Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH PRESENTASI

TELAAH JURNAL EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE


EFEKTIFITAS PERAWATAN KATETER DENGAN POVIDON IODIN
10% TERHADAP KOLONISASI BAKTERI URINARIA DI RUANG
AYYUB 3 RS ROEMANI SEMARANG

Disusun Oleh:
MEGASARI
NIM : G3A016239

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telahmemberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikanmakalah telaah jurnal
evidence based nursing practice yaitu kefektifitasan perawatan kateter urine menggunakan
povidon iodin 10% terhadap pasien Tn. S di Ruang Ayub 3 RS Roemani Semarang.
Penyelesaian makalah telaah jurnal evidence based nursing ini tidak terlepas dari peran
berbagai pihak. Untuk itukami menguncapkan terimakasih kepada Ibu :
1. Ns. Etik kustiati, S.Kep selaku pembimbing lahan dan perseptor matakuliah KMB.
2. Ns. Nury Sukraeny S.Kep, MNS selaku pembimbing akademik mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah (KMB).
Mengingat terbatasnya kemampuan saya dalam menyelesaikan makalah dan penerapan
evidence based nursing practice ini tentunya masih banyak kekeurangan didalam makalah ini.
Untuk itu sayamengharapkan saran dan kritik yang membangun agar nantinya dalampenyusunan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, 04 Agustus 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita,
Wardhani & Setiowulan, 2010, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer,
2009, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2009, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2009, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak, 2009,
hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna
Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan
pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil sebagai rumusan masalahanya sebagai
berikut :
1. Apa pengertian benigna prostat hiperplasia ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi benigna prostat hiperplasia ?
3. Apa saja penyebab terjadinya benigna prostat hiperplasia ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya benigna prostat hiperplasia ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis benigna prostat hiperplasia
2. Tujuan Intruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari benigna prostat hiperplasia
b. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi benigna prostat hiperplasia.
c. Mahasiswa mampu megetahui penyebab terjadinya benigna prostat hiperplasia
d. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
benigna prostat hiperplasia
e. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis benigna prostat hiperplasia
f. Mahasiswa mampu mengaplikasikan evidence based yang didapat, serta mampu
mengevaluasi penerapan evidence based yang telah dilakukan

D. METODE PENULISAN
Pada metode penulisan makalah ini saya mengumpulkan referensi yang relevan dari
perpustakaan, dan mencari referensi yang relevan dari internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari poin-poin yang penting,
diantaranya yaitu;
BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Dasar yang berisi diantaranya Definisi dari benigna prostat hiperplasia,
etiologi BPH, patofisiologi BPH, manifestasi klinik BPH, penatalaksanaan BPH,
konsep BPH : pengkajian fokus, pathways keperawatan, diagnosa keperawatan,
fokus intervensi.
BAB III : Resum Askep yang berisi pengkajian fokus, diagnosa keperawatan dan fokus
intervensi.
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Penutup diantaranya yaitu Kesimpulan dan Saran.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita,
Wardhani & Setiowulan, 2010, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer,
2009, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2009, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2009, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak, 2009,
hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna
Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan
pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.

B. ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen.
Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2009, hal 74-75).

C. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya
usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron
menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat
(Mansjoer, 2010 hal 329; Poernomo, 2009 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga
timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2010, hal 329;
Poernomo, 2009 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan
akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2009, hal 76).

D. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam
hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat
miksi (disuria).
Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi,
kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) anyang-
anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi
retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat
ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati
perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2009, hal 77
78; Mansjoer, 2010, hal 330).
Menurut Long (2007, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda
dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik.
Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu
urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter.
3. Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur
a. Uroflowmetri
Untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur pancaran urine pada
waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi detrusor,
tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra.
b. Colok Dubur
Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (biasanya kenyal),
adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba (Mansjoer,
2010, hal 332).

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2010, hal 333):
1. Observasi (Watchfull Waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan
yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nocturia, menghindari
obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
3. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
4. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat
G. KONSEP HIPERTENSI :
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut
GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna
prostat hipertrophy.
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat
kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-
usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik
dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan
yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c. Pola Eliminasi
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3) penggunaan obat-obatan.
d. Pola Aktivitas
1) pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2) pembatasan gerak
3) alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola Istirahat Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola Kognitif Perseptual
1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.
h. Pola peran hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
B. PATHWAYS KEPERAWATAN

Perubahan usia

Ketidakseimbangan hormonal

Kadar testosterone Kadar testosterone


menurun meningkat

DHT kompleks Hiperplasia sel stoma pada


jar. prostat
RNA dlm inti sel

Proliferasi sel prostat

BPH

Obtruksi saluran kemih yg bermuara di VU

Tekanan intravesikel

Kompensasi otot destrusor Dekompensasi otot destrusor

Penebalan dinding VU

Kotraksi otot VU Retensio urine

Retensio urine

Prostatektomi

Luka pembedahan
Imobilisasi

Kelemahan fisik Motilitas usus


menurun
Terputusnya saraf perifer Perdarahan Jaringan terputus Proses penyem-
buhan luka Aktivitas
terbatas Konstipasi
Nyeri Port dentry

Resti infeksi Kurang Gangguan


perawatan diri eliminasi; BAB
Tidak terkontrol Bekuan darah
Kebutuhan nutrisi Pengangkatan DC
Resti < volume
Sumbatan aliran meningkat
cairan
urine Inkontinensia
Resti kurang
Resti perubahan nutrisi
eliminasi; BAK Resti disfungsi
seksual
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih; refleks spasme otot
sehubungan dengan prosedur bedah dan atau tekanan dari balon kandung kemih
(traksi).
2. Perubahan eliminasi urine; retensi berhubungan dengan obstruksi mekanikal; bekuan
darah, trauma, prosedur bedah tekanan dan iritasi kateter.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah;
kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma
jaringan, insisi bedah.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan
penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, dan pembatasan diit.
6. Resiko tinggi terhadap konstipasi kolonik berhubungan dengan penurunan peristaltik
sekunder terhadap anastesi, imobilisasi dan obat nyeri.
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis,
inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area
genital.
8. Defisit perawatan diri; mandi/hygiene berhubungan dengan keterbatasan gerak
sekunder terhadap imobilisasi.
9. Ansietas / Kurangnya pengetahuan tentang kondisi/situasi prognosis, kebutuhan
pengobatan yang berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi,
keterbatasan kognitif.

D. FOKUS INTERVENSI DENGAN RASIONA


a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih; refleks spasme otot
sehubungan dengan prosedur bedah dan atau tekanan dari balon kandung kemih
(traksi).
Kriteria hasil: menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol ditandai dengan
menunjukkan relaksasi, pasien tampak rileks atau istirahat dengan tepat.
Rencana intervensi:
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 10)
Rasional : Nyeri tajam dan intermiten menunjukkan adanya spasme kandung
kemih.
2) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase dan pertahankan selang bebas
dari bekuan dan lekukan
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem menurunkan
resiko distensi dan spasme kandung kemih.
3) Berikan tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik, dorong penggunaan teknik
relaksasi
Rasional : Menurunkan tegangan otot, memfokuskan lagi perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
4) Kolaborasi pemberian analgetik/antispasmodik
Rasional : Mengurangi, dan merilekskan otot yang mengalami spasme.
b. Perubahan eliminasi urine; retensi berhubungan dengan obstruksi mekanikal; bekuan
darah, trauma, prosedur bedah tekanan dan iritasi kateter.
Kriteria hasil: Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi.
Rencana intervensi:
1) Kaji haluaran urine dan sistem drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih
Rasional : Retensi bisa terjadi karena oedema area bedah, bekuan darah dan
spasme kandung kemih.
2) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
Rasional : Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.
3) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas
Rasional : Kateter biasanya dilepas 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat
berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena oedema
urethral dan kehilangan tonus.
4) Dorong masukan cairan 3.000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam hari,
setelah kateter dilepas
Rasional : Mengurangi resiko bekuan akibat adanya perdarahan sekunder,
pemasangan kateter, mengevakuasi residu urine akibat sumbatan
bekuan darah.
5) Kolaborasi: pertahankan irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada
periode paska operasi dini
Rasional : Mencuci kandung kemih dari bekuan darah untuk mempertahankan
patensi dan aliran kateter.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah;
kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan.
Kriteria hasil: mempertahankan hidrasi adekuat, dibuktikan oleh tanda vital stabil,
menunjukkan tidak ada perdarahan aktif.
Rencana intervensi:
1) Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan
Rasional : Gerakan atau penarikan kateter dapat mengakibatkan perdarahan atau
pembentukan bekuan dan pembenaman kateter pada distensi kandung
kemih.
2) Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada irigasi
kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah dan
secara akurat mengkaji haluaran urine.
3) Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlebihan atau berlanjut
Rasional : Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tapi perlu
pendekatan perineal. Perdarahan kontinyu atau berat memerlukan
intervensi.
4) Evaluasi warna dan konsistensi urine
Rasional : Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi
cepat.
5) Inspeksi balutan atau luka drain
Rasional : Perdarahan dapat dibuktikan dengan atau disingkirkan dalam jaringan
perineum.
6) Awasi tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan
tekanan darah, diaporesis, membran mukosa kering dan pucat
Rasional : Dehidrasi dan hipovolemik memerlukan intervensi cepat untuk
mencegah terjadinya syok.
7) Dorong pemasukan cairan 3.000 ml/hari kecuali kontra indikasi
Rasional : Membilas ginjal atau kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi
dapat mengakibatkan intoksikasi cairan bila tidak diawasi dengan
ketat.
8) Kolaborasi: pertahankan traksi kateter menetap dan kendorkan dalam 4 5 jam,
catat periode pemasangan dan pengendoran traksi
Rasional : Traksi berisi balon 30 cc, diposisikan pada fosa urethral prostat akan
membuat tekanan pada aliran darah pada kapsul prostat membantu
mencegah atau mengontrol perdarahan.
9) Berikan pelunak feses, laxatif sesuai indikasi
Rasional : Pencegahan konstipasi dan mengejan dan defekasi menurunkan resiko
perdarahan rectal perineal.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma
jaringan, insisi bedah.
Kriteria hasil: mencapai waktu penyembuhan ditandai dengan tidak mengalami
infeksi.
Rencana tindakan:
1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter reguler
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.
2) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan
cepat, gelisah
Rasional : Pasien yang mengalami TUR Prostat beresiko untuk syok bedah
sehubungan dengan manipulasi atau instrumentasi.
3) Ganti balutan dengan sering (insisi suprapubik/retropubik dan perineal)
Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk
pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik
Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi,
yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5) Kolaborasi: pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan
resiko pada prostatektomi
e. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan
penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, dan pembatasan diit.
Kriteria hasil: menunjukkan masukan nutrisi dengan nilai gizi yang mencukupi serat,
protein, vitamin dan mineral.
Rencana intervensi:
1) Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal
Rasional : Dengan dukungan kebutuhan nutrisi yang adekuat membantu proses
penyembuhan luka.
2) Pantau status hipermetabolisme
Rasional : Adanya riwayat penyakit diabetes akan menjadi penyulit untuk proses
penyembuhan luka.
3) Evaluasi kemungkinan penyebab mual
Rasional : Adanya mual akan menghambat masukan nutrisi yang adekuat.
4) Pertahankan kebersihan gigi dan mulut, berikan perawatan mulut yang
mendukung
Rasional : Kebersihan gigi dan mulut membantu memelihara dan dapat
meningkatkan nafsu makan yang baik.
5) Berikan alternatif makanan sesuai kondisi pasien
Rasional : Variasi jenis makanan dan sajian menghindari kejenuhan yang
mengakibatkan ketidakcukupan masukan peroral.
6) Anjurkan untuk menghindari berbaring datar selama sedikitnya 1 2 jam setelah
makan
Rasional : Gravitasi membantu penurunan isi usus sehingga menghindarkan
perasaan penuh dan mual.
7) Berikan anti emetik sebelum makan bila diindikasikan
Rasional : Pemberian anti emetik mencegah terjadinya mual akibat efek anastesi
dan penyebab lainnya.
f. Resiko tinggi terhadap konstipasi kolonik berhubungan dengan penurunan peristaltik
sekunder terhadap anastesi, imobilisasi dan obat nyeri.
Kriteria hasil:
Eliminasi efektif pasca operasi
Rencana intervensi:
1) Kaji bising usus
Rasional : Peristaltik yang tidak normal meningkatkan resiko konstipasi.
2) Anjurkan mobilisasi sesuai kondisi
Rasional : Mobilisasi meningkatkan kembalinya fungsi normal usus.

3) Tingkatkan faktor yang mempengaruhi eliminasi dengan diit seimbang, masukan


cairan adekuat, posisi yang tepat.
Rasional : Diit yang seimbang mencegah terjadinya kekurangan pengisian usus
akibat kurang residu.
4) Kolaborasi dokter bila dalam tiga hari paska operasi tidak terjadi eliminasi dengan
pemberian laxatif
Rasional : Bila lebih dari 3 hari tidak defekasi, dapat meningkatkan terjadinya
resiko perdarahan akibat peningkatan tekanan intra abdomen.
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis,
inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area
genital.
Kriteria hasil: menyatakan pemahaman situasi individu.
Rencana intervensi:
1) Berikan keterbukaan untuk membicarakan masalah inkontinensia dan fungsi
seksual
Rasional : Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat
menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat
mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan
sebelumnya.
2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual
Rasional : Impotensi fisiologis dapat terjadi selama prosedur radikal.
3) Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan pasien
Rasional : Syaraf fleksus mengontrol aliran darah ke prostat melalui kapsul. Pada
prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat impotent dan sterilitas
biasanya tidak menjadi konsekuensi. Prosedur bedah mungkin tidak
memberikan pengobatan permanen dan hipertropi dapat berulang.
4) Kolaborasi: rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi
Rasional : Masalah menetap atau tidak teratasi memerlukan intervensi
profesional.
h. Defisit perawatan diri; mandi/hygiene berhubungan dengan keterbatasan gerak
sekunder terhadap imobilisasi.
Kriteria hasil: mendemonstrasikan kebersihan diri yang optimal
Rencana intervensi:
1) Kaji faktor penyebab dan penyulit
Rasional : Mencari penyebab kurang perawatan diri menentukan jenis bantuan
yang diberikan pada pasien
2) Tingkatkan partisipasi optimal
Rasional : Keterlibatan pasien dalam merawat dirinya sendiri meningkatkan rasa
percaya diri dan semangat hidup dan lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3) Bantu dalam perawatan diri sesuai indikasi
Rasional : Bantuan yang diberikan akan mampu memenuhi kebutuhan perawatan
diri.
4) Berikan reinforcement positif atas kemampuan yang dicapai selama aktivitas
Rasional : Memberikan rasa percaya diri dan memberikan harga diri
5) Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
Rasional : Partisipasi yang maksimal dapat dievaluasi sehingga bantuan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan.
i. Ansietas / Kurangnya pengetahuan tentang kondisi/situasi prognosis, kebutuhan
pengobatan yang berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi,
keterbatasan kognitif.
Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman prosedur bedah
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana intervensi:
1) Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi.
2) Tekankan perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buah-buahan,
meningkatkan diit tinggi serat
Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi serta
menurunkan resiko perdarahan pasca operasi
3) Diskusikan pembatasan aktivitas
Rasional : Peningkatan tekanan abdominal yang menempatkan stress pada
kandung kemih dan prostat menimbulkan resiko perdarahan
4) Berikan gambaran atau penjelasan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
Rasional : Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai SAP yang berdasarkan pada
kebutuhan informasi dari pasien.
5) Instruksikan perawatan lanjut atau kontrol
Rasional :Tindak lanjut untuk perawatan luka, pengangkatan jahitan
dilakukan tenaga terlatih, dan kebutuhan pengobatan dapat
disesuaikan dengan kondisi lukanya.
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN FOKUS
Tanggal Pengkajian: 13 Oktober 2016 No cm : 49-47-48
Dx medis : Post op prostatektomi Jam : 08.30 WIB
1. Identitas pasien

Nama : Tn. S

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin : Laki laki

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Alamat : Siliwangi No. 508 1 RT 01/03 Kel. Kembangarum Kec.

Semarang Barat Kab. Kota Semarang Jateng

Tanggal masuk : 26 Juli 2017

Diagnosa medis : Post Op Prostatectomy

Nomor register : 49-47-48

2. Identitas penanggung jawab

Nama : Ny. N

Jenis kelamin : perempuan

Agama : islam

Alamat : Siliwangi No. 508 1 RT 01/03 Kel. Kembangarum Kec.

Semarang Barat Kab. Kota Semarang Jateng

Hub dengan pasien : Anak


3.Keluhan utama

Pasien mengatakan perutnya bagian bawah terasa nyeri.

P : pasien mengatakan terasa nyeri pada sekitar perut bagian bawah

Q : pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk tusuk

R : pasien mengatakan nyeri disekitar luka area post operasi

S : skala nyeri sedang 6

T : nyeri terasa hilang timbul terutama saat akan berkemih dan saat berubah posisi.

4. Riwayat kesehatan

a. Riwayat sekarang

Pasien mengatakan alasanya masuk rumah sakit karena sebelum selama 1

bulan pasien sulit BAK bahkan BAK tidak keluar sama sekali, keluhan disertai

nyeri perut bawah, saat pasien masuk RS Roemani pasien sudah terapasang

kateter.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien mengatkan sebelumnya sudah pernah dirawat di RS Roemani, pasien

juga memiliki riwayat penyakit hipertensi stage 1 dan DM tipe 2

5. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Baik

2. Kesasaran : Composmentis

GCS : 15, E : 4, M : 6, V : 5

3. Tanda vital :

TD : 148/87 MmHg

N : 86/menit
RR : 22/menit

HR : 102x/menit

S : 36,4 C

GDS : 163

4. Kulit dan kuku :

Warna kulit sawo matang, turgor kulit elastis, kuku kotor, CRT < 3 detik.

5. Kepala: mesoshopal

a. Rambut : sedikit kotor, warna putih beruban, tidak ada luka

b. Leher : tidak ada luka, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada

pembesaran kelenjar thyroid.

c. Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

d. Hidung : tidak ada polip, tidak ditemukan nafas cuping hidung

e. Telinga : simetris kanan & kiri, tidak ada serumen

f. Mulut : mukosa lembab, terdapat karang gigi

6. Dada dan Thorak:

Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada luka

Palpasi : tidak ada benjolan, tidak terasa nyeri ketika ditekan

Perkusi : suara sonor

Auskultasi : tidak ada wheezing, ronkhi

7. Paru paru :

Inspeksi : inspirasi dan ekspirasi teratur

Palpasi : tidak ada benjolan, teraba vocal fremitus

Perkusi : suara sonor


Auskultasi : suara nafas vesikuler

8. Jantung :

Inspeksi : terlihat ictus cordis

Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : batas batas jantung normal sesuai pada tempatnya

Auskultasi : suara S 1 & S 2 Lup Dup

9. Abdomen :

Inspeksi : tidak ada asites, terdapat luka post op prostatektomi di kuadran

bawah panjang luka 12 cm kondisi balutan bersih (hari 1 post op)

Auskultasi : suara peristaltik usus 12x/menit

Perkusi : suara timpani kecuali kuadran kanan atas

Palpasi : tidak ada benjolan, terdapat nyeri tekan dikuadran bawah kanan

& kiri, ekspresi wajah menahan sakit ketika di palpasi.

10. Genital :

area genital kurang bersih, terpasang kateter 3 way urine bag 550 cc wana merah,

terdapat balutan diujung kateter dengan kasa kompres betadin.

11. Ekstremitas :

Ekstremitas atas :tidak ada oedema, bebas digerakan, kecuali ekstremitas kiri

karena terpasang infus RL 20 tpm.

Ekstermitas bawah : tidak ada oedema, tidak ada varises, akral hangat, ekstremitas

bawah kiri belum bisa digerakan secara bebas karena masih dalam kondisi traksi.
6. Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil laboratorium

Hasil Lab tgl 26/07/17

Nama Test Hasil


Urine
Urine Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Urobilirubin Negatif
Bilirubin Negatif
Keton Negatif
Blood Negatif
Protein Negatif
Nitrit Negatif
Leukosit Negatif
Reduksi Negatif
Berat Jenis 1.010
pH/ Reaksi 6.5
Mikroskopis
Epitel 4-5
Leukosit 2-4
Eritrosit 1-3
Kristal Ca. Oxalat (+)
Bakteri Positif
Lain-lain Negatif
Silinder Negatif

Nama Test Hasil


Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin 14.5
Leukosit 6900
Hematokrit 44.1
Trombosit 270000
Eritrosit 5.58
LED
Index Eritrosit
MCV 79.0 H
MCH 26.1
MCHC 32.9
RDW 13.8
MPV 8.4
Hitung jenis (diff)
Eosinofil 1.5 L
Basofil 0.4
Neutrofil 47.3
Limfosit 48.3 H
Monosit 2.5
Koagulasi
Waktu perdarahan 100
Waktu pembekuan 330
Imunologi
HBsAg Negatif
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 230 H
Ureum 27
Creatini 1.0

Nama Test Hasil


SEROLOGI
PSA total 7.24
Kimia Klinik
Trigliserida 121
Kolesterol Total 238 H
Elektrolit
Kalium 3.3 L
Natrium 140
Chlorida 102
Calsium 8.9

Hasil Lab tgl 01/07/17

Nama Test Hasil


Kimia klinik
Ureum 61 H
Creatinin 2.2 H
2. Terapi obat

- Infus RL 20 tpm
- Valesco 160/ 24 jam
- Herbeser diberikan per 24 jam
- Novorapid diberikan per 8 jam
- Alprazolam 0,5/72 jam
- Mikazin 1 gr/ 24 jam
- As. Tranexamat 500/ 8 jam
- Vit K 1 amp/ 8 jam
- Dicinone 1 amp/ 8 jam
- Ondansetron 8mg/8 jam
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
Nama Klien : Tn. S No. Reg : 49-47-48

Umur : 70 tahun Dx Medis : post op prostatektomi


Tanggal/ Etiologi
Data Fokus Masalah
jam
31/07/2017 DS : pasien mengatakan perut Nyeri akut Agen injuri fisik
bagian bawahnya terasa nyeri.
DO :
- P : pasien mengatakan terasa
nyeri pada sekitar perut bagian
bawah
Q : pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk
R : pasien mengatakan nyeri
disekitar luka area post
operasi
S : skala nyeri sedang 6
T : nyeri terasa hilang timbul
terutama saat akan berkemih
dan saat berubah posisi.
- Terdapat nyeri tekan pada
palpasi abdomen kuadran
bawah
- Ekspresi wajah menahan sakit
ketika palpasi abdomen
- Terdapat luka post op
prostatektomi di bagian
abdomen kuadran bawah
sepanjang 12 cm kondisi
balutan bersih.
- Terdapat balutan diujung
kateter dengan kasa kompres
betadin
31/07/2017 DS : pasien mengatakan susah
berkemih dan terasa sakit Gangguan Retensi urinaria
DO : eliminasi ( adanya obstruksi
- terpasang kateter 3 way, urine mekanikal ; bekuan
warna urin merah muda. darah dan prosedur
- Hasil USG terlihat tekanan bedah )
pembesaran kelenjar prostat (
vol. 110, 56 cm3)
- Ekspresi tampak menahan
sakit ketika berkemih
- Terdapat luka post op
prostatektomi di bagian
abdomen kuadran bawah
sepanjang 12 cm kondisi
balutan bersih.
- Terdapat balutan diujung
kateter dengan kasa kompres
betadin

31/07/2017 DS : pasien mengatakan nyeri saat Resiko tinggi Prosedur invasif (


ingin berkemih dibagian ujung infeksi pemasangan kateter,
penis dan disekitar area luka post insisi bedah )
operasi
DO :
- Area genital sedikit kotor
- Terpasang kateter 3way
dengan kasa kompres betadin
- Terdapat luka post op
prostatektomi sepanjang 12
cm kondisi balutan bersih
(hari 1 post op)
2. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urinaria ( adanya obstruksi
mekanikal ; bekuan darah dan prosedur tekanan bedah )
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur invasif ( pemasangan kateter,
insisi bedah )
C. PATHWAYS KEPERAWATAN KASUS
Perubahan usia

Ketidakseimbangan hormonal

Kadar testosterone Kadar testosterone


menurun meningkat

DHT kompleks Hiperplasia sel stoma pada


jar. prostat
RNA dlm inti sel

Proliferasi sel prostat

BPH

Obtruksi saluran kemih yg bermuara di VU

Tekanan intravesikel

Kompensasi otot destrusor Dekompensasi otot destrusor

Penebalan dinding VU

Kotraksi otot VU Retensio urine

Retensio urine

Prostatektomi

Luka pembedahan
(Prostateectomy)

Terputusnya saraf perifer Perdarahan Jaringan terputus Pemasangan DC

Port dentry
Nyeri Bekuan darah

Resti infeksi
Sumbatan aliran
urine

Resti perubahan
eliminasi; BAK
D. FOKUS INTERVENSI
Nama Klien : Tn. S No. Reg : 49-47-48

Umur : 70 tahun Dx Medis : post op prostatektomi

Hari/tg Paraf
l/ Tujuan & KH Intervensi Rasional
Jam
01/08/ Setelah dilakukan - Kaji haluaran urine dengan - Retensi bisa terjadi
2017 tindakan keperawatan sistem drainase karena oedema area
selama 2 x 24 jam bedah, bekuan darah,
diharapkan gangguan spasme kandung
eliminasi klien dapat kemih
berkurang atau - Bantu pasien memilih posisi - Mendorong pasase
teratasi dengan KH : normal untuk berkemih urine dan
1. Pasien dapat meningkatkan rasa
berkemih dengan normalitas
haluaran normal - Perhatikan waktu, jumlah - Ada kemungkinan
tanpa retensi berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas
2. Terbebas dari ISK setelah kateter dilepas berkemih dapat
menjadi masalah
karena oedema urethal
dan kehilangan tonus
- Mencuci kandung
- Pertahankan irigasi kandung kemih dari bekuan
kemih kontinyu sesuai darah untuk
indikasi pada periode paska mempertahankan
operasi dini patensi dan aliran
kateter

Setelah dilakukan
01/08/ - Kaji KU & Vital sign - Untuk mengetahui
tindakan keperawatan
2017 keadaan umumdan
selama 2 x 24 jam
tingkat kewaspadaan
diharapkan masalah
terhadap klien
nyeri dapat teratasi
- Kaji data secara - Untuk menentukan
dengan KH:
komprehensif (lokasi tindakan
1. Skala nyeri karakteristik, frekuensi, keperawatan yang
berkurang kualitas, intensitas, factor tepat
2. Mampu pencetus)
mengaplikasikan - Ajarkan teknik - Agar klien rileks
teknik relaksasi manajemenrelaksasi
nyeri
3. Klien tampak lebih - Lakukan tindakan klaburasi - Untuk mengurangi
nyaman pemberian obat analgetik nyeri secara
sesuai advice dokter farmakologis

01/08/ Setelah dilakukan - Pertahankan prinsip steril - Mencegah masuknya


2017 tindakan keperawatan bakteri dan infeksi
selama 2 x 24 jam lanjut
diharapkan masalah - Awasi vital sign - Pasien post op
resiko infeksi pada berisiko untuk syok
pasien tertasi dengan bedah
KH : - Lakukan perawatan luka - Untuk membunuh
minimal 1 kali setiap hari bakteri dan
- Mencapai waktu
mencegah resiko
penyembuhan
infeksi
dengan ditandai
- Lakukan perawatan kateter - Mencegah terjadinya
tidak mengalami
minimal 1 kali setiap hari infeksi saluran
infeksi
kemih
- Observasi drainase luka - Adanya drain, insisi
pubrik meningkatkan
resiko terjadi infeksi
- Kolaburasi pemberian - Mencegah
antibiotik sesuai indikasi tumbuhnya bakteri
dengan
farmakologis.
E. IMPLEMENTASI
Nama pasien : Tn. S No.cm : 49-47-48
Umur : 70 tahun Dx : post op prostatektomi

Hari/tgl
Implementasi Respon hasil paraf
/jam
01/08/20 - mengkaji haluaran urine dengan DS : pasien mengatakan terasa tuntas
17 sistem drainase dalam berkemih
DO :terpasang drainase kateter urine,
warna merah 900 cc
- membantu pasien memilih posisi DS : Klien mengatakan setuju dibantu
normal untuk berkemih DO : klien kooperatif

- memperhatikan waktu, jumlah DS : -


berkemih dan ukuran aliran DO : pasien masih terpasang kateter
setelah kateter dilepas (hari 1 post op)

- mempertahankan irigasi kandung DS : klien mengatakan kandung


kemih kontinyu sesuai indikasi kemihnya tidak mengejan
pada periode paska operasi dini DO : urine lancar, terpasang drip
NACL.
- melakukan perawatan kateter
DS : pasien mengatakan perawatan
minimal 1 kali setiap hari
melakukan ganti balut setiap pagi hari
DO : perawatan luka dilakukan setiap
pagi hari

- mengkaji KU & Vital sign


02/08/20 DS : pasien mengatakan setuju diperiksa
17 TTV nya
DO : TD : 148/87, S : 36,4 C, N : 86,
RR : 22 /mnt, SpO2 : 98 %
- mengkaji data secara DS : pasien mengatakan nyeri hilang
komprehensif (lokasi timbul terutama saat ingin
karakteristik, frekuensi, kualitas, berkemih dan berpindah posisi
intensitas, factor pencetus) DO : Lokasi : pada sekitar luka post op,
frekuensi : nyeri terasa hilang
timbul, intensitas nyeri sedang,
factor pencetus : post op
prostatektomi,

- mengajarkan teknik manajemen DS : pasien mengatakan bersedia


relaksasi diajarkan teknik relaksasi
DO : - pasien kooperatif
- Pasien terlihat sedang mencoba
teknik relaksasi secara mandiri
beberapa kali
- melakukan tindakan kolaborasi DS : klien mengatakan
pemberian obat analgetik sesuai bersedia di berikat obat analgetik DO :
advice dokter klien tampak lebih rileks setelah
diberikan obat

- mempertahankan prinsip steril DS : -


DO : cuci tangan sebelum dan sesudah
ke pasien
- mengawasi vital sign DS : pasien mengatakan pasca operasi
perawat selalu melakukan TTV tiap 1
jam sekali
DO : TTV setiap 1 jam sekali sampai 6
jam pasca operasi
- melakukan perawatan luka DS : pasien mengatakan perawatan
minimal 1 kali setiap hari melakukan ganti balut setiap pagi hari
DO : perawatan luka dilakukan setiap
pagi hari

- melakukan perawatan kateter DS : pasien mengatakan bersedia


minimal 1 kali setiap hari dilakukan perawatan kateter
DO : perawatan kateter menggunakan
kasa balut kompres betadin sudah
terprogam setiap hari pukul 09.00 WIB

- mengobservasi drainase luka DS : -


DO : drainase luka 10cc jam 10.50,
14/10/2016

- berkolaborasi dalam pemberian DS : pasien mengatakan bersedia


antibiotik sesuai indikasi diberikan obat
DO : injeksi IV mikacin 1gr/24 jam

F. EVALUASI
Nama pasien : Tn. S No.cm : 49-47-48
Umur : 70 tahun Dx : post op prostatektomi
Hari/tgl/
Dx. Kep Evaluasi
jam
02/08/20 Ganguan eliminasi urin S : pasien mengatakan masih terasa sakit saat
17 berhubungan dengan retensi berkemih dan kandung kemihnya terasa
urine (adanya obstruksi keras
mekanikal ; bekuan darah dan O : - pasien terpasang kateter 3 way dalam
prosedur tekanan bedah) kondisi traksi
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan S : pasien mengatakan nyeri sudah sedikit


agen injuri fisik berkurang
O : skala nyeri berkurang menjadi 4
- Klien tampak lebih rileks
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan intervensi

Resiko tinggi infeksi Prosedur S : pasien mengatakan perawat membersihkan


invasif (pemasangan kateter, balutan kateter nya setiap hari
insisi bedah) O : perawatan luka setiap pagi hari
A :Masalah teratasi sebagian
P : pertahankan intervensi
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN POST OP
PROSTATECTOMI
A. IDENTITAS KLIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin : Laki laki

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Alamat : Siliwangi No. 508 1 RT 01/03 Kel. Kembangarum Kec.

Semarang Barat Kab. Kota Semarang Jateng

Tanggal masuk : 26 Juli 2017

Diagnosa medis : Post op

Nomor register : 49-47-48

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. N

Jenis kelamin : perempuan

Agama : islam

Alamat : Siliwangi No. 508 1 RT 01/03 Kel. Kembangarum Kec.

Semarang Barat Kab. Kota Semarang Jateng

Hub dengan pasien : Anak


B. DATA FOKUS PASIEN
Nama pasien : Tn. S No.cm : 49-47-48
Umur : 70 tahun Dx : post op prostatektomi

Tanggal/ Etiologi
Data Fokus Masalah
jam
31/07/2017 DS : pasien mengatakan perut Nyeri akut Agen injuri fisik
bagian bawahnya terasa nyeri.
DO :
- P : pasien mengatakan terasa
nyeri pada sekitar perut bagian
bawah
Q : pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk
R : pasien mengatakan nyeri
disekitar luka area post
operasi
S : skala nyeri sedang 6
T : nyeri terasa hilang timbul
terutama saat akan berkemih
dan saat berubah posisi.
- Terdapat nyeri tekan pada
palpasi abdomen kuadran
bawah
- Ekspresi wajah menahan sakit
ketika palpasi abdomen
- Terdapat luka post op
prostatektomi di bagian
abdomen kuadran bawah
sepanjang 12 cm kondisi
balutan bersih.
- Terdapat balutan diujung
kateter dengan kasa kompres
betadine

31/07/2017 DS : pasien mengatakan susah


berkemih dan terasa sakit
DO : Gangguan Retensi urinaria
- terpasang kateter 3 way, eliminasi ( adanya obstruksi
warna urin merah muda. urine mekanikal ; bekuan
- Hasil USG terlihat darah dan prosedur
pembesaran kelenjar prostat ( tekanan bedah )
vol. 110, 56 cm3)
- Ekspresi tampak menahan
sakit ketika berkemih
- Terdapat luka post op
prostatektomi di bagian
abdomen kuadran bawah
sepanjang 12 cm kondisi
balutan bersih.
- Terdapat balutan diujung
kateter dengan kasa kompres
betadin

31/07/2017 DS : pasien mengatakan nyeri saat


ingin berkemih dibagian ujung Resiko tinggi Prosedur invasif (
penis dan disekitar area luka post infeksi pemasangan kateter,
operasi insisi bedah )
DO :
- Area genital sedikit kotor
- Terpasang kateter 3way
dengan kasa kompres betadin
- Terdapat luka post op
prostatektomi sepanjang 12
cm kondisi balutan bersih
(hari 1 post op)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JURNAL EBN
Dari data fokus yang diperoleh dan diagnosa yang muncul, maka diambil proritas
diagnosa yang ketiga yaitu Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur invasif (
pemasangan kateter, insisi bedah ) untuk penerapan evidence based nursing practice.
D. Evidence based nursing practice yang dapat diterapkan adalahEfektifitas Perawatan
Kateter dengan Povidon Iodin 10%.

E. EVIDENCE BASED YANG DITERAPKAN


Dari data fokus yang diperoleh dan diagnosa yang muncul, maka diambil proritas
diagnosa yang ketiga yaitu Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur invasif
(pemasangan kateter, insisi bedah ) untuk penerapan evidence based nursing practice.
Evidence based nursing practice yang dapat diterapkan adalahEfektifitas Perawatan Kateter
dengan Povidon Iodin 10%.

F. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI/ ALASAN PENERAPAN EBN


Trauma / Prosedur invasif

Pemasangan kateter urine

Resiko bakteriuria pada keteter

Resiko tinggi infeksi saluran kemih

Mengurangi tingkat terjadinya infeksi dengan


perawatan kateter menggunakan povidon iodin 10%

Tujuan dari tindakan pemberian teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi pada saluran kemih.
G. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAOAN EBN
Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine, kateterisasi dapat menyebabkan hal hal
yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar benar diperlukan serta
harus hati hati ( Semeltzer, 2002 ).
Perawatan kateter indwelling adalah suatu tindakan untuk memelihara kateter dengan
teknik aseptik pada permukaan kateter urine dan daerah sekitarnya agar bersih dari kotoran
yang terbentuk dari garam urine seta mempertahankan posisi kateter. Kateter indwelling
merupakan salah satu jenis dari kateter menetap yang disertai dengan penampung urine dan
digunakan pada pasien yang mengalami disfungsi kandung kemih. Kateter jenis ini banyak
digunakan pada perawatan pasien akut dibanding jenis lainya ( potter pary, 2006 )
Perawatan kateter urine meliputi pembersihandaerah ujung uretra dan kateter urine.
Tindakan tersebutmencegah kolonisasi dan mempertahankankelancaran aliran urine pada
sistem drainase kateter.Perawatan kateter urine harus dilakukan denganmempertimbangkan
uretralterhindar dari trauma,iritasi, dan peningkatan ketidaknyamanan pada
uretrapasien.Perawatan kateter yang dilakukan denganrutin harus memperhatikan prinsip
aseptik. Antiseptik yang paling baikdigunakan untukperawatan kateter adalah antiseptik yang
berspektrumluas karena kuman yang berkoloni dalam salurankemih dapat berasal dari
kontaminan bakteri garamnegatif maupun positif.
BAB V
PEMBAHASAN
A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAAN EBN
Peneliti memilih tindakan perawatan kateter urine menggunakan povidon iodin 10%
sebagai intervensi perawatan karena berdasarkan diagnosa keperawatan yang didapat dari
pengkajian pasien muncul masalah resiko tinggi infeksi. Kemudian pemilihan tindakan
perawatan kateter menggunakan povidon iodin 10% juga berdasarkan riset yang telah teruji
sebagaimana telaah artikel terkait dibawah ini :
Telaah artikel terkait
1) Judul Penelitian : Efektifitas Perawatan Kateter dengan Povidon Iodin 10%
Terhadap Kolonisasi Escherichia coli dalam UrineWanita di Ruang Bedah Wanita
(RBW) RSD dr. Soebandi Jember
2) Peneliti : Jumuatul Masullah, Rondhianto, Lantin sulistyorini ( Progam
Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Jember )
3) Waktu Penelitian : September2013
4) Metode Penelitian : pre-experimental design dengan rancangan one grouppretest-
posttest.
5) Hasil Penelitian : EfektifitasPerawatanKateterdenganPovidonIodin 10% Terhadap
Kolonisasi Escherichia coli
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan nulai p
value (0,041) < = 0,05. Hasil analisis data didapatkan nilai t hitung -3,911 yang berarti
povidon iodin 10% efektif terhadap penurunan kolonisasi Escherichia coli di RuanG
Bedah Wanita (RBW) RSD dr.Soebandi jember. Tingkat kemaknaan untuk kolonisasi
Escherichia coli in berdasarkan Supadi (2000 dalam Suswati, 2012) menunjukkan hasil
sangat bermakna, karena nilai 0,004 < P < 0,05, maka hasilnya bermakna.
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter
dengan antiseptic untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta
mempertahankan kepatenan dari kelancaran aliran urine pada system drainase kateter.
Pasien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi saluran kemih melalui berbagai cara.
Perawatan kateter merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi.
Perawatan kateter yang tidak sesuai dengan SOP dapat menyebabkan masuknya
mikroorganisme. Daerah yang memiliki resiko masuknya mikrooganisme adalah daerah
insersi kateter, kantung drainase, sambungan selang, klep, dan sambungan antara selang
dan kantong ( Potterperry, 2006 ).
Berdasarkan teori risiko kolonisasi bakteri pada kateter diperkirakan 5% sampai
10% per hari namun, kolonisasi bakteri yang terjadi pada pasien dengan kateter
indwelling muncul setelah hari ke 4-5 (Brooks, GF, 2007 ).
Povidon iodine memiliki spektrum yang luas, mampu membunuh bakteri, virus,
endosperm bakteri, jamur, dan protozoa yang dihancurkan melalui interaksi oksidatif dan
iodineasi makro molekul biologi secara langsung (Rahardjo R. 2009). Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Kumar, dkk (2009), povidon iodine efektif dalam membunuh virus
HIV, selain itu pada konsentrasi povidon iodin 10% mampu membunuh strain candida
antara 10 sampai 12 detik. Iritasi kulit pada beberapa orang yang disebabkan oleh
povidon iodine tidak ada laporan yang terlalu berbahaya, hanya efek sementara yang
sangat ringan pada selaput lendir. Keuntungan lain dari povidon iodine seperti: stabil; bau
tidak menusuk; tidak mudah menguap; bereaksi dengan cepat bahkan dengan bahan
organic seperti darah, nanah, minyak, lemak, dan sabun, mampu membentuk film untuk
mencegah invasi bakteri; membasmi kuman berkepanjangan; memberikan warna pada
daerah yang dirawat; larut dalam air; tanpa menimbulkan iritasi pada kulit dan membrane
mukosa; tidak sensitive dan tidak perih.

B. MEKANISME PENERAPAN EBN


Sebelum dilakukan penerapan evidence based nursing terhadap pasien Tn, S peneliti
melakukan observasi terfokus pada area genetalia meliputi Vital Sign ( TD : 152/89 MmHg,
N : 84, S : 37.1 C, RR : 20, SpO2 : 99% ) data objektif yang ditemukan genetalia tampak
kotor, data subjektifnya pasien mengatakan terasa sedikit gatal di sekitar ujung penis. Maka
sesuai hasil riset peneliti tertarik untuk melakukan pembuktian efektifitas perawatan kateter
urine menggunakan povidon iodin 10%.
Mekanisme penerapan evidence based nursing terhadap pasien Tn. S dilakukan pada hari
Selasa, 01 Agustus 2017 pukul 09.00 WIB yaitu perawatan kateter urine menggunakan
povidoni odin 10% dan dilakukan sesuai SOP.
Berikut SOP yang digunakan untuk perawatan kateter :
SOP PERAWATAN KATETER

A. PENGERTIAN
Melakukan tindakan perawatan pada daerah genetal pria yang terpasang kateter

B. TUJUAN
1. Mencegah infeksi
2. Memberikan rasa nyaman

C. INDIKASI
Pasien pria yang terpasang kateter

D. PERALATAN
1. Bak instrument steril
2. Sarung tangan steril
3. Kapas
4. Povidone Iodine
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok

E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat

Tahap Orientasi
1. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

Tahap Kerja
1. Menutup sampiran/menjaga privacy
2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan melepaskan pakaian
bawah pasien
3. Memasang perlak, pengalas
4. Memakai sarung tangan
5. Membersihkan genetalia dengan kapas yang sudah dibasahi Povidone Iodone
6. Memastikan posisi kateter terpasang dengan benar (menarik dengan hati-hati,
kateter tetap tertahan
7. Bersihkan ujung penis
8. Melepas pengalas dan sarung tangan
9. Merapikan pasien

Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
2. Merapikan pasien dan lingkungan
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan dan kembalikan alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

C. HASIL YANG DICAPAI


Hasil yang dicapai dari penerapan evidence based nursing practice terhadap pasien Tn. S
yakni efektifitas perawatan kateter urine menggunakan povidon iodin 10 % menunjukan hasil
yang baik. Hal ini dapat terlihat dari data Subjektif dan objektif, 3 jam pasca perawatan
kateter urine menggunakan povidon iodin 10% perawat mendatangi pasien guna
mengevaluasi tindakan keperawatan kemudian pasien mengatakan setelah dilakukan tindakan
perawatan kateter menggunakan povidon iodin 10% pasien sudah tidak merasa gatal gatal
lagi dibagian ujung uretra, data objektif dari evaluasi pada pasien yaitu tidak ada tanda
tanda peradangan atau kemerahan pada ujung uretra, tidak ada tanda seperti gatal gatal atau
alergi terhadap bahan kimia, suhu tubuh normal (36,6 C ).

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN/ HAMBATAN YANG DITEMUI


Dari hasil penerapan evidence based nursing practice terhadap pasien yang dilakukan
perawatan kateter urine menggunakan povidon iodin 10 %, penulis menemui kelebihan dan
kekurangan, serta hambatan. Adapun kelebihanya adalah povidon iodine merupakan
antiseptic yang diformulasikan menjadi 10% larutan yang bagus ketika dioleskan atau
digunakan pada kulit dan mukosa karena memiliki efektifitas dalam membunuh bakteri,
jamur, virus dan memilik aktivitas terhadap spora.
Sedangkan kekuranganya adalah efektifitas antibacterial dari povidon iodin10%
bertingkat sedang dan memiliki efektifitas residu minimal. Selain itu povidon iodine akan
menembus dinding sel, menghancurkan protein, struktur dan sintesis asam nukleat.
Hambatan yang ditemui penulis ketika melakukan penerapan evidence based nursing
practice pada pasien Tn. S adalah pasien sedikit merasakan kesakitan dan kurang nyaman
ketika povidon iodin 10% dioleskan diujung uretra meskipun itu terjadihanya beberapa saat
5 menit. Untuk itu perlu dilakukan ketelitian dalam melakukan perawatan kateter urine
menggunakan povidon iodine terutama saat mengoleskan povidon iodin 10% keujung uretra
hindari agar cairan povidon iodin tidak sampai masuk kedalam uretra. Dan terlebih lagi harus
dilakukan sesuai SOP.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari hasil penerapan tindakan evidence based nursing yang dilakukan kepada pasien
Tn. S yaitu perawatan kateter urine menggunakan povidon iodin 10% dapat ditarik
simpulan bahwa perawatan kateter urine menggunakan povidon iodin 10% efektif dalam
mencegah terjadinya infeksi saluran kemih karena povidon iodin adalah antiseptik yang
dapat membunuh bakteri, jamur, , maupun virus dengan tingkat efektifitas anti bacterial
nya sedang.

B. SARAN
Dari hasil dan pembahasan dan penerapan evidence based nursing
practicetersebutdiharapkan dapat menjadi suatu referensi bagi perawat dalam melakukan
tindakan perawatan kateter urine indwelling serta membandingkanya dengan antiseptik
lain seperti Chlorhexidine 2% atau teori yang tengah dikembangkan saat ini oleh
AMERICAN ASSOCIATION OF CRITICAL CARE NURSING (AACN) yaitu
menggunakan air sabun dengan kadar PH netral ( rendah surfaktan )dan air mencakup
pembersihan permukaan kateter, kemudian diulang lagi ketika pasien habis BAB.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sepalangita W. Pengaruh Perawatan KateterUrine Indwelling ModelAmerican
Associationof critical Care Nurse (AACN) TerhadapBakteriuria di RSU Raden
Mattaher Jambi.Tesis. Depok: Magister Ilmu KeperawatanPeminatan Keperawatan
Medikal Bedah FakultasIlmu Keperawatan Universitas Indonesia;
2012.[internet].http://lontar.ui.ac.id / Pengaruh/perawatan.pdf
2. Hasibuan H. Pola Kuman pada Urine Penderitayang Menggunakan Karakter Uretra di
RuangPerawatan Intensif dan Bangsal Bedah; 2007.[internet].Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa 2013Jumuatul Masullah,Efektifitas Perawatan Kateter dengan
Povidon Iodin 10% Terhadap
Kolonisasi.....http://repository.usu.ac.id/Fbitstream/123456789/6207/1/Hardy/2520Hasi
buan1.pdf .
3. Smeltzer, SC., Bare, BG. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Edisi8. Jakarta:EGC;
2002.
4. Brooks, GF., Butel, JS., Morse, SA.Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick &Adelberg.
Jakarta: EGC; 2007.
5. Ardaya TA, Suwanto. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta: FKUI;
2001.
6. Purnomo, BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2.Jakarta: Sagung Seto; 2003.
7. Potter, PA., Perry AG. Buku Ajar FundamentalKeperawatan. Jakarta: EGC; . 2006.
8. Jayaraja KK., Jayachandran E., Hemanth KRC.,Gunashakaran V., Ramesh Y., Kalayan
BP., et.al. Lakshmikanth. Application Of BroadSpectrum Antiseptic Povidone Iodine
AsPowerful Action: A Review: Journal ofPharmaceutical Science and Technology Vol.
1.Guntur: Acharya university; 2009.
[internet].http://www.onlinepharmacytech.info/docs/vol1issue2/JPST0 9-01-02-01.pdf .
9. Utami P. Laporan Praktek Kerja ProfesiApoteker di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo.Jakarta: FFUI; 2011.
10. Wilianti NP. Rasionalitas Penggunaan Antibiotikpada Pasien InfeksiSaluran Kemih pada
BangsalPenyakit Dalam di RSUP dr. KariadiSemarangTahun 2008. Skripsi; 2009.
[internet].http://eprints.undip.ac.id/8075/ .
11. Adisasmito AW. Penggunaan AntibiotikKhususnya pada Infeksi Bakteri Gram Negatif
diICU Anak RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri,vol.8; 2006.
[internet].http://www.saripediatri.idai.or.id%2Fpdfile%2F8-2-7.pdf.
12. Hasanah N. Kajian Aktivitas Antibakteri BatangDracontomelon dao terhadap Bakteri
Escherichiacoli Multiple Drug Resistance. Seminar NasionalPERHIPA & KONAS IV
Obat TradisionalIndonesia; 2011. [internet].http//www.farmako.uns.ac.id.
13. Wibowo S. Perbedaan Resiko Terjadinya InfeksiSaluran Kemih Pada Golongan Darah B
Dan ABDibandingkan A Dan O. Karya Ilmiah PPDS IPatologi Klinik; 1998. Fakultas
Kedokteran.Semarang: Universitas Diponegoro.
14. Rahardjo R. 2009. Kumpulan kuliahFarmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai