PENDAHULUAN
Ginjal berperan penting sebagai organ pengatur keseimbangan tubuh dan organ
pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta bersifat toksis bagi tubuh. Fungsi ginjal
dapat menurun seiring dengan makin tuanya umur seseorang, adanya penyakit, ataupun
akibat penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang lama.
Dapat mengetahui dan memahami Drug Induced Renal Disease secara keseluruhan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ginjal
Ginjal berperan penting dalam tubuh manusia terutama dalam hal ekskresi obat.Obat-
obatan yang diekskresikan melalui ginjal dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal karena
obat beserta metabolitnya dapat terkonsentrasi di dalam ginjal sehingga menyebabkan
kerusakan pada sel-sel ginjal.Kerusakan ginjal yang terjadi dapat dilihat dengan adanya
penurunan nilai laju filtrasi glomerulus atau peningkatan nilai kreatinin.Penggunaan obat-
obatan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan ginjal baik gagal ginjal akut maupun
gagal ginjal kronik.Obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal di antaranya
adalah golongan aminoglikosida, tenofovir, amfoterisin B, penghambat enzim angiotensin,
golongan analgesik non steroid, siklosporin serta asiklovir.Penggunaan obat-obatan yang
dapat menyebabkan kerusakan ginjal harus dilakukan secara berhati-hati dengan
menggunakan dosis yang tepat dan dilakukan evaluasi serta monitoring terhadap fungsi ginjal.
Penyakit ginjal yang diduga timbul akibat adanya induksi dari obat-obatan tertentu
biasanya dapat dideteksi secara dini melalui kreatinin serum dan nitrogen urea darah. Kedua
parameter tersebut layak dijadikan parameter karena keduanya memiliki hubungan temporal
antara tingkat toksisitas ginjal dan penggunaan obat-obat yang berpotensi nefrotoksik.
Mekanisme terbentuknya penyakit ginjal akibat induksi obat dapat terjadi melalui toksisitas
imunologik (misal: glomerulonefritis dan nefritis interstisial alergik) maupun toksisitas
nonimunologik. Toksisitas imunologik maupun nonimunologik secara langsung akan
mempengaruhi karakteristik fungsi ginjal yang normal. Pencegahan penyakit ginjal akibat
induksi obat yang terbaik adalah dengan menghindari penggunaan obat-obat yang potensial
nefrotoksik. Namun, dalam kondisi tertentu dimana penggunaan obat-obat tersebut tidak
dapat dihindari, maka minimalisasi faktor resiko dengan teknik spesifik seperti hidrasi dapat
digunakan untuk mengurangi resiko nefrotoksik tersebut.
2
Penyakit ginjal terinduksi obat atau nefrotoksisitas obat merupakan suatu komplikasi
yang umum terjadi pada pasien yang menerima pengobatan dengan beberapa obat sekaligus.
Manivestasi klinis dari kondisi tersebut diantaranya adalah :
1. Kelainana asam-basa
2. Ketidakseimbangan elektrolit
3. Kelainan pada sedimentasi urin
4. Proteinuria
5. Pyuria, dan atau
6. Hematuria
Namun manivestasi paling umum dari nefrotoksisitas ini adalah adanya penurunan
laju filtrasi glomerulus (GFR = glomerular filtration rate) yang menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar kreatinin serum (Scr) dan nitrogen urea darah (BUN = blood urea
nitrogen). Sehingga wajar jika BUN dan Scr dijadikan sebagai sarana deteksi awal bagi
penyakit ginjal akibat induksi obat ini. BUN dan Scr akan memberikan gambaran temporal
antara tingkat toksisitas ginjal dengan jangka waktu penggunaan obat-obat yang berpotensi
menyebabkan nefrotoksik.
Drug Induced Renal Disease adalah penyakit ginjal yang diduga timbul akibat
adanya induksi dari obat-obat tertentu. Penyakit ginjal terinduksi obat atau nefrotoksisitas
obat merupakan suatu komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang menerima
pengobatan dengan beberapa obat sekaligus. Manivestasi klinis dari kondisi tersebut
diantaranya adalah :
3
1) Kelainana asam-basa
2) Ketidakseimbangan elektrolit
3) Kelainan pada sedimentasi urin
4) Proteinuria
5) Pyuria, dan atau
6) Hematuria
Namun manivestasi paling umum dari nefrotoksisitas ini adalah adanya
penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR = glomerular filtration rate) yang menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum (Scr) dan nitrogen urea darah (BUN
= blood urea nitrogen). Sehingga wajar jika BUN dan Scr dijadikan sebagai sarana
deteksi awal bagi penyakit ginjal akibat induksi obat ini. BUN dan Scr akan memberikan
gambaran temporal antara tingkat toksisitas ginjal dengan jangka waktu penggunaan
obat-obat yang berpotensi menyebabkan nefrotoksik.
2.3 Epidemiologi
Penyakit ginjal yang diduga timbul akibat adanya induksi dari obat-obatan
tertentu biasanya dapat dideteksi secara dini melalui kreatinin serum dan nitrogen urea
4
darah. Kedua parameter tersebut layak dijadikan parameter karena keduanya memiliki
hubungan temporal antara tingkat toksisitas ginjal dan penggunaan obat-obat yang
berpotensi nefrotoksik. Mekanisme terbentuknya penyakit ginjal akibat induksi obat dapat
terjadi melalui toksisitas imunologik (misal: glomerulonefritis dan nefritis interstisial
alergik) maupun toksisitas nonimunologik. Toksisitas imunologik maupun nonimunologik
secara langsung akan mempengaruhi karakteristik fungsi ginjal yang normal.
Ginjal berperan penting dalam tubuh manusia terutama dalam hal ekskresi
obat.obat-obatan yang diekskresikan melalui ginjal dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal kerena obat beserta metabolitnya dapat terkonsentrasi di dalam ginjal sehingga
menyebabkan kerusakan sel-sel ginjal.kerusakan ginjal yang terjadi dapat di lihat dengan
adanya penurunan nilai laju filtrasi glomerulus atau peningkatan nilai
kreatinin.penggunaan obat-obatan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan ginjal
baik gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.obatan-obatan yang dapat menyebaban
kerusakan ginjal adalah golongan aminoglikosida,tenofovir,amfoterisin B, penghambat
enzim angiotensin,golongan analgesik non steroid, siklosporin serta asiklovir.penggunaan
obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal harus dilakukan secara berhati-hati
dengan menggunakan dosis yang tepat dan dilakukan evaluasi serta monitoring terhadap
fungsi ginjal.
5
Sebagai contoh, neomisin mempunyai gugus amino kationik, merupakan
aminogliksida yang sangat nefrotoksik, dibandingkan streptomisin, dengan 3
gugus amino yang sedikit toksik.
Gentamisin dan tobramisin , dengan 5 gugus amino mempunyai toksisitas
sedang dibandingkan amikasin dan netilmisin, dengan 4 dan 3 gugus amino,
yang biasanya sedikit toksik.
Pengikatan sel epitel tubular diikuti oleh transport intraseluler dan konsentrasi
dalam lisosom. Ikatan berikutnya dengan fosfolipid menyebabkan terjadinya
agregasi dan penghambatan aktivitas fosfolipase (DiPiro, 2002).
Disfungsi sel dan kematian yang disebabkan oleh pelepasan enzim lisosom
kedalam sitosol, penambahan rektif oksigen spesies, penurunan metabolisme sel,
dan penurunan sifat alir dalam mebran sel memicu penurunan dari aktivitas
pengikatan membrane dengan enzim, termasuk Na+-K+- ATPase, dipeptidyl
peptidase IV, dan aminopeptidase netral. Meskipun ikatan aminoglikosida pada
sel epitel tubular di fasilitasi oleh jumlah gugus kation yang ada, resiko toksisitas
juga merupakan faktor yang berpengaruh (DiPiro, 2002).
- Cisplatin/Carboplatin
Kerusakan tubulus proksmal muncul secara akut setelah pengguaan senyawa
mengandung platin, sebahai hasil ke tidakseimbangan produksi energy sel,
mungkin berpengaruh pada ikatan protein pada sel tubulus proksimal dengan gugus
sulfhidril dan gangguan aktivitas enzim sel dan fosforilasi oksidatif. Kerusakan
tubulus proksimal diikuti oleh penurunan GFR yang progresiv dan gangguan fungsi
tubulus distal (DiPiro, 2002).
- Amphotericin B
Mekanisme disfungsi gnjal termasuk toksisitas sel epitel tubulus secara langsung
dengan peningkatan permeabilitas tubulus dan nekrosis, hingga terjadi
vasokonstriksi arteri san iskemia. Permeabilitas membrane tubulus meningkat
tehadap Na dan K ketika amfoterisin berikatan dengan membrane dan bekerja
sebagai inophore. Vasokonstriksi ginjal terjadi dari mekanisme yang tidak sesuai,
6
mungkin termasukefek dari amfoterisin B pada influk Ca seluler dan aktivasi
vasokonstriktor prostaglandin. Diatas semua itu, kombinasi efek dari ditingkakanya
energy sel dan kebutuhan oksigen menyebabkan penigkatan permeabilitas
membrane sel, dan pengurangan penghantaran oksigen pada saat vasokonstriksi
renal menghasilkan nekrosis sel epitel tubulus dan kerusakan renal (DiPiro, 2002).
2) Osmotic Nephrosis
- Mannitol
Mekanismenya adlah pinositosis manitol kedalam sel, menyebabkan penembangan
sel dan obstruksi tubulus ginjal. Manitol dapat menyebabkan vasokonstriksi renal
secara langsung atau mengindksi diuretic osmosis dengan peningkatan
penghantaran cairan ke macula densa dan aliran balik tubloglomerular memicu
vasokonstriksi arteriole aferan pada glomerulus dan penurunan aliran darah ke
ginjal (DiPiro, 2002).
- Intravenous immunoglobulin
Larutan immunoglobulin intravena terdiri tari sukrosa hiperosmolar dan dapat
menyebabkan nefrosis osmotik dan gagal ginjal akut, yang bersifat reversiel denga
terapi diskontinu (DiPiro, 2002).
7
arakidonat. Prostaglandin di ginjal disintesis di kortek ginjal dan medulla oleh
vascular endotel dan sel mesangial glomerulus. Penggunaan NSAID dalam iskemia
ginjal menyebabkan peningkatan aktivitas prostaglandin yang dapat menyebabkan
penurunan keseimbangan aktivitas diantara vasokonstriktor dan vasodilator ginjal
(DiPiro, 2002).
8
ARV
Adefovir (Hepsera), sidofovir Toksisitas sel tubular
(Vistide), tenofovir ()
Indinavir (Crixivan) Nefritis interstitial akut, nefropati kristal
Benzodiazepin Rhabdomyolysis
Inhibitor kalsineurin
Cyclosporine (Neoral) Diubah hemodinamik intraglomerular,
nefritis interstitial kronis, microangiopathy
trombotik
Tacrolimus (Prograf) Diubah hemodinamik intraglomerular
Agen kardiovaskular
Inhibitor enzim angiotensin- Diubah hemodinamik intraglomerular
converting, angiotensin receptor
blocker
Clopidogrel (Plavix), tiklopidin Mikroangiopati trombotik
(Ticlid)
Statin Rhabdomyolysis
Kemoterapi
Carmustine (Gliadel), semustine Nefritis interstitial kronis
(diteliti)
Cisplatin (Platinol) Nefritis interstitial kronis, toksisitas sel
tubular
Interferon-alfa (Intron A) Glomerulonefritis
Metotreksat Kristal nefropati
Mitomycin-C (Mutamycin) Mikroangiopati trombotik
Kontras pewarna Toksisitas sel tubular
Diuretik
Loops, tiazid Nefritis interstitial akut
Triamterene (Dyrenium) Kristal nefropati
Penyalahgunaan obat
Kokain, heroin, ketamin (Ketalar), Rhabdomyolysis
metadon, methamphetamine
Herbal
Herbal Cina dengan asam aristocholic Nefritis interstitial kronis
Inhibitor pompa proton
Lansoprazole (Prevacid), omeprazole Nefritis interstitial akut
(Prilosec), pantoprazole (Protonix)
Lainnya
Allopurinol (Zyloprim) Nefritis interstitial akut
Terapi emas Glomerulonefritis
Haloperidol (Haldol) Rhabdomyolysis
Pamidronat (Aredia) Glomerulonefritis
9
Fenitoin (Dilantin) Nefritis interstitial akut
Kina (Qualaquin) Mikroangiopati trombotik
Ranitidine (Zantac) Nefritis interstitial akut
Zoledronate (Zometa) Toksisitas sel tubular
* - Merek tidak tersedia di Amerika Serikat
Karena penurunan GFR yang mengarah pada terjadinya peningkatan BUN dan Scr, maka
pemeriksaan rutin BUN dan Scr tersebut harus dilakukan untuk pemantauan toksisitas ginjal.
Selain itu, penurunan pengeluran urin juga dapat menjadi tanda awal adanya toksisitas,
terutama jika toksisitas tersebut disebabkan penggunaan media radiokontras, AINS dan ACE
inhibitor. Pada sebagian pasien yang belum memerlukan perawatan intensif rumah sakit,
nefrotoksisitas umumnya ditandai dengan adanya:
malaise
anoreksia
muntah
sesak nafas dan edema
hipertensi
Selanjutnya nilai BUN dan Scr dapat digunakan untuk menghitung penurunan laju
GFR. Nefrotoksisitas dapat dibuktikan dengan adanya perubahan fungsi tubular ginjal tanpa
penurunan GFR. Indikator luka tubular proksimal:
poliurea
asidosis metabolik karena adanya gangguan pengasaman urin
hiperkalemia karena adanya gangguan pengeluaran kalium
Enzim-enzim urinari dan protein berbobot molekul rendah juga digunakan sebagai penanda
awal adanya nefrotoksisitas. Misal adanya enzim N-acetyl-D-glucosaminidase, -glutamyl
transpeptidase dan glutathione S-transferase merupakan penanda adanya cedera tubular dan
digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan ginjal akut.
10
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
11
jangka panjang yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin
cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada
uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.
Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia
prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
1. Klirens inulin
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan
tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam penghitungan
12
LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran LFG dengan klirens
inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin sulit dilakukan dalam
praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama
3 jam agar diperoleh kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan
intake cairan yang banyak.
2. Klirens kreatinin
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG. Meskipun
kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah kecil kreatinin
disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam. LFG berhubungan
terbalik dengan kadar kreatinin plasma.
13
d. Blood Urea Nitrogen (BUN)
Blood Urea Nitrogen (BUN) atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal
dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari makanan yang anda
makan dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya dihapus dari darah Anda dengan
ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN naik. BUN juga dapat
meningkat bila mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika makan
sedikit protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil,
sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan
keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada
orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di
atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena
mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma.
Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar
urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Nilai Rujukan
- DEWASA : 5 25 mg/dl
- ANAK : 5 20 mg/dl
- BAYI : 5 15 mg/dl
e. Protein Urine
Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin. Adanya protein
dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal kronis. Biasanya, hanya sebagian
kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan
diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau
urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick).
Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin.
Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Sejumlah kecil protein dapat
dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga,
stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria
14
transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria.
Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari pertama.
Teknik khusus yang cukup efektif untuk mengurangi nefrotoksisitas obat adalah dengan
hidrasi yang cukup untuk meningkatkan laju aliran urin tubular ginjal. Sedangkan teknik-
teknik lain yang masih kontroversial diantaranya adalah:
1) Penggunaan adefovir, suatu antiviral nukleotida yang secara aktif ditransport oleh
OAT1. Penghambatan transport OAT1 meminimalisir akumulasi adefovir di ginjal
sehingga menyebabkan pengurangan efek toksisitasnya.
2) Diflunisal, ketoprofen, flurbiprofen, indometasin, naproksen dan ibuprofen sama
efektifnya dengan probenesid yang menunjukan penghambatan yang cukup kuat
terhadap OAT1 pada pencegahan sitotoksisitas.
3) Antioksidan juga terbukti mampu memberikan proteksi dari nefrotoksisitas akibat
induksi gentamisin, siklosporin dan cisplatin.
4) Khelator besi juga memberikan proteksi terhadap toksisitas gentamisin..
16
Faktor Risiko pasien yang terkait penggunaan obat dan Strategi Pencegahan
khusus untuk obat / Agen tertentu
Obat Faktor risiko Strategi pencegahan
Obat mengubah intraglomerular hemodinamik
ACE inhibitor, Insufisiensi ginjal yang Gunakan analgesik dengan
ARB, NSAID mendasari; penurunan volume kurang aktivitas
intravaskular; usia yang lebih prostaglandin
tua dari 60 tahun; penggunaan (acetaminophen, aspirin,
seiring inhibitor ACE, ARB, sulindac [Clinoril],
NSAID, cyclosporine (Neoral), nabumeton [Relafen; merek
atau tacrolimus (Prograf) tidak tersedia di Amerika
Serikat])
Deplesi volume yang benar
sebelum memulai obat,
terutama jika digunakan
secara kronis
Monitor fungsi ginjal dan
tanda-tanda vital berikut
inisiasi atau peningkatan
dosis, terutama jika
digunakan dalam pasien
yang berisiko
Cyclosporine, Seperti di atas, ditambah: dosis Memantau konsentrasi obat
tacrolimus yang berlebihan, penggunaan serum dan fungsi ginjal
bersamaan dengan obat Gunakan terendah dosis
nefrotoksik lain atau obat- efektif
obatan yang menghambat
cyclosporine atau tacrolimus
metabolisme
Obat terkait dengan tubular sel toksisitas
Aminoglikosida Insufisiensi ginjal yang Gunakan diperpanjang-
mendasari, durasi terapi> 10 interval pemberian dosis
hari, konsentrasi palung> 2 Mengelola selama masa
mcg per ml, penyakit hati aktif hari
bersamaan, hipoalbuminemia Batasi durasi terapi
Memantau tingkat obat
serum dan fungsi ginjal dua
sampai tiga kali per minggu
Mempertahankan tingkat
palung 1 mcg per ml
Amfoterisin B Insufisiensi ginjal yang Saline hidrasi sebelum dan
(Fungizone; merek mendasarinya, infus yang setelah pemberian dosis
17
tidak tersedia di cepat, dosis harian yang besar, Pertimbangkan pemberian
Amerika Serikat) formulasi deoxycholate lebih sebagai infus terus menerus
daripada formulasi lipid, durasi selama 24 jam
lama terapi Gunakan formulasi
liposomal
Batasi durasi terapi
Kontras pewarna Insufisiensi ginjal yang Gunakan kontras rendah-
mendasari, usia yang lebih tua osmolar dalam dosis
dari 70 tahun, diabetes, gagal serendah mungkin dan
jantung, penurunan volume, menghindari beberapa
eksposur diulang prosedur dalam 24 sampai
48 jam
0,9% garam atau natrium
bikarbonat (154 mEq per L)
infus sebelum dan setelah
prosedur
Menahan NSAID dan
diuretik setidaknya 24 jam
sebelum dan setelah
prosedur
Memantau fungsi ginjal 24
sampai 48 jam
pascaprosedur
Pertimbangkan asetilsistein
preprocedure
Obat terkait dengan nefropati interstitial kronis
Acetaminophen, Sejarah sakit kronis, usia yang Hindari penggunaan jangka
aspirin, NSAID lebih tua dari 60 tahun, jenis panjang, terutama dari lebih
kelamin perempuan, konsumsi dari satu analgesik
kumulatif analgesik> 1 gram Gunakan agen alternatif
per hari selama lebih dari dua pada pasien dengan nyeri
tahun kronis
Lithium Kadar obat yang tinggi Menjaga kadar obat dalam
rentang terapeutik
Hindari penurunan volume
Obat terkait dengan kristal nefropati
Acyclovir (Zovirax), Deplesi volume, insufisiensi Menghentikan atau
methotrexate, ginjal yang mendasarinya, mengurangi dosis
antibiotik sulfa, dosis yang berlebihan, Pastikan hidrasi yang
triamterene pemberian intravena memadai
(Dyrenium) Membangun aliran urin
tinggi
Mengelola secara lisan
18
tindakan umum untuk Mencegah Obat-induced Nephrotoxicity
19
BAB III
3.1 Kesimpulan
Kebanyakan obat ditemukan menyebabkan nefrotoksisitas memberi efek beracun oleh
satu atau lebih umum patogen mekanisme. ini termasuk diubah intraglomerular
hemodinamik, sel tubular toksisitas, infammation, nefropati kristal, rhabdomyolysis, dan
trombotik microan giopathy. Pengetahuan tentang obat menyinggung dan khusus mereka
patogen mekanisme. cedera ginjal sangat penting untuk mengenali dan mencegah obat-
induced gangguan ginjal.
3.2 Saran
Hindari penggunaan obat-obat yang potensial menyebabkan terjadinya nefrotoksisitas.
Namun bila penggunaan obat-obat tersebut tidak mungkin dihindari maka
penggunaannya harus disertai dengan pengenalan faktor-faktor resiko dan penerapan
teknik-teknik khusus untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya nefrotoksisitas
20
DAFTAR PUSTAKA
Jha V, Chungks KS. Drug Induced renal desease. J Assoc Physicians india 1995 ; 43: 407-15
Schnellman RG, Kelly Katrina J, Phatophysology of nefrotoxic acute renal failure, Kidney
Atlas Book I, Chapt 15
21