PENDAHULUAN
Hemoptisis atau batuk darah merupakan salah satu keadaan kegawatan dalam bidang
kedokteran yang harus mendapatkan pertolongan segera. Kejadian ini merupakan peristiwa
yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari di dalam maupun di luar rumah sakit yang
menjadi salah satu penyebab penderita datang berobat, oleh karena merupakan tanda penyakit
yang dideritanya berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. 1
Komplikasi yang sering terjadi adalah asfiksia, kehilangan darah yang banyak dalam
waktu singkat dan penyebaran penyakit ke jaringan paru yang sehat. Batuk darah sendiri
terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalahakibat ketakutan pasien
mengenai gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan batuknya,hal ini akan
memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit. Oleh sebab itu pengertian yang seksama
mengenai hemoptisis diharapkan mampu memberikan penatalaksanaan yang optimal pada
penderita. 1-3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Hemoptisis
Gambar 3.1 Skema sirkulasi bronchial dan anastomase sirkulasi bronchial dengan sirkulasi
pulmonal
Bronkus, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari arteri bronchial
yang merupakan cabang dari aorta descendens. Vena bronchiales (yang berhubungan dengan
vena pulmonales) mengalirkan darahnya kevena azigos dan vena hemiazigos3,4.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arterie
pulmonalis.darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk kecabang-
cabang venae pulmonalis yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis keradix
pulmonalis3,4.
Sirkulasi bronkial :
nutrisi pada paru dan saluran napas
tekanan pembuluh darah sistemik
cenderung terjadi perdarahan lebih hebat
Sirkulasi pulmonar
mengatur pertukaran gas
tekanan rendah
3.1.3Definisi
Hemoptisis (batuk darah) adalah pengeluaran darah atau darah bercampur dengan
sputum dari saluran nafas. Dahulu hemoptisis sering disebut sebagai hemoptisis masif bila
darah yang dibatukkan antara 100-1000 ml dalam 24 jam, sering diambil batasan 600 ml.
Saat ini istilah hemoptisis massif sudah tidak lagi digunakan, saat ini istilah yang sering
digunakan alah hemoptisis life threatening, yang didefinisikan sebagai1,2,5,7,8 :
hemoptisis > 100 ml per 24 jam
menyebabkan gangguan pertukaran gas/obstruksi saluran nafas
menyebabkan instabilitas hemodinamik (emergency)
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada bronkitis.
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau
dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
3.2 Ciri-Ciri
3.3 Etiologi
Hampir 90% kasus hemoptisis, perdarahan berasal dari arteri bronkial, yang berasal dari
aorta dan arteri interkostal, 5 % kasus lainnya berasal dari arteri pulmonal dan sisanya berasal
dari arteri arteri kolateral5,6.
Penyebab paling umum dari perdarahan saluran nafas pada cabang trakeobronkial dapat
diakibatkan oleh proses inflamasi (bronchitis akut atau kronis, bronkiektasis) atau oleh
neoplasma (karsinoma bronkogenik, metastase karsinoma endobronkial, tumor karsinoid
bronchial). Sumber yang terlokalisasi, seperti pada infeksi (pneumonia, abses paru,
tuberculosis), atau dari proses difus yang mempengaruhi seluruh parenkim paru (seperti pada
koagulopati atau pada proses autoimun seperti pada sindrom goodpastures5,6.
3.4 Patogenesis
Arteri bronchial merupakan sumber darah utama bagi saluran nafas (mulai dari bronkus
utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan kelnjar getah bening intrapulmonary,
serta persarafan daerah hilus. Arteri pulmonaris yang membawa darah dari vena sistemik,
memperdarahi jaringan parenkim paru termasuk bronkiolus respiratorius. Setiap proses yang
terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis
yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri
pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. secara umum bila
perdarahn berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan dari sirkulasi bronkialis,
sedangkan bila lesi diparenkim paru maka perdarahan disirkulasi pulmonal. Pada keadaan
kronik dimana terjadi perdarahan berulang, sering terjadi peningkatan vaskularisasi dilokasi
yang terlibat5.
1. Tuberkulosis
Erosi arteri pulmonalbila ruptureperdarahan dari sirkulasi arteri (aneurismer
Rasmussen)
Nekrosis percabangan arteri/vena (lesi parenkim akut)
Kavitas dengan lesi fibrouleratif parenkim paru tonjolan aneurisme arteri
kerongga kavitasmudah berdarah (lesi kronis)
lesi post TB membentuk bronkolit atau predisposisi terjadinya suatu mycetoma
intrakavitas perdarahan arteri bronchial5
batuk yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus).
Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit TB atai initial
symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan
ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu, proses Tb
harus cukup lanjut untuk dapat menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. Batuk
darah masif terjadi bila ada robekan dari aneurisma rasmussen pada dinding
kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis atau ulserasi trakeo-
bronkial.kematian sering disebabkan oleh penyumbatan saluran pernafasan oleh
bekuan darah. 1
2. Bronkitis
Sekresi mucus dan peradangan menyebabkan penyempitan atau obstruksi jalan nafas
(bronkus)Iritasi dinding bronkusArteri bronchial hipertofiHemoptisis7,8
3. Karsinoma bronkogenik
Nekrosis tumor
Hipervaskularisasi tumor
Invasi tumor kepembuluh darah besar5
4. Bronkiektasis
Iritasi atau infeksi dari jaringan granulasi yang menggantikan dinding bronkus
normalarteri bronchial berliku-liku dan hipertrofipeningkatan tekanan darah
sistemikperdarahan massif5
5. Stenosis mitral dan gagal jantung
Pelebaran pembuluh darah yang beranastomase antara arteri bronkialis dan pulmonalis
(varises)hipertensi vena pulmonalispecah varises dari vena bronkialis
disubmukosa bronkus besar5
6. Emboli paru
Infark jaringan paru
Aliran darah berlebihan pada anastomase bronkopulmonalpada sebelah distal dari
tempat sumbatan5.
7. Penyakit autoimun
Kelainan membran alveolokapiler, akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran,
sehingga terjadi perdarahan difus intrapulmonal yang berasal dari pecahnya kapiler
seperti padaGoodpastures syndrome.
8. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke
dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan
diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30
tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori
perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
a. Pada prinsipnya berasal dari :
b. Saluran napas
i. Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia
dan abses paru.
ii. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis
paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
iii. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis,
penyakit oleh karena cacing.
c. Sistem kardiovaskuler
i. Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.
ii. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.
d. Lain-lain
i. Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti
hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus
sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat
antikoagulan1,5,7
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :
1. Hemoptisis massif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan
tetapi Hb kurang dari 10 g%.
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%,
tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe
selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot
darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya
perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga
mempunyai kelemahan oleh karena :
o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan
kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk
menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan
tinja, sehingga tidak ikut terhitung
o Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi. 1,6,7
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :
Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik
(hypovolemik shock).
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan
adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada
jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan
terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu
tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:
Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
Lamanya perdarahan.
Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif
empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
3.5 Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari
muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak
dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau
kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan
terbatukkan yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-
urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga
penanganannya dapat disesuaikan1,2.
1) Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk
mendapatkan data-data1 :
f. Imaging
Radiografi dada massa paru, kavitas atau infiltrate yang mungkin
menjadi sumber perdarahan.
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan
tempat perdarahannya
Arteriografi bronchial selektif
g. Bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian
sumber perdarahan dapat diketahui. 5,7
3.6 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan hemoptisis2,5 :
1. Menjaga jalan nafas dan stabilisasi
a. Menenangkan dan mengistirahatkan penderita
b. Menjaga jalan napas tetap terbuka
c. Resusitasi cairan dan bila perlu transfusi)
d. Obat sedasi ringan
e. suplementasi oksigen
f. Instruksi cara membatukkan darah dengan benar
g. Penderita dengan keadaan umum berat dan refleks batuk kurang adekuat,
maka posisi penderita Tredelenberg mencegah aspirasi darah ke sisi yang
sehat
h. Pipa endotrakeal berdiameter besar
i. Bronkoskopi serat optik lentur untuk evaluasi, melokalisir perdarahan dan
tindakan pengisapan (suctioning).
2. Lokalisasi sumber dan penyebab
a. Pemeriksaan radiologi (foto toraks, payar paru, angiografi)
b. Bronkoskopi (BSOL maupun bronkoskop kaku)
Kebanyakan kasus hemoptisis biasanya akut, ringan yang paling sering disebabkan oleh
bronchitis. Pasien dengan resiko kematian rendah dengan pemeriksaan foto thorak normal
dapat diterapi dengan pengawasan dan pemberian antibiotic bila secara klinis ada
indikasi.Jika hemoptisis persisten dan tetap tidak diketahui penyebabnya perlu dipikirkan
untuk dikonsultasikan keahli pulmonologi.3
ALGORITME Hemoptisis Masif
Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya
berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan
mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama
kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas
yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan
menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks
batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan
renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
- Terapi konservatif
- Terapi definitif atau pembedahan. 7,8
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah
aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya
vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
Pemberian oksigen
3.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga
faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik dan anemia.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam
jaringan paru yang sehat bersama inspirasi. 1,5-7
3.8 Prognosis
Tergantung banyaknya perdarahan dan etiologi. Hemoptisis dengan jumlah perdarahan
lebih dari 1000 ml per 24 jam, dengan adanya suatu malignansi menunjukkan angka
mortalitas 80%3. Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptoe yang rekuren. Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor
yang menentukan prognosis :
1) Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang
lebih baik.
2) Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3) Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita. 1,4,7
BAB III
KESIMPULAN
1. Hemoptoe merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan dan atau
kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.
2. Pecahnya aneurisma dari Rasmmusens pada dinding kavitas paru disertai fibrosis
perivaskuler merupakan penyebab utama hemoptoe yang masif.
3. Sampai saat ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan banyaknya
darah yang keluar bersama batuk.
4. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma dan
bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia relatif muda harus dipikirkan pertama tama
tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis, kemudian stenosis mitral. Sedangkan hemoptoe
pada usia lebih dari 40 tahun kemungkinan urutannya adalah karsinoma bronkogenik,
lalu tuberkulosis, kemudian bronkiektasis.
5. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara pembantu diagnosis dan tindakan terapeutik
yang penting pada hemoptisis masif dan harus dikerjakan pada waktu perdarahan masih
berlangsung.
6. Komplikasi yang paling sering terjadi dari hemoptisis adalah terjadinya asfiksia, renjatan
hipovolemik dan bahaya aspirasi.
8. Prognosis dari hemoptoe ditentukan oleh tingkatan hemoptoe, macam penyakit dasar dan
cepatnya tindakan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z dan Bahar A. Tuberkulosis paru dalam Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-IV.
Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam FKUI; 2006. Hal 988-93.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006.
3. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at a glance
Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal.80-81.
4. Halim, H. Rongga toraks dan system pernapasan.Palembang: Bagian penyakit dalam
RSMH; 2001.hal :12-13
5. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2006.Hal : 94-95
6. Setyohadi B, Suryanto A, Arsana PM, Soeroto AY, Abdulloh M. Batuk darah dalam
buku EIMED PAPDI kegawat daruratan penyakit dalam. Jakarta: Internal Publishing
Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2011.hal : 401-416
7. Perhimpunan dokter spesialis Indonesia. Hemoptisis dalam buku Panduan pelayanan
medik. Jakarta: Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia; 2008.hal 79-81.