Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

PENATALAKSANAAN AKNE VULGARIS TERKINI

Disusun Oleh

Nobby Onist Junior Marbun

1261050029

Pembimbing

Dr. Emil Fadli R Sp.KK

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

PERIODE 2 OKTOBER 2017 4 NOVEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai


dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah - daerah predileksi
seperti wajah, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. 1
Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Acne minor adalah
bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Sebanyak 15% remaja
menderita acne major yaitu bentuk akne yang cukup hebat sehingga mendorong mereka
untuk berobat ke dokter. 1
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap
sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak
ada seorang pun yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini
memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi.
Betapa pun, baru pada masa remajalah akne vulgaris menjadi salah satu problem. 1, 2
Biasanya, akne vulgaris mulai timbul pada masa pubertas. Karena pada waktu
pubertas terdapat kenaikan dari hormone androgen yang beredar dalam darah yang dapat
menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea. Pada wanita, Insiden
terbanyak terdapat pada usia 14-17 tahun sedangkan pada laki laki 16 19 tahun.
Namun kadang kadang pada wanita akne menetap sampai usia 30an atau lebih. 1, 2
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi
akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. 2, 3
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada
awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat
permanen.1, 3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan
parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik
maupun yang hipertrofik. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu
bagian atas, dada, dan punggung. Walaupun Akne vulgaris merupakan penyakit self
limited (sembuh sendiri) dapat terjadi gejala sisa berupa pitted scar atau skar
1, 2, 3
hipertrofik yang bisa menetap seumur hidup.

2.2. Epidemiologi
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada
umumnya insiden akne terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun
pada laki-laki, dengan lesi predominan adalah komedo dan papul. Rothman (1997)
mengatakan akne sudah timbul pada anak usia 9 tahun, namun puncaknya pada laki-
laki terutama usia 17-18 tahun sedangkan wanita usia 16-17 tahun.1, 2
Pada wanita akne vulgaris dapat terjadi premenarke. Setelah masa remaja
kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita,
akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. Meskipun pada
pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui
bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria. Diketahui
pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris
dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-
kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun
karena tingginya prevalensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah
penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris
yang lebih berat. 1

3
2.3. Etiopatogenesis
Penyebab terjadinya Akne Vulgaris belum diketahui secara pasti, tetapi
informasi mengenai faktor-faktor yang diduga berperan dalam patogenesisnya telah
dikemukakan. 4
Penyebab Akne Vulgaris bersifat multifaktorial melibatkan unit pilosebasea, oleh
karena itu paling sering didapatkan di area dengan jumlah kelenjar sebasea paling
banyak dan berukuran paling besar. Faktor-faktor yang memainkan peranan sentral
dalam patogenesisnya antara lain 1) hiperproliferasi folikel epidermis, 2)
peningkatan produksi sebum, 3) proses inflamasi, serta 4) kolonisasi bakteri
Propionibacterium acnes. Sedangkan peranan faktor herediter masih diperdebatkan.
3, 4

1) Hiperproliferasi folikel epidermis


Hiperproliferasi folikel epidermis menyebabkan pembentukan lesi primer akne
yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum
menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan
sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium
follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan
bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan
pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo.
Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih
belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat,
dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1.3
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen
yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase merupakan enzim yang
berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika

4
dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan
peningkatan aktifitas 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang
pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi
keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet
tidak terkena akne. 3
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya linoleic acid.
Linoleic acid merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun
pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas Linoleic acid akan kembali
normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar Linoleic acid yang tidak
normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan
memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa Linoleic acid
diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum. 3
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedo ketika diberikan IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokomedo. 3
2) Peningkatan produksi sebum
Pernyataan bahwa sebum memainkan peranan penting pada proses
aknegenesis didukung oleh beberapa fakta, yaitu pasien dengan akne akan
memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun
kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen
dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne.
Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.acnes, flora normal yang
terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan
kolonisasi P.acnes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi
komedogenik.2,3

5
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan
dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar
serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena
akne. Kadar hormon ini lebih tinggi beberapa kali pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita, tetapi angka sekresi sebum hanya lebih tinggi sedikit pada laki-
laki dibandingkan dengan wanita. Pada laki-laki dewasa muda kadar testosteron
serum adalah 500 700 ng/dl, sedang pada wanita kadarnya hanya 30 50 ng/dl,
sehingga yang diduga memegang peranan pada aktivitas kelenjar sebasea adalah
DHEAS (Dehidroepiandrosterone). Pada kelenjar sebasea, DHEAS ini akan
dirubah menjadi testosteron, yang selanjutnya dengan bantuan enzim 5-
reductase dirubah menjadi dihidrotestosteron, yang memegang peranan pada
aktivitas kelenjar sebasea untuk memproduksi dan mensekresi sebum. 5-
reductase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi
DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi
predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.3, 5
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.
Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat
ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara
langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi
androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon
gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan glandula
sebacea atau produksi lipid. 3

3) Proses inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal
sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit

6
yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan
peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit
dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh
lebih hebat.3, 5
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang
lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan
bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel
yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+
limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada
daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil
menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.3, 5

Gambar 2.1
Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul/pustul d) Nodul

4) Kolonisasi dan aktifitas dari Propionibacterium acnes


Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium acnes juga memiliki
peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri
gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea.

7
Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi dibanding
orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.acnes
yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita. 3
Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat
memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium
meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada
akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.acnes juga memfalisitasi
inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna
memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping
itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-
like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel
sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi
seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan. 3

5) Faktor-faktor lain yang dianggap bisa memperburuk akne, antara lain :


a. Stress
Stress psikologis dapat mengakibatkan eksaserbasi lesi Akne Vulgaris,
melalui beberapa mekanisme, antara lain: meningkatkan kadar hormon
glukokortikoid dan androgen, yang keduanya terlibat pada patogenesis Akne
Vulgaris. Stres emosional juga diduga menyebabkan hiperplasia kelenjar
sebasea. Hormon corticotropin releasing hormone yang meningkat saat stres
emosional meningkatkan lipogenesis sebasea.5
b. Diet
Kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan. Saat ini
belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood, atau makanan lain dapat
langsung menyebabkan akne. Makanan tersebut dapat mempengaruhi
metabolisme tubuh sehingga mengaktifkan kelenjar pilosebasea untuk
menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan pada folikelnya maka

8
dapat menjadi awal dari akne, namun metabolisme tubuh setiap individu
berbeda-beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak
sama pada setiap individu. 5
c. Hormonal
Pada masa remaja, akne vulgaris biasanya disebabkan oleh peningkatan
hormon seks, terutama hormon androgen yang meningkat selama masa
pubertas. Hormon androgen memegang peranan yang penting karena kelenjar
sebasea sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari
testis dan kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea
bertambah besar dan produksi sebum meningkat. 5
Hormon esterogen pada keadaaan fisiologik tidak berpengaruh terhadap
produksi sebum. Esterogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang
berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek
menurunkan produksi sebum. 5
Hormon progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempengaruhi efek
terhadap aktivitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus
menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne
premenstrual.3, 5
d. Cuaca/Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah
parah pada musim dingin dan akan membaik pada musim panas. Sinar
ultraviolet (u.v) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit.
Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian
atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam
kelenjar sebasea. Sinar ultraviolet juga dapat menyebabkan pengelupasan
kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea. 5
e. Kosmetik
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus-menerus dalam
waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama

9
terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustular pada pipi
dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai
krim muka seperti bedak dasar (foundation), pelembab (moisturizer), krim
penahan sinar matahari (sunscreen) dan krim malam yang mengandung
bahan-bahan, seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan
bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, dan oleic acid). 5

2.4. Gejala Klinis


Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya leher, lengan atas, dan glutea
kadang-kadang terkena. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan
penderita adalah keluhan estetis.2
Lesi awal akne dimulai dari sumbatan pada unit pilosebaseus yang terdiri atas
folikel rambut dan kelenjar sebasea. Lesi dapat berupa inflammatory lesions atau
non-inlamatory lesions.2, 3
Komedo merupakan non-inlamatory lesions dari akne. Hal tersebut dapat
dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi, komedo dibagi menjadi 2
macam yaitu komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead).
Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang datar atau lesi yang sedikit meninggi
dengan bagian tengah berwarna hitam karena oksidasi material keratin dan lipid
yang terdapat pada muara folikular. Komedo tertutup biasanya berupa papul
kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk
dapat terlihat. 2, 3
Sedangkan untuk Inflammatory lesions dapat bervariasi dari papul kecil
dengan tepi merah, pustul yang besar dan lunak, serta nodul yang berfluktuasi.
Beberapa nodul yang besar sebelumnya disebut kista dan istilah nodulokistik
digunakan untuk menggambarkan kasus akne inflamasi yang berat.

10
Gambar 2.2
Gambaran Patologi terkait lesi akne. A) Komedo tertutup B) Komedo terbuka C) Papul
inflamasi D) Nodul

Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan
kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai
keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit
yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai
beberapa bulan.
Komplikasi berupa skar dapat disebabkan oleh kedua jenis akne. Terdapat
4 jenis skar yang disebabkan oleh akne, antara lain: ice pick, rolling, boxcar dan
hypertrophic.

2.5. Klasifikasi
Sampai saat ini belum ada keseragaman klasifikasi akne yang memuaskan.
Klasifikasi akne yang ada terutama digunakan untuk evaluasi obat baru atau
menilai hasil dari suatu pengobatan.
A. Menurut FKUI, gradasi acne vulgaris dibagi sebagai berikut.2
1. Ringan, bila :
- beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
- sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi

11
- sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
2. Sedang, bila :
- banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
- beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
- sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
3. Berat, bila :
- banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi

Catatan:
Sedikit bila lesi <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi
Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam,papul
Beradang bila terdapat pustul, nodul, dan kista

Gambar 2.3
a) Akne ringan b) Akne sedang c) Akne berat

B. FDA (Food and Drug Administrations) global grade 8


a. Grade 0
Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
b. Grade 1
Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
c. Grade 2

12
Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul / pustul, tidak ada lesi
nodular )
d. Grade 3
Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu
lesi nodular
e. Grade 4
Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.
C. Menurut Pillsburry, gradasi akne terbagi atas : 2
1. Komedo di muka.
2. Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka.
3. Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada,
punggung.
4. Akne konglobata.
D. Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman, yang mengelompokkan akne
vulgaris menjadi: 2
a. Akne komedonal
Grade 1 : Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
Grade 2 : 10-24 komedo
Grade 3 : 25-50 komedo
Grade 4 : Lebih dari 50 komedo
b. Akne papulopustul
Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
Grade 2 : 10-20 lesi papulopustul
Grade 3 : 20-30 lesi papulopustul
Grade 4 : Lebih dari 30 lesi papulopustul
c. Akne konglobata

13
E. Klasifikasi akne berdasarkan tipe lesi: 7
1. Jenis Acne Tak Beradang:
Komedo tertutup dan terbuka dapat melepaskan isinya ke
permukaan dan hilang dengan sendirinya.
a. Komedo tertutup (white comedo)

Gambar 2.4 : komedo tertutup

Ketika sebum yang terperangkap dan ada bakteri yang berada


di bawah permukaan kulit , maka terbentuklah komedo tertutup (
white comedo). Komedo putih dapat terlihat sebagai bintik putih
kecil, ataupun tidak dapat terlihat oleh mata telanjang.

b. Komedo Terbuka (black comedo)

Gambar 2.5 : komedo terbuka

14
Komedo hitam atau terbuka dapat terbentuk apabila pori-pori
terbuka sampai ke permukaan, dan sebum yang mengandung
melanin teroksidasi sehingga menimbulkan warna coklat atau
hitam. Komedo ini tidak dapat dibersihkan menggunakan sabun.
2. Jenis Akne Beradang : 7
Lesi yang beradang kadang-kadang dapat kempes atau pecah,
sehingga dapat menginflamasi ke sekitar kulit bahkan dapat mengenai
folikel di sebelahnya. Lesi seperti ini disebut nodul atau kista.
a. Papul

Gambar 2.6 : papul


Papul dapat timbul bila ada kerusakan pada dinding folikel. Sel
darah putih bekerja dan pori-pori tersebut menjadi terinflamasi.

2. Pustul

Gambar 2.7 : pustul


Beberapa hari kemudian,sel darah putih yang terdapat pada bentuk
pustule, membuat jalannya sendiri untuk mencapai permukaan kulit.
Hali inilah yang disebut sebagai zit atau pimple.

15
3. Nodul

Gambar 2.8 : nodul


Ketika folikel pecah di bagian dasar, dapat menyebabkan
pembengkakan yang berukuran besar dan terasa sakit bila disentuh.
4. Kista

Gambar 2.9 : kista


Kadang-kadang reaksi inflamasi yang berat dapat menyebabkan nanah
yang sangat luas menutupi lesi.
2.6. Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris
biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah
bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi
berdasarkan siklus mensturasinya. 3, 5
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka
dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat

16
berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan
pada area dengan glandula sebacea yang banyak.7
Diagnosis ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi
sebum,yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok
unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin
atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebaseadengan massa
sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan
jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah,jaringan
mati dan keratin yang lepas.2
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)
dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak
bebas (free fatty acid) meningkat dank arena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya. 2
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,
evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat
(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin
tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi
terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan
akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi
follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.7

17
2.7. Diagnosis Banding 3
Tabel 2.1
Diagnosis banding akne
Diagnosis Banding Akne
Most Likely Consider Always Rule Out
Komedo Komedo Tertutup Komedo Tertutup
Tertutup - Osteoma cutis - Acne due to
- Milia - Trichoepiteloma systemic agent
- Sebaceous - Trichodiskoma (kortikosteroid)
hyperplasia - Fibrofolikuloma - Acne Kontak
- Steatocystoma - Chloracne
multiplex
- Koloid Milia
Komedo Komedo Terbuka Komedo Terbuka
Terbuka - Trichostasis - Acne due to
- Dilatated pore spinulosa systemic agent
of Winer - Nevus comedonicus - Contact acne
- Favre- - Chloracne
Racouchot
syndrome

Akne tipe Akne tipe inflamasi Akne tipe inflamasi


inflamasi - Pseudofolikulitis - Acne due to
- Rosasea barbae systemic agent
- Dermatitis - Keratosis pilaris - Staphylococcal
Perioral - Neurotik eskoriasi folliculitis
- Lupus miliaris - Gram negative
disseminata folliculitis
- Eosinophilic
folliculitis
- Furunkel /
Karbunkel

18
2.8. Penatalaksanaan
Ada 5 prinsip dasar untuk mengobati akne yaitu dengan menormalisasi
keratinisasi/ eksfoliasi, eliminasi/mengurangi populasi bakteria P.acnes,
membersihkan material yang menutup pori-pori, meredakan respons peradangan,
9
dan menurunkan level sebum. Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi lokal,
sistemik, topikal, fisik dan diet. 3,4,6

Gambar 2.10 : prinsip tatalaksana akne


1. Terapi lokal
a. Cleansing / mencuci wajah
Salah satu tatalaksana utama dalam terapi akne adalah mencuci
wajah. Dianjurkan untuk mencuci wajah dalam sehari sebanyak 2 kali dan
dilanjutkan dengan terapi lainnya seperti obat topikal wajah. Terlalu sering
mencuci wajah akan meningkatkan paparan sabun alkali ke wajah sehingga
dapat meningkatkan pH wajah, mengganggu perlindungan lipid wajah dan
meningkatkan potensi terjadinya iritasi dalam penggunaan terapi topikal.
Sabun mencuci wajah yang digunakan adalah sabun yang mengandung
benzoyl peroxide atau asam salisilat.3

19
2. Terapi Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad
renik di sa mping dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi
sebum, dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. 2
Golongan obat sistemik terdiri atas :
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang masih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin, doksisiklin,
eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi
peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari
Propionibacterium acnes. 3, 4
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin
klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne. Obat ini
digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang
murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6
minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa
diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah
beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya
dihambat oleh makanan, maka obat ini diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam
sesudah makan dengan air untuk absorbsi yang optimal. 3, 4
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 50
sampai 100 mg dua kali sehari. Sebagai maintainance dose, (minosiklin)
biasanya diberikan 100 200 mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan
tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 3, 4
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative.
Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi
yang tinggi terhadap Propionibacterium acnes dan sering dikaitkan dengan
kegagalan terapi. 3, 4

20
Klindamisin merupakan jenis obat yang sangat efektif, akan tetapi
tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan
perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol / trimetoprim,
160 / 800 mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan
inadequate respon dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan
gram negative folikulitis. 3, 4
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan
diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin
mengurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga
90% dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi
sebum invivo dan menghambat diferensiasi terminal sebosit. Walaupun
tidak berefek langsung terhadap Propionibacterium acnes, ini menghambat
efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah Propionibacterium
acnes yang mengakibatkan inflamasi. 3, 4, 7
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemberian (1 gram / kgBB /
hari atau 50 mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis
untuk pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian
kambuh dan memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis
rendah yang diberikan untuk akne yang berat.3, 4
Indikasi pemberian oral isoretinoin adalah pada akne derajat
sedang, bernodular dan tidak adanya perbaikan dengan terapi lainnya.
Kontraindikasinya adalah tidak boleh dikonsumsi pada ibu hamil, tidak
dikombinasikan dengan tetrasiklin karena dapat menimbulkan efek
samping berupa pseudotumor serebri (pembengkakkan intrakranial jinak).10
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan
pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat
diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.
3, 4

21
Efek samping dari pemberian obat oral itu sendiri yang sering
timbul adalah dapat meningkatkan jumlah transaminase, night blindness,
kekeringan pada kulit seluruh tubuh, kekeringan pada bibir, angular
cheilitis. Ada juga efek samping yang jarang terjadi seperti nyeri kepala,
depresi, nyeri sendi.10
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai
respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal
ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan
dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi
sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi
hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen
dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus
melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-
obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan
perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke
enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata.
Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30
tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang
mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan
spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 3,15
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan
dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-
65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi
macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of
androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.3, 4

22
3. Topikal
Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang
telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru, mempercepat penyembuhan
lesi dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan
untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-
obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi
juga pada daerah disekitarnya. Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai
secara topikal, yaitu: 2, 6,16
A. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (Peeling)
1. Sulfur / sodium sulfocetamide / resorcinol
Produk yang mengandung sulfur, sodium sulfocetamide dan resorcinol
merupakan salah satu terapi topikal yang sering digunakan pada acne.
Sulfonamid dan resorcinol diduga memiliki reaksi antibakterial dengan
menghambat para-aminobenzoic acid (PABA) yang penting untuk
pertumbuhan bakteri. Sulfur juga bekerja dengan menghambat free fatty
acid dan memiliki peran sebagai keratolitik. Sulfur ini sering
dikombinasikan dengan sodium sulfocetamide untuk menyamarkan sifat
sulfur yang berbau. Diberikan dalam sediaan resorcinol 2%
dikombinasikan dengan sulfur 5%. 3
2. Asam salisilat
Merupakan -asam hidroksi bersifat larut lemak yang efek utamanya
adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain
itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 3, 7, 16
Bekerja sebagai komedolitik namun fungsinya lebih lemah
dibandingkan retinoid. Selain itu, asam salisilat juga dapat
menimbulkan eksfoliasi pada stratum korneum dengan menurunkan
kohesi pada keratinosit. Diberikan dalam sediaan 0.5 2%. 3
3. Asam azeleat

23
Asam azeleat merupakan asam dikarbosiklik yang mempunyai efek
sebagai antimikrobal, komedolitik dan bekerja sebagai inhibitor
kompetitif pada tirosin serta dapat menurunkan hiperpigmentasi pada
postinflamasi. Asam azelaik aman digunakan pada ibu hamil dan
tersedia dalam bentuk krim 20% dan gel 15%.3
4. Benzoil peroksida
Benzoil peroksida (2,5 10%) merupakan salah satu obat topikal yang
sering digunakan pada dermatologis untuk terapi acne serta dijual
secara bebas. Benzoil peroksida adalah antimikrobal kuat yang bekerja
dengan menurunkan populasi bakteri tersebut dan menghidrolisis
trigliserida. Tersedia dalam bentuk krim, gel, lotion, sabun cuci muka
dan . dengan pemberian secara topikal yang dioleskan pada kulit
memiliki efektivitas yang lebih baik, namun dapat menimbulkan efek
samping berupa kulit kering dan iritasi.3
5. Retinoid topical.
Retinoid memiliki kemampuan untuk berikatan dan mengaktifkan asam
retinoid reseptor yang akan bekerja komedolitik dan antiinflamasi. 3,10
6. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel,
cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%. Dalam survey yang
melibatkan 1000 pasien ditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel
mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%. 11
7. Tazarotene
Tazarotene merupakan retinoid sintetik yang berkerja dengan
menghambat RAR- reseptor sehingga memiliki efek sebagai
komedolitik yang lebih baik. Disamping untuk psoriasis, tazarotene
juga digunakan sebagai terapi untuk akne, dengan sediaan 0.025 dan
0.1% gel atau cream. Efek iritan pada tazarotene juga dapat dihindari
dengan pemakaian jangka pendek. Cara pemakaiannya dengan

24
mengaplikasikan ke wajah dam didiamkan selama 5 menit lalu
dilanjutkan dengan mencuci wajah. 3, 11
B. Antibiotik Topikal
Kegunaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten
terhadap Propionibacterium acnes dan S. Aureus. 3, 4, 10
Efek klindamisin fosfat 1% adalah mengurangi jumlah
Propionibacterium acnes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar
sebasea. Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang
kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia
dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan
membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan
hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang
sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara
tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.
Penggunaan eritromisin atau klindamisin kombinasi dengan benzoil
peroksida lebih direkomendasikan. 3, 4, 11
Alogaritme dalam penatalaksaan akne berdasarkan klasifikasinya :
- Pada akne derajat ringan dapat diberikan antibiotik topikal seperti
klindamisin dan eritromisin. Dapat diberikan juga benzoil peroksida
topikal berupa gel (2%, 5%, 10%) dan topikal retinoid gel/krim/cair
yang diberikan secara bertahap dari 0,01% ke 0,025% hingga 0,05%.
- Pada akne derajat sedang dapat diberikan oral antibiotik. Antibiotik
yang paling efektif adalah minosiklin yang diberikan sebesar 50-
100mg/hari atau dapat juga diberikan doksisiklin 50-100mg 2 kali
dalam 1 hari, bila lesi akne sudah berkurang dapat diturunkan dosisnya
secara bertahap 50mg/hari. dapat juga diberikan isoretinoin oral untuk
mencegah terjadinya skar.

25
- Pada akne derajat berat diberikan obat topikal dan dikombinasikan
dengan obat sistemik berupa isoretinoid oral yang diindikasikan pada
akne jenis kistik atau konglobata.19

26
C. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan
dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara
teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi
inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik.3, 6, 11
b. Glukokortikoid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik
Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang
biasa digunakan adalah 2,5 10 mg/ml triamsinolon asetonid. Jumlah total
obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan
penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau
terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi. 6,10
Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe
nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya
adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi
pembentukan scar. 6
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen
cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi
ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga
akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 16

27
D. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne
vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan
berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum
ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak
pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne
setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 3,7
E. Pencegahan
Menghindari terjadinya peningktan jumlah sebum dan perubahan isi sebum
dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan perawatan kulit
untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran yang berperan pada
etiopatogenesis akne vulgaris.
Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya hidup
teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres.
Lebih baik penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun
lamanya. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak misalnya minuman keras,
pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya. Hindari polusi
debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis yang dapat memperberat erupsi
yang telah terjadi.
Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab
penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta
prognosisnya. Hal ini penting agar penderita tidak underestimate atau
overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan
membuatnya putus asa atau kecewa.

2.9. Komplikasi
Semua tipe lesi akne memiliki resiko untuk sembuh dengan gejala sekuel.
Hampir semua lesi akne meninggalkan eritema makular yang sifatnya sementara.
Pada tipe kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post inflamasi bisa saja

28
bertahan sampai berbulan bulan setelah menghilangnya lesi akne. Pada
beberapa individu, lesi akne menyebabkan skar permanen.3
Beberapa penderita akne vulgaris mungkin saja membutuhkan terapi
psikologis. Diperkirakan 30 % 50 % orang orang dewasa yang memiliki
pengalaman menderita akne vulgaris mengalami gangguan psikis. Studi
menunjukkan bahwa pasien dengan akne memiliki level aktivitas sosial,
psikologis, dan gangguan emosi yang sama. Ditemukan juga bahwa jumlah laki
laki penderita akne kebanyakan tidak memiliki pekerjaan dibandingkan laki
laki yang tidak menderita akne. Hal ini penting agar kita memperhatikan
konsekuensi psikologis serius yang mungkin menyerang individu individu
yang menderita akne vulgaris. 3

2.10. Prognosis
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang
masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat. Akne pada
wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya
bermunculan sesaat sebelum menstruasi. Kemunculan akne ini tidak seharusnya
berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi
peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi. Pada
umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai
pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele
yang bersifat permanen. 3

29
BAB III
KESIMPULAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai


dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-
daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Akne pada pada dasarnya
merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa
derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18
tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia
25 tahun.
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara
lain: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri
(Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Ada empat hal penting
yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya
keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi
akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. Prognosis dari penyakit ini cukup baik,
namun dapat terjadi rekurensi terutama pada wanita akibat dari siklus haid yang
berhubungan dengan faktor perbubahan hormonal.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap, M., 2000, Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.


2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed ke-
6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.

4. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the


World Congres of Dermatology Paris July 2002. Switzerland: Karger AG; 2003
5. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003.

6. Baumann, M., 2002, Acne. dalam Bauman, L. & Weisberg, E. (Eds.) Cosmetic
dermatology principles and practice New York, The McGraw-Hill Companies.
7. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics. 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007.
8. BMJ Best Practice. Acne Vulgaris. Cited on 14 June 2015. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
9. Truter I. Evidence-based Pharmacy Practice : Acne Vulgaris.SA Pharmaceutical
Journal. 2009
10. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 7th ed. New York: Mc Graw Hill. 2013;
11. Thieme, S. Clinical Companions Dermatology. USA. Thieme : 2006

31

Anda mungkin juga menyukai