Anda di halaman 1dari 24

1

LAPORAN KASUS

Gagal Jantung Kongestif

DisusunOleh :

Vitrosa Yosepta Sera, S.Ked


FAB 116 022

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp.KFR


dr. Tagor Sibarani

Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017
2

BAB I
PENDAHULUAN

CHF atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi
bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi
miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup,
dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering
terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard
yangmerupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul
hipertensidan diabetes.1, 2

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada


usiayang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung
diAmerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya.Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal
jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien
berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi
gagal jantung mengalamiperkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10
tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-
10% dari pasien dengan gejalagagal jantung yang ringan. 2, 3

Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak
dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat
lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.2
3

BAB II
LAPORAN KASUS
PRIMARY SURVEY (Ny. Masni)
Vital Sign :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,7 0C
Pernapasan : 31 kali/menit
SpO2 : 99%
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing :spontan, 31 kali/menit, torako-abdominal, pergerakan thoraks
simetris kanan/kiri
Circulation: Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 98 kali/menit reguler, kuat
angkat, CRT <2
Disability : GCS 15, pupil isokor +/+, diameter 3 mm/3mm
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
emergency sign yaitu sesak nafas bila berbaring dan ditemukan retraksi
intercostal serta didapatkan nilai respirasi rate 40x/m.
Pemberian label :Merah
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di
ruangan non bedah, head up 30, berikan oksigenasi 2-4 lpm dan diberikan
pemasangan IV line dan monitor observasi.

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 65 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ds. Tangka Robah
Tanggal MRS : 26/10/2017
4

II. ANAMNESIS ( autoanamnesis )


Keluhan utama : Sesak Napas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 12 hari SMRS.Sesak
nafas dirasakan memberat sejak 1 minggu terakhir. Pasien riwayat dirawat
di RSUD Sampit. Sesak ketika beraktivitas seperti berkerja dan banyak
berjalan dan berkurang jika pasien beristirahat. Sesak dirasakan berkurang
dengan duduk dan memberat saat berbaring. Sesak nafas muncul walaupun
saat istirahat, memberat jika dibawa berjalan walaupun dekat sehingga
harus dibantu untuk berjalan pergi kekamar mandi. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca. Pasien merasa lebih enak jika berbaring dengan
menggunakan bantal tinggi, banyaknya bantal 2-3 buah. Bila berbaring
tanpa menggunakan dua buah bantal pasien juga merasakan sesak napas.
Nyeri dada disangkal, nyeri kepala disangkal, batuk disangkal, mual
disangkal, kedua kaki pasien membengkak sejak 10 hari SMRS.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Sakit jantung (-) Riwayat Asma (-), Riwayat HT, DM disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat HT dan sakit jantung dikeluarga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran: compos mentis,
GCS: eye (4), verbal (5), motorik (6).
2. Tanda-tanda vital :tekanan darah: 110/70 mmHg, denyut nadi: 98
kali/menit, reguler, kuat angkat, suhu 36,7 oC, RR: 31 kali/menit.
3. Kulit : turgor <2, pucat (-), sianosis (-)
4. Mata : cojungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
diameter pupil 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), edema palpebra
(-/-), sianosis (-).
5. Leher : perbesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
5

6. Toraks : Simetris, retraksi (+) intercostal, fremitus taktil normal,


sonor, vesikuler +/+, ronkhi (-/-) minimal, wheezing (-/-), ictus cordis
terlihat dan teraba pada SIC VI parasternalis sinistra, S1-S2 tunggal,
reguler,murmur (-),gallop (-).
7. Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, heparlien
tidak teraba membesar, shifting dulness (-), asites (+).
8. Ekstremitas : akral hangat, CRT <2, udema pretibial(+/+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil laboratorium :
Hb: 14,3 g/dl, Hct: 44,3%, trombosit: 178.000/uL, leukosit 5.950/uL, GDS
115 mg/dL, Ureum: 29 mg/dl, Creatinin: 0,76 mg/dL

Foto rontgen :

Kardiomegali (+)

Efusi Pleura (+)


6

EKG :

V. DIAGNOSIS
CHF NYHA IV

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Congestive heart failure
- Ischaemic Heart Disease
- Infark Miokard Kronis

VII. PENATALAKSANAAN
- Tatalaksana awal di IGD :
O2 nasal kanul 2-4 lpm
head up 30
IVFD NaCL 0,9% 500 cc/24 jam
Pasang Cateter
Injeksi Furosemide 1 amp (IV)
7

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
8

BAB III
PEMBAHASAN
Gagal jantung adalah abnormalitas dari struktur jantung atau fungsinya
yang mengakibatkan kegagalan jantung mengantarkan oksigen yang sepadan
dengan kebutuhan metabolisme jaringan tubuh, walaupun dengan tekanan
pengisian yang normal. Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan gagal
jantung kiri dalam jangka waktu yang lama diikuti dengan gagal jantung kanan
ataupun sebaliknya1.
Gagal jantung secara klinis adalah sindrom dengan gejala tipikal (seperti
sesak nafas, pembengkakkan kaki, dan kelelahan) dan tanda-tanda (seperti
peningkatan tekanan vena jugular, ronki paru, dan perpindahan pulsasi apeks)
akibat abnormalitas struktur atau fungsi jantung2.
Terminologi gagal jantung:
a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kelelahan, kemampuan aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya 3.
Gagal jantung sistolik ditandai dengan penurunan ejection fraction ventrikel kiri
40%5.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel yang dapat disebabkan oleh concentric remodeling dari ventrikel kiri5.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi
50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah
mitral dan aliran vena pulmonalis, tidak dapat dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja3.
b. Low output dan High output Heart Failure
Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati, dilatasi,
kelainan katup dan perikardium. High output HF ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-
V. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan3.
c. Gagal Jantung Akut dan Kronik
9

Gagal jantung akut penyebab klasiknya antara lain robekkan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard yang luas. Curah
jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
tanpa disertai edema perifer.
Gagal jantung kronis umumnya disebabkan oleh kardiomiopati dilatasi
atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer
sangat menonjol, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik3.
Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung, diantaranya 5:
a. Penyakit Jantung iskemik
- sindrom koroner akut
b. Valvular
- Stenosis valvular
- Regurgitasi valvular
- Endokarditis
- Diseksi aorta
c. Miopatia
- Post-partum kardiomiopati
- Miokarditis akut
d. Hipertensi/aritmia
- Hipertensi
- Aritmia akut
e. Gagal sirkulasi
- Anemia
Etiologi dari gagal jantung kronis dapat dikelompokkan dalam 3 kategori:
1) gangguan kontraktilitas ventrikel; 2) peningkatan afterload (tegangan dinding
ventrikel selama kontraksi); 3) gangguan relaksasi dan pengisian ventrikel. Gagal
jantung akibat abnormalitas pengosongan ventrikel (akibat gangguan
kontraktilitas atau peningkatan afterload) disebut disfungsi sistolik. Sedangkan
gagal jantung akibat abnormalitas relaksasi diastolik atau pengisisan ventrikel
disebut disfungsi diastolik6.
10

Namun karena seringnya istilah ini tumpah tindih, maka kini digunakan
kategori baru yaitu 1) Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi, pada
disfungsi sistolik, ventrikel yang terkena telah kehilangan kapasitas utnuk
memompa darah akibat gangguan kontraktilitas miokardium atau tekanan yg
berlebihan (peningkatan afterload); 2) Gagal jantung dengan fraksi ejeksi
terpelihara, pada disfungsi diastolik, ventrikel tidak dapat relaksasi dengan
sempurna akibat energi atau kekakuan dinding ventrikel 6.

Impaired contractility Increase afterload (chronic pressure


overload)
1. Coronary Artery Disease
a. Myocardial infarction 1. Advanced aortic stenosis
b. Transient myocardial ischemia 2. Uncontroleed severe hypertension
2. Chronic volume overload
a. Mitral regurgitation
b. Aortic regurgitation
3. Dilated cardiomyopathy

Reduced Ejection Fraction


(systolic dysfunction)
Heart Failure
Preserved Ejection Fraction
(diastole dysfunction)

Impaired diastolic filling

1. Left ventricular hypertrophy


2. Restrictive cardiomyopathy
3. Myocardial fibrosis
4. Transient myocardial ischemia
5. Pericardial constriction or tamponade
6. Hypertension
7. Ischemia heart disease

Gambar 2.1. Skematik Etiologi dan Patofisiologi pada Gagal Jantung


Gagal jantung kiri paling sering disebabkan oleh penyakit jantung iskemik
yang mengenai ventrikel kiri. Penurunan curah jantung menyebabkan peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (preload) dan tekanan vena pulmonalis
11

karena darah kembali dalam sirkulasi pulmonal (kongesti pulmonal). Keadaan


ini menyebabkan jantung berdilatasi, dan peningkatan tekanan kapiler pulmonal
memicu terjadinya akumulasi cairan pada jaringan intersisial paru. Peningkatan
darah dan cairan dalam paru menyebabkan paru menjadi berat, sehingga
menyebabkan dispnea. Dispnea hanya dapat terjadi bila pasien berbaring datar
(ortopnea) karena cairan terdistribusi ke paru. Dispnea episodik yang
menyebabkan pasien terbangun di malam hari disebut paroxysmal nocturnal
dypnoea. Bila keadaan ini berat, maka peningkatan tekanan kapiler
dapatmendorong cairan ke dalam alveoli (edema pulmonal), suatu kondisi yang
mengancam nyawa yang menyebabkan dispnea hebat, yang mengurangi
pertukaran gas dan menyebabkan hipoksemia6.
Gagal jantung kiri meningkatkan tekanan vaskular pulmonal, dan dapat
menyebabkan overload tekanan serta gagal jantung kanan, suatu kondisi yang
disebut gagal jantung kongestif. Gagal jantung kanan dikaitakn dengan penyakit
paru kronik (kor pulmonal), hipertensi pulmonal, atau embolisme, dan penyakit
katup. Tekanan vena sangat meningkat pada gagal jantung kanan, terlihat sebagai
distensi vena jugularis, dan menyebabkan akumulasi cairan di perifer (edema
perifer), peritonium (asites), dan hati yang menyebabkan rasa nyeri dan
pembesaran (hepatomegali). Pasien ambulatori dapat memperlihatkan pitting
edema pada tungkai (suatu lekukan yang tidak hilang setelah tungkai ditekan
dengan jari), yang mereda saat berbaring6.
Mekanisme adaptasi awalnya mengompensasi penurunan fungsi, namun
seringkali berbahaya bila keadaan menetap. Mekanisme ini meningkatkan kerja
jantung sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen, yang jelas berbahaya pada
penyakit jantung iskemik.
Hukum Starling. Penurunan curah jantung menyebabkan pengosongan
ventrikel yang tidak komplit, sehingga volume darah berakumulasi di ventrikel
selama diastol lebih tinggi daripada normal. Peningkatan ini meregangkan serat-
serat otot jantung, berlaku mekanisme Frank Starling, memicu stroke volume
yang lebih besar akibat peningkatan kontraksi, yang membantu mengosongkan
ventrikel kiri yg membesar dan mempertahankan curah jantung1.
12

Sistem neurohormonal. Penurunan tekanan darah menginisiasi refleks


baroreseptor, dan menstimulasi sistemsaraf simpatis. Refleks ini meningkatkan
laju denyut jantung dan kontraktilitas, serta memperbaiki curah jantung.
Venokonstriksi menyebabkan peningkatan tekanan vena, dan vasokonstriksi
sistemik meningkatkan resistensi perifer total yang membantu mempertahankan
tekanan darah. Namun demikian, afterload meningkat, dan redistribusi curah dari
otot skelet dan sirkulasi splanknik menyebabkan kelemahan otot dan fatigue, serta
gangguan fungsi ginjal. Vasokonstriksi arteri renalis menurunkan filtrasi dan
produksi urin (oliguria), dan menyebabkan pelepasan renin, yang mengaktivasi
angiotensi I. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh enzim angiotensin
converting enzyme (ACE). Angiotensin II adalah suatu vasokonstriktor kuat yang
juga meningkatkan aktivitas simpatis, dan menstimulasi adrenal untuk
menghasilkan aldosteron. Aldosteron menahan Na dan reabsorbsi air, sehingga
meningkatkan volume darah dan tekanan vena sentral. Stimulasi simpatis juga
meningkatkan vasopressin (ADH) menyebabkan retensi cairan yang lebih lanjut.
Efek yang dimediasi simpatis dapat terbatas pada penyakit lanjut karena densitas
-adrenoreseptor menurun, dan sensitivitas norepinefrin menurun6.
Hipertrofi miokard. Peningkatan afterload yang menetap (hipertensi,
stenosis aorta) menyebabkan penebalan dinding ventrikel karena sel-sel otot
bertambah besar (hipertrofi miokard). Keadaan ini jarang disebabkan oleh
penyakit jantung iskemik. Walaupun hipertrofi memperbaiki kekuatan jantung,
namun ventrikel yang lebih tebal bersifat kurang komplian (fleksibel) dan tekanan
diastolik akhir harus meningkat lagi untuk pengisian yang adekuat; hal ini juga
menurunkan densitas kapiler, meningkatkan jarak difusi, dan menurunkan
cadangan koroner (perbedaan antara aliran koroner maksimum dengan istirahat).
Oleh sebab itu, perfusi menurun saat latihan. Perubahan pada isoform protein
kontraktil (miosin, tropomiosin) juga menurunkan kecepatan kontraksi dan
kontraktilitas. Hipertrofi makro secara fisik dapat mengganggu kerja katup 6.
Dari anamnesis dapat ditelusuri faktor resiko dari gagal jantung seperti
hipertensi, diabetes melitus, gangguan metabolik (adiposit abdomen,
hipertrigliseridemia, rendahnya HDL, hipertensi, dan gula darah puasa yang
13

tinggi), dan penyakit arterosklerosis5. Kemudian melihat adanya tanda-tanda gagal


jantung seperti intoleransi pada kegiatan yang berlebihan, sesak nafas, batuk,
nyeri dada yang dapat atau tidak dapat menunjukkan angina, kelemahan,
kelelahan, nokturia, insomnia, depresi, dan peningkatan berat badan. Pasien
dengan penyakit tahap akhir dapat mengeluhkan mual, nyeri perut, oliguria,
bingung, dan penurunan berat badan7.
Pemeriksaan fisik dapat menemukan peningkatan tekanan vena jugularis,
ronki paru, efusi pleura, diaforesis (berkeringat), takikardi, takipnea, P 2 yang
mengeras, S1 gallop (pada disfungsi sistolik), S4 gallop (pada disfungsi diastolik),
hepatomegali, edema perifer, hepatojugular reflux, dan pulsasi yang lemah. Pasien
dengan tahap akhir dapat memperlihatkan pulsus alterans, asites, ekstremitas yang
dingin dan pucat, dan kaheksia1.
Kriteria Farmingham untuk penegakkan diagnosa gagal jantung kongestif 3:
a. Kriteria Mayor
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Peningkatan tekanan vena jugularis
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Refluks Hepatojugular
14

b. Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnoea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi > 120 x/menit
Major atau Minor
Penurunan berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosa gagal jantung kongestif ditegakkan bila ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
ditambah 2 kriteria minor3.
Pemeriksaan radiologis
Echocardiogram
Dengan menggunakan Doppler, dapat memberikan informasi mengenai
volume bilik, fungsi ventrikel sistolik dan diastolik, ketebalan dinding, dan
fungsi katup.
Elektrokardiogram (EKG)
Menunjukkan ritme jantung dan konduksi elektrik, infark miokard, dan lain-
lain.
15

Tabel 2.1. Hasil EKG Abnormal pada Gagal Jantung Kongestif2

X-ray dada
Fungsinya terbatas untuk diagnosa gagal jantung, namun lebih berguna dalam
pemerksaan paru-paru akibat peningkatan tekanan atrium kiri. Tekanan atrium
kiri yang normal adalah 10 mmHg.
- Tekanan 15 mmHg upper-zone vascular redistribution,
vaskularisasi lobus atas lebih besar daripada lobus bawah
- Tekanan 20 mmHg Kerley B lines (garis pendek pada perifer
lapangan paru bawah yang menunjukkan edema interlobular)
- Tekanan 25 30 mmHg bayangan opak pada lapangan paru akibat
edema alveolar
Selain itu ditemukan kardiomegali, efusi pleura, pembesaran vena azigos 1.
16

a. Pemeriksaan laboratorium
Marker khusus
Plasma natriuretic peptides yaitu B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-
terminal pro-BNP(NT-pro BNP) adalah kelompok hormon yang dihasilkan
oleh jantung dalam jumlah besar jika terdapat kerusakan jantung atau
menampung beban terlalu besar2.
Laboratorium umum
17

Tabel 2.2 Hasil Laboratorium Umum Yang Abnormal Dalam Gagal Jantung

Sedangkan untuk menentukan derajat keparahan dari gagal jantung kongestif, dapat
digunakan klasifikasi New York Heart Association (NYHA), dimana NYHA membaginya
menjadi 4 kelas fungsional2.

NYHA Class I Tidak ada keterbatasan: aktifitas fisik biasa tidak


membulkan lelah, jantung berdebar-debar ataujpun sesak
nafas.
NYHA Class II Sedikit keterbatasan aktifitas fisik: merasa nyaman ketika
istirahat tetapi aktivitas fisik biasa sudah menimbulkan
lelah, jantung berdebar-debar dan sesak nafas
NYHA Class III Keterbatasan yang nyata pada aktifitas fisik: merasa
nyaman ketika istirahat tetapi symptom akan muncul
begitu ada aktifitas fisik yang lebih ringan dari biasa/
NYHA Class IV Rasa tidak nyaman setiap kali melakukan aktifitas fisik
apapun: symsptom HF sudah tampak ketika istirahat dan
semakin tidak nyaman ketika melakukan aktifitas fisik
Tabel 2.3. Klasifikasi fungsional NYHA

Klasifikasi gagal jantung yang umum digunakan di dunia adalah stage dari gagal
jantung oleh The American College of Cardiology Foundation (ACCF) / American Heart
18

Association (AHA) dan klasifikasi fungsional oleh New York Heart Association (NYHA)5.

Tabel 2.4 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan ACCF/AHA dan NYHA5


Secara medis, terdapat 5 tujuan utama penatalaksanaan gagal jantung kronik1:
1. Identifikasi dan koreksi kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung
2. Menghilangkan faktor yang dapat memperberat atau memicu timbulnya gejala gagal
jantung
3. Menindaklanjuti gejala gagal jantung, yaitu pada kongesti paru dan vaskular sistemik,
dan meningkatkan cardiac output.
4. Memodulasi respon neurohormonal
5. Memperpanjang umur harapan hidup pasien

Terapi yang diberikan antara lain :


a. Terapi umum
Istirahat, olahraga, edukasi aktivitas seksual, edukasi pola diet, kontrol asupan garam,
air dan kebiasaan merokok. Pasien juga harus memonitor berat badannya agar tetap ideal,
pengurangan berat badan pada pasien dengan obesitas, dan hentikan kebiasaan merokok 5.

b. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACE-I)


Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu terjadinya retensi cairan
melalui berbagai mekanisme. ACE-I menginhibisi konversi angiotensi I menjadi angiotensin
II sehingga menyebabkan dilatasi arteri dan vena serta menurunkan volume darah dan edema.
Vasodilatasi arteri menurunkan afterload dan kerja jantung dan memperbaiki perfusi jaringan
dengan meningkatkan isi sekuncup dan curah jantung. Dilatasi vena dan penurunan retensi
cairan mengurangi edema pulmonal dan tekanan vena sentral (preload). Pengurangan preload
19

akan menurunkan tekanan pengisian ventrikel sehingga menurunkan tegangan dinding


jantung, beban kerja, dan iskemia6.

Dosis ACE-I yang dianjurkan tertera pada tabel.


Obat Dosis inisial Dosis pemeliharaan
Captopril 6,25 mg tid 25-50 mg tid
Enalapril 2,5 mg perhari 10 mg bid
Lisinopril 2,5 mg perhari 5-20 mg perhari
Benazepril 2,5 mg 5-10 mg bid
Quinapril 2,5-5 mg perhari 5-10 mg perhari

c. Obat penyekat beta


Manfaat penambahan obat penyekat beta pada terapi standar menunjukkan bahwa
obat ini menurunkan mortalitas pasien dengan CHF. Pengobatan jangka panjang dengan
penyekat beta terbukti dapat meningkatkan fraksi ejeksi, menurunkan volume sistolik dan
diastolik, dan akhirnya menyebabkan regresi hipertrofi ventrikel kiri. Efek menguntungkan
lainnya adalah berkurangnya iskemia dana laju denyut jantung sehingga memperbaiki perfusi
miokardium.terapi dimulai dengan dosis rendah yang dinaikkan secara hati-hati selama
beberapa minggu atau bulan5.

Peningkatan Periode
Obat Dosis awal Dosis target
dosis/hari titrasi
Bisoprolol 1,25 mg 2,5 : 3,75 : 5: 10 mg Minggu-bulan
7,5 : 10 mg
Metoprolol 5 mg 10, 15, 30, 50, 150 mg Minggu-bulan
75, 100 mg
Carvedilol 12,5/25 mg 25, 50, 100, 200 mg Minggu-bulan
200 mg
Nebivolol 3,125 mg 6,25 : 12,5 : 50 mg Minggu-bulan
25 : 50 mg
20

d. Diuretik
Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi garam dan air
dari ginjal. Oleh sebab itu, preload, kongesti pulmonal dan edema sistemik dapat berkurang.
Diuretik yang sering digunakan untuk terapi CHF mencakup furosemid, bumetanid,
torasemid, asam etakrinat dan tiazid 6. Penggunaan diuretik dengan cepat mengurangi sesak
nafas dan menigkatkan kemampuan untuk melakukan aktifitas fisik 5.

Rekomendasi
Obat Dosis Inisial harian Efek samping
maksimum
Loop diuretics
- Furosemid 20-40 mg 250-500 mg Hipokalemia
- Bumetanid 0,5-1 mg 5-10 mg Hiponatremia
- Torasemid 5-10 mg 100-200 mg Hiperurikemia, intoleransi
glukosa, ggn asam basa
Tiazid
- HCT 25 mg 50-75 mg Hipokalemia/hipomagneaemia
- Metolazon 2,5 mg 10 mg Hiponatremia
- Indapamid 2,5 mg 2,5 mg Hiperurikemia, intoleransi
glukosa, ggn asam basa
Diuretik hemat K
- Amilorid 2,5 mg 20 mg Hiperkalemia, rash
- Triamteren 25 mg 100 mg Hiperkalemia
- Spironolacton 26 mg 50 mg Hiperkalemia, ginaekomastia

e. Glikosida Jantung
Glikosida jantung yang paling banyak digunakan adalah digoksin. Digoksin
memperbaiki gejala CHF namun tidak memperpanjang usia. Glikosida jantung menginhibisi
pompa natrium dalam otot jantung, sehingga secara tidak langsung menginhibisi antiport Na-
Ca, sehingga meningkatkan Ca2+ intraseluler. Peningkatan ini memperkuat
kontraktilitas.Digoksin juga bekerja pada sistem saraf untuk meningkatkan tonus vagal. Obat
ini memperlambat aktifitas nodus sinoatrial dan konduksi nodus AV dan dapat digunakan
untuk mengobati aritmia atrium. Oleh sebab itu terutama digoksin digunakan pada CHF
dengan fibrilasi atrium5.
Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari dengan efek samping anoreksia, mual,
muntah, nyeri lambung, delirium, rasa lelah, malaise, bingung5.
21

f. Vasodilator lain
Vasodilator yang digunakan selain ACEI untuk pengobatan gagal jantung adalah
hidralazin-isosorbit dinitrat yang merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan
afterload, sedangkan isosorbit dinitrat adalah venodilator sehingga menurunkan preload.
Selain itu ada juga Na nitroprusid iv, suatu vasodilator kuat yang bekerja pada arteri dan vena
sehingga menurunkan afterload dan preload5.

g. Antagonis Angiotensin II
Digunakan bila pasien tidak toleran dengan ACEI5.
Obat Dosis
Candesartan 4-32 mg/24 jam
Valsartan 80-320

Prognosis Gagal Jantung Kongestif secara umum, mortalitas pasien gagal jantung
rawat inap sebesar 5-20% dan pada pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama
setelah diagnosis. Angka ini dapat meningkat sampai 50% setelah 5 tahun pasca diagnosis.
Mortalitas pasien gagal jantung dengan NYHA kelas IV, ACC/AHA tingkat D sebesar lebih
dari 50% pada tahun pertama.5
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang perempuan usia 65 tahun dengan diagnosa
CHF. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan keluhan sesak nafas khas
yang mengarah ke gagal jantung kronik. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan gambaran T
inverted dan ST depresi pada V3-V6. Kriteria mayor yang terdapat pada pasien adalah
paroksismal nokturnal dispnea yaitu keluhan sesak nafas yang dirasakan pasien terutama
pada malam hari, seringkali pasien terbangbun setelah beberapa jam tidur dikarenakan sesak
serta hasil radiologi yang menybjukan pembesaran jantung (kardiomegali). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi suprasternal dan intercostal serta pembesaran jantung dimana batas
jantung kanan berada pada ICH VI linea axila anterior sinistra. Pada pemeriksaan foto
thoraks didapatkan kardiomegali dan efisi pleura minimal pada bagian basal paru yang
memberikan gambaran sudut yang tumpul. Kriteria minor yang terdapat pada pasien adalah
keluhan sesak yang memberat saat beraktivitas (dispneudeffort) dan edema ekstremitas.
Terdapat 2 kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada pasien, sehingga kriteria diagnosis gagal
jantung dapat ditegakkan. Berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsionalnya
22

menurut The New York Heart Association (NYHA),gagal jantung pada pasien termasuk
gagal jantung NYHA kelas IV karena pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat.
Pada pasien ini tatalaksana di IGD dilakukan pemberian O 2 nasal kanul 2-4 lpm, heat
up 300,pemasangan IV line dengan infus NaCL 0,9% 500 cc/24 jam,pemasangan kateter,
Injeksi Furosemide 1 amp (IV). Furosemide merupakan golongan diuretik untuk mengurangi
akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal. Oleh sebab itu,
preload, kongesti pulmonal dan edema sistemik dapat berkurang. Diuretik yang sering
digunakan untuk terapi CHF mencakup furosemid, bumetanid, torasemid, asam etakrinat dan
tiazid6. Penggunaan diuretik dengan cepat mengurangi sesak nafas dan menigkatkan
kemampuan untuk melakukan aktifitas fisik. Sehingga pada pasien dipasang Cateter untuk
mengontrol cairan yang keluar.
Berdasarkan kepustakaan didapatkan bahwa pasien CHF hasus mendapat standar
pengobatan sebagai berikut.
1. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACE-I) mis. Captopril
ACE-I menginhibisi konversi angiotensi I menjadi angiotensin II sehingga
menyebabkan dilatasi arteri dan vena serta menurunkan volume darah dan edema.
2. Beta Blocker bisoprolol
Pengobatan jangka panjang dengan penyekat beta terbukti dapat meningkatkan
fraksi ejeksi, menurunkan volume sistolik dan diastolik, dan akhirnya menyebabkan
regresi hipertrofi ventrikel kiri.
3. Diuretikmis. Furosemid
Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi garam
dan air dari ginjal. Oleh sebab itu, preload, kongesti pulmonal dan edema sistemik
dapat berkurang.
4. Glikosida jantung mis. digoksin.
Glikosida jantung menginhibisi pompa natrium dalam otot jantung, sehingga
secara tidak langsung menginhibisi antiport Na-Ca, sehingga meningkatkan Ca2+
intraseluler. Peningkatan ini memperkuat kontraktilitas.Digoksin juga bekerja pada
sistem saraf untuk meningkatkan tonus vagal.
23

BAB IV
KESIMPULAN
Ny. M, usia 65 tahun, datang dengan keluhan sesak napas. Sesak semakin memberat
ketika beraktivitas seperti berkerja dan banyak berjalan dan berkurang jika pasien
beristirahat. Sesak dirasakan berkurang dengan perubahan posisi. kedua kaki pasien
membengkak sejak 10 hari SMRS. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didapatkan bahwa pasien tersebut memenuhi kriteria framingham dan termasuk ke
dalam klasifikasi NYHA IV. Sehingga berdasarkan dari temuan diatas, pasien pada kasus ini
didiagnosis CHF NYHA IV.
Pada pasien ini tatalaksana di IGD dilakukan pemberian O 2 nasal kanul 2-4 lpm,
pemasangan IV line dengan infus NaCL 0,9% 500 cc/24 jam, IVFD NaCL 0,9% 500 cc/24
jam, Injeksi Furosemide 1 amp (IV). Berdasarkan kepustakaan didapatkan bahwa pasien CHF
hasus mendapat standar pengobatan sebagai berikut.
1. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACE-I) mis. Captopril
2. Beta Blocker mis.bisoprolol
3. Diuretikmis. Furosemid
4. Glikosida jantung mis. digoksin.
24

DAFTAR PUSTAKA
1. Myrtha R. Patofisiologi sindroma koroner akut. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. Vol.
39. No.4; 2012. p:261-4.
2. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p:1741-54.
3. Hamm C, Heeschen C, Falk E, Fox Keith A. Acute coronary syndromes:
pathophysiology, diagnosis and risk stratification in European society textbook of
cardiovascular medicine. 1st edition. Blackwell Publishing, 2011. p333-60.
4. By Kristen J. Overbaugh, MSN, RN, APRN-BC. Acute Coronary Syndrome. American
Journal.2010; 109(3): p.89-95.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI). Konsensus pedoman
tatalaksana sindrom koroner akut. Jakarta: PERKI; 2010.

Anda mungkin juga menyukai