Anda di halaman 1dari 37

LOCUS OF CONTROL PEMODERASI ANTARA

KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN AFEKTIF PADA


KARYAWAN SULTHAN HOTEL BANDA ACEH

OLEH
SAID KAHLILGIBRAN
1501102010084

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia saat ini memasuki era globalisasi yang berdampak

pada kemajuan industri disegala bidang. Kemajuan tersebut mendorong semakin

tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan untuk mendapatkan karyawan

yang berpotensi dan berdedikasi tinggi. Berbagai pilihan industri yang ada

memberikan kesempatan bagi sumber daya manusia untuk lebih selektif dalam

bergabung pada suatu perusahaan, khususnya berkaitan dengan kepegawaian.

Masalah komitmen seorang karyawan menjadi suatu hal yang sangat penting

karena mempunyai pengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan, sementara

pencapaian tujuan perusahaan tidak lepas dari faktor kinerja karyawan yang juga

dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya komitmen organisasional dan kepuasan

kerja.

Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang diharapkan

tidak hanya tergantung pada apa yang dihasilkan dan apa yang ditawarkan bagi

pelanggan ataupun klien, tetapi tergantung juga pada kualitas sumber daya

manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya manusia senantiasa melekat

pada setiap sumber daya organisasi apapun sebagai faktor penentu keberadaan dan

peranannya dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan organisasi

secara efektif dan efisien.

Seorang karyawan dalam menjalankan pekerjaan pada suatu perusahaan

atau organisasi mempunyai masalah yang sangat mendasar, dimana seorang

1
2

karyawan yang satu dengan karyawan yang lain tidak akan sama tingkat

komitmen yang dimilikinya. Komitmen organisasional sedemikian penting untuk

dipahami dan diciptakan, dikarenakan komitmen individu dalam setiap jajaran dan

tingkatan organisasi berkaitan dengan sikap keberpihakannya untuk menyatu

dengan tujuan dan sasaran serta sesuai dengan nilai organisasi. Dengan demikian,

setiap pengelola organisasi sangat berkepentingan untuk menempuh berbagai

upaya strategis guna menciptakan dan melestarikan serta meningkatkan derajat

komitmen sumber daya manusia sebagai jembatan untuk mencapai efektifitas

kinerja individu dan kinerja organisasi.

Komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang

karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins dan Judge,

2008). Komitmen organisasional terkait dengan kekuatan relatif individu

mengenai rasa kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi, kesedian untuk

berusaha sebaik mungkin untuk kepentingan organisasi, dan keinginan untuk tetap

menjadi anggota organisasi yang bersangkutan (Robbins dan Judge, 2008).

Komitmen karyawan terhadap organisasi dipengaruhi oleh sejauh mana

pekerjaannya dapat memberikan kepuasan terhadap dirinya. Artinya, semakin

besar karyawan yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya

sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya maka karyawan akan bekerja keras

dan berkomitmen tinggi kepada perusahaan dan begitu juga sebaliknya (Luthans,

2006). Dengan kata lain, komitmen seorang karyawan terhadap organisasi

tergantung dari kepuasan kerja yang diperoleh karyawan tersebut.


3

Kepuasan kerja memperoleh perhatian dari berbagai kalangan karena

berbagai alasan yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas organisasi. Menurut

Hellriegel & Slocum (2007), kepuasan kerja menunjukkan hasil pengalaman kerja

dan tingkat kekecewaan tinggi yang membantu menunjukkan masalah organisasi

yang memerlukan perhatian, dan kekecewaan kerja yang berkaitan erat dengan

absensi, pergantian karyawan serta masalah kesehatan fisik dan mental. Bahkan

lebih dari itu, ketika seorang karyawan tidak puas dengan pekerjaannya, maka

keterlibatan kerjanya akan berkurang sehingga akan berdampak terhadap

komitmen organisasi. Kepuasan kerja karyawan adalah terpenuhi atau tidaknya

keinginannya terhadap pekerjaan, apabila dalam lingkungan kerja seorang

karyawan tidak mendapatkan apa yang diharapkan, maka dapat dipastikan

komitmen karyawan terhadap organisasi akan rendah (Timmreck, 2001).

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang dapat

memengaruhi kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di

tempat kerja. Penyebab para karyawan merasa kurang puas adalah dikarenakan

mereka kurang menerima timbal balik, kemampuan mereka kurang optimal

dimanfaatkan, supervisi yang tidak memadai, hanya tersedia sedikit kesempatan

untuk ikut berpartisipasi dan pujian atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik

jarang dilontarkan oleh atasan mereka serta mereka lebih sering mengalami

kebosanan. Logikanya, seorang karyawan yang dipahami, dilayani dan dipenuhi

perasaan dan aspirasinya terutama yang berkaitan dengan pekerjaan akan

memiliki kesetiaan tulus dan berpotensi memberikan kontribusi terbaik bagi

kepentingan organisasinya. Hal tersebut mengisyaratkan betapa kepuasan kerja


4

sangat penting bagi karyawan dan organisasi sehingga perlu dipelihara

eksistensinya dari waktu ke waktu dan terus ditingkatkan sejalan dengan dinamika

perkembangan individu dan organisasi.

Setiap karyawan akan mengalami tingkat kepuasan yang berbeda-beda

sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada karyawan tersebut. Hal ini disebabkan

karena adanya perbedaan pada setiap diri individu, semakin banyak aspek-aspek

pekerjaan yang disesuaikan dengan keinginan karyawan maka semakin tinggi

tingkat kepuasan yang dirasakan karyawan dan sebaliknya bila dalam suatu

perusahaan ada kesenjangan antara harapan dengan kenyataan maka akan

menimbulkan ketidakpuasan dalam diri karyawan (Kreitner dan Kinicki, 2014).

Kepuasan ataupun ketidakpuasan yang dirasakan oleh setiap karyawan

dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar individu

(Robbins, 2006). Aktivitas karyawan sebagai respon terhadap faktor-faktor

tersebut disebut dengan istilah locus of control.

Locus of control merupakan tingkat dimana individu merasa yakin bahwa

nasibnya individu tersebut ditentukan oleh dirinya sendiri dan lingkungan

sekitarnya. Locus of control terdiri dari internal yaitu kemampuan, minat, serta

usaha dan eksternal yang terdiri dari keberuntungan atau kesempatan (Robbins

dan Judge, 2008:138).

Locus of Control baik internal maupun eksternal bukanlah merupakan

suatu konsep tipologi, melainkan merupakan pengaruh atau sumbangan berbagai

faktor lingkungan. Artinya locus of control bukan berasal sejak lahir melainkan

timbul dalam proses pembentukannya yang berhubungan dengan faktor-faktor


5

lingkungan, sehingga tidak ada orang yang hanya memiliki control internal saja

ataupun control eksternal saja. Seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja

apabila karyawan tersebut dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan jenis

pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil pengaruh dalam dirinya (internal)

maupun lingkungan disekitarnya (eksternal).

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada Sulthan Hotel Banda Aceh,

perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang

jasa yang bertujuan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi kepuasan

pelanggan atau pengguna jasanya. Berdasarkan data yang diperoleh dari

perusahaan, adanya tingkat pergantian karyawan yang dapat dikatakan cukup

tinggi selama lima tahun terakhir. Adapun tingkat pergantian karyawan Sulthan

Hotel Banda Aceh sejak tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1
Tingkat Pergantian Karyawan Per Tahun

Tahun Jumlah Karyawan

2013 310
2014 280
2015 250
2016 200
2017 149
Sumber: Sulthan Hotel, 2017

Berdasarkan data pada tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa tingkat

pergantian karyawan terjadi hampir setiap tahun sejak tahun 2013 hingga tahun

2017, dalam satu tahun tingkat pergantian karyawan mencapai 30 s/d 51 orang,

sedangkan untuk perusahaan dengan jumlah karyawan yang relatif sedikit tingkat

pergantian tersebut dapat dikatakan tinggi.


6

Berdasarkan data pada tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa rendahnya

tingkat komitmen karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh yang terlihat dari jumlah

karyawan yang berkurang setiap tahunnya. Fenomena tersebut mungkin

disebabkan oleh rendahnya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan Sulthan

Hotel Banda Aceh. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbins (2006:120) yang

menyatakan bahwa daampak kepuasan kerja cenderung terpusat pada kinerja

karyawan, tingkat kehadiran, dan tingkat pergantian karyawan (turnover).

Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung memiliki kinerja dan

tingkat kehadiran yang lebih tinggi serta tingkat pergantian karyawan yang lebih

rendah dibandingkan dengan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang

puas.

Lebih lanjut, berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh

Gunz dan Gunz (1994), Knoop (1995), serta Young, Worchel, dan Woehr (1998)

menemukan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen

organisasional yang menyatakan apabila seseorang merasa telah terpenuhi semua

kebutuhan dan keinginannya oleh organisasi maka secara otomatis dengan penuh

kesadaran mereka akan meningkatkan tingkat komitmen yang ada dalam dirinya.

Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Luthans (2006:246) yang menyatakan

bahwa apabila kepuasan kerja yang terdriri dari tipe pekerjaan itu sendiri,

gaji/bayaran, kesempatan promosi, atasan dan rekan kerja dapat terpenuhi maka

komitmen karyawan terhadap organisasi akan timbul dengan baik. Dengan kata

lain, komitmen organisasional timbul karena adanya perasaan puas dan

kenyamanan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya dalam organisasi.


7

Berikut ini adalah hasil studi pendahuluan terkait tingkat kepuasan kerja

dan komitmen afketif pada 30 karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.2
Studi Pendahuluan
No Pernyataan Ya % Tidak %
Apakah anda merasa puas dengan pekerjaan
1. 22 73 8 27
anda selama bekerja di Sulthan Hotel?
Apakah anda merasa terikat secara emosional
2. sehingga anda berkomitmen untuk tetap 20 67 10 33
bekerja di Sulthan Hotel?
Sumber: Hasil survei, november 2017

Berdasarkan tabel 1.2, dapat disimpulkan bahwa dari 30 karyawan Sulthan

Hotel Banda Aceh hanya 22 orang atau sebesar 73% yang merasa puas selama

bekerja di Sulthan Hotel, sedangkan 8 orang atau sebesar 27% merasa tidak puas

selama bekerja di Sulthan Hotel. Kemudian, hanya 20 orang atau sebesar 67%

yang merasa terikat secara emosional sehingga berkomitmen untuk tetap bekerja

di Sulthan Hotel sedangkan 10 orang atau sebesar 33% yang merasa tidak terikat

secara emosional sehingga berkomitmen untuk tetap bekerja di Sulthan Hotel.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, terlihat dengan jelas

bahwa komitmen organisasi sangat penting dan vital bagi kehidupan organisasi,

namun dalam prakteknya masih sangat banyak karyawan dari beberapa divisi yang

belum memiliki komitmen organisasional secara memadai. Sebagai contoh

Sulthan Hotel Banda Aceh yang menjadi obyek penelitian ini, masih ada karyawan

yang kurang memiliki komitmen afektif terhadap organisasi dengan indikasi yang

sudah dijelaskan sebelumnya.


8

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan fenomena tersebut, maka

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat empiris untuk menjelaskan

pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen afektif yang dimoderasi oleh locus

of control pada karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh.

1.2 Perumusan Masalah

1) Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen afektif

karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh?

2) Bagaimanakah pengaruh moderasi locus of control antara kepuasan kerja

terhadap komitmen afektif karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pada penelitian ini

sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen afektif

karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh.

2) Untuk mengetahui pengaruh moderasi locus of control antara kepuasan

kerja terhadap komitmen afektif karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai

berikut:

1) Kegunaan teoritis, diharapkan penelitian dapat memperkaya bukti empiris

terkait studi tentang perilaku keorganisasian dan manajemen sumber daya


9

manusia khususnya yang terkait dengan kepuasan kerja, komitmen

organisasi, dan locus of control.

2) Kegunaan praktis, diharapkan dapat memberikan masukan atau menjadi

referensi tambahan yang dapat diaplikasikan menjadi bahan pertimbangan.

Kegunaan secara praktis pada penelitian ini adalah sebagi berikut:

a. Bagi Peneliti Lain

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa secara

umum, yang dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti selanjutnya

yang akan melakukan penelitian pada objek yang sama.

b. Bagi Organisasi

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat tambahan bagi

Sulthan Hotel Banda Aceh agar mengetahui tentang kepuasan kerja,

komitmen afektif, dan locus of control.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Komitmen Organisasi

2.1.1 Definisi Komitmen Organisasi

Sopiah (2008:157) mendefinisikan komitmen organisasi adalah suatu

ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya

kepercayaan dann penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi,

kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan keinginan

yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

Robbins dan Judge (2008:100) mendefinisikan bahwa komitmen organisasi

adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta

tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi tersebut. Terwujudnya situasi yang kondusif manakala karyawan dan

organisasi memiliki sinergi yang sama dalam orientasi pencapaian tujuan,

berusaha keras mencapai target yang ditentukan adalah suatu keharusan ketika

seorang karyawan memihak pada organisasi.

Komitmen pada organisasi juga membahas kedekatan karyawan terhadap

organisasi dimana mereka berada dan sekaligus komitmen merefleksikan kekuatan

keterlibatan dan kesetiaan karyawan pada organisasi. Keterlibatan dan kesetiaan

ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar pekerjaan yang dibebankan pada

karyawan sesuai dengan harapan mereka (Babakus et al., 1996). Definisi lainnya

dikemukakan oleh Robbins (2006:69) yaitu keterlibatan pekerjaaan yang

10
11

tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara

komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut

individu tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

komitmen organisasional adalah suatu keadaan psikologis yang mengkarakterisasi

derajat hubungan karyawan dengan organisasi, yang dapat menentukan bagaimana

identifikasi karyawan dengan organisasi, kemauan dan tingkat keterlibatan

karyawan sesuai dengan perannya untuk berusaha dan mencapai tujuan-tujuan

organisasi, serta keinginan yang kuat untuk setia dan terus mempertahankan

keanggotaannya dalam organisasi.

2.1.2 Konsekuensi Komitmen Organisasi

Menurut Meyer, Stanley, Herscovitch, dan Topolnytsky (2002), beberapa

hal yang menjadi konsekuensi dari komitmen organisasi adalah sebagai berikut:

1) Tingkat Pergantian (Turnover)

Turnover adalah tingkat pertukaran atau pergantian, yang dalam konteks

ini adalah pertukaran tenaga kerja atau karyawan. Tingkat turnover dapat

diakibatkan oleh komitmen organisasional. Hubungan antara turnover dan

komitmen organisasi adalah hubungan yang negatif. Apabila komitmen

seseorang kepada organisasi tergolong tinggi, keinginannya untuk

mengundurkan diri atau atau meninggalkan organisasi akan rendah, begitu

pula sebaliknya karyawan yang komitmennya rendah akan dengan mudah

memiliki niat untuk keluar dari organisasi.

2) Ketidakhadiran/Tingkat Absensi
12

Komitmen organisasional juga dapat mempengaruhi ketidakhadiran

karyawan di tempat kerja. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi

terhadap organisasi akan menunjukkan sikap positif terhadap

ketidakhadiran. Mereka cenderung akan sering mengusahakan untuk hadir

di tempat kerja. Dari ketiga dimensi komitmen, hanya komitmen afektif

yang berhubungan negatif dengan ketidakhadiran.

3) Kinerja Karyawan

Komitmen organisasional mempunyai pengaruh yang positif terhadap

kinerja karyawan. Dengan kata lain, karyawan dengan komitmen terhadap

organisasi yang tinggi akan memiliki kinerja yang lebih baik. Dari tiga

dimensi komitmen, hanya komitmen afektif dan komitmen normatif yang

memiliki hubungan yang negatif. Komitmen afektif ditemukan lebih kuat

hubungan positifnya dengan kinerja karyawan.

4) Organizational citizenship behavior (OCB)

Komitmen organisasional memiliki pengaruh terhadap OCB, dimana

apabila komitmen karyawan tinggi, wujud OCB mereka juga akan tinggi.

Korelasi yang positif ini hanya berlaku bagi komitmen afektif dan

komitmen normatif. Komitmen berkelanjutan tidak memiliki hubungan,

atau dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap OCB.

5) Stress dan Konflik Keluarga-Pekerjaan

Komitmen organisasional memiliki hubungan yang negatif dengan stres

dan konflik keluarga-pekerjaan. Semakin rendah komitmen seseorang,


13

maka akan semakin tinggi stres yang mereka rasakan, begitu juga akan

semakin banyak konflik keluarga pekerjaan yang dialami oleh karyawan.

2.1.3 Dimensi Komitmen Organisasi

Menurut Allen dan Meyer (1990), komitmen organisasi terdiri dari tiga

aspek berikut:

1) Komitmen afektif (affective commitment)

Komitmen afektif adalah suatu pendekatan emosional dari individu dalam

keterlibatan dengan organisasi, sehingga individu akan merasa

dihubungkan dengan organisasi.

2) Komitmen keberlangsungan (continuance commitment)

Komitmen keberlangsungan adalah hasrat yang dimiliki oleh individu

untuk bertahan dalam organisasi, sehingga individu merasa membutuhkan

untuk dihubungkan dengan organisasi.

3) Komitmen normatif (normative commitment)

Komitmen normatif adalah perasaan karyawan tentang kewajiban yang

harus diberikan kepada organisasi, dan tindakan tersebut merupakan hal

benar yang harus dilakukan.

Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan menetap dalam suatu

organisasi karena mereka menginginkannya, mereka yang memiliki komitmen

berkelanjutan kuat akan menetap dalam suatu organisasi karena merasa harus dan

tidak memiliki pilihan lain, dan mereka yang komitmen normatifnya kuat menetap

dalam suatu organisasi karena mereka merasa berkewajiban moral untuk tidak

meninggalkan perusahaan (Allen dan Meyer, 1990)


14

Dalam penelitian ini, komitmen organisasi yang digunakan adalah

komitmen afektif. Adapun komitmen afektif akan dibahas pada sub-bab berikut:

2.1.3 Komitmen Afektif

Komitmen afektif berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap

organisasinya, identifikasi dengan organisasinya, dan keterlibatan anggota dengan

kegiatan organisasinya (Meyer et al., 2002). Komitmen afektif menunjukkan suatu

kelekatan secara emosi maupun psikologis dan hasrat untuk mengidentifikasikan

diri dengan organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen afektif yang tinggi

merasa bahwa organisasinya baik dan dijadikan sebagai bagian dari konsep diri

(Meyer et al., 2002).

Menurut Meyer et al. (2002), terdapat beberapa anteseden dari komitmen

afektif, yaitu:

1) Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi yang memengaruhi perkembangan komitmen

afektif adalah sistem desentralisasi adanya kebijakan organisasi yang adil,

dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu.

2) Karakteristik Individu

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender

memengaruhi komitmen afektif, namun ada pula yang menyatakan tidak

demikian. Usia juga dapat mempengaruhi proses terbentuknya komitmen

afektif, meskipun tergantung dari kondisi individu tersebut. Selain itu, juga

terdapat jabatan organisasi, status pernikahan, tingkat pendidikan,


15

kebutuhan akan berprestasi, etos kerja, dan persepsi individu mengenai

kompetensinya.

3) Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja individu yang memengaruhi proses terbentuknya

komitmen efektif salah satunya yaitu lingkup kerja. Hal tersebut mencakup

tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi

kemampuan yang digunakan individu.

Anteseden komitmen afektif terdiri dari: karakteristik organisasi,

karakteristik individu, serta pengalaman kerja. Dari berbagai anteseden tersebut,

pengalaman kerja merupakan anteseden yang paling berpengaruh, terutama

pengalaman atas kebutuhan psikologis untuk merasa nyaman dalam organisasi

dan kompeten dalam menjalankan peran kerjanya (Meyer et. al., 2002).

2.1.4 Indikator Komitmen Afektif

Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur komitmen afektif

menurut Allen dan Meyer (1990) adalah sebagai berikut:

1) Perasaan bahagia berkarir sampai akhir

2) Perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi

3) Kesanggupan memikirkan masalah pekerjaan

4) Kepedulian terhadap organisasi

5) Kebermaknaan organisasi dalam hidup

6) Perasaan menjadi bagian keluarga

7) Kepercayaan dan penerimaan terhadap nilai-nilai organisasi

8) Rasa memiliki organisasi


16

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dan Coulter (2010:37), kepuasan kerja mengacu pada

sikap yang lazim ditunjukkan karyawan terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan

kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.

Selanjutnya Robbins dan Judge (2008:99) mengemukakan bahwa kepuasan kerja

merupakan perasaan positif tentang pekerjaan sesorang yang merupakan hasil dari

sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang

tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaannya, sementara

seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang

pekerjaannya.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:169) kepuasan kerja adalah sebuah

tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap

individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai

yang berlaku pada dirinya, semakin tinggi penilaian terhadap pekerjaan yang

dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi kepuasannya

terhadap pekerjaan tersebut.

Locke dalam Luthans (2006:243) menyatakan bahwa kepuasan kerja

adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian

pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Dengan kata lain, kepuasan kerja

merupakan hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan

mereka memberikan hal yang dinilai penting.


17

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kepuasan kerja dirasakan sebagai suatu pemikiran atau perasaan yang dimiliki

oleh seseorang yang dapat berwujud rasa suka (puas) atau tidak suka (tidak puas)

akan pekerjaannya terkait mengenai sampai sejauh mana pekerjaannya dapat

memenuhi kebutuhannya, baik fisik maupun psikis. Pada dasarnya, kepuasan

kerja seseorang bergantung pada selisih antara harapan, kebutuhan atau nilai

dengan apa yang diperoleh dari pekerjaannya.

2.2.2 Konsekuensi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja sangat berdampak sekali pada organisasi, menurut

Greenberg dan Baron (2003:148) akibat atau dampak dari ketidakpuasan kerja

difokuskan pada 2 variabel yakni employee withdrawal (absenteeism dan

turnover) dan kinerja kerja (job performance). Hal senada pun diungkapkan oleh

Robbins (2006:120) bahwa dampak dari kepuasan bekerja yakni pada

produktivitas karyawan (productivity), ketidakhadiran (absenteeism), dan

pergantian karyawan (turnover).

Menurut Robbins (2006), opsi tindakan pelampiasan ketidakpuasan kerja

oleh karyawan diantaranya:

1) Keluar (Exit), ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang

diarahkan untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian posisi

baru maupun minta berhenti.

2) Suara (Voice), ketidakpuasan yang diungkapkan lewat usaha aktif dan

konstruktif untuk memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan,


18

membahas masalah-masalah dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan

serikat buruh.

3) Kesetiaan (loyalitas), ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara

pasif menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela

organisasi, menghadapi kritik dari luar dan mempercayai organisasi dan

manajamen untuk melakukan hal yang tepat.

4) Pengabdian (neglect), ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan

kondisi memburuk. Termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara

kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat.

2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut Dawis et al. (1967) dalam Vidiasta (2010), kepuasan kerja terdiri

dari tiga dimensi sebagai berikut:

1) Dimensi intrinsik, merupakan kepuasan yang diperoleh saat seseorang

berhasil melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

2) Dimensi ekstrinsik, merupakan kepuasan yang diperoleh ketika seseorang

telah menyelesaikan pekerjaannya.

3) Dimensi keseluruhan, merupakan kepuasan yang diperoleh ketika individu

merasa puas dengan kondisi pekerjaan dan rekan kerja secara keseluruhan.

2.2.3 Indikator Kepuasan Kerja

Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dilihat

dari tiga dimensi menurut Dawis et al. (1967) dalam Vidiasta (2010) dengan

menggunakan Minnesota Satisfcation Questionnaire (MSQ), yaitu:


19

1) Dimensi intrinsik, terdiri dari: aktivitas, variasi pekerjaan, status sosial,

nilai moral, keamanan, pelayanan sosial, penggunaan kemampuan,

tanggung jawab, kreativitas, penghargaan, otoritas, dan kemandirian.

2) Dimensi ekstrinsik, terdiri dari: pengawasan, kompetensi atasan, kebijakan

perusahaan, kompensasi, kesempatan berkembang, dan pengakuan.

3) Dimensi keseluruhan, terdiri dari: kondisi pekerjaa dan rekan kerja.

2.3 Locus of Control

2.3.1 Definisi Locus of Control

Menurut Rotter dalam Robbins dan Judge (2008:138), locus of control

mengandung arti sebagai tindakan dimana individu menghubungkan peristiwa-

peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan di luar kendalinya. Selanjutnya

menurut Myers dalam Munir dan Sajid (2010), locus of control adalah sejauh

mana orang merasakan hasil sebagai sesuatu yang dikendalikan secara internal

oleh usaha mereka sendiri atau eksternal oleh kebetulan atau kekuatan diluar

dirinya.

Sedangkan menurut Kreitner & Kinichi (2014:203), locus of control

merupakan salah satu variabel kepribadian (personality) yang didefinisikan

sebagai keyakinan individu terhadap mampu atau tidaknya mengontrol nasib

sendiri. Selanjutnya Johan dalam Silvia (2012) menyatakan bahwa locus of

control adalah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalan dalam

melakukan berbagai kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor

eksternal individu yang didalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasan

atasan, dan lingkungan kerja, serta dihubungkan dengan faktor internal individu
20

yang didalamnya mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yang

berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang

bersangkutan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa locus of

control merupakan suatu konsep yang menunjukkan pada keyakinan individu

mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control

mengarah pada suatu ukuran yang menunjukkan bagaimana seseorang

memandang kemungkinan adanya hubungan antara perbuatan yang dilakukan

dengan akibat atau hasil yang diperoleh. Jadi, locus of control adalah persepsi

seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalannya dalam melakukan

berbagai kegiatan dalam hidupnya yang disebabkan oleh kendali dirinya atau

kendali di luar dirinya.

2.3.2 Dimensi Locus of Control

Menurut Robbins dan Judge (2008:138), Locus of Control terbagi menjadi

dua, yaitu:

1) Locus of Control Internal

Locus of Control Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka

merupakan pemegang kendalli atas apapun yang terjadi pada diri mereka.

Individu yang memiliki kecenderungan Locus of Control Internal lebih

mengutamakan usahanya sendiri dalam menghadapi sesuatu, cenderung

akan bekerja keras dan memiliki pandangan bahwa usaha yang

dilakukannya akan berhasil. Ciriciri individu yang memiliki Locus of

Control Internal, yaitu: suka bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi,
21

selalu berusaha/ semangat, selalu berpikir bahwa usaha harus dilakukan

jika ingin berhasil.

2) Locus of Control Eksternal

Locus of control eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang

terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti

keberuntungan atau kesempatan dan adanya orang lain yang berkuasa.

Individu yang memiliki kecenderungan Locus of Control eksternal

memiliki semangat hidup yang rendah, inisiatif yang rendah dan kurang

berusaha atau mudah menyerah karena mereka menganggap bahwa semua

peristiwa yang terjadi dalam hidupnya disebabkan oleh faktor nasib,

keberuntungan, kesempatan dan bahkan karena orang lain. Ciriciri

individu yang memiliki Locus of control eksternal, yaitu: mudah

menyerah, tidak inisiatif, berpikir bahwa sedikit korelasi antara usaha

dengan kesuksesan, kurang mencari informasi untuk memecahkan

masalah.

2.3.3 Indikator Locus of Control

Adpun indikator yang digunakan untuk mengukur Locus of Control

menurut Robbins dan Judge (2008:139) adalah sebagai berikut:

1) Locus of Control Internal, terdiri dari:

a) Kemampuan, individu yang memiliki internal locus of control percaya

pada kemampuan yang mereka miliki. Kesuksesan dan kegagalan

sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka.


b) Minat, individu yang memiliki internal locus of control memiliki minat

yang lebih besar terhadap control perilaku, peristiwa dan tindakan

mereka.

c) Usaha, individu yang memiliki internal locus of control bersikap

pantang menyerah dan akan berusahan semaksimal mungkin untuk

mengontrol perilaku mereka.

2) Locus of Control Eksternal, terdiri dari:

a) Keberuntungan, Individu yang memiliki eksternal locus of control

menganggap setiap orang memiliki keberuntungan dan mereka sangat

mempercayai adanya keburuntungan.

b) Pengaruh Orang Lain, Individu yang memiliki eksternal locus of

control sangat mengharapkan bantuan orang lain dan menganggap

bahwa orang yang memiliki kekuasaan lebih yang lebih tinggi dari

mereka mempengaruhi perilakunya.


23

2.4 Pengaruh Antar Variabel

Berdasarkan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian

mengenai Locus of Control Pemoderasi Antara Kepuasan Kerja Dan Komitmen,

maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Afektif

Konsep pengembangan komitmen organisasi telah mengidentifikasi tiga

bentuk komitmen, yaitu afektif, normatif dan kelangsungan. Namun, komitmen

afektif telah memperoleh banyak perhatian dalam penelitian perilaku (Allen dan

Meyer, 1990). Komitmen afektif terhadap organisasi dipengaruhi oleh sejauh

mana sebuah organisasi mampu memenuhi kebutuhan karyawan, memenuhi

harapan mereka dan memungkinkan mereka untuk memenuhi tujuan mereka

(Meyer et. al., 2002). Dengan kata lain, kepuasan kerja dapat memengaruhi

komitmen afektif seorang karyawan.

Malik et al., (2010) menunjukkan bahwa karyawan dengan kepuasan kerja

yang tinggi bersedia bekerja sama untuk mengatasi sebuah kesulitan yang terjadi

dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu, kepuasan kerja dipandang sebagai salah

satu faktor penentu komitmen organisasi (Mannheim, Baruch & Tal, 1997).

Dengan demikan, diharapkan karyawan yang sangat puas akan lebih berkomitmen

untuk organisasi. Maka konsep tersebut menunjukkan bahwa persepsi kepuasan

kerja secara positif mempengaruhi komitmen organisasi karyawan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang dapat diajukan

adalah sebagai berikut:

H1: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen afektif.


24

2.4.2 Locus of Control Pemoderasi antara Kepuasan Kerja dan Komitmen


Afektif

Locus of control internal mengadopsi peran yang lebih aktif dari pada

locus of control eksternal dalam hal persepsi afektif karyawan terhadap pekerjaan

atau organisasinya (Lewin & Stephens, 1994). Lebih lanjut, Lewin & Stephens

(1994) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen

organisasi harus lebih kuat untuk locus of control internal dari pada locus of

control eksternal, dikarenakan faktor internal lebih sensitif dari pada faktor

eksternal. Hasil penelitian Chhabra (2013) menunjukkan bahwa kepuasan kerja

dan locus of control berhubungan positif dengan komitmen organisasional. Selain

itu, locus of control memoderasi hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen

organisasional.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang dapat diajukan

adalah sebagai berikut:

H2: Locus of control memoderasi pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen


afektif.

2.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan gambaran terhadap penelitian yang

dilakukan serta memberikan landasan yang kuat terhadap topik yang dipilih dan

disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Agar konsep-konsep ini mampu diamati

dan diukur, maka dijabarkan ke dalam beberapa variabel dalam sebuah model

penelitian. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

gambar berikut:
25

Locus of Control

H2

Kepuasan Kerja Komitmen Afektif H1

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Sumber: Chhabra, 2013 (Disesuaikan)

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan atau kesimpulan awal dan masih bersifat

sementara yang akan dibuktikan kebenarannya setelah data lapangan (empiris)

yang diperoleh. Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

H1: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen afektif

H2: Locus of control memoderasi pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen


afektif
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Objek Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi tentang penelitian ini, penulis

melakukan penelitian lapangan, yaitu tentang Locus of Control Pemoderasi Antara

Kepuasan Kerja Dan Komitmen Afektif. Penelitian ini dilakukan pada Karyawan

Sulthan Hotel Banda Aceh yang berlokasi di Jl. Sulthan Hotel No. 1, Peunayong,

Banda Aceh City, Aceh 23122.

3.2 Populasi Dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014:215).

Populasi dalam penelitian ini adalah Karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh yang

bejumlah 149 karyawan.

Tabel 3.1
Jumlah Karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh
NO Grade Populasi

1 Top Grade 16

2 Middle Grade 20

3 Lower Grade 113

Jumlah 149

Sumber: Sulthan Hotel Banda Aceh (data diolah), 2017


27

3.2.2 Sampel

Dalam sebuah penelitian terdapat kemungkinan yang menyebabkan tidak

dapat mengikutsertakan seluruh anggota populasi, sehingga diperlukan adanya

penarikan sampel untuk mempermudah proses penelitian. Menurut Sugiyono

(2014:216) sampel adalah bagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan Probability Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2014:63). Pengambilan sampel diambil

dengan menggunakan metode jenis simple random sampling, yaitu dikatakan

simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dan populasi dilakukan

secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada (Sugiyono, 2014:64).

Adapun penentuan jumlah sampel, dengan menggunakan rumus slovin

sebagai berikut:

N
n = 1 + N (e2)

149
n = 1 + 149 (0,12)

149

n=
2,49

n = 59,83
28

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = jumlah populasi

e = error estimasi (tingkat kesalahan maksimum), dalam hal ini

ditetapkan tingkat kesalahan maksimum sebesar 10%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka diketahui besar sampel yang

diperlukan minimal berjumlah 59,83. Menurut Roscoe (1982) dalam Sugiyono

(2014:74) ukuran sampel antara 30 s/d 500 adalah layak untuk kebanyakan

penelitian. Dengan demikian, agar jawaban responden lebih representatif maka

peneliti menetapkan jumlah sampel adalah 60 responden.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya (Sugiyono, 2014:48).

Kuesioner akan diberikan kepada Karyawan Sulthan Hotel Banda Aceh

yang menjadi responden dalam penelitian, untuk mengetahui tanggapan mereka

mengenai Locus of Control pemoderasi antara Kepuasan Kerja dan Komitmen

Afektif. Data yang akan diperoleh masih merupakan data kualitatif (berupa

pernyataan dalam bentuk kuesioner), maka untuk mengolah data tersebut melalui

perhitungan statistik harus dilakukan pentransformasian dalam bentuk data

kuantitatif dengan menggunakan simbol berupa angka.


29

3.4 Skala Pengukuran

Skala pengukuran dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Skala

Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau kelompok orang tentang fenomena social (Sugiyono, 2014:234).

Dalam skala Likert variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator

variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Pemberian skala ini juga bertujuan untuk memberikan bobot atau skor

terhadap masing-masing tingkat kesetujuan pada masing-masing pertanyaan.

Dalam skala likert, jawaban yang mendukung pertanyaan akan diberi skor yang

tinggi sedangkan untuk jawaban yang tidak atau kurang mendukung akan diberi

skor rendah, seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.2
Instrumen Skala Likert
No. Pernyataan Skor

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju 4

3. Kurang Setuju 3

4. Tidak Setuju 2

5. Sangat Tidak Setuju 1

Sumber: Sugiyono (2014:235)

Dalam penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan lima kategori

pilihan agar tidak ada variasi diantara jawaban-jawaban yang disediakan dan tidak

ada kategori jawaban netral yang dapat menyulitkan peneliti dalam melakukan

analisis data.
31

3.5 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini terdapat variabel moderasi yaitu Locus of Control.

Dengan demikian, teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan Moderated

Regression Analysis (MRA). Moderated Regression Analysis (MRA) adalah

pendekatan analitik yang mempertahankan integritas sampel dan memberikan

dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderasi. Adapun persamaan regresi

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = + 1X + e

Y = + 1X + + 2Z + 3XZ + e

Keterangan:

Z = Locus of Control

Y = Komitmen Afektif

X = Kepuasan Kerja

XZ = Interaksi antara Locus of Control dengan Kepuasan Kerja

= Koefisien regresi

= Konstanta

e = Term of Error

Dari hasil regresi persamaan-persamaan tersebut dapat terjadi beberapa

kemungkinan sebagai berikut:

1) Jika variabel moderator (Z) tidak berinteraksi dengan variabel

prediktor/independen (X) namun berhubungan dengan variabel


32

kriterion/dependen (Y) maka variabel Z tersebut bukanlah variabel

moderator melainkan variabel intervening atau variabel independen.

2) Jika variabel moderator (Z) tidak berinteraksi dengan variabel independen

(X) dan juga tidak berhubungan dengan variabel dependen (Y) maka

variabel Z merupakan variabel moderator homologizer.

3) Jika variabel moderator (Z) berinteraksi dengan variabel independen (X)

dan juga berhubungan signifikan dengan variabel dependen (Y) maka

variabel Z tersebut merupakan variabel quasi moderator (moderator semu).

Hal tersebut karena variabel Z tersebut dapat berlaku sebagai moderator

juga sekaligus sebagai variabel independen.

4) Jika variabel moderator (Z) berinteraksi dengan variabel independen (X)

namun tidak berhubungan signifikan dengan variabel dependen (Y) maka

variabel Z tersebut merupakan variabel pure moderator (moderator murni).

3.6 Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel independen,

variabel dependen dan variabel moderasi. Kepuasan Kerja sebagai variabel

independen dilambangkan dengan (X), Komitmen Afektif sebagai variabel

dependen dilambangkan dengan (Y) sedangkan Locus of Control sebagai variabel

moderasi dilambangkan dengan (Z). Operasional variabel dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut:


33

Tabel 3.3
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Dimensi Indikator
Independe
n
Aktivitas
Variasi pekerjaan
Status sosial
Nilai moral
Keamanan
Pelayanan sosial
Intrinsik
Suatu perasaan yang Penggunaan kemampuan
dimiliki oleh karyawan Tanggung jawab
yang dapat berwujud
rasa Kreativitas
puas atau tidak puas
Kepuasan akan Penghargaan
Kerja pekerjaannya terkait Otoritas
sejauh mana
pekerjaannya Kemandirian
dapat memenuhi Pengawasan SDM
kebutuhannya. Kompetensi atasan
Kebijakan perusahaan
Ekstrinsik
Kompensasi
Kesempatan berkembang
Pengakuan
Kondisi pekerjaa
Keseluruhan
Rekan kerja
Moderasi
Persepsi karyawan Kemampuan
terhadap keberhasilan Internal Minat
ataupun kegagalannya Usaha
dalam melakukan
berbagai
Locus of
kegiatan dalam
Control
pekerjaannya yang Keberuntungan
Eksternal
disebabkan oleh kendali Pengaruh orang lain
dirinya atau kendali di
luar
Dirinya
Dependen
Perasaan bahagia berkarir
sampai akhir
Perasaan bangga menjadi
bagian dari organisasi
Kesanggupan memikirkan
Hubungan emosional, masalah pekerjaan
Kepedulian terhadap
Komitmen identifikasi, dan organisasi
Afektif keterlibatan karyawan Kebermaknaan organisasi
terhadap perusahaan. dalam hidup
Perasaan menjadi bagian
Keluarga
Kepercayaan dan
penerimaan
terhadap nilai-nilai
organisasi
Rasa memiliki organisasi
Sumber: Dibuat oleh peneliti, 2017

Anda mungkin juga menyukai