LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
Nama : Tn. G
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
No.RM : 154533
2. SUBJEKTIF
a. Keluhan utama : Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
B. PEMERIKSAAN FISIK
B. Status gizi BB 63 kg
TB 167 cm
Suhu : 38,2 0C
C. Kulit Warna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)
D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,
E. Mata Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks
cahaya (+/+)
F. Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-) pucat
(-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-)
G. Leher JVP (-), trakea di tengah, simetris, pembesaran
tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)
H. Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal
(-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran KGB axilla (-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas ICS II linea
parasternalis dextra
Daftar Masalah
Dari Anamnesis
1. Demam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
2. Mual, Muntah 2x berisi makanan, sulit BAB, BAK seperti teh
3. Pasien merokok kurang lebih sejak 20 tahun
4. Pasien jarang olahraga
D. ASSESSMENT
Observasi febris hari ke 7
Diagnosis differential :
Demam tifoid
Leptospirosis
E. PLANNING
Lab. Darah rutin
Widal test
F. TERAPI
Non farmakologi
- Istirahat
- Diet lunak
Farmakologi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium Darah
Hematologi
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
- PO Curcuma
2x1
- PO Kaukate
2x1
- Terapi lain
lanjut
Cek SGOT/SGPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Demam tifoid adalah Adalah demam akut yg disebabkan oleh Salmonella typhii
bisa juga oleh Salmonella enteriditis bioserotip paratyphii A dan Salmonela
enteriditis serotip paratyphi B disebut demam paratifoid.
II.2. Etiologi
Bakteri salmonella bentuk Batang, tidak berspora, Gram negatif, warna merah,
ukuran 1-3,5 um X 0,5-0,8 um. Mempunyai flagel peritrikh kecuali Salmonella
pullorum dan Salmonella gallinarum, Aerob dan fakultatif anaerob pd suhu 15-41 O C
suhu pertumbuhan optimum 37,5 C pH pertumbuhan 6-8, kuman mati pada suhu
56OC juga pada keadaan kering. Dalam air biasa tahan selama 4 minggu. Hidup subur
pada medium mngandung garam empedu.
II.3. Patofisiologi
Salmonella typhi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Sebagian dimusnahkan dalam lambung dan sebagian masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bakteri akan menembus sel epitel dan menuju lamina
propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak kemudian difagositosis terutama
oleh makrofag selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum selanjutnya menuju kelenjar
getah bening mesentrika. Melalui duktus torasikus bakteri yang berada dalam
makrofag beredar dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) menuju organ retokuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ-
organ tersebut bakteri meninggalkan sel fagosit untuk berkembang biak di luar sel
atau ruang sinosoid selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakterimia kedua yang menyebabkan tanda dan gejala penyakit infeksi.
Di hati kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, bersama
cairan empedu keluar secara intermiten ke dalam lumen usus, sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis bakteri S. typhi terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
gangguan mental, dan koagulasi.
1. Demam : Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awalnya demam
hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih
rendah atau normal, sore atau malam lebih tinggi dari normal (demam
intermitten). Semakin hari intensitas demam makin tinggi disertai gejala lain
seperti pusing, sakit kepala, mual-muntah, diare, nyeri otot pegal, anoreksia.
2. Gangguan saluran pencernaan : Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap
karena demam yang lama. Bibir kering kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan
kotor ditutupi selaput putih. Pada ujung lidah ditemukan kemerahan dan
tremor (coated tongue dan selaput putih). Terdapat gejala nyeri perut terutama
di regio epigastrik (daerah ulu hati), disertai nausea, mual dan muntah. Pada
awal muntah sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya
kadang timbul diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya terjadi gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan.
Sering pasien menjadi apatis, bila keadaan klinis berat bisa menjadi somnolen
dan koma atau dengan gejala psychosis (Organic Brain Syndrome). Pada
penderita toksik, gejala delirium lebih menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan limpa dapat ditemukan sering membesar. Hati teraba kenyal dan
nyeri tekan.
5. Bradikardi relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak disertai dengan
peningkatan frekuensi nadi. Gejala ini jarang ditemukan, mungkin karena
pemeriksaan yang sulit dilakukan. Patokan yang sering dipakai adalah bila
kenaikan suhu tubuh sekitar 1C disertai dengan peningkatan frekuensi nadi
sebanyak 8 denyut dalam 1 menit. Gejala lain adalah Rose spot biasanya
ditemukan di regio abdomen atas, pada anak sangat jarang terjadi kebanyakan
terjadi adalah epitaksis.
Berdasarkan waktunya biasanya:
- Minggu I: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis.
Biasanya leukopenia
Anemia ringan
Trombositopenia
LED meningkat
Kultur darah
Uji widal
Kenaikan titer 4 kali dari nilai normal pada pemeriksaan ulangan 5-7 hari
Uji Tubex
Uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah utk
dikerjakan
Uji tyhphidot
Hasil positif : 2-3 hari setelah infeksi dan dpt mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgM dan IgG thdp antigen S.typhi seberat 50 kD yg tdpt pd strip
nitroselulosa.
Mendeteksi antibodi IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau whole
blood.
II.6. Diagnosis
Diagnosis klinis
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu demam, sakit kepala, kelemahan,
nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal,
insomnia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi
relatif, feses berdarah. Suspek demam tifoid diambil dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, didapatkan gejala demam, gangguan cerna, dan petanda
gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap.
Diagnosis suspek tifoid dibuat hanya berdasarkan pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis diambil jika didapatkan gejala klinis yang lengkap atau
hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang
menunjukkan tifoid.
1. Biakan S. typhi
Metode ini dengan isolasi S. typhi dengan medium differensial yaitu
medium EMB, atau MacConkey. Medium selektifnya dengan agar
salmonella-shigella (SSA). Jika hasil biakan tidak tumbuh maka dilakukan
tes serologi.
2. Test serologi
Test ini diambil daru serum penderita. Uji aglutinasi dengan cara
mencampur diatas slide,serum pasien dan biakan yang tidak diketahui. Bila
terjadi gumpalan, dapat dilihat dalam beberapa menit. Uji aglutinasi
pengenceran tabung (tes Widal) prinsip uji ini adalah memeriksa reaksi
antara antibodi dengan aglutinin dalam serum penderita yang telah
mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan
flagela yang telah ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi
aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi titer
antibodi dalam serum. kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan Widal
II, 5-7 hari kemudian. Interpretasi jika uji Widal titer-O yang tinggi atau
meningkat ( 1:160) menandakan adanya infeksi aktif. Namun saat ini
belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna
diagnosis untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat
berbeda di berbagai laboratorium setempat.
3. Pemeriksaan pelacak DNA S. typhi dengan PCR (Polimerase Chain
Reaction)
II.7. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
II.8. Penatalaksanaan
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan demam, demam dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, demam naik pada sore dan
malam hari lalu demam turun pada pagi dan siang hari, dari keluhan demam dapat
disebabkan oleh demam tifoid, leptospirosis, isk ataupun perangan dan inflamasi
lainnya yang menimbulkan gejala demam, namum dari tipe demam mengarahkan ke
arah demam tifoid namum hal ini belum dapat dipastikan. Selain demam pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala badan pegal pegal yang dapat menjadi gejala prodromal
dari infeksi. Pasien juga mengeluh nyeri uluh hati mual dan muntah serta belum bisa
BAB hal ini merupakan gejala dari demam tifoid. dari pemeriksaan fisik yang
mendukung diantaranya adalah bradikardi relatif, suhu meningkat, serta
hepatomegali.
Dari hasil lab adanya peningkatan SGPT/SGPT ,tes widla positif sehingga
mengarahkan diagnosis kita ke hepatitis tifosa dimana demam tifoid dengan
komplikasi kearah hepar karena proses infeksi dari bakteri salmonella thypi tersebut.
Hepatitis tifosa sendiri menurut literatur dapat dijumpai dalam 50% penyakit demam
tifoid, pembengkakan hepar dari ringan sampai berat dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran edisi III volume 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit edisi VI volume 2.
Jakarta: EGC.
Widodo, Djoko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.
Jakarta : InternaPublishing