Anda di halaman 1dari 17

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas
1. Nama : Tn S./laki- laki/50 tahun
2. Pendidikan : SMP
3. Pekerjaan : Tukang Becak
4. Alamat : Ketapang
5. Tanggal periksa : 07 November 2017

II. Latar Belakang Sosio-Ekonomi-Demografi dan Lingkungan


Keluarga :
a. Status perkawinan : Sudah menikah
b. Jumlah anak :4
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi rumah : Rumah berdinding semen dan
beratap seng dengan ukuran rumah 10 x 7 meter. Samping
kanan ada rumah tetangga, mempunyai halaman rumah.
Memiliki ruang tamu, 3 ruang kamar tidur, 1 ruang keluarga
sekaligus ruang makan dan 1 ruang dapur dan ada kamar mandi,
Rumah memiliki ventilasi pertukaran udara yang cukup dan
cukup pencahayaan. Sumber air berasal dari air PDAM. Kamar
mandi menggunakan wc jongkok.
e. Kondisi Lingkungan Keluarga :
Pasien tinggal bersama anaknya. Anak pasien bekerja di swasta
dan sedangkan pasien bekerja sebagai Nelayan.

III. Aspek psikologis di keluarga :


Secara psikologis pasien tidak bermasalah. Pasien dikenal sebagai
seorang ayah yang baik bagi keluarganya.

1
IV. Anamnesa :
a. Keluhan utama :
Batuk berdahak sejak 5 hari yang lalu
b. Keluhan tambahan :
Sesak Nafas
c. Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan 5 hari yang lalu batuk
berdahak berwarna putih kekuningan, banyak dan kental. Darah(-)
os mengatakan bahwa keluhan yang sama sudah di alaminya sejak
6 bulan yang lalu, batuk dahak berwarna putih kekuningan,
banyak dan kental. Munculnya batuk tidak dipengaruhi oleh alergi.
Awalnya badan pasien terasa dingin kemudian perut panas lalu
muncul sesak nafas kemudian akhirnya batuk. Keadaan kemudian
membaik sendiri setelah 20 menit. Pasien juga mengalami nyeri
dada pada saat batuk. Setelah keadaan membaik, sekitar 2 jam
kemudian pasien akan merasakan batuk lagi yang kemudian akan
membaik lagi dengan sendirinya, begitu seterusnya. Tidak ada
mual, muntah, dan tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. Dahulu
pasien adalah perokok aktif dan sekarang sudah berhenti merokok
2 tahun yang lalu.

V. Riwayat penyakit dahulu/penyakit keluarga :


Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
Riwayat alergi makanan, cuaca, debu dan bulu disangkal
Riwayat penyakit Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Diabetes Melitus disangkal
Riwayat merokok (+) sejak usia 15 tahun. Pasien adalah perokok
berat, dalam sehari menghabiskan 1 bungkus rokok. 2 tahun terakhir
pasien sudah mulai berhenti merokok.

2
VI. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmhg
Nadi : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36 C

Pemeriksaan Organ
Kepala
Bentuk : Simetris, normocephal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Telinga : Dalam Batas Normal

Hidung : Napas cuping hidung -/-, Sekret -/-, Epistaksis -/-

Mulut : Dalam Batas Normal

Thoraks

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)


Palpasi : Krepitasi (-), vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
BJI dan II regular, BJ III (-), bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, sikatriks (-).


Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-

3
VII. Pemeriksaan anjuran
Pemeriksaan Sputum
Darah Lengkap
Rontgen

VIII. Diagnosa
Bronkitis Kronis

IX. Diagnosa Banding


1. TB paru
2. Asma
3. Empisema

X. Manajemen
- Promotif :
Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta
komplikasi yang dapat terjadi
Memberikan pengetahuan tentang pengobatan yang diberikan serta
pentingnya keteraturan dalam berobat
Memberi edukasi kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien
serta menciptakan lingkungan bebas polusi di rumah
Menghirup uap air panas 2-3x selama 15 30 menit/hari
Menghindari zat zat yang mengiritasi bronkus seperti berhenti
merokok, menghindari asap rokok orang lain (perokok pasif) serta
memakai masker bila terpapar zat yang bisa mengiritasi bronkus
Latihan fisik, psikososial, latihan pernapasan

- Preventif

4
Mengurangi paparan terhadap asap baik asap bakaran ataupun asap
rokok
Mengurangi aktivitas berlebihan untuk meminimalkan terjadinya
sesak
Menciptakan lingkungan yang bebas dari polusi
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan
yang bergizi tinggi

- Kuratif
Non Farmakologi
1. Istirahat di rumah
2. Menggunakan masker
3. Makan makanan yang bergizi untuk menjaga imunitas tubuh,
bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
4. Berolahraga ringan dan teratur untuk memperbaiki pernapasan
dan memperbanyak oksigen masuk ke paru-paru

F armakologi
Dexametasonm77 tablet 0,5 mg 3 x sehari
Amoxicilin tablet 500 mg 3 x sehari
OBH sirup 3 x 1 sendok makan

Tradisional
Rebus 30 gram seledri, 10 gram kulit jeruk mandarin kering
dengan 3 gelas air,tambahkan 25 gram gula aren. Angkat rebusan
jika air tersisa setengahnya,saring dan tiriskan. Ramuan siap di
gunakan. Minum ramuan pagi dan sore, masing-masing 1
setengah gelas. Ulangi selama beberapa hari
Cuci 7 lembar daun sirih dan rajang. Rebus dengan 2 Gelas air
serta tambahkan 1 potong gula batu. Saring air setelah mendidih
dan air tersisa 1 gelas. Air rebusan siap di gunakan. Minum

5
ramuan tersebut 3 kali sehari, masing masing 3 sendok makan
setiap malam. Lakukan secara rutin selama beberapa hari.

- Rehabilitatif
Menjalankan pengobatan dengan teratur
Sebisa mungkin untuk tidak melakukan kontak kontak dengan
asap, baik asap rokok ataupun asap pembakaran
Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan
bergizi tinggi
Jika keluhan tidak membaik dan dirasa semakin sesak segera
berobat ke RS/Puskesmas terdekat

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bronkitis Kronik

Bronkhitis kronis adalah suatu bentuk penyakit obstruksi paru kronik, pada
keadaan ini terjadi iritasi bronkhial dengan sekresi yang bertambah dan batuk
produktif selama sedikitnya tiga bulan atau bahkan dua tahun berturut-turut,
biasanya keadaan ini disertai emfisema paru.1

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis secara pasti.


Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics ) diperkirakan
sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka ini pun diduga
masih di bawah angka kesakitan yang sebenarnya (underestimate) dikarenakan
tidak terdiagnosanya Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis
bronkitis kronis pada pasien-pasien dengan batuk non spesifik yang self-limited
(sembuh sendiri). Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada
perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria
dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang
pasti.1,2,3

2.3 Etiologi4

1. Asap rokok.
2. Polusi udara.
3. Pekerjaan : lebih umum pada perempuan terkena debu atau gas beracun.
4. Infeksi: serangan berulang bronkitis akut.
5. Perokok pasif dan perokok aktif.

7
2.4 Gejala dan Keluhan

Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:2,4,5


Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak.
Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan
akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok
terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya
dahak di saluran napas.

2.5 Patofisiologi

Bronkitis Kronik berhubungan dengan berlebihnya mukus trakeobronkial,


cukup membuat batuk dengan dahak selama 3 bulan dalam setahun sekurangnya 2
tahun berurutan. Gambaran histopatologinya menunjukkan hipertrofi kelenjar
mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan
lumen bronkus berupa metaplasia skuamos, silia yang abnormal, hiperplasia sel
otot polos saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa bronkus.
Ditemukan banyak sel neutrofil pada lumen bronkus dan infiltrat neutrofil pada
submukosa.1,3,5
Terjadi peradangan hebat pada bronkiolus respiratorius, banyak sel
mononuklear, sumbatan mukus. Semua hal diatas menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan. Sel epitel pada saluran pernapasan melepaskan mediator mediator
inflamasi sebagai respon dari zat toksik,infeksi, ditambah lagi berkurangnya
pelepasan dari produk regulatori seperti ACE (angiotensin-converting enzym) dan
neutral endopeptidase.1,2
Bronkitis kronik dapat dikategorikan sebagai bronkitis kronik sederhana,
bronkitis kronik mukopurulent, atau bronkitis kronik dengan obstruksi. Bronkitis
kronik dengan ditandai oleh produksi mucoid sputum. Produksi sputum yang tetap

8
atau berulang tanpa adanya penyakit supuratif seperti bronkiektasis mengarah pada
bronkitis kronik mukopurulen.
Bronkitis kronik harus dapat dibedakan dengan asma. Perbedaannya
didasarkan pada riwayat penyakit sebelumnya: pasien yang menderita bronkitis
kronik mengalami batuk produktif yang lama dan mengi atau wheezing yang
muncul setelahnya,sedangkan pasien dengan asma mengalami mengi yang lama
dan diikuti oleh batuk produktif. Bronkitis kronik bisa akibat dari serangkaian
serangan akut dari bronkitis akut.6

2.6 Klasifikasi6,7

1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan


batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),
ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

9
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis
with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan
sesak napas berat dan suara mengi.

Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan


pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan),
yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya batuk berdahak ataupun tidak, biasanya di sertai sesak nafas yang
memberat saat melakukan aktifitas.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan keadaan normal dan kadang-
kadang terdengar suara wheezing di beberapa tempat. Rhonki dapat
terdengar jika produksi sputum meningkat
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax
Foto thorax biasanya menunjukkan gambaran normal atau
tampak corakan bronkial meningkat dan terdapat gambaran air
bonkogram. Diagnosis ditegakkan dengan foto thorax dengan
gambaran fotonya tidak dijumpai infiltrat.

10
b. Uji faal paru
Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan uji
fungsi paru.
c. Laboratorium

Pada bronkhitis didapatkan jumlah leukosit meningkat.

2.8 Diferensial Diagnosis


1. Empisema
2. TB Paru
3. Asma

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bronkitis kronik dilakukan secara berkesinambungan
untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:8
Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk
mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis
kronis.
Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan
mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan
kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
Oksigenasi (terapi oksigen)
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.

11
Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami
eksaserbasi oleh infeksi kuman (H. influenzae, S. pneumoniae, M.
catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan pertama, kedua dan
seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.

Para penderita Bronkitis kronik sebaiknya memeriksakan diri dan


berkonsultasi ke dokter manakala mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan
lama, sesak napas, agar segera mendapatkan pengobatan yang tepat.

12
BAB III

ANALISA KASUS

a. Hubungan Diagnosis dengan keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar


Keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah cukup tenang dan tidak
begitu padat. Rumah pasien berlantai kayu, berdinding semen dan beratap seng.
Rumah memiliki 3 buah kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang makan yang bergabung
dengan ruang keluarga, 1 dapur bergabung dengan tempat mencuci piring dan 1
buah kamar mandi. Rumah memiliki ventilasi dan cukup pencahayaan. Sumber air
bersih berasal dari PDAM.
Penyakit bronkitis kronis dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang
berdebu dan berpolusi. Biasanya pada daerah perkotaan atau tempat tinggal yang
dekat dengan jalan raya maupun dekat dengan pabrik.
Rumah pasien tidak terletak di jalan raya yang padat. Pasien juga tidak
tinggal di daerah perkotaan. Di sekitar tempat tinggal pasien juga tidak terdapat
pabrik ataupun bangsal kayu yang menghasilkan banyak debu. Sehingga pada
pasien ini tidak ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan
sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

13
Keadaan keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga tergolong baik.
ayah pasien merupakan perokok sehingga sering merokok di rumah. Hubungan
antar keluarga pun harmonis. Istri dan anak pasien selalu mendukung pasien untuk
rutin melakukan pengobatan.
Penyakit bronkitis dipengaruhi oleh keadaan keluarga maupun hubungan
antar keluarga karena faktor resiko terjadinya bronkitis kronik adalah paparan
debu, asap, kebiasaan merokok. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan
diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Pasien dulunya adalah seorang perokok aktif. Pasien mulai merokok saat
usia 15 tahun. Dalam 1 hari pasien bisa menghabiskan sekitar 1 bungkus rokok.
Walaupun sejak dahulu pasien sudah mulai merasakan batuk dan sedikit sesak
namun pasien tetap mengkonsumsi rokok. Hal ini menandakan pasien tidak
memiliki kepedualian terhadap perilaku kesehatan dirinya.
Lingkungan sekitar pasien juga tidak sehat. Dahulu kebanyakan teman
teman pasien adalah perokok aktif, hal ini menyebabkan pasien sering terkena
paparan asap rokok dari lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar pasien juga
merupakan tempat yang berdebu dan berpolusi tinggi karena pekerjaan pasien
adalah seorang tukang ojek maka hampir seluruh waktunya dihabiskan di jalan.
Pada pasien ini ada hubungan antara perilaku kesehatan dalam keluarga dan
dengan lingkungan sekitar.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini

Kemungkinan faktor resiko terjadinya bronkitis kronis pada pasien ini


adalah kebiasaan merokok dan paparan debu dari lingkungan sekitar. Merokok
merupakan penyebab tersering bronkitis kronis karena komponen asap rokok
menstimulasi perubahan pada selsel penghasil mukus bronkus dan silia.

14
Komponenkomponen tersebut juga menstimulasi inflamasi kronis. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi kronis.

Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus


yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi
paling banyak adalah hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie. Pajanan
debu dan gas berbahaya. Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai factor
penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia
dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat
pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,ozon. Pada kasus ini dapat
disimpulkan bahwa faktor resiko pada pasien ini kebiasaan merokok.

e. Analisis untuk mengurangi paparan/memutuskan rantai penularan


dengan faktor resiko atau etiologi pada pasien ini

Untuk mengurangi paparan/memutuskan rantai penularan dengan faktor


resiko atau etiologi pada pasien ini adalah dengan cara berhenti merokok, tidak
berada didekat orang yang sedang merokok, tidak berada di tempat yang banyak
debu serta menghindari terkena penyakit inflamsi paru lainnya. Selain itu pasien
juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi zat gizi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, karena penyakit bronkitis kronis juga sering
mengenai mereka yang daya tahan tubuhnya sedang tidak baik. Pasien juga
disarankan untuk rutin berobat ke puskesmas dan mengkonsumsi obat secara
teratur.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, SR. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.
hal. 88-90.
2. Hartanto H, Natalia S, Pita W, Dewi AM. Anatomi dan fisiologi sistem
pernapasan. Dalam Wilson LM, editor. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Edisi ke-enam. Terjemahan Price SA, Lorraine MW.
Pathophysiology: Clinical concepts of disease processes. Jakarta: EGC; 2005.
hal. 736-69.
3. Novrianti A, Frans D, Titiek R, Luqman YR, Husny M, Aryandhito WN, et al,
editor. Fisiologi kedokteran. Edisi ke-dua puluh dua. Terjemahan Ganong WF.
Medical physiology. Jakarta: EGC; 2008. hal. 669-78.
4. Rachman LY, Huriawati H, Andita N, Nanda W, editor. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Edisi ke-sebelas. Terjemahan Guyton AC, Hall JE. Textbook of
medical physiology. Jakarta: EGC; 2007. hal. 495-559.
5. Santoso BI, editor. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi ke-dua.
Terjemahan Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. Jakarta:
EGC; 2001. hal. 410-35.
6. PDT Ilmu Penyakit Paru FK Unair, RSU Dr. Soetomo, edisi 3, 2005.
7. Bronchitis, Jazeela Fayyaz, DO, eMedicine Specialties Pulmonology, 2009
8. Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam, Lawrence M, Tierney, Jr, MD et
all, 2002.

16
17

Anda mungkin juga menyukai