Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Teknologi eksplorasi sumber daya alam terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya
kebutuhan manusia akan sumber daya alam tersebut. Metoda geofisika merupakan metoda
yang cukup ampuh untuk memetakan sumber daya alam tersebut di bawah permukaan bumi.
Beberapa metoda geofisika yang telah banyak digunakan untuk ekplorasi sumber daya alam
misalnya, seismik, gayaberat, geolistrik dan magnetik. Makalah ini akan membahas tentang
kemampuan metoda magnetik untuk memetakan dan menghitung potensi bijih besi dibawah
permukaan. Daerah penelitian adalah di kawasan Gunung Peben pulau Belitung, yang
sebelumnya dikenal sebagai penghasil bijih timah. Daerah ini merupakan bagian dari gugus
zona vulkanik-plutonik yaitu intrusi granit berumur Trias-Kapur yang mengandung mineral
magnetik. Zona ini terbentang dari bagian Tenggara Benua Asia (Thailand) kemudian
menerus ke Semenanjung Malayasia dan berakhir di kepulauan Bangka- Belitung.
Dalam skala regional Asia Tenggara, penyebaran granit ditunjukan oleh paralel belt, seperti
diperlihatkan pada Gambar 1a. Bagian pertama adalah granit di bagian Tenggara Indo-China
dan Semenanjung M alayasia yang berumur Kapur Awal dan mengandung granit tipe S.
Daerah ini termasuk ke dalam granit utama berumur Trias dan penyebarannya di Selatan
Malayasia. Bagian Kedua adalah granit di bagian timur busur vulkanik-plutonik yang
berumur Perm-Trias serta mengandung granit tipe I (Pitfield, 1987) seperti terlihat pada
Gambar 1b.

Gambar 1. a. Penyebaran batuan di Paparan Sunda bagian Tenggara (Katili, 1973).


b. Pembagian granit berdasarkan umur (Cobbing et.al. 1986; 1992).

Batuan granit daerah penelitian dikelompokan ke dalam granit Tanjungpandan termasuk ke


dalam granit tipe S (Pitfield, 1987), yang mengandung greisen yang kaya mineral kasiterit
primer. Granit tipe ini terbentuk dari metamorposis kontak dengan larutan magma sisa yang
menerobos kepermukaan. Granit yang menjadi sasaran penelitian ini adalah granit yang
termineralisasi dengan kandungan mineral magnetit (Fe3O4), yang diperkirakan mengandung
bijih besi 0.9 %. Selain itu mineral hematit (Fe2O3) dan limonit (2Fe2O3.3H2O). Mineral ini
merupakan mineral pembawa bijih besi, berasal dari metamorfik kontak yang mengalami
oksidasi dan tersebar disekitar Tanjungpandan, Simpangampat, Bukutumbang dan sekitarnya
(Gambar 2). Dan mineral yang tidak mengalami mineralisasi berkedudukan sebagai wallrock
(batuan induk) pada lokasi penelitian.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan sintetis, akuisisi
data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi studi geologi daeah penelitian
baik secara regional maupun lokal.
2.1 Pemodelan sintetik
Pemodelan sintetik dilakukan untuk mengestimasi respon anomali magnetik di daerah
penelitian dengan mengadopsi besaran-besaran yang diketahui dari studi pustaka. Respon
anomali benda magnetik perlu dimodelkan karena respon anomali ini tidak hanya bergantung
pada batuan bawah permukaan saja tetapi sangat dipengaruhi oleh deklinasi dan inklinasi
suatu daerah.

Gambar 2. Lembar Peta Geologi daerah Belitung dan sekitarnya (Baharuddin, dkk. 1995).

Pemodelan sintetik dibuat dalam model 2D dan 3D. Pemodelan dilakukan dengan pendekatan
bentuk bodi berdasarkan Parasnis (1986), yaitu berbentuk thin-sheet (tipis) dan tick-sheet
(tebal). Sdapun perhitungan anomali menggunakan software Mag2D dan UBC-Geophysical
Inversion Facility (UBC-GIF) version 20030915. Input dari moleh ini adalah: deklinasi (D),
inklinasi (I), intensitas magnetik, kedalaman (depth), sedangkan suseptibilitas (k), dan dip
(kemiringan). Dari pemodelan sintetik ini dapat dilihat bahwa respon anomali sangat
dipengaruhi oleh :
a) Inklinasi; amplitudo respon dengan inklinasi 00 cenderung negatif, inklinasi 450
cenderung simetris, dan inklinasi 900 cenderung positif.
b) Dip (kemiringan) benda mempengaruhi amplitudo secara signifikan demikian juga
pengaruh kedalaman. Semakin dalam suatu benda maka akan memiliki amplitudo yang
makin kecil.
c) Suseptibilitas sangat mempengaruhi amplitudo, tetap tidak mempengaruhi muka dan
bentuk gelombang induksi magnetik.
2.2 Akuisisi Data, Pengolahan dan Interpretasi
Rangkaian kegiatan penelitian digambarkan seperti pada Gambar 3 di bawah ini. Akuisisi
menggunakan 2 magnetometer, satu untuk mengukur medan tottalmagnetik disetiap statsiun
pengukuran di lapangan, dan satu lagi digunakan untuk membaca variasi harian medan total
magnet di base statsion. Medan magnetik observasi (Tobs) diukur pada setiap statsion yang
tersebar diarea penelitian. Medan magnet IGRF adalah nilai referensi medan magnet di suatu
tempat, merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu tempat di permukaan bumi tanpa
adanya pengaruh anomali magnetik batuan. Variasi medan magnet harian disebut koreksi
harian (TVH) diukur di base statsion. Jadi anomali magnetik di suatu tempat adalah :

T = T obs T IGRF T VH
. (1)

Gambar 3. Diagram Alir penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah medan magnetik observasi (Gambarr 4a) dikoreksi variasi harian dan koreksi IGRF,
medan magnetik terkoreksi digambarkan pada Gambar 4b. Dari interpretasi kualitatif dari
peta tersebut mperlihatkan anomali magnet besar (high intensity) bernilai positif (+) dan
anomali magnet kecil (low intensity) bernilai negatif (-). Batuan granit yang mengandung
bijih besi (iron ore) berasosiasi dengan anomali magnet besar (+).

Gambar 4 a) Peta anomali magnetik sebelum di koreksi, danb) peta anomali magnetik setelah
dikoreksi.

Dari peta surface 3D (Gambar 5a dan 5b) memperlihatkan bentuk tubuh dari iron ore yang
dapat teridentifikasi, masing-masing ditandai dengan tubuh A, B, C dan D. Dari survey
geologi pada daerah tersebut menunjukan bodi iron ore menerobos (meng-intrusi) ke
permukaan hingga elevasi 20 m sampai 40 m.
Gambar 5 a) peta anomali magnetik 3D, b) Peta relief tubuh iron ore masing-masing tubuh
A, B, C dan D

Gambaran intrusi ditunjukan pula oleh hasil inversi 3D seperti paga Gambar 6a dan 6b.
Masing-masing menunjukan penyebaran suseptibilias batuan pada kedalaman 13 m dan 19 m.

Gambar 6.a) Peta suseptibitas hasil inversi 3D pada kedalaman 13 m, dan b) pada kedalaman
19 m

Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk menggambarkan bentuk tubuh iron ore di bawah
permukaan berdasarkan anomali magnetik dan geologi. Interpretasi dilakukan dengan
pemodelan ke depan (forward modeling) secara 2D dan 3D. Input parameternya adalah
inklinasi dan deklinasi daerah tersebut, masing-masing -23.740 dan 0.770, dimana menurut
hasil pemodelan sintetik kedua besaran ini dominan. Contoh penampang anomali magnetik
dan bentuk tubuh iron ore bawah permukaan ditunjukan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Penampang lintasan A-B (Baratlaut-Tenggara) dan tubuh iron ore hasil forward
modeling masing-masing dengan (1) k = 0.5, (2) k = 0.5, (3) k = 0.55 dan (4) k = 0.6

Gambar 8. Penampang lintasan C-D (Baratdaya-Timurlaut) dan tubuh iron ore hasil forward
modeling masing-masing dengan (1) k = 0.4, (2) k = 0.4, (3) k = 0.4, (4) k = 0.4 (5) k = 0.4,
(6) k = 0.4, (7) k = 0.45, (8) k = 0.5 dan (9) k = 0.45

Gambaran kuantitatif lain ditunjukan pada Gambar 9. Memperlihatkan model geologi bawah
permukaan yang di interpretasi dari data magnetik, litologi dan sampel batuan yang
menerobos (meng-intrusi) ke permukaan.
Gambar 9. Model Geologi berdasarkan lembar Peta Pulau Beltung, (a) perkiraan zona-zona
intrusi dari peta anomali magnetik, (b) Penampang geologi arah Baratdaya-Timurlaut, (c)
Penampang geologi arah Baratlaut-Tenggara.

Berdasarkan penampang pada lintasan A-B dengan arah Baratdaya-Timurlaut dan lintasan C-
D dengan arah Baratlaut-Tenggara memberikan gambaran tubuh granit berbentuk dike
menerobos sampai elevasi antara 20 m 40 m.

Gambar 10. Skema luasan area untuk menghitung volume tubuh bijih besi.
Adapun estimasi volume batuan granit yang mengandung iron ore ditunjukan oleh Gambar
10. Berikut ini adalah volume batuan granit berdasarkan perkiraan :

Under pesimis : tubuh bijih besi hanya terdapat pada lokasi A saja. Dengan asumsi tubuh
besi muncul dipermukaan 20 m dan luasan permukaan 50 x 150 m, maka volume A = (20 m)
x (50 m x 150 m) = 150.000 m3. Dengan densitas batuan beku 3850 kg/m3, maka berat
totalnya 577.500 ton.

Pesimis : dengan asumsi bijih besi sampai kedalaman 20 m, maka lokasi B, C dan D
diperkirakan memiliki volume masing-masing 146.000 m3, 42.500 m3 dan 39.000 m3 serta
volume A 150.000 m3, maka volume total 377.500 m3 atau sekitar 1.433.375 ton.
Optimis : dengan asumsi bijih besi bisa ditambang sampai kedalaman 40 m, maka volume
A, B, C dan D msing-masing 300.000 m3, 293.000 m3, 85.000 m3, dan 78.000 m3. dengan
demikian volume totalnya 756.000 m3 atau setara dengan berat 2.910.006 ton.

Sumber: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Anda mungkin juga menyukai