Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
MEGASARI
NIM : G3A016239
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telahmemberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikanmakalah telaah jurnal
evidence based nursing practice yaitu kefektifitasan perawatan kateter urine menggunakan
povidon iodin 10% terhadap pasien Tn. S di Ruang Ayub 3 RS Roemani Semarang.
Penyelesaian makalah telaah jurnal evidence based nursing ini tidak terlepas dari peran
berbagai pihak. Untuk itukami menguncapkan terimakasih kepada Ibu :
1. Ns. Etik kustiati, S.Kep selaku pembimbing lahan dan perseptor matakuliah KMB.
2. Ns. Nury Sukraeny S.Kep, MNS selaku pembimbing akademik mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah (KMB).
Mengingat terbatasnya kemampuan saya dalam menyelesaikan makalah dan penerapan
evidence based nursing practice ini tentunya masih banyak kekeurangan didalam makalah ini.
Untuk itu sayamengharapkan saran dan kritik yang membangun agar nantinya dalampenyusunan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita,
Wardhani & Setiowulan, 2010, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer,
2009, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2009, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2009, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak, 2009,
hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna
Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan
pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil sebagai rumusan masalahanya sebagai
berikut :
1. Apa pengertian benigna prostat hiperplasia ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi benigna prostat hiperplasia ?
3. Apa saja penyebab terjadinya benigna prostat hiperplasia ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya benigna prostat hiperplasia ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis benigna prostat hiperplasia
2. Tujuan Intruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari benigna prostat hiperplasia
b. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi benigna prostat hiperplasia.
c. Mahasiswa mampu megetahui penyebab terjadinya benigna prostat hiperplasia
d. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
benigna prostat hiperplasia
e. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis benigna prostat hiperplasia
f. Mahasiswa mampu mengaplikasikan evidence based yang didapat, serta mampu
mengevaluasi penerapan evidence based yang telah dilakukan
D. METODE PENULISAN
Pada metode penulisan makalah ini saya mengumpulkan referensi yang relevan dari
perpustakaan, dan mencari referensi yang relevan dari internet.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari poin-poin yang penting,
diantaranya yaitu;
BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Dasar yang berisi diantaranya Definisi dari benigna prostat hiperplasia,
etiologi BPH, patofisiologi BPH, manifestasi klinik BPH, penatalaksanaan BPH,
konsep BPH : pengkajian fokus, pathways keperawatan, diagnosa keperawatan,
fokus intervensi.
BAB III : Resum Askep yang berisi pengkajian fokus, diagnosa keperawatan dan fokus
intervensi.
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Penutup diantaranya yaitu Kesimpulan dan Saran.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita,
Wardhani & Setiowulan, 2010, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer,
2009, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2009, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2009, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak, 2009,
hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna
Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan
pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.
B. ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen.
Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2009, hal 74-75).
C. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya
usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron
menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat
(Mansjoer, 2010 hal 329; Poernomo, 2009 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga
timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2010, hal 329;
Poernomo, 2009 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan
akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2009, hal 76).
D. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam
hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat
miksi (disuria).
Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi,
kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) anyang-
anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi
retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat
ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati
perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2009, hal 77
78; Mansjoer, 2010, hal 330).
Menurut Long (2007, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda
dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik.
Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu
urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter.
3. Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur
a. Uroflowmetri
Untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur pancaran urine pada
waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi detrusor,
tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra.
b. Colok Dubur
Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (biasanya kenyal),
adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba (Mansjoer,
2010, hal 332).
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2010, hal 333):
1. Observasi (Watchfull Waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan
yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nocturia, menghindari
obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
3. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
4. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat
G. KONSEP HIPERTENSI :
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut
GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna
prostat hipertrophy.
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat
kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-
usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik
dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan
yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c. Pola Eliminasi
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3) penggunaan obat-obatan.
d. Pola Aktivitas
1) pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2) pembatasan gerak
3) alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola Istirahat Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola Kognitif Perseptual
1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.
h. Pola peran hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
B. PATHWAYS KEPERAWATAN
Perubahan usia
Ketidakseimbangan hormonal
BPH
Tekanan intravesikel
Penebalan dinding VU
Retensio urine
Prostatektomi
Luka pembedahan
Imobilisasi
Nama : Tn. S
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Nama : Ny. N
Agama : islam
T : nyeri terasa hilang timbul terutama saat akan berkemih dan saat berubah posisi.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat sekarang
bulan pasien sulit BAK bahkan BAK tidak keluar sama sekali, keluhan disertai
nyeri perut bawah, saat pasien masuk RS Roemani pasien sudah terapasang
kateter.
5. Pemeriksaan Fisik
2. Kesasaran : Composmentis
GCS : 15, E : 4, M : 6, V : 5
3. Tanda vital :
TD : 148/87 MmHg
N : 86/menit
RR : 22/menit
HR : 102x/menit
S : 36,4 C
GDS : 163
Warna kulit sawo matang, turgor kulit elastis, kuku kotor, CRT < 3 detik.
5. Kepala: mesoshopal
b. Leher : tidak ada luka, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
7. Paru paru :
8. Jantung :
9. Abdomen :
Palpasi : tidak ada benjolan, terdapat nyeri tekan dikuadran bawah kanan
10. Genital :
area genital kurang bersih, terpasang kateter 3 way urine bag 550 cc wana merah,
11. Ekstremitas :
Ekstremitas atas :tidak ada oedema, bebas digerakan, kecuali ekstremitas kiri
Ekstermitas bawah : tidak ada oedema, tidak ada varises, akral hangat, ekstremitas
bawah kiri belum bisa digerakan secara bebas karena masih dalam kondisi traksi.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil laboratorium
- Infus RL 20 tpm
- Valesco 160/ 24 jam
- Herbeser diberikan per 24 jam
- Novorapid diberikan per 8 jam
- Alprazolam 0,5/72 jam
- Mikazin 1 gr/ 24 jam
- As. Tranexamat 500/ 8 jam
- Vit K 1 amp/ 8 jam
- Dicinone 1 amp/ 8 jam
- Ondansetron 8mg/8 jam
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
Nama Klien : Tn. S No. Reg : 49-47-48
Ketidakseimbangan hormonal
BPH
Tekanan intravesikel
Penebalan dinding VU
Retensio urine
Prostatektomi
Luka pembedahan
(Prostateectomy)
Port dentry
Nyeri Bekuan darah
Resti infeksi
Sumbatan aliran
urine
Resti perubahan
eliminasi; BAK
D. FOKUS INTERVENSI
Nama Klien : Tn. S No. Reg : 49-47-48
Hari/tg Paraf
l/ Tujuan & KH Intervensi Rasional
Jam
01/08/ Setelah dilakukan - Kaji haluaran urine dengan - Retensi bisa terjadi
2017 tindakan keperawatan sistem drainase karena oedema area
selama 2 x 24 jam bedah, bekuan darah,
diharapkan gangguan spasme kandung
eliminasi klien dapat kemih
berkurang atau - Bantu pasien memilih posisi - Mendorong pasase
teratasi dengan KH : normal untuk berkemih urine dan
1. Pasien dapat meningkatkan rasa
berkemih dengan normalitas
haluaran normal - Perhatikan waktu, jumlah - Ada kemungkinan
tanpa retensi berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas
2. Terbebas dari ISK setelah kateter dilepas berkemih dapat
menjadi masalah
karena oedema urethal
dan kehilangan tonus
- Mencuci kandung
- Pertahankan irigasi kandung kemih dari bekuan
kemih kontinyu sesuai darah untuk
indikasi pada periode paska mempertahankan
operasi dini patensi dan aliran
kateter
Setelah dilakukan
01/08/ - Kaji KU & Vital sign - Untuk mengetahui
tindakan keperawatan
2017 keadaan umumdan
selama 2 x 24 jam
tingkat kewaspadaan
diharapkan masalah
terhadap klien
nyeri dapat teratasi
- Kaji data secara - Untuk menentukan
dengan KH:
komprehensif (lokasi tindakan
1. Skala nyeri karakteristik, frekuensi, keperawatan yang
berkurang kualitas, intensitas, factor tepat
2. Mampu pencetus)
mengaplikasikan - Ajarkan teknik - Agar klien rileks
teknik relaksasi manajemenrelaksasi
nyeri
3. Klien tampak lebih - Lakukan tindakan klaburasi - Untuk mengurangi
nyaman pemberian obat analgetik nyeri secara
sesuai advice dokter farmakologis
Hari/tgl
Implementasi Respon hasil paraf
/jam
01/08/20 - mengkaji haluaran urine dengan DS : pasien mengatakan terasa tuntas
17 sistem drainase dalam berkemih
DO :terpasang drainase kateter urine,
warna merah 900 cc
- membantu pasien memilih posisi DS : Klien mengatakan setuju dibantu
normal untuk berkemih DO : klien kooperatif
F. EVALUASI
Nama pasien : Tn. S No.cm : 49-47-48
Umur : 70 tahun Dx : post op prostatektomi
Hari/tgl/
Dx. Kep Evaluasi
jam
02/08/20 Ganguan eliminasi urin S : pasien mengatakan masih terasa sakit saat
17 berhubungan dengan retensi berkemih dan kandung kemihnya terasa
urine (adanya obstruksi keras
mekanikal ; bekuan darah dan O : - pasien terpasang kateter 3 way dalam
prosedur tekanan bedah) kondisi traksi
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Agama : islam
Tanggal/ Etiologi
Data Fokus Masalah
jam
31/07/2017 DS : pasien mengatakan perut Nyeri akut Agen injuri fisik
bagian bawahnya terasa nyeri.
DO :
- P : pasien mengatakan terasa
nyeri pada sekitar perut bagian
bawah
Q : pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk
R : pasien mengatakan nyeri
disekitar luka area post
operasi
S : skala nyeri sedang 6
T : nyeri terasa hilang timbul
terutama saat akan berkemih
dan saat berubah posisi.
- Terdapat nyeri tekan pada
palpasi abdomen kuadran
bawah
- Ekspresi wajah menahan sakit
ketika palpasi abdomen
- Terdapat luka post op
prostatektomi di bagian
abdomen kuadran bawah
sepanjang 12 cm kondisi
balutan bersih.
- Terdapat balutan diujung
kateter dengan kasa kompres
betadine
Tujuan dari tindakan pemberian teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi pada saluran kemih.
G. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAOAN EBN
Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine, kateterisasi dapat menyebabkan hal hal
yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar benar diperlukan serta
harus hati hati ( Semeltzer, 2002 ).
Perawatan kateter indwelling adalah suatu tindakan untuk memelihara kateter dengan
teknik aseptik pada permukaan kateter urine dan daerah sekitarnya agar bersih dari kotoran
yang terbentuk dari garam urine seta mempertahankan posisi kateter. Kateter indwelling
merupakan salah satu jenis dari kateter menetap yang disertai dengan penampung urine dan
digunakan pada pasien yang mengalami disfungsi kandung kemih. Kateter jenis ini banyak
digunakan pada perawatan pasien akut dibanding jenis lainya ( potter pary, 2006 )
Perawatan kateter urine meliputi pembersihandaerah ujung uretra dan kateter urine.
Tindakan tersebutmencegah kolonisasi dan mempertahankankelancaran aliran urine pada
sistem drainase kateter.Perawatan kateter urine harus dilakukan denganmempertimbangkan
uretralterhindar dari trauma,iritasi, dan peningkatan ketidaknyamanan pada
uretrapasien.Perawatan kateter yang dilakukan denganrutin harus memperhatikan prinsip
aseptik. Antiseptik yang paling baikdigunakan untukperawatan kateter adalah antiseptik yang
berspektrumluas karena kuman yang berkoloni dalam salurankemih dapat berasal dari
kontaminan bakteri garamnegatif maupun positif.
BAB V
PEMBAHASAN
A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAAN EBN
Peneliti memilih tindakan perawatan kateter urine menggunakan povidon iodin 10%
sebagai intervensi perawatan karena berdasarkan diagnosa keperawatan yang didapat dari
pengkajian pasien muncul masalah resiko tinggi infeksi. Kemudian pemilihan tindakan
perawatan kateter menggunakan povidon iodin 10% juga berdasarkan riset yang telah teruji
sebagaimana telaah artikel terkait dibawah ini :
Telaah artikel terkait
1) Judul Penelitian : Efektifitas Perawatan Kateter dengan Povidon Iodin 10%
Terhadap Kolonisasi Escherichia coli dalam UrineWanita di Ruang Bedah Wanita
(RBW) RSD dr. Soebandi Jember
2) Peneliti : Jumuatul Masullah, Rondhianto, Lantin sulistyorini ( Progam
Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Jember )
3) Waktu Penelitian : September2013
4) Metode Penelitian : pre-experimental design dengan rancangan one grouppretest-
posttest.
5) Hasil Penelitian : EfektifitasPerawatanKateterdenganPovidonIodin 10% Terhadap
Kolonisasi Escherichia coli
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan nulai p
value (0,041) < = 0,05. Hasil analisis data didapatkan nilai t hitung -3,911 yang berarti
povidon iodin 10% efektif terhadap penurunan kolonisasi Escherichia coli di RuanG
Bedah Wanita (RBW) RSD dr.Soebandi jember. Tingkat kemaknaan untuk kolonisasi
Escherichia coli in berdasarkan Supadi (2000 dalam Suswati, 2012) menunjukkan hasil
sangat bermakna, karena nilai 0,004 < P < 0,05, maka hasilnya bermakna.
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter
dengan antiseptic untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta
mempertahankan kepatenan dari kelancaran aliran urine pada system drainase kateter.
Pasien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi saluran kemih melalui berbagai cara.
Perawatan kateter merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi.
Perawatan kateter yang tidak sesuai dengan SOP dapat menyebabkan masuknya
mikroorganisme. Daerah yang memiliki resiko masuknya mikrooganisme adalah daerah
insersi kateter, kantung drainase, sambungan selang, klep, dan sambungan antara selang
dan kantong ( Potterperry, 2006 ).
Berdasarkan teori risiko kolonisasi bakteri pada kateter diperkirakan 5% sampai
10% per hari namun, kolonisasi bakteri yang terjadi pada pasien dengan kateter
indwelling muncul setelah hari ke 4-5 (Brooks, GF, 2007 ).
Povidon iodine memiliki spektrum yang luas, mampu membunuh bakteri, virus,
endosperm bakteri, jamur, dan protozoa yang dihancurkan melalui interaksi oksidatif dan
iodineasi makro molekul biologi secara langsung (Rahardjo R. 2009). Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Kumar, dkk (2009), povidon iodine efektif dalam membunuh virus
HIV, selain itu pada konsentrasi povidon iodin 10% mampu membunuh strain candida
antara 10 sampai 12 detik. Iritasi kulit pada beberapa orang yang disebabkan oleh
povidon iodine tidak ada laporan yang terlalu berbahaya, hanya efek sementara yang
sangat ringan pada selaput lendir. Keuntungan lain dari povidon iodine seperti: stabil; bau
tidak menusuk; tidak mudah menguap; bereaksi dengan cepat bahkan dengan bahan
organic seperti darah, nanah, minyak, lemak, dan sabun, mampu membentuk film untuk
mencegah invasi bakteri; membasmi kuman berkepanjangan; memberikan warna pada
daerah yang dirawat; larut dalam air; tanpa menimbulkan iritasi pada kulit dan membrane
mukosa; tidak sensitive dan tidak perih.
A. PENGERTIAN
Melakukan tindakan perawatan pada daerah genetal pria yang terpasang kateter
B. TUJUAN
1. Mencegah infeksi
2. Memberikan rasa nyaman
C. INDIKASI
Pasien pria yang terpasang kateter
D. PERALATAN
1. Bak instrument steril
2. Sarung tangan steril
3. Kapas
4. Povidone Iodine
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
Tahap Kerja
1. Menutup sampiran/menjaga privacy
2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan melepaskan pakaian
bawah pasien
3. Memasang perlak, pengalas
4. Memakai sarung tangan
5. Membersihkan genetalia dengan kapas yang sudah dibasahi Povidone Iodone
6. Memastikan posisi kateter terpasang dengan benar (menarik dengan hati-hati,
kateter tetap tertahan
7. Bersihkan ujung penis
8. Melepas pengalas dan sarung tangan
9. Merapikan pasien
Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
2. Merapikan pasien dan lingkungan
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan dan kembalikan alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
B. SARAN
Dari hasil dan pembahasan dan penerapan evidence based nursing
practicetersebutdiharapkan dapat menjadi suatu referensi bagi perawat dalam melakukan
tindakan perawatan kateter urine indwelling serta membandingkanya dengan antiseptik
lain seperti Chlorhexidine 2% atau teori yang tengah dikembangkan saat ini oleh
AMERICAN ASSOCIATION OF CRITICAL CARE NURSING (AACN) yaitu
menggunakan air sabun dengan kadar PH netral ( rendah surfaktan )dan air mencakup
pembersihan permukaan kateter, kemudian diulang lagi ketika pasien habis BAB.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sepalangita W. Pengaruh Perawatan KateterUrine Indwelling ModelAmerican
Associationof critical Care Nurse (AACN) TerhadapBakteriuria di RSU Raden
Mattaher Jambi.Tesis. Depok: Magister Ilmu KeperawatanPeminatan Keperawatan
Medikal Bedah FakultasIlmu Keperawatan Universitas Indonesia;
2012.[internet].http://lontar.ui.ac.id / Pengaruh/perawatan.pdf
2. Hasibuan H. Pola Kuman pada Urine Penderitayang Menggunakan Karakter Uretra di
RuangPerawatan Intensif dan Bangsal Bedah; 2007.[internet].Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa 2013Jumuatul Masullah,Efektifitas Perawatan Kateter dengan
Povidon Iodin 10% Terhadap
Kolonisasi.....http://repository.usu.ac.id/Fbitstream/123456789/6207/1/Hardy/2520Hasi
buan1.pdf .
3. Smeltzer, SC., Bare, BG. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Edisi8. Jakarta:EGC;
2002.
4. Brooks, GF., Butel, JS., Morse, SA.Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick &Adelberg.
Jakarta: EGC; 2007.
5. Ardaya TA, Suwanto. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta: FKUI;
2001.
6. Purnomo, BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2.Jakarta: Sagung Seto; 2003.
7. Potter, PA., Perry AG. Buku Ajar FundamentalKeperawatan. Jakarta: EGC; . 2006.
8. Jayaraja KK., Jayachandran E., Hemanth KRC.,Gunashakaran V., Ramesh Y., Kalayan
BP., et.al. Lakshmikanth. Application Of BroadSpectrum Antiseptic Povidone Iodine
AsPowerful Action: A Review: Journal ofPharmaceutical Science and Technology Vol.
1.Guntur: Acharya university; 2009.
[internet].http://www.onlinepharmacytech.info/docs/vol1issue2/JPST0 9-01-02-01.pdf .
9. Utami P. Laporan Praktek Kerja ProfesiApoteker di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo.Jakarta: FFUI; 2011.
10. Wilianti NP. Rasionalitas Penggunaan Antibiotikpada Pasien InfeksiSaluran Kemih pada
BangsalPenyakit Dalam di RSUP dr. KariadiSemarangTahun 2008. Skripsi; 2009.
[internet].http://eprints.undip.ac.id/8075/ .
11. Adisasmito AW. Penggunaan AntibiotikKhususnya pada Infeksi Bakteri Gram Negatif
diICU Anak RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri,vol.8; 2006.
[internet].http://www.saripediatri.idai.or.id%2Fpdfile%2F8-2-7.pdf.
12. Hasanah N. Kajian Aktivitas Antibakteri BatangDracontomelon dao terhadap Bakteri
Escherichiacoli Multiple Drug Resistance. Seminar NasionalPERHIPA & KONAS IV
Obat TradisionalIndonesia; 2011. [internet].http//www.farmako.uns.ac.id.
13. Wibowo S. Perbedaan Resiko Terjadinya InfeksiSaluran Kemih Pada Golongan Darah B
Dan ABDibandingkan A Dan O. Karya Ilmiah PPDS IPatologi Klinik; 1998. Fakultas
Kedokteran.Semarang: Universitas Diponegoro.
14. Rahardjo R. 2009. Kumpulan kuliahFarmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.