PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan teori
simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh
menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut
German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus berupa pengumpulan data secara
sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan
kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah penerapan surveilans pada wilayah pertambangan?
2. Bagaimanakah dampak bahan kimia pada lingkungan ?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang penerapan surveilans pada wilayah pertambangan.
2. Menjelaskan tentang dampak bahan kimia pada kesehatan pekerja.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Surveilans
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data
secara terusmenerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)
kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya (DCP2, 2008).
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,
mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen,
vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada
pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian
penyakit (Last, 2001). Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk
memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan
informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-
masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan
masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan
mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari
surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor,
untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008).
5
dengan cara sistematik dan berkesinambungan digunakan bagi perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja
Dalam rangka pemantauan hazard dan risiko yang ada di tempat kerja, maka hal
penting yang harus dilakukan adalah melakukan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Surveilans K3 terdiri dari strategi-strategi dan metode untuk mendeteksi dan
menilai secara sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan
keselamatan pekerja. Dengan surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis,
interpretasi data, dan penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang
diyakini dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan.
langkah awal dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan rekognisi faktor
risiko, kemudian melakukan analisis, dan komunikasi yang nantinya diharapkan dapat
dikembangkannya sistem pengumpulan, analisis dan diseminasi serta komunikasi data
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
6
Objek Surveilans Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut;
Pekerja
Lingkungan kerja
Pekerjaan
Noise dosimeter
Personal dust sampler
Pengukuran dengan Spirometer
Pengukuran logam berat di urine & darah
Pajanan sesaat
Pajanan kumulatif
Sampel area
Sampel individu (toksikan, BEI mis: azide iodide pd urine krn
karbondisulfida asam t-t mukonat dalam urine karena benzene)
7
D. Persyaratan dan Teknik Pelaksanaan Surveilans Kesehatan Kerja
1. Ada penyakit maupun cedera yang dapat diidentifikasi atau adanya dampak negatif
pada pekerja lain yang dinilai dapat merugikan
2. Efek penyakit dan/atau cedera tersebut terkait dengan eksposur/pajanan di tempat
kerjanya.
3. Ada kemungkinan atau probability bahwa efek penyakit dan/atau cedera tersebut
berpotensi dapat terjadi
4. Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek penyakit
dan/atau cedera tersebut.
Sensitif
Spesifik
Mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan
Aman
Non-invasif
Dapat diterima
Data yang tersedia atau didapat, digunakan untuk mengatasi masalah K3 berdasarkan
evidence, dengan menyusun upaya promotif, prevetif, kebijakan, perencanaan program
antara lain seperti berikut.
8
a. Konsentrasi debu, pelarut organik, pestisida, uap logam atau bahan kimia lainnya
di udara lingkuan kerja dibandingkan dengan nilai ambang batas yang
diperkenankan
b. Tingkat pajanan bising, panas, atau getaran pada individu kelompok pekerja
berisiko dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan.
c. Hasil pantauan biomarker timah hitam, benzene, aseton, inhibitor
kolinesterase atau bahan kimia lainnya dalam spesimen cairan tubuh pekerja
dibandingkan dengan indeks pajanan biologik
d. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan absenteisme yang terekam
dibandingkan dengan standar atau target yang ditetapkan
e. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terekan dibandingkan
dengan stanar atau target yang ditetapkan
5. Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan
pajanan hazard di tempat kerja
6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan wilayah
prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun strategi
perbaikan secara terus menerus
Dilakukan berdasarkan hazard yang teridentifikasi oleh tim HI. Apabila belum ada,
proses identifikasi hazard dan penilaian risiko serta HRA dilakukan oleh tim
multidisiplin yang anggotanya terdiri dari wakil pimpinan dan pelaksana dari unit
kerja terkait bagian kesehatan, keselamatan, HI ataupun lingkungan dan ergonomis.
2. Perencanaan program
9
3. Penetapan pekerja yang beresiko
10
Tabel 3. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik
Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, notulen rapat P2K3 dan data pemeriksaan
kesehatan pekerja.
11
c. Data pemantauan biologic
Dilakukan analisis trend dan interaksi pajanan, hasil pemantaun biologic dan efek
kesehatan yang ditimbulkan, baik perorangan maupun kelompok. Analisis hasil
surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas. Analisi hasil
surveilans efek kesehatan akan didapat apa, siapa, di mana, bilamana gangguan
kesehatan terjadi sehingga didapat data distribusi frekuensi penyakit berdasarkan
beberapa factor risiko.
Lebih lanjut dapat dilakukan pebandigan risiko relative pada pekerja terpajan dan
tidak terpajan maka akan lebih jelas hubungan atau asosiasi antara factor risiko dan
efek yang ditimbulkan.
12
F. Macam-Macam Bahaya Fisik ditempat Kerja dan Dampaknya bagi Kesehatan
a. Temperatur
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi
panas dan 35% untuk kondisi dingin. Semua ini dari keadaan normal tubuh.
Dalam keadaan normal anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda-beda, seperti bagian mulut sekitar 37C, dada sekitar 35C, dan kaki
sekitar 28C.
Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri karena memiliki
kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan jika
terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya. Menurut
penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh
yang berbeda-beda seperti berikut
49C : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di
atas tingkat kemampuan fisik dan mental.
30C : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan
cenderung untuk dalam pekerjaan, serta menimbulkan kelelahan fisik.
24C : Kondisi optimum.
10C : Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.
Dari suatu penelitian diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia
akan mencapai tingkat paling tinggi pada temperatur sekitar 24C sampai
27C.
b. Kelembaban (Humidity)
Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung
dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh
temperatur udara. Suatu keadaan dimana temperatur udara sangat panas dan
kelembabannya tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh
secara besar-besaran, karena sistim penguapan, dan pengaruh lain ialah makin
cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh manusia selalu berusaha untuk
mencapai keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu disekitarnya.
13
c. Sirkulasi Udara (Ventilation)
Seperti kita ketahui udara di sekitar kita mengandung sekitar 21% Oksigen,
0,03% Karbondioksida dan 0,9% gas lainnya (campuran). Oksigen
terutama merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama untuk
menjaga kelangsungan hidupnya (proses metabolisme). Udara di sekitar kita
dikatakan kotor bila kadar oksigen di udara telah berkurang dan bercampur
dengan gas-gas lain yang berbahaya bagi kesehatan. Jika kita menghirup udara
kotor kita akan marasa sesak dan akan lebih cepat merasa lelah. Sirkulasi
udara dengan memberikan ventilasi yang cukup akan menggantikan udara
yang kotor dengan udara yang bersih. Demikian juga dengan menaruh
tanaman akan mampu membantu memberi kebutuhan akan oksigen yang
cukup.
d. Pencahayaan (Lighting)
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat
obyek secara jelas dan cepat tanpa melakukan kesalahan. Pencahayaan yang
kurang mengakibatkan pekerja mudah lelah karena mata akan berusaha
melihat dengan cara membuka lebar-lebar. Lelahnya mata akan
mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh bisa merusak mata.
Kemampuan mata untuk melihat objek dengan jelas akan ditentukan oleh
ukuran objek, derajat kontras antara objek dengan sekelilingnya, luminensi
(brightness) serta lamanya waktu untuk melihat objek tersebut. Untuk
menghindari silau (glare) karena letak dari sumber cahaya yang kurang tepat,
maka sebaiknya mata tidak secara langsung menerima cahaya dari sumbernya
akan tetapi cahaya tersebut harus mengenai objek yang akan dilihat yang
kemudian dipantulkan oleh objek tersebut ke mata kita.
e. Kebisingan (Noise)
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita,
karena dalam waktu panjang bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu
ketenangan kerja, merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan
komunikasi. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa
menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan pada
manusia yaitu:
14
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar.
b. Intentitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan
besarnya arus energi per satuan luas.
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara
yang sampai ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per
detik (Hz).
g. Bau Bauan
Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai polusi
akan dapat mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan
kelembaban merupakan dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian Air Conditioning yang tepat
merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan bau-
bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja.
h. Warna
Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan dan interior yang ada
disekitar tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan
mata untuk melihat objek, juga memberikan pengaruh yang lain seperti :
a. Warna merah bersifat merangsang.
b. Warna kuning memberikan kesan luas, terang dan leluasa.
c. Warna hijau atau biru memberikan sejuk, aman dan menyegarkan.
15
d. Warna gelap memberikan kesan sempit.
e. Warna terang memberikan kesan leluasa.
Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja
perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya.
Dalam keadaan dimana ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang
sesuai dapat menghilangkan kesan tersebut. Hal ini secara psikologis
akan menguntungkan karena kesan sempit cenderung menimbulkan stres.
i. Pembebanan Kerja Fisik
o Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,
sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
o Pembebanan tidak melebihi 30 40% dari kemampuan kerja maksimum
tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
o Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia
adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari
sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.
o Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit,
parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum
bekerja.
o Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal
1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-
bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
o Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat kerja.
16
manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan
properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin
lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan
kualitas produk barang dan jasa
nama baik perusahaan.
Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-
upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi.
Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai
faktor, antara lain :
faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan
kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri
faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir
faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan
yang prima baik fisik maupun psikis.
Digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit).
Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis
bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun
bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam TUBUH.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
17
b) Iritasi
Contoh :
c) Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit
atau organ pernapasan
Contoh :
d) Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada,
misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara
normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah
atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh :
e) Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada
manusia.Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas
sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
18
Contoh :
f) Efek Reproduksi
g) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem
tubuh.
Contoh :
Jelas bahwa kecelakaan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya
saja dapat dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan dalam kerja harus dicegah. Pencegahan
kecelakaan berdasarkan tentang penyebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan yang
terjadi di pertambangan diketahuai dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang
terjadi. Selai dengan analisis, sangat penting dilakukan adanya identifikasi bahaya yang
terdapat dan dapat menimbulkan insiden kecelakaan dipertambangan serta mengasses
(assesment) besar risiko bahaya. Resiko kecelakaan kerja adalah perpaduan antara
19
kemungkinan terjadinya kecelakaan (probabiltas) danakibat (konsekuensi, keparahan. Baik
kemungkinan maupun akibat dapat dinyatakan dan dibuat kategori kualitatif ataupun
kuantitatif. Contoh kategori kualitatif kemungkinan dari yang paling rendah ke kategori
paling tinggi adalah :
20
2. Tidak menggangu pelaksanaan pekerjaan
Pakaian kerja harus dianggap sebagai alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan.. Jika
digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat
dilihat pada daftar sbb :
1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi
pengaman (safety helmet) topi atau tudung kepala, tutup kepala
4. Tangan dan jari: sarung tangan ( sarung tangan dengan ibujari terpisah), sarung
tangan biasa ( gloves) pelindung telapak tanga (hand pad) dan sarung tangan
yang menutupi pergelanan tangan sampai lengan (sleeve).
8. Tubuh : pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja yang tahan
panasm tahan dingin, pakaian kerja lainnya
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka
menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari pekerja disektor kesehatan tidak
terkecuali dirumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya
ditempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling
berat tergantung jenis pekerjaannya. Dan meningkatnya absensi dan kecelakaan kerja
karena penurunan kesehatan kerja dapat dilakukan pemeriksaan assesement.
22
DAFTAR PUSTAKA
Escuderol, H.G., Chen, M.L., Leo, Y.S. Surveillance of Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) in the Postoutbreak Period. Singapore Medical Journal. 2005: 165.
Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press: 2010.
Ridley, John. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2008. h.
39-144.
Team ILO-IPEC Programme kesehatan dan lingkungan di sector informal alas kaki dan
pia markkannen. Meningkatkan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja di sector
informal alas kaki. Kantor pemburuhan Internasional. 2005.
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi 1. Institusi
Teknologi Sepuluh November : Surabaya Sritomo
Sumamur, 1989, Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, PT Temprint: Jakarta Cermin
Dunia Kedokteran No. 154, 2007
Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya Jakarta : 2000
http://id.shvoong.com/business-management/management/2134354-lingkungan-kerja-fisik
23