Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS PENDERITA ( 9 Juli 2017 )

Nama : Tn. G

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

Alamat : Banjar Agung Kajoran

No.RM : 154533

Tanggal masuk : 4 Juli 2017

Tanggal pulang : 12 Juli 2017

Kelompok pasien : BPJS PBI

Pasien bangsal : Seruni

2. SUBJEKTIF
a. Keluhan utama : Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, demam naik


turun, demam terutama pada sore hari dan pada malam, pasien
mengeluh pusing (+),mual (+) sampai muntah (+) 2x berisi makanan,
badan terasa pegal - pegal , BAB sulit dan BAK berwarna seperti teh.
Batuk (-) dan pilek (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Maag : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Alergi makanan : disangkal
Riwayat Alergi /obat : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Pengobatan Lama : disangkal
d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sesak nafas : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien menikah bekerja sebagai petani
f. Riwayat penggunaan obat
Pasien sudah berobat ke puskesmas namun tidak ada
perubahan
g. Riwayat kebiasaan
Merokok (+), makan tidak teratur (-), makan diluar (kadang-
kadang), minum alkohol (-), kebiasaan makan pedas (-).

B. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis

B. Status gizi BB 63 kg

TB 167 cm

BMI 22,66 kg/ m2

Kesan : Status gizi normoweight


Tanda Vital TD : 120/80 mmHg

Nadi : 91x/menit, isi dan tegangan cukup


Frekuensi Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 38,2 0C
C. Kulit Warna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)
D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,
E. Mata Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks
cahaya (+/+)
F. Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-) pucat
(-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-)
G. Leher JVP (-), trakea di tengah, simetris, pembesaran
tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)
H. Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal
(-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas ICS II linea
parasternalis dextra

Batas jantung kanan bawah ICS IV linea


parasternalis dextra

Batas jantung kiri atas ICS II linea parasternalis


sinistra
Batas jantung kiri bawah ICS IV linea media
clavicularis sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni,

intensitas normal reguler, bising (-), gallop (-),


murmur (-).
Pulmo :
Inspeksi Statis Normochest, simetris
Dinamis Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi Kanan Sonor
Kiri Sonor
Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
Kiri Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
K. Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
L. Abdomen
Inspeksi Dinding perut sejajar dengan dinding thorax,
venektasi (-), caput medusae (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), tes
undulasi (-)
Palpasi Supel, hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae,
bruit (-), lien tidak teraba. Nyeri tekan abdomen
regio epigastrium.
N. Ekstremitas
Superior dekstra Pitting edema (-), spoon nail (-), kuku pucat (-),
clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)
Superior sinistra Pitting edema (-) spoon nail (-), kuku pucat (-),
clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)
Inferior dekstra Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),
clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)
Inferior Sinistra Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),
clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)
C. RESUME

Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, demam dirasakan naik


turun, panas terutama pada sore hari dan turun jika minum obat
warung, BAB (-) sejak 2 hari yang lalu, mual (+), muntah (+), BAK
berwarna seperti teh.
Pasien mengaku tidak ada riwayat mondok dengan keluhan
yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan
kompos mentis, status gizi normoweight, , nyeri tekan abdomen regio
epigastrium dan hepatomegali sekitar 3 cm dibawah arcus costae.

Daftar Masalah
Dari Anamnesis
1. Demam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
2. Mual, Muntah 2x berisi makanan, sulit BAB, BAK seperti teh
3. Pasien merokok kurang lebih sejak 20 tahun
4. Pasien jarang olahraga

Dari Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Suhu 38.2 C
3. Nyeri tekan epigastrium
4. Hepatomegali 3 cm dibawah arcus costae

D. ASSESSMENT
Observasi febris hari ke 7
Diagnosis differential :
Demam tifoid
Leptospirosis
E. PLANNING
Lab. Darah rutin
Widal test

F. TERAPI
Non farmakologi
- Istirahat
- Diet lunak

Farmakologi

Inf. Asering 20 tpm


Inj. Acran 1 Amp
Inj. Ondancentron 1 amp
Inf. Parasetamol 1 fls

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Pemeriksaan Laboratorium

a. Laboratorium Darah

Tanggal 5 Juli 2017

Hematologi

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Hemoglobin 13,5 11.5-14,5 g/dl
Leukosit 8.7 5.0-11 Ribu
Eritrosit 4.41 4.0-5,4 Juta
Hematokrit 37.4 37-45 %

Trombosit 59 150-400 Ribu


MCV 84.8 77-91 Mikro m3
MCH 30.6 24-30 Pg
MCHC 36.0 32-36 g/dl
Widal
Typhi O (+) 1/160
Parathyphi AO (-) Negatif
Parathyphi BO (+) 1/160
Parathyiphi CO (-) Negatif
Typhi H (+) 1/160
Paratyphi AH (-) Negatif
Paratyphi BH (+) 1/160
Paratyphi - CH (+) 1/320

Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam

H. Follow up dari tanggal 6 Juli 2017 12 Juli 2017

Tanggal Subject Object Assessment Planning

5/7/17 pusing, lemas, - TD : 100/80 - Obs. Inf. Asering 20


sedikit mual (+), mmHg, N: Febris hari tpm
Inj. Ceftazidin 1
muntah (-), nyeri 80x/mnt, RR : ke-8 susp.
amp
uluhati (+) 18x/mnt, S : 39C Tifoid
Inj. Lansoprazole
- Nyeri tekan
demam(+), BAB (-) abdomen regio Fever 1 amp
- GERD Inj. Sohobion 1
sejak 3 hari yang epigastrium
amp
lalu, BAK seperti
PO Sucralfat syr
the
2x2 CI
PO Dexanta syr
2x2 CI
PO Imunos 2x1
tab
PO Troliz 2x1 tab

6/7/17 pusing, lemas, - TD : 120/80 - Obs. PO Laxana 2x1


sedikit mual (+), mmHg Febris
- N : 82 x/m Terapi lain lanjut
muntah (-), nyeri hari ke-9
- RR : 18 x/m
uluhati (+) - S : 36.8 C Susp.
- KU : baik, compos
demam(+), BAB (-) Thyfoid
mentis.Bising usus
sejak 4 hari yang Fever
4x/menit, ,Nyeri
lalu, BAK seperti
tekan abdomen
the
regio epigastrium

7/7/17 pusing, lemas, - TD : 110/70 - Obs - Inf. RL 20


mual (-), muntah mmHg, N: Febris tpm
(-), BAB (-) sejak 5 78x/mnt, RR : Hari ke 10
- Inj Ceftazidin
minggu yang lalu, 20x/mnt, S : Susp.
(Stop)
BAK seperti teh 37.7C Thyfoid
- Bising usus diganti
Fever
5x/menit, Ceftriaxon
- Nyeri tekan 1x2 gram
abdomen (+)
- PO. Aminural
2x1

- PO Curcuma
2x1

- PO Kaukate
2x1

- Terapi lain
lanjut

Periksa Ur/ Cr,


SGOT/SGPT

8/7/17 Pusing(+),mual(+), - TD : 110/60 - Obs. - Terapi lanjut


muntah(-), mmHg Febris
- N : 84 x/m
panas(+),BAB (-) Hari ke 11
- RR : 18 x/m
- S : 37.1 C Susp. SGOT : 182 (H)
- KU : baik, compos
Hepatitis
mentis.Bising usus SGPT : 207 (H)
Tifosa
6x/menit, Ur : 31 (N)
- Nyeri tekan
abdomen (+) Cr : 0.8 (N)

9/7/17 Pusing (-),mual (+), - TD : 110/60 - Obs. - Terapi lanjut


muntah(-), lemas mmHg Febris
- N : 84 x/m
(+), panas (-),BAB Hari ke 12
- RR : 18 x/m
(-) - S : 36.8 C Susp.
- Nyeri tekan
Hepatitis
abdomen (+)
Tifosa

10/7/17 Pusing (-),mual (-), - TD : 130/90 - Obs. - Hepamerz 2x1


muntah(-), lemas mmHg Febris
- N : 79 x/m - Hepamax 2x1
(+), panas (-),BAB Hari ke 13
- RR : 18 x/m
(-) - S : 36.7 C Susp. - Aminural
- Nyeri tekan
Hepatitis Stop
abdomen (+)
Tifosa USG Abdomen

11/7/17 Pusing (-),mual (-), - TD : 120/80 - Obs. - Terapi lanjut


muntah(-), lemas mmHg Febris
- N : 89 x/m Hasil USG :
(+), panas (-),BAB Hari ke 14
- RR : 18 x/m Hepatomegali
(+) - S : 36.9 C Susp.
- Nyeri tekan dengan penurunan
Hepatitis
abdomen (-) ekostruktur hepar
Tifosa
diffuse susp.
hepatitis

Cek SGOT/SGPT

12/7/17 Keluhan (-) - TD : 120/80 - Susp. - Terapi Lanjut


mmHg, N: Hepatitis
SGOT : 102 (H)
80x/mnt, RR : tifosa
- GERD
20x/mnt, S : SGPT : 166 (H)
37.3C
- Bising usus dbn BLPL
- Nyeri tekan
abdomen (-)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Demam tifoid adalah Adalah demam akut yg disebabkan oleh Salmonella typhii
bisa juga oleh Salmonella enteriditis bioserotip paratyphii A dan Salmonela
enteriditis serotip paratyphi B disebut demam paratifoid.
II.2. Etiologi

Bakteri salmonella bentuk Batang, tidak berspora, Gram negatif, warna merah,
ukuran 1-3,5 um X 0,5-0,8 um. Mempunyai flagel peritrikh kecuali Salmonella
pullorum dan Salmonella gallinarum, Aerob dan fakultatif anaerob pd suhu 15-41 O C
suhu pertumbuhan optimum 37,5 C pH pertumbuhan 6-8, kuman mati pada suhu
56OC juga pada keadaan kering. Dalam air biasa tahan selama 4 minggu. Hidup subur
pada medium mngandung garam empedu.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :


Antigen O (Antigen somatik),
yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai
struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan
terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

II.3. Patofisiologi
Salmonella typhi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Sebagian dimusnahkan dalam lambung dan sebagian masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bakteri akan menembus sel epitel dan menuju lamina
propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak kemudian difagositosis terutama
oleh makrofag selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum selanjutnya menuju kelenjar
getah bening mesentrika. Melalui duktus torasikus bakteri yang berada dalam
makrofag beredar dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) menuju organ retokuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ-
organ tersebut bakteri meninggalkan sel fagosit untuk berkembang biak di luar sel
atau ruang sinosoid selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakterimia kedua yang menyebabkan tanda dan gejala penyakit infeksi.
Di hati kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, bersama
cairan empedu keluar secara intermiten ke dalam lumen usus, sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis bakteri S. typhi terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
gangguan mental, dan koagulasi.

II.4. Gejala klinis

1. Demam : Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awalnya demam
hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih
rendah atau normal, sore atau malam lebih tinggi dari normal (demam
intermitten). Semakin hari intensitas demam makin tinggi disertai gejala lain
seperti pusing, sakit kepala, mual-muntah, diare, nyeri otot pegal, anoreksia.
2. Gangguan saluran pencernaan : Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap
karena demam yang lama. Bibir kering kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan
kotor ditutupi selaput putih. Pada ujung lidah ditemukan kemerahan dan
tremor (coated tongue dan selaput putih). Terdapat gejala nyeri perut terutama
di regio epigastrik (daerah ulu hati), disertai nausea, mual dan muntah. Pada
awal muntah sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya
kadang timbul diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya terjadi gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan.
Sering pasien menjadi apatis, bila keadaan klinis berat bisa menjadi somnolen
dan koma atau dengan gejala psychosis (Organic Brain Syndrome). Pada
penderita toksik, gejala delirium lebih menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan limpa dapat ditemukan sering membesar. Hati teraba kenyal dan
nyeri tekan.
5. Bradikardi relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak disertai dengan
peningkatan frekuensi nadi. Gejala ini jarang ditemukan, mungkin karena
pemeriksaan yang sulit dilakukan. Patokan yang sering dipakai adalah bila
kenaikan suhu tubuh sekitar 1C disertai dengan peningkatan frekuensi nadi
sebanyak 8 denyut dalam 1 menit. Gejala lain adalah Rose spot biasanya
ditemukan di regio abdomen atas, pada anak sangat jarang terjadi kebanyakan
terjadi adalah epitaksis.
Berdasarkan waktunya biasanya:

- Minggu I: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis.

- Minggu II: demam, bradikardi relatif, hepatomegali, splenomegali, gangguan


mental seperti stupor, somnolen, koma, delirium. Roseola jarang ditemukan
pada orang di Indonesia.

- Minggu III : minggu penyembuhan/konvelesen. Jika terawat dengan baik


panasnya akan turun. Jika tidak terawat dengan baik makan akan terjadi
perforasi usus dan pasien dapat meninggal.

II.5. Pemeriksaan Laboratorium

Biasanya leukopenia

Anemia ringan

Trombositopenia

Aneosinofilia maupun limfopenia

LED meningkat

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, kembli normal setelah sembuh

Kultur darah

Uji widal

Untuk deteksi antibodi kuman S.typhi . Terjadi suatu reaksi aglutinasi


antara antigen kuman dengan antibodi yg disebut aglutinin. Aglutinin O (dr
tubuh kuman). Aglutinin H (flagela kuman) dan Aglutinin Vi (simpai kuman)
dari ke3nya hanya aglutinin O dan H untuk diagnosis. Pembentukan aglutinin
mula-mula terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat
secara cepat dan mencapai kadar puncak pada minggu ke-4 dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O,
kemudian diikuti aglutinin H. Pada orang sembuh, aglutinin O masih tetap
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama yaitu
9-12 bulan.

Dikatakan widal positif jika :

Kenaikan titer 4 kali dari nilai normal pada pemeriksaan ulangan 5-7 hari

Pada endemik : titer >= 1/80 pada O dan H

Pada non-endemik : titer >= 1/160 pada O dan H

Faktor yang mempengaruhi uji widal :

- Pengobatan dini dengan antibiotik


- Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid
- Waktu pengambilan darah
- Daerah endemik atau non endemik
- Riwayat vaksinasi
- Reaksi amnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
- Faktor teknik pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

Uji Tubex

Uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah utk
dikerjakan

Mendeteksi antibodi anti S.typhi 09 pd serum pasien dgn cara menghambat


ikatan antara IgM anti 09 yg trkonjugasi pada partikel latex yg brwarna dgn
lipopolisakarida S.typhi yg terkonjugasi pd partikel magnetik latex.

Hasil positif menunjukan infeksi Salmonella serogroup D walau tdk spesifik.


S.paratyphi memberikan hasil negatif.
Skor Interpretasi

<2 Negatif : tidak menunjuk infeksi tifoid


aktif

3 Borderline : pengukuran tdk dpt


disimpulkan. Ulangi pengujian apabila
msh meragukan lakukan pengulangan
bbrp hr kemudian

4-5 Positif : menunjukan infeksi tifoid aktif

>6 Positif : indikasi kuat infeksi tifoid aktif

Uji tyhphidot

Mendeteksi antibodi IgM dan IgG yg terdapat pd protein membran luar


S.typhi.

Hasil positif : 2-3 hari setelah infeksi dan dpt mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgM dan IgG thdp antigen S.typhi seberat 50 kD yg tdpt pd strip
nitroselulosa.

Uji IgM dipstick

Mendeteksi antibodi IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau whole
blood.

Menggunakan strip yg mengandung LPS S.typhoid dan anti IgM (kontrol).


Secara semikuatitatif diberikan penilaian terhadap garis uji dengan
membandingkannya dengan reference strip.

II.6. Diagnosis

Diagnosis klinis
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu demam, sakit kepala, kelemahan,
nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal,
insomnia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi
relatif, feses berdarah. Suspek demam tifoid diambil dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, didapatkan gejala demam, gangguan cerna, dan petanda
gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap.
Diagnosis suspek tifoid dibuat hanya berdasarkan pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis diambil jika didapatkan gejala klinis yang lengkap atau
hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang
menunjukkan tifoid.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan adanya bakteri S. typhi.

1. Biakan S. typhi
Metode ini dengan isolasi S. typhi dengan medium differensial yaitu
medium EMB, atau MacConkey. Medium selektifnya dengan agar
salmonella-shigella (SSA). Jika hasil biakan tidak tumbuh maka dilakukan
tes serologi.

2. Test serologi
Test ini diambil daru serum penderita. Uji aglutinasi dengan cara
mencampur diatas slide,serum pasien dan biakan yang tidak diketahui. Bila
terjadi gumpalan, dapat dilihat dalam beberapa menit. Uji aglutinasi
pengenceran tabung (tes Widal) prinsip uji ini adalah memeriksa reaksi
antara antibodi dengan aglutinin dalam serum penderita yang telah
mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan
flagela yang telah ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi
aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi titer
antibodi dalam serum. kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan Widal
II, 5-7 hari kemudian. Interpretasi jika uji Widal titer-O yang tinggi atau
meningkat ( 1:160) menandakan adanya infeksi aktif. Namun saat ini
belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna
diagnosis untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat
berbeda di berbagai laboratorium setempat.
3. Pemeriksaan pelacak DNA S. typhi dengan PCR (Polimerase Chain
Reaction)

II.7. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler


diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis


Pembengkakkan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai pada S. thypi daripada S.
parathypi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini karena thypoid, virus, malaria,
atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan
bila perlu histopatologik hati. Pada demam tiroid kenaikan enzin transaminase
tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan
hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

II.8. Penatalaksanaan

Trilogi penatalaksanaan demam tifoid

1. Istirahat dan perawatan


2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
3. Pemeberian antimikroba

Tirah baring dan perawatan mencegah terjadinya komplikasi. Makanan padat


dini yaitu nasi dan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang
berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
Pemberian antimikroba :

Kloramfenikol : obat pilihan utama. Dosis 4x500mg/hari peroral atau IV.


Diberikan 7 hari bebas panas.

Tiamfenikol : dosis 4x500mg, demam rata2 menurun pada hari ke 5 sampai


ke-6

Kotrimikazol : dosis 2x2 (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400mg dan


80mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin : kemampuan menurunkan panas lebih rendah


dibanding yg lain. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2minggu.

Sefalosporin generasi ke-3 : seftriakson dosis 3-4 gr dlm dekstrosa 100cc


diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 -5 hari.

golongan fluorokuinolon : Norfloksasin dosis 2x400mg/hr slm 14hari.


siprofloksasin dosis 2x500mg/hr slm 6 hr. Ofloksasin dosis 2x400mg/hr
selama 7hr. Pefloksasin dosis 400mg/hr selama 7hari. Fleroksasin dosis 400
mg/hr slm 7 hari.

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan demam, demam dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, demam naik pada sore dan
malam hari lalu demam turun pada pagi dan siang hari, dari keluhan demam dapat
disebabkan oleh demam tifoid, leptospirosis, isk ataupun perangan dan inflamasi
lainnya yang menimbulkan gejala demam, namum dari tipe demam mengarahkan ke
arah demam tifoid namum hal ini belum dapat dipastikan. Selain demam pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala badan pegal pegal yang dapat menjadi gejala prodromal
dari infeksi. Pasien juga mengeluh nyeri uluh hati mual dan muntah serta belum bisa
BAB hal ini merupakan gejala dari demam tifoid. dari pemeriksaan fisik yang
mendukung diantaranya adalah bradikardi relatif, suhu meningkat, serta
hepatomegali.

Dari hasil lab adanya peningkatan SGPT/SGPT ,tes widla positif sehingga
mengarahkan diagnosis kita ke hepatitis tifosa dimana demam tifoid dengan
komplikasi kearah hepar karena proses infeksi dari bakteri salmonella thypi tersebut.
Hepatitis tifosa sendiri menurut literatur dapat dijumpai dalam 50% penyakit demam
tifoid, pembengkakan hepar dari ringan sampai berat dapat terjadi.

Sehingga diberikan terapi sesuai trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu


Istirahat dan perawatan Diet, terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dan
Pemberian antimikroba.

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC.


Keputusan Menteri Kesehatan. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.
%20364%20ttg%20Pedoman%20Pengendalian%20Demam%20Tifoid.pdf.

Mansjoer Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran edisi III volume 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit edisi VI volume 2.
Jakarta: EGC.

Widodo, Djoko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.
Jakarta : InternaPublishing

Anda mungkin juga menyukai