Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN PNEUMOTORAK DI RUANG SAKURA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Tria Permata Sari, S.Kep
NIM 132310101042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
1. Anatomi dan Fisiologi Paru
Paru adalah struktur elastis yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu
diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan
mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya
semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong
udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan
normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi
menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
1.1 Pleura
Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu
pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura
viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut
spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

1.2 Mediastinum
Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua
bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari
dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua
lapisan pleura.

1.3 Lobus
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah
dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap
lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura,
yang merupakan perluasaan pleura.

1.4 Bronkus dan Bronkiolus


Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris
dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri),
yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang
paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi
menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki arteri, limfatik, dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi
bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan
pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian
dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang
permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia. Silia ini
menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan
lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai
pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini
dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah
ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen
dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.

1.5 Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster
anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka
bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi
(seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar
tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II,
sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli
tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang
memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting.
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea,
bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute
yang sama dengan arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara
masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme
ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara,
dan kompliens paru. Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang
tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi,
gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan
dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah
atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli.
Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan
penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan
atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.
Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran
saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah
diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara dan
mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan tertentu selama
respirasi. Faktor-faktor umum yang dapat mengubah diameter bronkial termasuk
kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ; penebalan mukosa bronkus,
seperti pada bronchitis kronis ; atau obstruksi jalan udara akibat lender, tumor,
atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema,
juga dapat mengubah diameter bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi
jalan udara dan membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi.
Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar
dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir
menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan
tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan yang porposional
dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-
paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor yang menentukan kompliens
paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya
surfaktan) dan jaringan ikat, (mis., kolagen dan elastin) paru-paru.
Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan
dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat
meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang
tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau
meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks
terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan
kaku, terjadi kompliens yang rendah atau turun. Kondisi yang berkaitan dengan
hal ini termasuk pneumotorak, hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal,
atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan penurunan kompliens
membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai
tingkat ventilasi normal.
2. Definisi
Pneumotoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi
sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru
(Elizabeth, 2009). Penumotorak adalah penyakit yang diakibatkan adanya
udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Wilson, 2006).
Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga
paru pleura (Arif Mustaqqin, 2008). Pneumothorak adalah adanya udara dalam
rongga pleura. Akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura
yang terisi oleh cairan (Kozier & Erbs, 2009). Dari definisi tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa pneumothorak adalah keadaan adanya udara dalam
rongga pleura akibat robeknya pleura sehingga bisa mengakibatkan kolaps.

3. Epidemologi
Berdasarkan penelitian Takeno dari Jepang, mulai dari tahun 1986 sampai
dengan 1997, jika dibandingkan kasus tahun 1986 dengan tqhun 1995 terjadi
peningkatan 1,7 kali dan hasil survei tahun 1998 memperlihatkan terjadinya
peningkatan 1,5 kali pada data kasus 5 tahunan ( periode 1993-1997 ). Di
Instalasi Gawat Darurat ( IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 1999didapat
253 penderita pneumotoraks dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari
seluruh kasus respirasi yang datang. ( Arief Nirwan, Elisna Syahruddin.
Pneumotoraks.Hal 1-2. Jakarta.Tahun.)
Peningkatan angka kejadian kasus pneumotoraks berdasarkan penelitian
setiap tahunnya, belum dapat dijelaskan dengan pasti.Habitus seseorang
mempengaruhi kecenderungan dirinya untuk menderita pneumotoraks spontan.
Seseorang dengan habitus tinggi dan kurus cenderung lebih mudah menderita
pneumotorak spontan, lebih tepatnya pneumotoraks spontan primer. Selain itu,
peningkatan angka kejadian ini mungkin berhubungan dengan polusi udara
perubahan tekanan atmosfir, rokok, peningkatan luas tubuh yang cepat,
terutama pada keadaan ketidakseimbangan antara penambahan berat dengan
tinggi tubuh, dan belakangan ini dikatakan juga dipengaruhi oleh genetik.
Terdapat hubungan antara insiden pneumotoraks spontan dengan jenis
kelamin, umur, dan penyakit penyerta. Pneumotoraks Spontan lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Berdasarkan umur, terlihat 2
kali penambahan kecenderungan pneumotoraks.Pada usia 20-30an dengan
pneumotoraks spontan primer (PSP) dan 50-60an dengan pneumotoraks
spontan sekunder ( PSS). (Andrew K Chang, MD, Assistant Professor,
Department of Emergency Medicine, Albert Einstein College of Medicine,
Montefiore Medical Center. www.emedicine.com.Tahun 1999.)
Insiden pneumotoraks berulang setelah pneumotoraks spontan pertama
sangat bervariasi. Angka estimasi terjadinya pneumotoraks berulang pada PSP
adalah 28 % ( 20 %- 60 %), dan pada PSS adalah 43 % ( 49% -47 %), setelah
observasi 5 tahun dan terutama terjadi pada bulan pertama setelah
pneumotoraks spontan pertama. Terdapat korelasi antara fibrosis paru, usia
lebih dari 60 tahun dan peningkatan rasio tinggi/ berat badan, jenis kelamin dan
kebiasaan merokok dengan rekurensi . Walaupun angka kejadian PSP pada
perempuan lebih kecil daripada laki-laki namun angka rekurensinya lebih
besar dibandingkan laki-laki yaitu 71,4 % : 46,2 %.

4. Etiologi
Penyebab dari pneumotoraks ini bisa dilihat dari beberapa jenis
pneumotoraks tadi mulai dari cedera tumpul tau cedera tajam, bisa juga akibat
penyakit paru dasar yang terjadi sebelumnya serta dapat pula diakibatkan
karena adanya luka yang disengaja untuk pemeriksaan diagnostik.

5. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya pneumotorak dapat dibagi atas :
5.1 Penumotorak Traumatik
Pneumotorak traumatik yaitu pneumotrak yang terjadi akibat penetrasi ke
dalam rongga pleura karena luka tembus, luka tusuk, luka tembak atau
tusukan jarum. Pneumotorak traumatik dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Pneumotorak traumatik non iatrogenik
Peumotorak traumatik bukan latrogenik adalah penumotorak yang terjadi
karena jejas kecelakaan misalnya : jejas dada terbuka / tertutup,
barotrauma.
b. Pneumotorak trauma iatrogenik
Pneumotorak yang terjadi akibat tindakan medik seperti : trakeostomi,
intubasi endotrakea, kateterisasi vena sentralis, atau biopsi paru.
5.2 Pneumotorak spontan
Pneumotorak spontan adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu pneumotorak yang terjadi secara tiba-tiba dan tak
terduga atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya, pneumotorak
spontan ini dapat menjadi 2 yaitu :
a. Pneumotorak spontan primer
Pneumotorak spontan primer adalah suatu penumotorak yang terjadi
adanya penyakit paru yang mendasari sebelumnya umumnya pada
individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas belum
diketahui penyebabnya. lebih sering pada laki-laki muda sehat
dibandingkan wanita, timbul akibat ruptur bulla kecil (1-2 cm) subpleural,
terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotorak spontan sekunder
Pneumotorak spontan sekunder adalah suatu penumotorak yang terjadi
adanya riwayat penyakit paru yang mendasarinya (pneumotorak, asma
bronkial, TB paru, tumor paru dll). Akan tetapi penyakit tersering yaitu
pada pasien bronchitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema
subpleura atau bulla, adanya penyakit dasar lain seperti TB paru, asma
lanjut, pneumonia, abses paru atau ca paru Pada klien pneumotorak
spontan sekunder bilateral, dengan resetasi torakoskopi dijumpai metatasis
paru yang primernya berasal dari sarkoma jaringann lunak di luar paru.
Berdasarkan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan dari robekan
pleura, yaitu:
5.3 Pneumotorak terbuka
Pada pneumotorak tipe ini, terdapat gangguan pada dinding dada berupa
hubungan langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran
terbuka yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke
rongga pleura selama proses respirasi. Hal ini dikarenakan tekanan di dalam
rongga pleura sama dengan tekanan atmosfir (Elizabeth, 2009).pada saat
inspirasi tekanan menjadi negatif dan ada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif.
5.4 Pneumotorak tertutup
Pada pneumotorak tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada) sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan didalam rongga pleura yang awalnya mungkin positif namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi ini paru belum mengalami re-ekspansi sehingga masih ada
rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada
waktu terjadinya gerakan pernafasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.
5.5 Tension pneumotoraks
Tension pneumotoraks dapat terjadi apabila terdapat tekanan gerakan
udara satu arah dari paru ke ruang pleura melalui lubang kecil di struktur paru.
Pada keadaan ini, udara keluar dari paru dan masuk ke ruang pleura sewaktu
inspirasi. Akan tetapi, udara tersebut tidak dapat kembali ke paru pada waktu
ekspirasi karena lubang kecil kolaps sat paru mengempis. Kondisi ini
memmungkinkan udara masuk ke rongga pleura dari cabang trakeobronkus
yang rusak. Makin lama volume dan tekanan udara di dalam rongga pleura
makin tinggi akibat penumpukan udara di dalam rongga pleura (Elizabeth,
2009) dan akibatnya paru akan kolabs total (Price & Wilson, 2006).
6. Manifestasi Klinis
a. Dispnea (jika luas)
b. Nyeri pleuritik hebat
c. Trakea bergeser menajauhi sisi yang mengalami pneumotorak
d. Takikardia
e. Sianosis (jika luas)
f. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
g. Perkusi hipersonor diatas pneumotorak
h. Perkusi meredup di atas paru-paru yang kollaps
i. Suara napas berkurang pada sisi yang terkena
j. Premitus vokal dan raba berkurang

7. Patofisiologi
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis mesoteral, ditunjung oleh
jaringan ikat,pembuluh-pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening,
rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura
parietalis yang melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago,
diafragma dan menyusup kedalam pleura dan tidak sinsitif terhadap nyeri.
Rongga pleura individu sehat terisi cairan (8-10 ml) dan berfungsi sebagai
pelumas diantara kedua lapisan pleura.
Tekanan di dalam rongga pleura negatif selama siklus respirasi
berlangsung. Tekanan negatif tersebut disebabkan pengembangan dada.
Jaringan paru mempunyai kecenderungan menjadi kolaps karena sifat elastik
(elastic recoil). Bila ada kebocoran antara alveoli dengan rongga pleura, udara
akan berpindah dari alveoli ke dalam rongga pleura sampai terjadi tekanan
yang sama atau sampai kebocoran tertutup sehingga paru akan kolaps
(menguncup) karena sifat paru yang elastik. Hal yang sama terjadi bila
terdapat hubungan langsung (kebocoran) antara dinding dada dengan rongga
pleura. Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi karena rupture blep
subpleura, biasanya terletak di apeks. Patogenesisnya belum jelas, diduga
disebabkan tekanan transpulmoner di apeks lebih besar daripada bagian
bawah paru. Penyebab lainnya karena kelainan kongenital, inflamasi bronkial
ataupun ruptur trakeobronkial. Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah
terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura
atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
- Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen
yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru
berupa garis tipis yang berasal dari pleura visceral. Gambaran paru
yang kolaps kea rah hilus dengan radiolusen kesebelah perifer tampak
membesar saat posisi ekspirasi;
- Foto lateral dekubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam
membedakan pneumotoraks dengan kista atau bulla. Pada
pneumotoraks udara bebas dalam rongga pleura lebih cenderung
berkumpul pada bagian atas sisi lateral;
- Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau
paru menjadi kolaps di daerah hilus atau paru menjadi kolaps di daerah
hilus dan mendorong mediastinum kea rah kontralateral. Selain itu sela
iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura menjadi lebih
radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan
pneumotoraks tersebut.
b. Analisa Gas Darah
Memberikan gambaran terjadinya hipoksia atau tidak
c. EKG

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumototrak bergantung pada jenis pneumotorak yang
dialaminya, derajat kolaps,berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan
penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi :
a. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan
cara:
Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum
tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukan ke rongga pleura
memakai transfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
1) Penggunaan pipa wter Sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen)
pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui
celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4
pada garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada
dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainyya. Posisi
ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.
2) Pengisapan kontinu (continous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan
negatif sebesar 10-20 cmH2O. Tujuannya adalah agar paru cepat
mengaembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura visceral
danpleura parietalis
3) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan negatif
kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan
cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, drain dapat dicabut.
c. Tindakan bedah
Pembedahan dinding thoraks dengn cara operasi, maka dapat dicari
lubang yang kmenyebabkan terjadinya pneumotorak, lalu lubang tersebut
di jahit. Pada pembedahan,jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortisasi. Pembedahan paru kembali dilakukan bila
ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fitsel dari paru
yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali

10. Komplikasi
a. Tension Pneumotoraks
Terjadi peningkatan progresif tekanan intrapleural yang menimbulkan
kolaps paru yang progresif dan diikuti pendorongan mediastinal dan
kompresi paru kkontralateral, biasanya kondisi kegawatan.
b. Pio-Pneumotorak
Pneumotoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru.
Infeksinya berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari
robekan septik jaringan paru atau esophagus kearah rongga pleura
c. Hidro-Pneumotoraks
Merupakan pneumotoraks yang umumnya diisi pula dengan cairan,
dimana cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguine atau kemerahan.
11. Pathway

Pnemothoraks

P. Tertutup P. Tension P. Terbuka


Cedera tumpul
Kelanjutan dari P. Tertutup Trauma dada penetrasi
Rusuk yang trauma dada penetrasi
fraktur menusuk Membuka ruang intra
Terputusnya dan merobek Udara memasuki ruang pleura kedalam tekanan
kontinuitas tulang mebran pleura pleura pada saat inspirasi atmosfer
dan jaringan dan tidak dapat keluar pada
Udara memasuki saat ekspirasi Udara terhisap kedalam
Neuroseptor membran pleura ruang intra pleural
mengeluarkan zat Akumulasi udara dalam
kimia bradikinin Terjadi kolaps rongga dada Peningkatan tekanan
intra pelural
pada alvelous
Menurunnya
Kompresi organ-organ
ambang nyeri Paru menjadi kolaps
mediatinum

Penurunan ekspansi paru

Nyeri Akut

Ketidakefektifan
Pola Nafas

Resiko Infeksi Intervensi WSD Mobilitas terbatas

Hambatan
Pasien dan keluarga mobilitas fisik
sering bertanya

Kurang menerima
informasi

Ansietas
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur , jenis
kelamin, alamt rumah, agama tau kepercayaan, suku bangsa, bangsa yang
dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/ asuransi keseahtan.
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada,
dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan
b. Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat,
tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya
dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak
menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti Tb
paru di mana sering terjadi pada pneumotorak spontan
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti
kanker paru, dan lain-lain
e. Riwayat Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya,
bagaiman cara mengatasinya, serta bagaimana prilaku kien pada tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya.
2. Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan bagaimana
pengambilan keputusan saat sakit.
b. Pola nutrisi metabolik
Pada pasien pneumotorak bisa mengalami penurunan nafsu makan karena
nyeri pada dada/nyeri telan.
c. Pola eliminasi
Kaji pola BAB atau BAK apakah ada perubahan atau tidak pada pasien
pneumotorak.
d. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pola aktivitas pasien dengan pneumotorak akan terganggu
karena nyeri.
e. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien pneumotorak biasanya mengalami gangguan pola tidur akibat
sesak atau nyeri pada bagian dada.
f. Pola persepsi kognitif dan sensori
Pada pasien pneumotorak biasanya tidak megalami kelainan (normal).
g. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji adanya perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan
kesulitan untuk mengekspresikan.
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Kaji apakah pasien dengan pneumotorak mengalami gangguan dalam
menjalankan perannya sehari-hari.
i. Reproduksi dan seksualitas
Kaji adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas atau
pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah, perasaan tidak
berdaya, putus asa, respon emosional klien terhadap status saat ini, mudah
tersinggung, mekanisme koping yang biasa digunakan dan orang yang
membantu dalam pemecahan masalah.
k. Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau tidak.

3. Pengkajian Data Dasar (Dongoes, 2000)


a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Dispnea dengn aktivitas atau istirahat
b. Sirkulasi
Tanda :
1) Takikardi
2) Frekuensi TAK teratur/ disritmia
3) S3/S4 atau irama gallop (gagal jantung sekunder terhadap efusi)
4) Nadi apikal berpinah oleh adanya penyimpangan mediastinal dengan
tegangan pneumotorak)
5) Tanda hormon (bunyi renyah sehubungan dengan denyut
jantung,menunjukkan udara dalamm mediatinum)
6) TD : hipotensi atau hipertensi
c. Integritas EGO
Tanda : ketakutan,kegelisahan.
d. Maknanan atau cairan
Tanda : adanya pemasangan IV sena sentral atau infus tekanan
e. Nyeri atau kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan,batuk
2) Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan pneumotorak
spontan, tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebabkan keleher, bahu, abdomen efusi pleura).
Tanda :
1) Berhati-hati pada area yang sakit
2) Perilaku distraksi
3) Mengkerutkan wajah
f. Pernapasan
Gejala :
1) Kesulitan bernafas
2) Batuk, riwayat bedah dada atau trauma, infeksi paru, Ca
3) Pneumotorak sebelumnya, ruptur episematus bulla spontan, bleb sub
pleural
Tanda :
1) Pernapasan, peningkatan frekuensi (takipnea)
2) Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada
dada leher, retraksi iterkostal, ekspirasi abdominal kuat
3) Bunyi napas menurun atau tidak ada
4) Premitus menurun (sisi yang terlibat)
5) Perkusi pada ; Hipersonan di atas area bersih udara
6) Observasi dan palpasi dada; gerakan dada tidak sama (pardoksik) bila
trauma atau kempes, penurunan pengembangan torak
7) Kulit ;pucat, cianosis, berkeringat, krepitas sub kutan
8) Mental ; ansietas, gelisah, bingung,pengsan
g. Keamanan
Gejala :
1) Adanya trauma dada
2) Radiasi atau kemoterapi untuk keganasan

4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan mobilitas terbatas
c. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas tulang dan jaringan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Perencanaan / Nursing Care Plan
No.Dx DiagnosaKeperawatan
Ketidakefektifan pola nafas Definisi: Inspirasi dari/ atau eksirasi yang tidak memberi ventilasi
1. adekuat.
Deviasi Tidak ada
Deviasi Deviasi Deviasi
cukup deviasi
berat dari sedang dari ringan dari
berat dari dari
No. NOC No.Indikator KriteriaHasil kisaran kisaran kisaran
kisaran kisaran
normal normal normal
normal normal
1 2 3 4 5
0415 041501 Frekuensi pernafasan
041502 Irama pernafasan
041503 Kedalaman inspirasi
041504 Suara auskultasi nafas
Status
041532 Kepatenan jalan nafas
Pernafasan
041505 Volume tidal
Kepatenan tingkat
041506
insentif sirometri
041507 Kapasitas vital
Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi Tidak ada
berat dari cukup sedang dari ringan dari deviasi
kisaran berat dari kisaran kisaran dari
normal kisaran normal normal kisaran
normal normal
1 2 3 4 5
041508 Saturasi oksigen
041509 Tes faal paru
Sangat berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
Penggunaan otot bantu
041510
nafas
041511 Retraksi dinding dada
Pernafasan bibir dengan
041512
mulut mengerucut
041513 Sianosis
041514 Dispneau saat istirahat
Dipsneau dengan
041515
aktivitas ringan
041516 Perasaan kurang istirahat
041517 Mengantuk
041518 Diaforesis
041519 Gangguan kesadaran
041520 Akumulasi sputum
041521 Atelektasis
041522 Suara nafas tambahan
041523 Gangguan ekspirasi
041524 Mendesah
041525 Respirasi agonal
041526 Mendengkur
Jari tabuh/clubbing
041527
fingers
Pernafasan cuping
041528
hidung
041529 Perasaan kurang istirahat
041530 Demam
Batuk
041531
No. NIC Intervensi Rasional

3350 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitas bernafas Untuk memastikan
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas, kepatenan jalan nafas dan
dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta kecukupan pertukaran gas
Monitor 3. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
pernafasan 4. Monior pola nafas (misalnya, bradipneau, tarkineau, hiperventilasi, ernafasan
kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic)
5. Monitor saturasioksigen pada pasien yang tersedia sesuai dengan protokol yang ada
6. Palasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Catat lokasi trakea
8. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
9. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut

No.Dx DiagnosaKeperawatan
2. Hambatan mobilitas fisik Definisi: Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau salah satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
No. NOC No.Indikator KriteriaHasil terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
1 2 3 4 5
0200 020001 Menompang berat badan
Berjalan dengan langkah
Ambulasi 020002
yang efektif
020003 Berjalan dengan pelan
Sangat berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
Berjalan dengan
020004
kecepatan sedang
020005 Berjalan dengan cepat
020006 Berjalan menaiki tangga
Berjalan menuruni
020007
tangga
020008 Berjalan menanjak
020009 Berjalan menurun
Berjalan dengan jarak
020010 yang dekat (< 1 blok/ 20
meter)
Berjalan dengan jarak
020011 yang sedang (> 1 blok <
5 blok)
Berjalan dengan jarak
020012 yang jauh (> 5 blok atau
lebih)
Berjalan mengelilingi
020014
kamar
Berjalan mengelilingi
020015
rumah
Menyesuaikan dengan
020016 perbedaan tekstur
permukaan atau lantai
Berjalan mengellilingi
020017
rintangan
No. NIC Intervensi Rasional

0221 1. Dorong untuk duduk di tempat tidur, disamping tempat tidur atau di kursi Peningkatan dan bantuan
sebagaimana yang dapai ditoleransi pasien berjalan untuk menjaga
2. Bantu pasien utnuk duduk di sisi temat tidur untuk memfasilitasi penyesuaian sikap atau mengembalikan
Terapi tubuh fungsi tubuh otonom dari
Latihan : 3. Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika sesuai volunter selama
Ambulasi 4. Bantu pasien untuk berpindah, sesuai kebutuhan engobatan dan pemulihan
5. Terapkan/sediakan alat bantu untuk ambulasi jika pasien tidak stabil dari penyakit atau cedera
6. Bantu asien dengan ambulasi awal dan jika diperlukan
7. Intruksikan pasien megenai perpindahan dan teknik ambulasi yang aman
8. Bantu asien untuk berdiri dam ambulasi dengan jarak tertentu
9. Dorong ambulasi independen dalam batas aman
10. Dorong pasien untuk bangkit sebanyak dan sesering yang diinginkan

No.Dx DiagnosaKeperawatan
3. Nyeri Akut Definisi :Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the
Study of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.
Kadang- Secara
Jarang
Tidakpernah kadang Sering konsisten
No.Indika menun
No. NOC KriteriaHasil menunjukkan menunjuk menunjukkan menunjuk
tor jukkan
kan kan
1 2 3 4 5
1605 Mengenali kapan nyeri
Kontrol 160502
terjadi
Nyeri
160501 Menggambarkan faktor
penyebab
Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa
analgesik
Menggunakan analgesik yang
160505
di rekomendasikan
Melaporkan perubahan
160513 terhadap gejala nyeri pada
profesional kesehatan
Mengenali apa yang terkait
160511 dengan gejala nyeri

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan
nyeri 210204 Panjangnya periode nyeri
Menggosok area yang
210221
terkena dampak
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 Mengerinyit
Mengeluarkan keringat
210225
berlebih
210218 Mondar mandir
210219 Focus menyempit
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan
210227 Mual
210228 Intoleransi makanan

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajemen 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, Membantupasien untuk
nyeri onsert/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mengurangi nyerinya
merek yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya:
tidur, nafsu makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung
jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis,
relaksasi,bimbingan antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas,
akupresur, aplikasi panas/dingin dan pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajemen 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan Memanipulasilingkungan
lingkungan: yang optimal. pasienuntukmendapatkan
kenyamanan 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung optimal
4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi
selang, balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan

No.Dx Diagnosa Keperawatan


4. Risiko Infesksi Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan
Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
0703 Keparahan 070301 Kemerahan
Infeksi Vesikel yang tidak
070302 mengeras
permukaannya
Cairan (luka) yang
070303
berbau busuk
070307 Demam
070330 Ketidakstabilan shuhu
070333 Nyeri
Tidak ada Terbatas Sedang Besar Sangat besar
1 2 3 4 5
1106 Penyembuh Persentase
an Luka 110601 kesembuhan area
Bakar transplantasi
Persentase
110602 kesembuhan area luka
bakar
110603 Granulasi jaringan
Pergerakan sendi yang
110604
terkena
Perfusi jaringan area
110605 luka bakar

Terbata
Sangat besar Besar Sedang Tidak ada
s
1 2 3 4 5
1106 Penyembuh 110606 Nyeri
an Luka 110608 Kulit melepuh
Bakar 110609 Drainase bernanah
110611 Edema pada area
terbakar
No. NIC Intervensi Rasional
6540 Kontrol 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien. Meminimalkan
Infeksi 2. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi. penerimaan dan transmisi
3. Isolasi orang yang terkena penyakit menular. agen infeksi
4. Batasi jumlah pengunjung
5. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan yang tepat.
6. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
7. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
8. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
9. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
10. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pelayanan kesehatan.
11. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
6550 Perlindunga 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pencegahan dan deteksi
n infeksi 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi dini pada pasien berisiko
3. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.
4. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas
yang membahayakan.
5. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
6. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim,
atau drainase.
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
8. Anjurkan asupan cairan yang tepat.
9. Anjurkan istirahat.

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang
Kriteria
No. NOC No.Indikator dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang
Hasil
normal normal normal normal normal
1 2 3 4 5
1004 Status 100401 Asupan Gizi
Nutrisi Asupan
100402
makan
Asupan
100408
cairan
100403 Energi
100405 Rasio BB/TB
100411 Hidrasi
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan Menyediakan dan
nutrisi gizi meningkatkan intake
2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien nutrisi yang seimbang
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan)
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau
menyengat.
1120 Terapi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
nutrisi 2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan
kebutuhan nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi,
tinggi protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan

No.Dx Diagnosa Keperawatan


5. Ansies Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk bertindak
menghadapi ancaman.
No.Indikat Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC Kriteria Hasil
or 1 2 3 4 5
1211 121101 Tidak dapat beristirahat
121102 Berjalan mondar
Tingkat
mandir
Kecemasan
121103 Meremas-remas tangan
121104 Distres
121105 Perasaan gelisah
121106 Otot tegang
121107 Wajah tegang
121108 Iritabilitas
121109 Tidak bisa mengambil
keputusan
121110 Mengeluarkan rasa
marah secara berlebih
121111 Masalah perilaku
121112 Kesulitan
berkonsentrasi
121113 Kesulitan dalam
belajar/memahami
sesuatu
121114 Kesulitan dalam
penyelesaian masalah
121115 Serangan panik
121116 Rasa takut yang
disampaikan secara
lisan
121117 Rasa cemas yang
disampaikan secara
lisan
121118 Perhatian yang berlebih
terhadap kejadian-
kejadian dalam hidup
121119 Peningkatan tekanan
darah
121120 Peningkatan tekanan
nadi
121121 Peningkatan frekuensi
pernapasan
121122 Dilatasi pupil
121123 Berkeringat dingin
121124 Pusing
121125 Fatique
121126 Penurunan produktifitas
121127 Penurunan prestasi
sekolah
121128 Menarik diri
121129 Gangguan tidur
121130 Perubahan pada pola
buang air besar
121131 Perubahan pada pola
makan
Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
1216 Tingkat Menghindari situasi
121601
Kecemasan sosial
Sosial 121602 Menghidari orang yang
tidak dikenal
121603 Menghindari pergi
keluar rumah
121604 Antisipasi cemas pada
situasi sosial
121605 Antisipasi cemas dalam
menghadapi orang yang
tidak dikenal
121606 Respon aktivasi sistem
saraf simpatis
121607 Persepsi diri yang
negatif pada
ketrampilan sosial
121608 Persepsi diri yang
negatif terhadap
penerimaan oleh orang
lain
121609 Takut diawasi orang
lain
121610 Takut berinteraksi
dengan anggota jenis
kelamin yang berbeda
121611 Takut berinteraksi
dengan orang yang
lebih unggul
121612 Tidak nyaman selama
menghadapi sosial
121613 Tidak nyaman dengan
perubahan yang rutin
121614 Memperhatikan tentang
penilaian orang lain
setelah pertemuan
sosial
121615 Gejala panik dalam
situasi sosial
121616 Gangguan dengan
fungsi peran
121617 Gangguan dengan
hubungan
No. NIC Intervensi Rasional
5820 Pengurangan 10. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Membuat klien merasa
kecemasan 11. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan nyaman dan mampu
12. Jelaskan semua prosedur termasuk senasi yang dirasakan mengontrol kecemasan
13. Pahami situasi krisis yang terjadi dari persepsi klien
14. Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
15. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
16. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan kepercayaan
17. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
18. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
5230 Peningkatan 7. Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang Membantu klien dalam
koping yang tepat menangani kecemasan
8. Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif
9. Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosis, penanganan, dan prognosis
10. Evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan
11. Dukung aktivitas-aktivitas sosial dan komunitas
12. Kenali latar belakang budaya/spiritual pasien
13. Pertimbangkan risiko pasien melukai diri sendiri
14. Bantu pasien untuk (melewati) proses berduka dan melewati kondisi kehilangan
karena penyakit kronik dan/ kecacatan, dengan tepat

6040 Terapi 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang tersedia Membantu klien untuk
relaksasi 2. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan pakaian longgar dan merasakan nyaman ,
mata tertutup rileks sehingga secara
3. Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien tidak langsung
4. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi kecemasan yang
5. Berikan waktu yang tidak terganggu karena mungkin saja klien tertidur dirasakan berkurang
6. Gunakan relaksasi sebagai strategi tambahan dengan (penggunaan ) obat-obatan
nyeri atau sejalan dengan terapi lainnya
7. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: buku saku. Jakata : EGC.


Kozier & Erb, et al. 2009. Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis Edisi : 5.
Jakarta: EGC
Muntaqqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika
Nanda. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Nurjannah, I (ed). 2015. Nursing Intervention Clasification (NIC) edisi bahasa


Indonsia. Elsevier.
Nurjannah, I (ed). 2015. Nursing Outcome Clasification (NOC) edisi bahasa
Indonsia. Elsevier.

Price, S. A., Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis dan Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai