Anda di halaman 1dari 18

NAZHARIYYAT AL-TANZHMI AL-QADH

(TEORI DAN SISTEM PEMBENTUKAN HUKUM PERADILAN AGAMA)


DAN TRANSFORMASINYA DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA


Nazhariyyat al- Tanzhmi al-Qadlh and Its Transformation
in Indonesian Regulation on Legislation

RINGKASAN DISERTASI

Disampaikan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor


Untuk Memperoleh Gelar Doktor Bidang Hukum Islam
pada Prodi Hukum Islam Program Pascasarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jumat, 20 April 2012

Oleh :
Aden Rosadi
NIM : 32091009

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
1433 H
2012
A. MASALAH PENELITIAN
Peradilan Agama merupakan bukti historis dari
perkembangan hukum Islam di Indonesia. Institusi ini dimulai
dari institusi yang dikenal sebagai tahkim, yang terbentuk ketika
para pendatang Muslim memasuki kawasan Nusantara.
Berikutnya, institusi peradilan ini berubah menjadi Ahl Hally wa
al-Aqd, ketika terbentuk komunitas-komunitas Muslim.
Akhirnya, sejalan dengan perkembangan politik Muslim, institusi
inipun menjadi tawliyah, seperti tampak dari adanya Pengadilan
Surambi pada masa kerajaan Mataram Islam. Hal ini diikuti oleh
kerajaan-kerajaan lainnya, seperti Mataram, Banten, Cirebon, dan
Aceh.
Cakupan dan tempo perkembangan institusi peradilan Islam
tersebut dapat dipandang sebagai bagian dari adaptasi dengan
norma-norma sebelumnya, yang mendapat bimbingan dari
ajaran Hindu, Budha, dan agama asli. Perkembangan
berikutnya dihadapkan dengan institusihukum kolonial yang
dibawa para penguasa jajahan, dan cenderung mendukung
norma-adat daripada fikihKeberadaan peradilan Islam diakui
oleh pemerintah Belanda. Bahkan, pada awalnya, mereka tidak
terlibat langsung dengan urusan hukum dari komunitas Muslim.
Akan tetapi, karena pertimbangan politik, pemerintah Belanda
pun mulai mencampurinya, yaitu dengan dikukuhkannya
Priestraad berdasarkan Keputusan Raja Belanda (KB) Nomor 24
tanggal 19 Januari 1882. Pengadilan Agama ini dibentuk di Jawa
dan Madura, sedangkan di Kalimantan baru dibentuk pada
tahun 1937. Adapun kompetensinya meliputi perkara-perkara
antar orang Islam diselesaikan menurut hukum Islam. Di
Kalimantan, terbatas pada masalah munakahah, sedangkan untuk
Jawa dan Madura adalah munakahah dan warastash.
Berbeda dengan pemerintah jajahan sebelumnya, Jepang
tidak banyak melakukan intervensi terhadap kompetensi
Peradilan Agama sangat rendah. Situasi ini memungkinkan

Aden Rosadi - 1
Muslim untuk memulihkan Peradilan Agama. Pada masa
kolonial Belanda, usaha tersebut tidak dapat dilakukan karena
para ulama independen, yang relatif menguasai fikih, terlibat
dalam pemberontakan. Pemulihan hanya dilakukan oleh ulama
dependen, yang memiliki hubungan dekat dengan Pemerintah
kolonial. Pada masa pendudukan Jepang, usaha yang sama
dihadapkan pada penolakan golongan nasionalis. Hal ini tampak
dari perdebatan tentang 7 kata pada Piagam Jakarta dan berakhir
pencantuman Ketuhanan Yang Maha Esa pada pembukaan
UUD 1945.
Pada masa Orde Baru, melalui kebijakan modernisasi
adaptasionis, mengakui pentingnya nilai-nilai keagamaan dan
moral dalam kerangka Pancasila. Peradilan Agama diakui
sebagai salah satu peradilan dalam tata peradilan di Indonesia,
sehingga para Hakim Agama mempunyai peluang untuk
menggali kaidah-kaidah hukum Islam yang hidup dan
berkembang di masyarakat. UU No.1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dianggap sebagai tonggak awal bagi kekuatan
landasan yuridis hukum Islam, dan pertanda ajal-nya teori
receptie.
Gerakan reformasi sejak tahun 1998 bertujuan membentuk
pemerintahan demokrasi Indonesia baru, termasuk di bidang
hukum. Langkah awalnya adalah perbaikan sistem melalui
perubahan dan penyempurnaan peraturan-peraturan yang
mendasari penegakan hukum. Penyempurnaan tersebut bahkan
dilakukan dalam bentuk amandemen terhadap UUD 1945, yang
sebelumnya dianggap keramat (tabu), karena merupakan
revolutiegrondwet. Sementara itu, sesuai dengan pengertian
harfiah, maka reformasi hukum berarti proses perubahan tatanan
hukum (constitutional reform). Konsekuensi logis dari
penyempurnaan konstitusi adalah penyempurnaan berabagai
peraturan perundang-undangan di bawahnya, termasuk
peraturan perundang-undangan terkait peradilan agama di
Indonesia.

2 Aden Rosadi -
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Peradilan Agama
yang notabene identik dengan pelaksanaan hukum Islam di
Indonesia telah, sedang, dan akan terus mengalami perubahan.
Sejak tiga dasawarsa silam, terjadi beberapa kali perubahan
Undang-Undang Peradilan Agama, mulai dari UU No.7 Tahun
1989, menjadi UU No.3 Tahun 2006, dan terakhir UU No.50
Tahun 2009. Perubahan-perubahan tersebut berimbas pada
substansi, struktur, dan budaya hukum Peradilan Agama. Oleh
karena itu, penelitian ini mengambil judul tentang Nazhariyyat al-
Tanzhmi al-Qadh (Teori dan Sistem Pembentukan Hukum Peadilan
Agama) dan Transformasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan
di Indonesia.
Sejalan dengan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis: (1) latar belakang yang
menyebabkan terjadinya perubahan peraturan perundang-
undangan tentang Peradilan Agama sejak tahun 1989 s.d 2009; (2)
hubungan UU No.50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, baik secara vertikal maupun horizontal; (3) Perubahan
peraturan peraturan perundang-undangan tentang Peradilan
Agama yang terjadi pada tahun 2009; dan (4) Rumusan
Nazhariyyat al-Tanzhmi al-Qadh dalam tata hukum di Indonesia;
Dengan analisis tersebut, maka penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat praktis, teoritis, dan akademis. Secara
praktis, penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang
proses perubahan dan pemberlakuan hukum dalam bentuk
peraturan perundang-undangan, terutama bagi para praktisi
hukum secara umum, dan secara khusus bagi praktisi hukum di
lingkungan Peradilan Agama. Secara teoritis, dapat dilakukan
pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, terutama tentang teori
pemberlakuan hukum Islam dan teori perubahan hukum di
indonesia; Dan secara akademis, memperkuat lahirnya
Nazhariyyat al-Tanzhmi al-Qadh dalam tata hukum di Indonesia
melalui berbagai kajian dan penelitian yang terstruktur dalam

Aden Rosadi - 3
batang tubuh ilmu syariah (Body of knowledge) di Indonesia;

B. LANDASAN TEORI
Hasil kajian pustaka menunjukkan bahwa Peradilan Agama
merupakan sebuah sistem hukum, dan pada saat yang sama
merupakan sebuah subsistem dari sistem hukum nasional. Oleh
karena itu, pelaksanaan sistem hukum di lingkungan Badan
Peradilan Agama merupakan sebuah gejala yang kompleks dan
memerlukan penjelasan teoritis yang sophisticated. Atas dasar
pertimbangan itu, penelitian tentang Nazhariyyat al-Tanzhmi al-
Qadh (Teori dan Sistem Pembentukan Hukum Peradilan Agama) dan
Transformasinya dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
masih tetap relevan dan aktual untuk dilakukan.
Secara konseptual, penempatan Nazhariyyat al-Tanzhmi al-
Qadh (Teori dan Sistem Pembentukan Hukum Peradilan Agama) dan
Trasformasinya dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
sebagai satuan analisis (analytical unit) memerlukan penjelasan
teoritis, yang dipetakan berdasarkan susun-urut kerangka
teoritik mulai dari grand theory, middle range theory, sampai
operational theory-nya.
Pada tataran grand theory, digunakan teori sistem hukum dari
Lawrence M. Friedman. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa perubahan peraturan perundang-undangan tentang
Peradilan Agama dilakukan dalam konteks reformasi hukum,
sehingga hukum mempunyai fungsi sebagai sarana untuk social
engineering. Dengan demikian, dalam konteks yang lebih luas,
hukum merupakan subsistem dari sistem yang lebih luas.
Sebagai sebuah sistem, hukum pun mencakup berbagai unsur
yang berhubungan satu sama lain dalam pencapaian tujuan
sistem hukum itu sendiri. Unsur-unsur dari sistem hukum
tersebut, menurut Friedman, adalah struktur, substansi, dan
kultur hukum.
Pada tataran middle range theory digunakan teori negara

4 Aden Rosadi -
hukum dan pembagian kekuasaan. Teori ini digunakan dengan
pertimbangan bahwa Indonesia bukan negara Islam (Islamic
state), melainkan negara Muslim (Moeslim country). Oleh sebab
itu, pembentukan sistem hukum Islam tidak dapat dipisahkan
dari konteks sistem hukum nasional yang lebih luas.
Pertimbangan lainnya karena Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum
(staatrechts), bukan negara kekuasaan (maachtstaats). Konsep
staatrechts (bahasa Belanda) sepadan dengan konsep the rule of
law (bahasa Inggris) sebagaimana dikemukakan oleh Albert Venn
Dicey (1885). Konsep ini mencakup tiga gagasan penting, yaitu: (1)
supremasi hukum, sehingga berbeda dengan kekuasaan yang
semena-mena; (2) setiap orang dipelakukan sama di depan hukum
(equality before the law); dan (3) setiap orang mempunyai hak dan
kemerdekaan yang dilindungi oleh hukum dan ditegakkan melalui
lembaga peradilan. Versi awal dari konsep ini mengalami
perkembangan melalui pemikiran Joseph
Raz, antara lain: peradilan yang independen, dan judicial review atas
setiap peraturan perundang-undangan sangat penting untuk
menjamin kepastian hukum. Berkenaan dengan ciri terakhir, maka
pembagian kekuasaan sebagaimana ajaran Trias Politica tidak dapat
dabaikan dalam pembentukan hukum Islam di Indonesia yang
menganut prinsip negara hukum.
Pada tataran operational theory, digunakan teori legislasi dan teori
pembangunan hukum di Indonesia. Teori legislasi ini didasarkan
pada gagasan Peter Noll, bahwa perkembangan konsep negara
hukum akan diikuti oleh perkembangan legislasi, sehingga gejala
terakhir mempengaruhi teori hukum yang sebelumnya memusatkan
perhatian pada ajudikasi sebagai a science of the application of rules,
kini mencakup pula yudicial process dan legislative process, sehingga
tidak hanya melibatkan yudikatif semata.
Hal ini berkaitan pula dengan fungsi hukum, yang tidak
hanya terbatas pada penempatan hukum sebagai sarana untuk
pengendalian masyarakat (a tool of social control), tetapi juga

Aden Rosadi - 5
sebagai sarana untuk mengarahkan masyarakat (a tool of social
engineering). Dalam hubungan ini, politik hukum di Indonesia
menunjukkan kecenderungan yang sama, sebagaimana tampak
dari kelahiran teori hukum dan pembangunan oleh Muchtar
Kusumaatmadja (1976) atau Hukum Progresif oleh Satjipto
Rahardjo (1981).
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dikemukakan
tersebut, maka dapat dibuat skema konseptual yang menjadi
kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

Kerangka Teori dan Penggunaannya

Teori Obyek Hasil

1. Muslim merupakan komponen


masyarakat dan atau bangsa
1. Struktur, Substansi, Kultur Indonesia
Grand 1. Teori Sistem Hukum 2. Perubahan Peraturan 2. Muslim Indonesia tunduk dan patuh
Theory Perundang-Undangan Ttg trhdp peraturan perundang2an yg
Peradilan Agama
berlaku (PA : khusus keperdataan
Islam: www.hipersizes)

Negara Berdasarkan Hukm


Nazhariyy
(Pasal 1 ayat (3) UUD
Muslim Indonesia tunduk dan at al-
1945 Hirarki Peraturan Perundang-
patuh trhdp peraturan Tanzimi
Teori Pemisahan undangan
perundang2an (PA: keperdataan al-Qdahai
Midle Perubahan Peraturan Ttg PA
Kekuasan (nazhariyyah Pemisahan kekuasaan terdiri
Islam www.hipersizes) dan
Theory tafriqat sulthaniyyah Badan Peradilan Agama sebagai Transform
dari; legeslatif, eksekutif dan
salah satu Pelaksana asinya
Almawardi) yudikatif
Kekuasaan Kehakiman dlm dalam
Teori Pemisahan Adanya keseimbangan
menegakan hukum dan Keadilan Peraturan
kekuasaan (The separation kekuasaan dan kemandirian
Badan Peradilan Agama sejajar Perundan
badan peradilan
g-
of power-Monstesquie) dgn Badan Peradilan lainnya
undangan
di
Indonesia
1. UU No.10 Thn 2004 sbgai dasar
Applica- normatif pembentukan Peraturan
1. Syariah---Fiqh --Qanun
tive Perundang-undangan
2. Qanun : Respon atas keislaman,
Theory 1. Teori Legislasi 2. Pembaharuan hukum sebagai alat
keindonesiaan, kemodernan
2. Teori Hukum Pembangunan untuk mencapai tujuan hukum
3. PA: merupakan tuntutan Hukum
3. Adabtasi dan aktualisasi hukum
Islam dan Hukum Nasional
baru

C. PENDEKATAN
Pendekatan penelitian ini selain menggunakan pendekatan
filosofis, yuridis dan sosiologis, juga melalui pendekatan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terutama setelah
berlakunya Undang-Undang No.10 tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundangan di Indonesia. Dengan
demikian, maka posisi penelitian ini terletak pada penelitian hukum

6 Aden Rosadi -
doktrinal1 dengan metode yuridis normatif.

D. TEMUAN
Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya,
maka pada bagian akhir penulis merumuskan beberapa temuan
penelitian, sebagai berikut :
Pertama, bahwa perubahan peraturan perundang-undangan
tentang Peradilan Agama sejak tahun 1989 s.d tahun 2009
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain : (1) faktor
filosofis, artinya Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara RI tahun 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan
tatakehidupan bangsa, negara dan masyarakat yang tertib, bersih,
makmur dan berkeadilan.Dalam kerangka itu, berdasarkan amanat
Pasal 24 ayat (10) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dibentuklah kekuasaan kehakiman
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman tersebut
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan Peradilan Agama,lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mah
kamah Konstitusi. (2). Faktor yuridis, artinya Peradilan Agama
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat dan
kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Aden Rosadi - 7
Peradilan Agama disahkan oleh Presiden serta diundangkan oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 29
Oktober 2009, dengan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 159 dan Tambahan Lembaran Negara Re-
publik Indonesia Nomor 5078. Dalam Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, terdapat 24 butir
perubahan. (3) Faktor sosiologis, artinya untuk mewujudkan
peradilan yang bersih dan berwibawa, diperlukan keterlibatan
masyarakat secara langsung (orang-orang yang beragama Islam)
selaku pencari keadilan dan pengawasan yang transparan dan
akuntabel terhadap peradilan dalam menjalankan tugas yudisial,
administrasi, keuangan dan perilaku hakim. Di samping itu,
perubahan sosial masyarakat secara makro juga dapat
mempengaruhi produk hukum dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Dan (4) Faktor politis, artinya bahwa
kehadiran peraturan perundang-undangan dengan perangkat
perubahannya yang mencakup substansi, institusi, dan kultur,
merupakan produk politik yang dilakukan oleh penguasa, baik
eksekutif maupun legislatif.
Di samping itu, perubahan peraturan perundang-undangan
tentang Peradilan Agama pada tahun 2009 disebabkan antara lain
oleh perubahan iklim politik secara nasional melalui reformasi
yang bergulir sejak tahun 1998. salah satu agenda reformasi
adalah reformasi di bidang hukum melalui perubahan peraturan
perundang-undangan tentang Kekuasaan Kehakiman (yudisial
power) yang berimplikasi langsung pada semua badan peradilan,
termasuk badan Peradilan Agama melalui kebijakan Peradilan
satu atap (one roof system) di bawah naungan Mahkamah Agung.
Kedua, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
memiliki hubungan yang signifikan dengan peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia, baik secara vertikal
maupun horizontal. Secara vertikal, ia berhubungan dengan : (1).

8 Aden Rosadi -
pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan
hukum. (2). sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan
Yang Maha Esa. (3). Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman. (4). Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. (5). Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Sedangkan
secara horizontal, ia berhubungan dengan : (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. (2). Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999, jo Undang-Undang No.23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat. (3) Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2008 Tentang Wakaf. (4). Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Ketiga, implementasi nazhariyyat al-tanzhmi al-qadlh dalam
tata hukum di Indonesia terutama hubunganya dengan
peraturan perundang-undangan tentang Peradilan Agama
diarahkan pada tiga aspek, antara lain : (1). aspek substansi. Ia
berhubungan dengan kekuasaan pengadilan, baik kekuasaan
absolute (absolute competentie), maupun kekuasaan relatif (relative
competentie). (2). aspek insitusi. Ia senantiasa berhubungan
dengan susunan badan Peradilan Agama, baik secara internal
dalam lingkungan badan Peradilan Agama, maupun secara
eksternal dengan Kekuasaan Kehakiman (Yudicial Power). (3).
aspek kultur hukum Peradilan Agama. Ia berhubungan dengan
keasadaran hukum masyarakat (orang-orang yang beragama
Islam) dalam memanfaatkan jasa Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan perkaranya.
Penelitian ini menemukan bahwa perubahan peraturan
perundang-undangan Peradilan Agama telah meningkatkan
status, perluasan kompetensi (absolut), dan pertambahan
institusi hukum di lingkungan Badan Peradilan Agama.
Pertama, perubahan peraturan perundang-undangan tentang
Peradilan Agama berimplikasi pada perubahan status dan
kedudukan Badan Peradilan Agama, terutama yang

Aden Rosadi - 9
berhubungan dengan tambahan kompetensi absolut dalam
menangani perkara ekonomi syariah. Oleh karena itu, dari sisi
kompetensi absolutnya, ia tidak lagi menjadi Peradilan Keluarga
(family court), tetapi menjelma menjadi Peradilan Umum. Di
samping itu, meskipun penanganan perkara ekonomi syariah
masih di bawah 3 %, tetapi pada penanganan upaya hukum
berikutnya, misalnya banding dan kasasi, ia belum memiliki
perangkat institusional dalam bentuk Peradilan Tata Usaha
Niaga Syariah.
Kedua, perkara-perkara yang ditangani oleh Badan Peradilan
Agama merupakan perkara yang relative paling sensitif sedunia.
Dalam penyelesaian perkaranya, ia tidak hanya berhubungan
dengan hukum positif, tetapi juga dengan hukum secara psikologi.
Oleh karena itu, para penegak hukum di lingkungan Badan
Peradilan Agama, terutama para hakim harus memiliki kompetensi
dalam bidang psikologi hukum (terutama perkara yang
berhubungan dengan konflik keluarga).
Ketiga, perubahan peraturan perundang-undangan tentang
Peradilan Agama pada tahun 2009 dapat memberikan peluang
terbuka bagi Badan Peradilan Agama untuk dapat menyelesaikan
perkara pidana, terutama perbuatan pidana dalam konteks
keluarga. Oleh karena itu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
suatu saat nanti dapat menjadi bagian dari kompetensi absolut
Badan Peradilan Agama.
Keempat, secara substansi dan insitusi, perubahan peraturan
perundang-undangan tentang Peradilan Agama mengarah pada
modernisasi badan peradilan. Ia relatif modern karena sesuai asas
peradilan yang berlaku saat ini, yakni mudah, cepat, sederhana, dan
biaya ringan. Akan tetapi, secara kultural (sosio-kultural) masih
relative tradisional. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan jumlah
perkara yang masuk dan diselesaikan di badan Peradilan Agama,
dan masih kurang pemahaman tentang perubahan peraturan
perundang-undagan tentang Peradilan Agama.
Dalam perspektif sistem hukum, maka perubahan instrumen

10 Aden Rosadi -
hukum berimplikasi pada perubahan komponen-komponen hukum
lainnya, yakni institusi dan kultur hukum pada Badan Peradilan
Agama.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Perubahan nazhariyyat al-tanzhmi al-qadh
dilatarbelakangi oleh faktor filosofis, yuridis, sosiologis,
dan politis; Perubahan undang-undang tentang Peradilan
Agama pada tahun 2009 disebabkan oleh perubahan
iklim politik secara nasional melalui reformasi yang
bergulir sejak tahun 1998.
2. Implementasi nazhriyyat al-tanzhmi al-qadh dalam
Undang-Undang No.50 Tahun 2009 Tentang Peradilan
Agama diarahkan pada aspek substansi, struktur, dan
kultur hukum Peradilan Agama;
3. Undang-Undang No.50 Tahun 2009 Tentang Peradilan
Agama memiliki keserasian dan keselarasan, baik vertikal
(undang-undang yang lebih tinggi) maupun horisontal
(undang-undang yang sejajar).

F. REKOMENDASI
Berdasarkan temuan dan implikasi hasil penelitian serta
kesimpulan penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa
saran/rekomendasi, baik yang berhubungan dengan
pengembangan teori dalam bentuk penelitian lebih lanjut tentang
disertasi ini, maupun pengetahuan praktis tentang perubahan
peraturan perundang-undangan tentang Peradilan Agama,
antara lain :
Pertama, perubahan peraturan perudangan tentang Peradilan
Agama perlu mendapat perhatian khusus dari semua aspek, baik
pemerintah, swasta, maupun masyarakat (orang-orang yang

Aden Rosadi - 11
beragama Islam). Ia menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan
sistem hukum nasional. Ia juga merupakan bentuk aktualisasi
pengembangan pemikiran hukum di bidang hukum keluarga
Islam (al-ahwal al-syakhshiyyah) dan transformasinya dalam
peraturan perundang-undagan di Indonesia. Oleh karena itu,
salah satu langkah strategisnya, adalah melakukan sosialisasi
(penyuluhan) hukum. Sosialisasi menjadi sangat penting karena
berhubungan dengan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
hukum masyarakat.
Kedua, para steakholder yang terlibat aktif dalam proses
pengambilan keputusan tentang penyusunan rancangan dan
pengesahan peraturan perundang-undangan tentang Peradilan
Agama perlu melakukan tindaklanjut dalam bentuk penyusunan
kembali peraturan perundang-undangan yang sesuai degan
norma hukum yang berlaku, misalnya tentang ketentuan hukum
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan norma hukum Islam
dalam bentuk hukum acara perdata Islam yang dapat berlaku
dalam lingkungan Badan Peradilan Agama.
Ketiga, eksistensi Program Studi al-Ahwal al-Syakhshiyyah
(AS) pada Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Hukum
Islam pada Pascasarjana, lembaga-lembaga riset atau pusat-pusat
studi, serta para panggawa-panggawa ilmu dalam bidang
hukum keluarga Islam, perlu lebih mengembangkan kajian-
kajian ilmiah dan mendalam mengenai isu-isu dan obyek-obyek
hukum keluarga kontemporer yang berhubungan dengan
Peradilan Agama di Indonesia khususnya, dan hukum keluarga
di dunia internasional pada umumnya.
Keempat, Teori sistem hukum peradilan agama di Indonesia
akan berubah mengikuti substansi hukum yg diikuti oleh
struktur dan kultur serta sebaliknya.
Kelima, Nazhariyyat al-Tanzhmi al-Qadh perlu dijadikan sub
disiplin ilmu syariah yang menjadi kajian utama prodi Peradilan
Agama di Fak.Syariah dan Hukum.
Keenam, Penguatan Nazhariyyat al-Tanzhmi al-Qadh di

12 Aden Rosadi -
Indonesia dilakukan salah satunya adalah dibentuknya
Peradilan Tata Usaha Niaga Syariah.

Demikian beberapa sumbangsih pemikiran yang penulis sajikan


dalam penelitian ini, semoga ada guna dan manfaatnya baik bagi
pengembangan khazanah ilmu hukum Islam di lingkungan
perguruan tinggi, maupun bagi para praktisi hukum di lingkungan
badan Peradilan Agama dan umat Islam di Indonesia.

Aden Rosadi - 13
G. RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Aden Rosadi, dilahirkan di Bekasi, Jawa
Barat tanggal 10 Mei 1970. Pendidikan yang dilalui penulis
sebagai berikut: SD Dwi Guna Cikarang-Bekasi (1984), Mts.
Anwarul Falah Cikarang-Bekasi (1987), MA Anwarul Falah
Cikarang-Bekasi (1990), Sarjana S1 Jurusan Peradilan Agama
Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (1991-1996,
dengan predikat cumlaude), Program Magister (S2) Hukum Islam
Pascasarjana IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (1998-2000,
cumlaude), dan Program Doktor (S-3) Hukum Islam Pascasarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2009-2012). Selain itu,
penulis juga pernah menempuh pendidikan di Madrasah
Ibtidaiyah Anwarul Falah Bekasi (1984-1990).
Penulis memiliki pengalaman mengajar di beberapa
lembaga pendidikan yaitu: Dosen Peradilan Agama, Manajemen
Haji-Umrah, Manajemen Ziswaf pada Fak.Syariah dan Hukum
UIN SGD Bandung (1996-sekarang), Dosen STAI Siliwangi
Bandung (1998-2005), Dosen Dosen Mata Kuliah Agama Islam
Itenas Bandung (2007-sekarang), Dosen Agama Ikopin Jatnangor
Sumedang (1999-2003), Dosen Agama Stemik Padjadjaran
Mandiri Bandung (2003-2005), Dosen Agama STT Mandala
Bandung (1998-2003), Dosen Hukum Islam STAI HAS Cikarang
Bekasi (2009-sekarang).
Penulis juga pernah aktif di sejumlah organisasi sosial
kemasyarakatan yaitu: Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan
Peradilan Agama (1991-1992), Sekretaris III Unit Pengembangan
Tilawatil Quran (UPTQ) IAIN SGD Bandung (1992-1994), Ketua I
Senat Mahasiswa IAIN SGD Bandung (1993-1995), Ketua Umum
Senat Mahasiswa Fak.Syari;ah IAIN SGD Bandung (1995-1996),
Ketua Dewan Presedium Forum Mahasiswa Syariah se-
Indonesia (Formasi) di Ujung pandang (1995-1996), Sekretaris
Umum Forum Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung

14 Aden Rosadi -
(1998-2000), Pengurus BAZ Jawa Barat (1998-2008), Yayasan Piara
Bandung (1992-1995), Ketua DKM Al-Amanah Bandung (2004-
2011), Pembimibing Haji dan Umrah PT Qiblat Tour Bandung
(2003-sekarang), Penceramah Mutiara Hikmah di Radio
Antasalam 103,9 FM Bandung (2001-2008), Mengikuti Pelatihan
Manajemen Zakat di Malaysia (2002), Studi Hukum Keluarga di
Doha Qatar (2006), Sekretaris Jurusan Administrasi Negara UIN
SGD Bandung (2008-2011), Sekretaris Forum Kajian Syariah,
Hukum, dan Kemasyarakatan (PKSHK) Fak.Syariah UIN SGD
Bandung (2012-2014), Anggota Dewan Pakar Hukum dan HAM
ICMI Jawa Barat (2012-2014). Konsultan Zakat, Haji-Umrah,
Hukum Keluarga di Bandung (2000-sekarang)., Pengurus
Lembaga Amil Zakat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Gunung Djati Bandung (1995-Sekarang).
Penulis memiliki sejumlah karya ilmiyah di antaranya:
Skripsi tentang Pelaksanaan PP No.28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Miliki di Kec.Cikarang Kab.Bekasi (1996), Tesis
tentang: Legislasi Hukum Islam di Indonesia (Studi Kritis RUU
Peradilan Agama) (2000), Disertasi: ,Nazhariyyat al-Tanzimi al-
Qadhai dan Trasformasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia (2012), Pengantar Peradilan Islam (Buku Daras), (2010),
Perubahan UU Tentang Peradilan Agama, Makalah, (2010),
Aspek-Aspek Hukum Peradilan Agama (Jurnal Ahwal Al-
Syakhshiyah), (2010), Epistimologi Aliran Hukum Islam (Jurnal
Al-Syariah), (2010), Penegakan HAM dalam Perspektif Al-
Quran (Jurnal AN), (2010), Pedoman Pengelolaan Zakat di Jawa
Barat, BAZ Jawa Barat, (1999), Mutiara Zakat, BAZ Jawa Barat,
(1999), Panduan Pembentukahn Unit Pengumpul Zakat (UPZ),
BAZ Jabar, (2001), Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Umat,
(ed), BAZ Jabar (2005), Tafsir Kontekstual Islam dan Barat, (ed
dan Penterjemah bersama Dede Iswadi, M.Ag, Pustaka Setia
Bandung, (2003), Manajemen Strategis; Konsep dan Aplikasi (ed),
(2005), Panduan Pelaksanaan Ibadah Haji, Qiblat Tour, (2008),
Panduan Doa Manasik Umrah, Qiblat Tour, (2007), Haji di

Aden Rosadi - 15
Indonesia; Sejarah, Perkembangan, dan Pemikiran Pengelolaan,
Bandung,( 2009), Haji dan Umrah; Apa, Mengapa, dan
Bagaimana, Bandung (2010), Profile Karya Ilmiah Dosen UIN
Bandung (ed), (2007), Manajemen Zakat, (Penyunting) bersama
Dr.A.Hasan Ridwan, (2011), Bunga Rampai Teori Hukum Islam,
bersana Dra.Hj.Aah Tsmarotul Fuadah, Bandung, (2011), penulis
artikel di surat kabar lokal dan nasional, serta makalah-makalah
dan karya tulis ilmiah lainnya yang terpublikasikan maupun
tidak terpublikasikan.

16 Aden Rosadi -
Aden Rosadi - 17

Anda mungkin juga menyukai