Paper Anestesi
Paper Anestesi
1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih
akurat dalam pemakaiannya.
2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat serta mesin anestesi khusus.
Kontraindikasi :
Alergi barbiturat
Status ashmatikus
Porphyria
Pericarditis constriktiva
Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik Syok
Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)
2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun sedative.Selain itu
obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia. Obat-obat pada golongan
ini sering digunakan sebagai :
Obat induksi
Hipnotik pada balance anastesi
Untuk tindakan kardioversi
Antikonvulsi
Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic
Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
Untuk premedikasi
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen
glikol dan sodium benzoate).Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan
rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena
kecil.Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan
untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat.
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi,
relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30
mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat :
b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad amnesia.
Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7
pada neonatus.
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Induksi : iv 50-350 g/kg
Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas Salvasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan
3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih.Emulsi ini terdiri dari gliserol,
phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat ini sangat larut dalam
lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood brain barier dan didistribusikan di otak.
Propofol dimetabolisme di hepar dan ekskresikan lewat ginjal. Penggunaanya untuk obat
induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual muntah dari kemoterapi
Dosis :
Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit menurunkan
nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga pemberiannya bisa menyebabkan
asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya pasien diberikan obat-obatan
antikolinergik. Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.
4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan pasien
mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan. Pemberian
ketamin dapat menyebakan mimpi buruk.Dosis
Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po 5-6 mg/kg BB
Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin berbahaya
bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. Pada kardiovaskuler, ketamin
meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah jantung.Dosis tinggi menyebabkan depresi
napas.
Kontraindikasi :
5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam dosis
tinggi.Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak digunakan untuk induks pada
pasien jantung.
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan
dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan
edema paru.
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4
jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv< 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan acute
left ventricular failure.
Dosis
Oral/ IM,/SK : Dewasa : Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu, Injeksi intravena
lambat : dewasa 1535 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg IM/SK
Dosis :
Analgesik : iv/im 25-100 g
Induksi : iv 5-40 g/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis
Berikut contoh penggunaan teknik TIVA :
I. PROPOFOLTIVA:
a. Premed : Pethidine 25 mg/lV atau Fentanyl 5O ug/lV
b. Induksi
Dewasa = dosis 1.5 - 2.5 mg/kg
BB/IV Anak = dosis lebih fanggi
Manula = dosis diturunkan s/d 25 - 50%
c. Maintenance:
Dosis 6-12 mg/kg BB/iv --> Rata-rata = 8 mg/kg BB/jam atau Dosis 100 - 300 u/kg
BB/mnt/IV (kombinasi dengan short acting opioid) Dosis sedasi = 25-100 ug/kg/mnt
(rata-rata = 100 m/jam) dosis Px tertentu dapat ditambahkan opioid atau midazolam
II. PENTHOTAL TIVA.
a. Premed:
Pethidine : 25 mg/IV (dosis 0.5 mg/kg BB/IV)
Fentanyl: 1 - 2 u/kg BB/TV
b. Induksi:
Dosis Penthotal =3-5 mg/kg
BB/IV Maintanance : 1 mg/kgBB
Premed:
- Bolus = Ketamin dengan dosis % doss induksi. Diberikan tiap : 7 -10 menit
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta
yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio
rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis
cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi
saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola krueta. Bentuk ini
menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara
amnion dan korion.
Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi
yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi berkurang akibat diserap, ia
menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis
seperti kertas perkamen (fetus papiaesus).
Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya maserasi,
yaitu kulit terkelupas, tengkorang menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
2.4 Gejala
2.5 Komplikasi
Pada retensi janin mati yang sudah lama terutama pada kehamilan yang telah
mencapai trimester kedua plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus sehingga
sangat sulit untuk dilakukan kuretase, dan juga terjadi gangguan pembekuan darah. Akan
terjadi perdarahan gusi, hidung atau dari tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan
tersebut disebabkan oleh koagulopati konsumtif dan terjadi hipofibrionogenemia
sehingga pemerksaan studi koagulasi perlu dilakukan pada missed abortion.