Anda di halaman 1dari 10

A.

Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama
menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah
dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization
(WHO). Berdasarkan laporan terbaru dari WHO pada tahun 2009, insiden kasus TB
di dunia telah mencapai 8,99,9 juta, prevalensi mencapai 9,613,3 juta, dan angka
kematian mencapai 1,11,7 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,450,62
juta pada kasus TB dengan HIV positif. Data yang dilaporkan tiap tahun
menunjukkan insiden atau kasus TB baru cenderung meningkat setiap tahun, sebagai
contoh insiden pada tahun 2008 diestimasi sebesar 9,4 juta, dibandingkan dengan
tahun 2007 dan 2006 sebelumnya yang masing-masing sebesar 9,27 juta dan 9,24
juta.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kasus TB yang terjadi di
dunia, dan tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan. Penyebaran kasus TB di dunia
memang tidak merata dan justru 86% dari total kasus TB global ditanggung oleh
negara berkembang. Sekitar 55% dari seluruh kasus global tersebut terdapat pada
negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi
kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Melihat hal ini, maka WHO telah
menetapkan 22 negara yang dianggap sebagai high-burden countries dalam
permasalahan TB untuk mendapatkan perhatian yang lebih intensif dalam hal
penanggulangannya. Indonesia adalah salah satu negara yang termasuk di dalamnya.
Berdasarkan tingginya angka insiden TB di setiap negara, sampai tahun 2007
Indonesia masih menduduki peringkat ke-3 setelah India dan Cina, disusul oleh
Nigeria pada peringkat ke-4 dan Afrika Selatan pada peringkat ke-5. Sementara
berdasarkan laporan pada tahun 2008, kelima negara tersebut masih tetap masuk
dalam daftar lima besar negara dengan kasus TB baru terbanyak tetapi dengan urutan
yang berubah dimana Indonesia menduduki peringkat ke-5 dengan insiden yang
mengalami penurunan dari sekitar 528-ribu di tahun 2007 menjadi 429-ribu di tahun
2008 (grafik 1.1).

India China Indonesia Nigeria Afrika Selatan

1,962 1,982

1,306 1,301

528 460 461 429 457 476

Tahun 2007 Tahun 2008


Grafik 1.1 Daftar lima besar negara dengan jumlah kasus baru TB terbanyak.

Penurunan jumlah kasus baru TB di Indonesia untuk tahun 2007 dan 2008
sangat penting dalam mencapai angka yang lebih kecil lagi untuk tahun-tahun
selanjutnya. Indonesia dituntut untuk membuktikan komitmennya dalam mengatasi
masalah TB. Hal ini sejalan dengan tujuan ke-6 dari millennium development goals
yang telah ditandatangani Indonesia bersama 188 negara lainnya pada September
2000 yakni memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya termasuk
TB. Untuk mewujudkannya di tahun 2015, maka ada 3 indikator penting yang perlu
diperhatikan yaitu prevalensi tuberculosis dan angka kematian penderita tuberculosis
dengan sebab apapun selama pengobatan OAT, angka penemuan penderita
tuberkulosis BTA positif baru, dan angka kesembuhan penderita tuberkulosis.
Di Jawa Tengah, angka penemuan kasus TB per 31 Januari 2017 sebanyak
14.139 jiwa dengan angka kesembuhan 71,3% (Ditjen P2P, Kemenkes, 2017). Di
Kota Magelang Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA + tahun 2014 sebesar
24%, lebih rendah dari capaian tahun 2013 yang sebesar 27%. Sedangkan untuk
angka keberhasilan pengobatan mencapai hasil sebesar 32,67 (Profil Kesehatan Kota
Magelang, 2014).
Penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung
sejak lama. Sejak tahun 1909, penanggulangan penyakit Tuberculosis dilakukan
secara nasional melalui Puskesmas dengan penyediaan obat secara gratis. Program
ini dinilai kurang berhasil akibat kurangnya kesadaran pasien untuk melakukan
pengobatan secara teratur. Sedang pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat
yang tidak lengkap diduga dapat menimbulkan kekebalan ganda kuman Tuberkulosis
terhadap obat anti Tuberkulosis (Depkes, 2007).
Pada 2006 WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB. Strategi
baru WHO ditetapkan berdasarkan pencapaian DOTS, serta menjawab tantangan baru
bagi keberhasilan penanggulangan TB. Enam elemen strategi WHO untuk
menghentikan TB (WHO, 2009): (1) Perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas
tinggi; (2) Mengatasi TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya; (3) Penguatan sistem
kesehatan; (4) Pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan; (5) Pemberdayaan
pasien dan komunitas; (6) Mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2009).
Pendampingan aktif kepada pasien selama pengobatan TB membutuhkan
waktu yang lama sesuai dengan aturan pengobatan yang memenuhi standar, terkadang
merupakan salah satu faktor penghambat yang memungkinkan terjadinya ketidak
patuhan pasien dalam menelan obat. Disamping itu, masih adanya stigma tentang TB,
serta terbatasnya informasi pelayanan dan pengobatan TB di masyarakat
mempengaruhi motivasi pasien untuk sembuh.
Untuk penanggulangan masalah tersebut peran masyarakat sebagai Kader
Kesehatan dan petugas di Sarana Pelayanan Kesehatan terdepan sangatlah penting
untuk mendampingi PMO, pasien, dan keluarganya. Aktifnya Kader Kesehatan dan
petugas dalam pendampingan di masyarakat diharapkan akan meningkatkan
penemuan dan kesembuhan kasus TB di wilayahnya, menurunkan angka pasien yang
mangkir dan putus berobat (drop-out ), serta membantu menghilangkan persepsi dan
sikap masyarakat yang menghambat program penanggulangan TB.

B. Analisis Masalah

C. Penentuan Prioritas Masalah


a. Kurangnya tenaga ahli dan kader. Terlalu banyak penduduk, terlalu banyak
desa, sementara tenaga ahli yang khusus mengurus penjaringan TB belum ada
b. Komunikasi yang kurang, Kerjasama yang kurang antara tenaga kesehatan
baik bidan desa, mantri, praktek dokter swasta yang mana jarang mengirim
pasien suspek untuk pemeriksaan BTA.
c. Kesadaran dan pengetahuan pasien tentang penyakit TBC juga masih sangat
kurang contohnya pasien yang batuk lama jarang memeriksa kesehatannya
karena dianggap cuma batuk biasa. Ataupun pasien malu untuk
memeriksakan penyakitnya

D. Alternatif Pemecahan Masalah


Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
1. Komunikasi yang kurang, 1. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan
Kerjasama yang kurang antara ataupun pertemuan-pertemuan antara
tenaga kesehatan baik bidan tenaga kesehatan, kader, maupun
desa, mantri, praktek dokter langsung dengan masyarakat untuk
swasta yang mana jarang memberi informasi mengenai TBC.
mengirim pasien suspek untuk Target pengiriman suspek di desa
pemeriksaan BTA. dibuat target dan dievaluasi.
2. Meningkatkan kerjasama antara kader
dengan puskesmas dengan cara
mengadakan pertemuan berkala agar
komunikasi dapat berjalan sehingga
program dapat terlaksana secara
optimal.
3. Advokasi kepala puskesmas untuk
membuat komitmen peningkatan
suspek TBC
2. Terlalu banyak penduduk, 1. Menambah jumlah tenaga ahli dan
terlalu banyak desa, sementara melatih kader TBdi bidang P2PL
tenaga ahli yang khusus terutama pada penyakit TBC untuk
mengurus penjaringan TBC meningkatkan angka penemuan
belum ada kasus.
2. Lebih melibatkan peran serta tokoh
masyarakat dan organisasi
masyarakat setempat untuk ikut
secara aktif dalam program P2PL
Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
3. Meningkatkan promosi kesehatan
pada masyarakat menegnai
penanggulangan TBC.
3. Kesadaran dan pengetahuan 1. Mengoptimalkan program system
pasien tentang penyakit TBC informasi TBC terpadu dan sosialisasi
juga masih sangat kurang atau penyuluhan kepada masyarakat
contohnya pasien yang batuk tentang penanggulangan TBC.
lama jarang memeriksa 2. Pemasangan baliho, spanduk di
kesehatannya karena dianggap tempat-tempat umum, serta
cuma batuk biasa. Ataupun pembagian leaflet pada seluruh
pasien malu untuk masyarakat.
memeriksakan penyakitnya 3. Berkerjasama dengan pihak media
masa seperti radio, surat kabar atau
siaran televisi dalam penanggulangan
TBC.

Untuk mengetahui berbagai faktor pendukung dan penghambat sub Program


P2PL yaitu angka penemuan TBC yang hanya 29%.
Untuk itu dilakukan kajian seksama dengan analisis SWOT sebagai berikut :

Tabel 6. Analisis SWOT


SW Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Ada tenaga profesional 1. Belum terjalinnya
2. Kepercayaan terhadap kerjasama dan koordinasi
OT puskesmas yang baik antara
3. Adanya fasilitas puskesmas dengan praktek
penunjang puskesmas kesehatan swasta lainnya.
(ranap dan 2. Komunikasi yang kurang
laboratorium) antara masyarakat dan
4. Tersedianya dana kader
(APBDII, BOK) 3. Kurangnya pemahaman
5. Terjangkaunya masyarakat tentang gejala
pelayanan kesehatan TBC
(pustu/puling)
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
1. Adanya 1. Meningkatkan 1. Optimalkan tenaga yang
kerjasama kerjasama dengan ada sesuai dengan tugas
dengan RS/DPS pokok
RS/DPS 2. Terus memberikan 2. Meningkatkan kualitas
2. Banyaknya pembekalan dan kerjasama dengan kader
kader pelatihan bagi para dengan promosi lewat
kesehatan kader penyuluhan pencegahan
diwilayah 3. Penggunaan dana secara TBC.
puskesmas optimal 3. Meningkatkan peran serta
kader dalam mendukung
P2PL khususnya TBC.
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
1. Tingkat 1. Melakukan survey 1. Lebih melibatkan peran
ekonomi dan sejauh mana serta tokoh masyarakat
sosial pengetahuan masyarakat dan organisasi masyarakat
masyarakat tentang TBC setempat untuk ikut secara
yang rendah 2. Meningkatkan kegiatan- aktif dalam program P2PL
dimana masih kegiatan promosi 2. Memperbaiki perencanaan
ada rumah kesehatan dan strategi program
yang tidak 3. Pendekatan secara penyuluhan
sehat personal melalui kader- 3. Meningkatkan komunikasi
2. Kurangnya kader desa agar dapat dan koordinasi yang jelas
kesadaran memberi penyuluhan dengan pelayanan
untuk pada saat ada kegiatan- kesehatan swasta di
memeriksakan kegiatan masyarakat wilayah binaaan
diri bila sakit (misal rapat karang puskesmas polokarto.
taruna, rapat PKK, rapat 4. Adanya penyuluhan rutin
RT, dsb)
4. Meningkatkan
penyuluhan-tentang
pencegahan TBC
Untuk meningkatkan program pada tahun mendatang Puskesmas Polokarto
dapat melakukan :
a. Penambahan dan pelatihan kader TB untuk meningkatkan penemuan suspek
TB dan TB BTA (+).
b. Puskesmas meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas antara jejaring
internal dan eksternal tenaga kesehatan di lingkungan puskesmas Polokarto.
c. Advokasi kepala puskesmas untuk membuat komitmen peningkatan suspek TB.
d. Mengusulkan kepada minlok puskesmas mengenai mekanisme penemuan kasus
TB atau mekanisme kerja penemuan suspek TB.
e. Diberlakukan target pengiriman suspek di setiap desa dibuat capaian kemudian
dievaluasi.
f. Mengoptimalkan program system informasi TBC terpadu.
g. Sosialisasi ke masyarakat penanggulangan TB baik melalui penjaringan
maupun melalui bidan desa.
h. Penggunaan dana yang ada di Puskesmas secara optimal.
i. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat
setempat untuk ikut secara aktif dalam program P2PL
j. Melakukan survei sejauh mana pemahaman masyarakat tentang TBC dan
pencegahannya serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.
1. Penentuan PrioritasAlternatif Pemecahan Masalah
Berikutmatrikulasi alternative pemecahanmasalahdarikegiatan P2PL yang
dilakukanolehPuskesmasPolokarto.
Tabel7.MatrikulasiAlternatifPemecahanMasalah
No DaftarPemecahanMasalah Efektivitas Efisiensi
Jumla
M I V (C)MxI MxIxV
C
1 Advokasi kepala puskesmas 4 4 2 3 10
untuk membuat komitmen
peningkatan suspek TBC
2 Menambah dan melatih kader 4 4 3 2 24
TB untuk menemukan dan
merujuk suspek TB dan TB
BTA (+).
3 Menambah jumlah tenaga ahli 4 3 2 3 8
di bidang TBC untuk
meningkatkan angka
penemuan kasus.
4 Mengoptimalkan program 4 4 2 2 16
system informasi TBC terpadu
dan sosialisasi atau
penyuluhan kepada
masyarakat tentang
penanggulangan TBC.

Kriteriaefektivitas :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat deselesaikan)
I = Importancy (pentingnya jalan keluar)
V = Vulnerability (sensitivitas jalan keluar)
Kriteriapenilaianefektifitas :
1 = tidak efektif
2 = agak efektif
3 = cukup efektif
4 = efektif
5 = paling efektif
Kriteriaefisiensi :
C = Efficiency Cost (semakinbesarbiaya yang diperlukansemakintidakefisien)
Kriteriapenilaianefesiensi :
1 = paling efisien
2 = efisien
3 = cukup efisien
4 = agak efisien
5 = tidak efisien
Berdasarkan criteria matriksdiatas,
makaurutanprioritaspemecahanmasalahadalahsebagaiberikut :
1. Menambah dan melatih kader TB untuk menemukan dan merujuk suspek TB dan TB
BTA (+).
2. Mengoptimalkan program system informasi TBC terpadu dan sosialisasi atau
penyuluhan kepada masyarakat tentang penanggulangan TBC.
3. Advokasi kepala puskesmas untuk membuat komitmen peningkatan suspek TB.
4. Menambah jumlah tenaga ahli di bidan TBC untuk meningkatkan angka penemuan
kasus.

2. Rencana Kegiatan untuk peningkatan tingkat CDR pada kasus TB

Kegiatan Tujuan Sasaran Sumber dana Pelaksana Metode Waktu dan Indikator
lokasi
Pembentuk - Pembentukan Kader BOK untuk Koordinat - Cera Tahun Meningk
an dan kader TB TB biaya or P2PL, mah 2017, atnya
pelatihan - Meningkatkan transport petugas - Tan Aula angka
kader TB ketrampilan kader : 15 x TB ya puskesmas CDR
dan 10.000 = jawa Polokarto kasus TB
pengetahuan 150.000 b paru.
kader TB Snack - Disk
untuk 15x5000 = usi
menemukan 75.000 - Dem
dan merujuk Makan siang onst
suspek TB 15 x 10.000= rasi
- Meningkatkan 150.000 - Sim
angka Fotokopi ulasi
penemuan ATK .
suspek TB 15x5000 =
- Meningkatkan 75.000
penemuan Jumlah =
penderita TB 450.000
BTA (+)
Memberika - Meningkatkan Masyar Rp. 500.000 Koordinat - Cera Tahun Meningk
n angka akat or P2PL, mah 2017,Balai atnya
penyuluhan penemuan desa petugas - Tan desa desa angka
kepada suspek TB polokar TB ya polokarto, CDR
masyarakat - Meningkatkan to jawa kasus TB
tentang penemuan b paru.
penanggula penderita TB - Disk
ngan TBC BTA (+) usi
RUK

Jenis Kegiatan : Penyuluhan Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai TB

Sasaran: Masyarakat magelang utara, khususnya tokoh masyarakat dan kader terpilih

Rincian kegiatan:

Bentuk Kegiatan: Pelatihan Kader Kelas TB

Alat: LCD, komputer, flipchart, alat tulis, kurikulum panduan kelas TB

Waktu :

Tenaga: petugas puskesmas untuk menjadi fasilitator dan narasumber

Sumber Pembiayaan: BOK puskesmas

Indikator keberhasilan: Tingkat pengetahuan kader meningkat

Anda mungkin juga menyukai