Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

PEMERIKSAAN MUTU ZNO OINTMENT

Rabu, 20 November 2017

Disusun Oleh :
DEKA AULIA SEPTA YOFI PARMAR
260110160083
SHIFT C

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
I. Tujuan

Menentukan kadar ZnO dalam sediaan salep dengan metode kompleksometri.

II. Prinsip

Titrasi Kompleksometri

Titrasi yang didasarkan adanya pembentukan kompleks. Khelat dihasilkan


ketika ion logam berkoordinasi dengan dua atau lebih grup pendonor ligan untuk
membentuk 5 atau 6 cincin heterosiklik (Divya et al., 2014).

III. Mekanisme Reaksi

HY3- adalah EDTA dan ZnY2- adalah kompleks Zn(EDTA)

(Skoog, 2013).

Ion logam yang ada dalam larutan Zinc Oxide dititrasi langsung dengan
larutan Na2EDTA. Etilendiamin tetraasetat (EDTA) berperan sebagai titran yang
digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua
logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk deteksi titik akhir
titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada
saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna
dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan
EDTA) maka komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang
berbeda. Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah indikator EBT
(Eriochrom Black T), yang akan menghasilkan perubahan warna dari ungu
menjadi biru.

Setelah larutan ZnO ditambahkan larutan dapar amonia pH 10 dan


kemudian ditambahkan dengan indikator logam eriochrome black T, maka
indikator eriochrome black T akan terdisosiasi melepaskan dua atom hidrogennya
dan mengikat ion Zn2+ yang ada dalam air dan segera membentuk kompleks Zn2+-
indikator eriochrome black T.

(Valcarcel, 2000).

IV. Teori Dasar

Analisis kualitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam


seperti aluminium, bismuth, kalium, magnesium, dan zink dengan cara gravimetri
memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi pengendapan,
penyaringan, pencucian, dan pengeringan atau pemijaran sampai bobot konstan.
Sekarang telah ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk penentuan ion-ion
logam ini dengan peraksi etilen diamin tetra asetat dinatrium yang umumnya
disebut EDTA dengan menggunakan indikator terhadap ion logam yang
mempunyai sifat seperti halnya indikator pH pada titrasi asam basa, dengan dasar
pembentukan khelat yang digolongkan dalam golongan komplekson (Day &
Underwood, 1986).

Titrasi yang didasarkan adanya pembentukan kompleks. Khelat dihasilkan


ketika ion logam berkoordinasi dengan dua atau lebih grup pendonor ligan untuk
membentuk 5 atau 6 cincin heterosiklik (Divya et al., 2014). Titrasi
kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara
bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa.
Kompleks senyawa ini disebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling
mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen
yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati
(Harjadi, 1986).

Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang
membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati
(Khopkar, 1990).
Titrasi Kompleksometri dapat digunakan untuk menguji kadar apapun.
Salah satunya adalah penentuan kadar kalsium. Prinsipnya adalah zat
pembentukan kompleks yang dipakai berupa garam Na EDTA yang dalam
titrasi dapat bereaksi dengan logam Ca dengan bantuan indicator murexid
pada pH 10 11 maka larutan tersebut berwarna merah sindur. Titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah muda rmenjadi merah
ungu (Miefthawati, 2013).

Metode titrasi kompleksometri ini tergantung pada reaksi kesetimbangan


yang mungkin ada dalam larutan antara ion logam dan anion, yang bentuk,
menurut konsentrasi mereka, baik sebagai endapan tidak larut atau ion
kompleks yang larut stabilitas cukup rendah untuk terurai dengan cepat dan
reversibel pada pengenceran (Caley, 2013).

Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks


ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan yang
biasanya menggunakan EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) sebagai pentiter.
EDTA dapat bereaksi dengan ion logam seperti ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang
terkandung dalam air sadah membentuk senyawa kompleks (Setyaningtyas,
2008).

Kelatometri dalam perkembangan analisis kimia sempat mengalami


kemunduran karena kelemahan-kelemahannya serta karena adanya cara-cara baru
yang lebih baik. Akan tetapi hal ini diperbaiki dengan berkembangnya penelitian-
penelitian tentang pengkelat polidentat. Perhatian baru terhadap kompleksiometri
ini diawali oleh Schawazenbach tahun 1954, ia menyadari bahwa potensi
pengkelat dalam analisis volumetrik sangat baik. Ahli kimia asal Swiss ini
mengkhususkan perhatiannya pada penggunaan asam-asam aminopolikarboksilat,
salah satunya Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) (Varcarcel, 2000).

Etlen Diamin Tetra Asetat (EDTA) merupakan ligan penitrasi yang


banyak dipakai pada titrasi kompleksometri. Molekul EDTA mempunyai 6 sisi
ikatan dengan ion logam, yaitu 4 gugus karbonil dan 2 gugus amino, yang
masing-masing mempunyai pasangan elektron yang tidak berpasangan.
Sehingga EDTA merupakan ligan heksadentat (Suyata dkk, 2015).

Faktor-faktor yang mempbuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri


antara lain:

1) Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam,

2) Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi


berjalan sempurna (kecuali dengan logam alkali),

3) Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam,

4) telah dikembangkan indikatornya secara khusus,

5) mudah diperoleh bahan baku primernya, dan

6) dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai


bahan untuk standardisasi.

Faktor-faktor inilah yang membuat syarat-syarat untuk titrasi telah terpenuhi


dengan baik jika menggunakan EDTA.

(Watson, 2009).

Zinc Oxide adalah material yang unik, memperlihatkan unsur-unsur bahan


semikonduktor, piezoelektrik dan pyroelektrik. Karena itu sekarang popular
diteliti sebagai bahan masa depan untuk optoelektronik, sensors, tranduser,
biomedicine seperti UV light emitter, chemical and gas sensor, transparent
electronics, piezo elektrik, surface acoustic wavedevice, dan terutama untuk Light
emitting diodes (LEDs) (Nugroho, 2010).
V. Alat dan Bahan
5.1 Alat
a. Buret
b. Erlenmeyer
c. Gelas kimia
d. Gelas ukur
e. Labu ukur
f. Pipet
g. Statif
h. Timbangan analitik
5.2 Bahan
a. Ammonium klorida (NH4Cl)
b. Aquades
c. Indikator EBT
d. Larutan di-Na-EDTA
e. Larutan H2SO4 4 N
f. Larutan NaCl
g. Larutan NH4OH
h. Larutan ZnSO4 0,05 M
i. Sampel salep ZnO

VI. Metode
6.1 Pembuatan Reagen
a. Larutan H2SO4 2 N
H2SO4 96% sebanyak 2,78 ml dimasukkan ke dalam beaker dan di
add hingga 50 ml
b. Dapar amonia pH 10 (FI IV)
Amonium klorida (NH4Cl) sebanyak 5,4 gram dilarutkan dalam 70 ml
larutan ammonium hidroksida (NH4OH) 5 M dan diencerkan dengan
aquades hingga 100 ml
c. Larutan NH4OH 5 M
NH4OH 25% diambil sebanyak 37 ml dan ditambahkan aquadest
hingga 100 ml
d. Indikator EBT 1% b/b (Modul)
Ditimbang EBT sebanyak 0,5 mg dan larutkan dalam 50 ml aquadest
e. Larutan ZnSO4.7H2O (FI IV)
ZnSO4 ditimbang sebanyak 1,44 gram dan dilarutkan dalam 100 ml
aquades dalam labu ukur
f. Larutan di-Na-EDTA 0,05 M
Ditimbang di-Na-EDTA sebanyak 0,93 gram lalu dilarutkan dalam
aquades 5 ml. Kemudian diad hingga 50 ml dalam botol coklat.
6.2 Pembakuan Larutan (FI IV)
a. Pembakuan di-Na-EDTA
Larutan ZnSO4. 7H2O 0,05 M sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam
gelas kimia. Ditambahkan 5 ml buffer salmiak dan dicek pH larutan.
Larutan tersebut diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Indikator EBT 1% ditambahkan sebanyak 1 ml kemudian
dititrasi dengan larutan di-Na-EDTA hingga terjadi perubahan warna
dari merah violet menjadi biru (lakukan secara triplo). Normalitas
dihitung.
6.3 Penentuan Kadar (Modul)

Salep ZnO ditimbang sebanyak 700 mg dalam cawan porselin. Salep


ZnO dipanaskan diwaterbath hingga meleleh dan massa residu
berwarna kuning. Setelah massa berwarna kuning, didinginkan massa.
Residu dilarutkan ke dalam 10 ml H2SO4 2N lalu larutan dihangatkan
hingga homogen sempurna. Buffer salmiak atau dapar ammonia pH 10
ditambahkan sebanyak 15 ml dan larutan indikator EBT 1% sebesar 1
ml. Larutan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian cawan
dicuci dengan aquades dan dituang ke dalam Erlenmeyer berisi larutan
residu. Pencucian diulangi hingga cawan bersih dan volume mencapai
50 ml. Larutan sampel diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Titrasi dilakukan dengan Na2EDTA secara triplo.

VII. Hasil dan Perhitungan


7.1 Pembuatan Reagen

No Perlakuan Hasil
A. Larutan HCl 2 N
1 H2SO4 96% sebanyak 2,78 ml Didapatkan larutan H2SO4 2 N
dimasukkan ke dalam beaker dan di
add hingga 50 ml

B. Dapar amonia pH 10 (FI IV)


1 Amonium klorida (NH4Cl) sebanyak Didapatkan campuran NH4Cl dan
5,4 gram dilarutkan dalam 70 ml NH4OH
larutan ammonium hidroksida
(NH4OH) 5 M
2 Diencerkan dengan aquades hingga Didapatkan larutan dapar amonia pH
100 ml 10

C. Larutan NH4OH 5 M
1 NH4OH 25% diambil sebanyak 37 Didapatkan larutan NH4OH 5 M
ml dan ditambahkan aquadest hingga
100 ml

D. Indikator EBT 1% b/v (Modul)


1 Ditimbang EBT sebanyak 0,5 mg Didapatkan campuran zat yang
dan larutkan dalam 50 ml aquadest merupakan indikator EBT 1%

E. Larutan ZnSO4.7H2O (FI IV)


1 ZnSO4 ditimbang sebanyak 1,44 Didapatkan ZnSO4 1,44 gram
gram
2 Dilarutkan dalam 100 ml aquades Didapatkan larutan ZnSO4.7H2O
dalam labu ukur sebanyak 100 ml

F. Lartan di-Na-EDTA 0,05 M (FI


IV)
1 Ditimbang di-Na-EDTA sebanyak Didapatkan larutan di-Na-EDTA
0,93 gram lalu dilarutkan dalam 0,05 M
aquades 5 ml. Kemudian diad hingga
50 ml dalam botol coklat

7.2 Pembakuan Larutan (FI IV)

No Perlakuan Hasil Gambar


Pembakuan larutan di-Na-EDTA
1 Larutan ZnSO4. 7H2O 0,05 M Didapatkan 100 ml larutan
sebanyak 100 ml dimasukkan ke ZnSO4.7H2O 0,05 M dalam gelas
dalam gelas kimia kimia
2 Ditambahkan 5 ml buffer salmiak Didapatkan campuran
dan dicek pH larutan ZnSO4.7H2O dan buffer salmiak

3 Larutan tersebut diambil sebanyak Didapatkan 10 ml campuran dalam


10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
erlenmeyer

4 Indikator EBT 1% ditambahkan Didapatkan 10 ml campuran +


sebanyak 1 ml kemudian dititrasi EBT. Dititrasi sebanyak 3 kali
dengan larutan di-Na-EDTA hingga V1 = 7,6 ml
terjadi perubahan warna dari merah V2 = 7,5 ml
violet menjadi biru (lakukan secara V3 = 8 ml
triplo). Normalitas dihitung. Didapatkan normalitas sebesar
0,065 N

7.3 Penentuan Kadar (Modul)

No Perlakuan Hasil Gambar


1 Salep ZnO ditimbang sebanyak Didapatkan salep ZnO 700 mg
700 mg dalam cawan porselin.
2 Salep ZnO dipanaskan diwaterbath Didapatkan salep ZnO yang telah
hingga meleleh dan massa residu melebur
berwarna kuning.
3 Setelah massa berwarna kuning, Didapatkan massa yang telah
didinginkan massa. dingin
4 Residu dilarutkan ke dalam 10 ml Didapatkan campuran yang telah
H2SO4 2N lalu larutan dihangatkan homogen
hingga homogen sempurna
5 Buffer salmiak atau dapar Didapatkan campuran + Buffer +
ammonia pH 10 ditambahkan indikator EBT 1%
sebanyak 15 ml dan larutan
indikator EBT 1% sebesar 1 ml.
6 Larutan dipindahkan ke dalam Didapatkan campuran volume 50
Erlenmeyer, kemudian cawan ml
dicuci dengan aquades dan dituang
ke dalam Erlenmeyer berisi larutan
residu. Pencucian diulangi hingga
cawan bersih dan volume mencapai
50 ml.
7 Larutan sampel diambil sebanyak Didapatkan campuran 10 ml
10 ml dan dimasukkan ke dalam dalam erlenmeyer
Erlenmeyer.
8 Titrasi dilakukan dengan V1 = 1,3 ml
Na2EDTA secara triplo. V2 = 1 ml
V3 = 1,5 ml
Perhitungan :

Pembakuan larutan di-Na-EDTA

V1 : 7,6 ml
V2 : 7,5 ml
V3 : 8,0 ml
Vrata-rata : 7,7 ml
Vdi-Na-EDTA x Mdi-Na-EDTA = VZnSO4 x MZnSO4
7,7 ml x Mdi-Na-EDTA = 10 x 0,05
Mdi-Na-EDTA = 0,065 M
Penentuan Kadar Bahan Baku ZnO
V1 : 1,3 ml
V2 : 1,0 ml
V3 : 1,5 ml
Vrata-rata : 1,26 ml

mgZnO = Ndi-Na-EDTA x Vdi-Na-EDTA x BEZnO x 50


10

mgZnO = 0,065 x 1,26 x 81,4 x 50


10
= 33,33 mg

%= x 100%

%= x 100%

% = 4,76 %
VIII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai titrasi kompleksometri


dalam pemeriksaan mutu ZnO oinment. Tujuan dari praktikum kali ini adalah
menentukan kadar bahan baku ZnO dalam salep oinment dengan metode titrasi
kompleksometri. Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang didasarkan adanya
pembentukan kompleks. Khelat dihasilkan ketika ion logam berkoordinasi dengan
dua atau lebih grup pendonor ligan untuk membentuk 5 atau 6 cincin heterosiklik.

Titrasi kompleksometri merupakan titrasi yang berdasarkan atas


pembentukan kompleks yang larut dari reaksi komponen zat uji (logam) dengan
titran (komplekson). Untuk penentuan ion-ion logam ini dengan pereaksi etilen
diamin tetraasetat dinatrium, yang umumnya disebut EDTA dengan menggunakan
indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH
pada titrasi asam basa/ dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang
digolongkan dalam golongan komplekson. Faktor-faktor seperti suhu, pelarut, ion
lawannya atau zat-zat/ ion-ion pembentuk kompleks lainnya dapat mempengaruhi
pembentukan kompleks khelat.

Sebelum memulai pengujian, alat - alat yang akan digunakan harus dicuci
dan dikeringkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar pada saat pengujian, tidak
ada kotoran dan zat - zat lain yang dapat mengganggu pengujian sehingga hasil uji
nya dapat akurat.

Dalam praktikum pemeriksaan mutu ZnO oinment dengan cara titrasi


kompleksometri ini bertujuan untuk menetapkan kadar sampel secara kuantitatif
mengunakan prinsip reaksi pembentukan kompleks (kompleksometri) dan
menghitung kemurnian bahan baku ZnO dan membandingkan dengan persyaratan.
Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etil diamina tetra asetat (dinatrium
EDTA).

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-


garam logam. Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering
digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua
logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk deteksi titik akhir
titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada
saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna
dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA)
maka komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang
berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara
lain hitam eriokrom, mureksid, jingga pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon
karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol. Pada praktikum kali ini, digunakan
indikator warna EBT.

EDTA merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA


sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion
logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan
multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul. Suatu
EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besarion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.

Faktor-faktor yang membuat EDTA sebagai titrimetri yaitu:

1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam.


2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi
berjalan sempurna (kecuali dengan logam alkali)
3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam.
4. Telah dikembangkan indikatornya secara khusus.
5. Mudah diperoleh bahan baku primernya.
6. Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan
untuk standardisasi.

Pada percobaan uji pemeriksaan mutu ZnO oinment dibutuhkan larutan Na-
EDTA yang merupakan larutan baku sekunder dimana konsentrasinya tidak dapat
diketahui dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk
memperoleh volum tertentu. Namun harus dibakukan terlebih dahulu dengan
larutan ZnSO4 yang merupakan larutan baku primer. Na-EDTA dititrasi dengan
ZnSO4 dengan menggunakan bantuan indikator eriochrome black T (EBT) untuk
penentuan titik akhir titrasi.
Jenis titrasi pada pemeriksaan bahan baku ZnO yang dilakukan adalah titrasi
komplesometri secara langsung, dimana ion logam yang ada dalam larutan
dititrasi langsung dengan larutan dinatrium-EDTA dengan menggunakan
indikator eriochrome black T (EBT).
Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian
sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks
dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah
spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu
harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu
harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada
titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara
indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM)
sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
Karena sampel merupakan sediaan salep, maka harus dilebur terlebih dahulu
hingga terbentuk 2 fase yaitu residu kuning dan residu putih. Kemudian, lelehan
salep tersebut dilarutkan dengan H2SO4 2N karena kelarutan ZnO yang praktis
tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, tetapi larut dalam asam mineral
encer dan dalam larutan alkali hidroksida. Kemudian untuk menetralkan kembali
larutan agar tidak terlalu asam, ditambahkan dapar salmiak sebagai pembasa.
Ketika campuran dinetralkan dengan NH4OH, larutan sampel perlahan-lahan
membentuk massa yang keruh dan tidak larut dalam air. Ion logam Zn diduga
berikatan dengan OH dari NH4OH membentuk Zn(OH)2 yang tidak larut dalam
air sehingga membentuk massa berwarna putih yang mengendap. Setelah
ditambahkan dengan buffer ammonia pH 10, massa putih yang terbentuk menjadi
hilang dan menjadi larutan bening. Hal ini terjadi karena ion NH3- dari NH4OH
mensubstitusi ion OH- sehingga ion hidroksida terlepas dan terbentuk Zn(NH3)2
yang larut dalam air.
Selama titrasi, ZnO akan berikatan dengan indikator EBT membentuk
kompleks logam indikator dan menghasilkan warna ungu. Ketika EDTA
ditambahkan ke dalam sistem maka terdapat reaksi yang kompetitif antara ion
logam bebas dan EDTA. Karena ikatan kompleks logam-indikator lebih lemah
dibandingkan kompleks kelat logam-EDTA maka EDTA mengkelat ion logam
bebas dan ion logam yang ada pada kompleks indikator logam. Ketika terjadi titik
akhir titrasi, EDTA membentuk kompleks dengan semua ion logam yang terdapat
di larutan. Dan warna indikator berubah dari warna ungu violet karena terbentuk
kompleks menjadi warna indikator yang terbebas dari logam yaitu warna biru. Na-
EDTA diberikan dan seketika warna berubah menjadi biru dan selang beberapa
menit warna kembali berubah menjadi seperti awal. Hal ini dapat terjadi karena
titran belum sepenuhnya berikatan dengan logam yang ada dan menjadi kurang
stabil seharusnya perubahan warna yang awalnya merah keunguan yang
disebabkan oleh EBT berikatan dengan logam pada saat diberikan EDTA logam
akan cenderung berikatan dengan EDTA dan melepaskan ikatanya dengan EBT
dan EBT akan mengeluarkan warna aslinya, yaitu biru
Pada saat titrasi, pH larutan harus tetap dijaga oleh karenanya diberikan
larutan dapar salmiak pH 10. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perubahan
warna indikator logam yang digunakan eriochrome black T (EBT) adalah
tergantung pada proses serah terima proton pada gugus asam sulfonat yang akan
menghasilkan perubahan warna yang berbeda pada pH tertentu. Oleh karenanya
dilakukan pemberian larutan dapar salmiak pH 10 agar perubahan warna dari
ungu menjadi biru tua (yang dijadikan sebagai titik akhir titrasi) dapat tercapai.
Selain itu, pH larutan dijaga agar tetap basa, dikarenakan kompleks EDTA akan
mencapai kestabilan dengan ion logam divalen (Zn2+ adalah logam divalen) pada
suasana basa atau sedikit asam. Selain itu fungsi dapar adalah untuk
mempertahankan pH dengan penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Namun,
penambahan dapar salmiak tidak boleh terlalu banyak hingga menyebabkan
larutan sangat basa. Hal ini dikarenakan jika terlalu basa biasanya larutan akan
membentuk endapan dari logam yang bereaksi dan endapan ini didapat dari
bergesernya kesetimbangan ke arah kanan secara berlebihan dan membentuk
endapan sebagai produk secara berlebihan pula.
Dari titrasi pembakuan Na2EDTA, didapat hasil konsentrasinya adalah 0,065
M. Sedangkan volume hasil titrasi penetapan kadar adalah 1,0 ml; 1,3 ml; dan 1,5
ml dengan rata-rata volumenya 1,26 ml. D\-engan perhitungan, didapat banyak
ZnO dari sampel adalah 602,246 mg dan kadarnya 120,38%
Kadar yang didapat sebesar 4,76%. Hasil tersebut jauh dibawah dari kadar
ketika pembuatan salep. Salep yang digunakan sebagai sampel merupakan salep
dari praktikum teknologi formulasi dengan formula 200 gram ZnO untuk 1000
gram salep. Dari perhitungan ini, seharusnya kadar salep yang didapat adalah
20%. Ketidaksesuaian kadar ini dapat disebabkan karena beberapa hal seperti pH,
kualitas salep, dan pemanasan salep hingga meleleh.
Ketika pemanasan, lelehan sampel mulanya hanya berfase 1 yaitu putih.
Kemudian, setelah beberapa lama barulah residu kuning muncul residu kuning
merupakan fase yang mengandung ZnO. Diduga, sampel tidak dipanaskan dengan
cukup sehingga masih ada banyak ZnO yang belum terpisah dan tidak terhitung
ketika analisis.
Dan kemungkinan lain adalah pH dari larutan buffer. Setelah dicek kembali,
pH larutan buffer berubah menjadi 11. Semakin tinggi pH maka konsentrasi NH3
dari NH4OH menjadi lebih besar dan mempengaruhi kesetimbangan stoikiometri
sistem. EDTA yang diperlukan menjadi lebih banyak sehingga kadar akhir juga
menjadi lebih besar.
Faktor-faktor kesalahan yang mungkin menyebabkan ketidaksesuaian hasil
tersebut dengan pustaka adalah :
Sampel yang terlalu tua
Kurang teliti dalam penimbangan
Kesalahan dalam titrasi
Kurang teliti mengamati titik akhir titrasi
Titran yang sudah tidak bagus
IX. Kesimpulan

Telah ditentukan kadar ZnO dalam sediaan salep dengan metode


kompleksometri. Kadar ZnO adalah 3,593% tidak sesuai dengan lieratur yaitu
20%
DAFTAR PUSTAKA

Caley, Earle R. 2013. A New Type of Complexometric Titration. Journal of

Science. Vol.63

Day, R.A, dan Underwood A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Penerbit erlangga

Divya, et al. 2014. Zinc Estimation in Herbal Formulation By Complexometric


Method: An Alternative Atomic Absorption Spectrometry. Journal of
Pharmaceutical and Scientific Innovations, 3(3) 270-272

Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Miefthawati. 2013. Penetapan Kadar Kalsium Pada Ikan Kembung Segar


Dan Ikan Kembung Asin Secara Kompleksometri. Jurnal Analis
Kesehatan Klinikal Sains. Vol 1 No 1 : 1-9

Nugroho, Papto. 2010. Massa Depan Cerah dari ZnO. Tersedia online di
http://tatok.staff.ugm.ac.id/?p=318 [Diakses tanggal 7 Oktober 2017)

Setyaningtyas. 2008. Molekul Potensi Humin Hasil Isolasi Tanah Hutan Damar
Baturraden Dalam Menurunkan Kesadahan Air. Jurnal Sains. Vol. 3. No. 2
: 77- 84

Skoog, D. A. 2013. Fundamental of Analytical Chemistry. United Kingdom :


Brook and Cole

Suyata dkk. 2015. Penggunaan ESI LA Untuk Penentuan Ion Lantanum Secara
Titrasi Potensiometri Dengan EDTA. Tersedia online di
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Suyanta,%20M.Si.,%20Dr.
%20/Jurnal.UNY_.Titrasi.Pot_.pdf [Diakses tanggal 7 Oktober 2017].

Valcarcel M. 2000. Principles of Analytical Chemistry. New York : Springer


Watson D G.2009. Analisis Farmasi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai