
mencakup seorang dokter dan perawatan senior bersama dengan satu atau
lebih pekerja sosial dan ahli agama, sebagai tambahan tim tersebut dibantu
teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau petugas terapi
okupasi dan terapis pernafasan
Prinsip-prinsip keperawatan paliatif mencakup 5 aspek yaitu,
menghormati dan menghargai peran serta keluarga, kesempatan atau hak
untuk mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas, mendukung
memberi perawatan, pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk
perawatan paliatif dan pengembangan perawatan paliatif melalui penelitian
dan pendidikan. Kemudian tempat melakukan keperawatan paliatif yaitu di
rumah penderita sendiri, puskesmas, rumah singgah (hospice) dan rumah
sakit. Lingkup kegiatan paliatif ini berupa memenuhi kebutuhan anak yang
mengalami penyakit terminal terutama kebutuhan komunikasi dari
orangtuanya dan menjelaskan kematian pada anak.

21
DAFTAR PUSTAKA

Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine.


Oxford Medical Publications (OUP) 3 rd edn 2003.
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.). 2007. Textbook of palliative nursing, 2nd ed.
New York, NY: Oxford University Press.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker. Jakarta.
Taher, A. 2010. Seminar dan Konferensi Press Memperingati Hari Hospis dan
Perawatan Paliatif Sedunia. Jakarta.
KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan
Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Yosep Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality
Palliative Care for all Australians. Palliative Care Australia. Palliative
Medicine.

22

Anda mungkin juga menyukai