Anda di halaman 1dari 13

PENGUJIAN SENSITIVITAS BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK

METODE KIRBY-BAUER DAN METODE MIC

Oleh :
Nama : Rahma Adilah
NIM : B1A015074
Rombongan : II
Kelompok :7
Asisten : Arie Tri Pangestu Judanto

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Erlindawati et al. (2015), antibiotik salah satu contoh produk


metabolit sekunder yang dihasilkan suatu organisme tertentu dalam jumlah
sedikit dan bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain. Bagi bakteri,
senyawa metabolit sekunder tersebut digunakan untuk pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungan yang kurang menguntungkan. Berdasarkan toksisitas
selektifnya, senyawa antibiotik dapat bersifat bakteriostatik dan bakteriosidal.
Kelompok pertama menghambat pertumbuhan atau perkembangan bakteri,
sedangkan kelompok kedua bekerja mematikan bakteri. Bakteriosidal merupakan
antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas
membran, sedang bakteriostatik adalah antibiotik yang bekerja pada sintesis protein.
Sebelum suatu antibiotik diperlukan untuk keperlukan pengobatan, antibiotik
harus diuji terlebih dahulu apakah memiliki efek terhadap spesies bakteri tertentu
atau tidak. Jika terbukti mampu menghambat atau menbunuh spesies bakteri tertentu
(pathogen penyebab penyakit), maka antibiotik tersebut layak digunakan terhadap
pasien. Antibiotik dapat diberikan kepada pasien melalui penyuntikan dengan
intramuscular sesuai dengan keperluan (Dwidjoseputro, 2005). Berdasarkan luas
aktivitasnya, antibiotik dapat digolongkan atas senyawa dengan spectrum luas dan
sempit. Contoh senyawa yang tergolong antibiotik yaitu penicillin, sefalosparin,
aminoglikosida, chlorampenicol, tetrasiklin, makrosida, dan quinolon (Waluyo,
2004).
Antibiotik dalam melakukan efeknya harus dapat mempengaruhi bagian-
bagian vital sel seperti membran sel, enzim-enzim dan protein struktural.
Menurut Usmiati (2012), cara kerja senyawa antibiotik dalam melakukan efeknya
terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut :
1. Menghambat metabolisme sel
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.
Mikroba patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino
benzoat (PABA) untuk hidupnya Antibiotik seperti sulfonamide secara
struktur mirip dengan PABA, asam folat dan akan berkompetisi dengan
PABA untuk membentuk asam folat. Jika senyawa antibiotik yang menang
bersaing dengan PABA, maka akan terbentuk asam folat non fungsional
yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme. Contoh antibiotik yang
bekerja dengan mekanisme ini adalah Sulfonamid, trimetoprim, asam p-
aminosalisilat.
2. Menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik golongan ini dapat menghambat biosintesis peptidoglikan,
sintesis mukopeptida atau menghambat sintesis peptida dinding sel,
sehingga dinding sel menjadi lemah dan karena tekanan turgor dari dalam,
dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri akan mati. Contoh
antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah penisilin, sefalosporin,
sikloserin, vankomisin, basitrasin dan antifungi golongan Azol.
3. Menghambat sintesis protein
Sel mikroba memerlukan sintesis berbagai protein untuk kelangsungan
hidupnya. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA
dan tRNA. Ribosom bakteri terdiri atas dua subunit yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 3OS dan 5OS. Supaya
berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS. Antibiotik akan menghambat
reaksi transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-
RNA peptidil dari situs aseptor ke situs donor yang menyebabkan sintesis
protein terhenti. Contoh antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah
chloramphenicol, tetrasiklin, erythromycin, klindamycin dan pristinamycin.
4. Menghambat sintesis asam nukleat
Contoh antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah kelompok
rifamphycin dan golongan kuinolon. Salah satu derivat rifamphycin yaitu
rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA (pada subunit), sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut
5. Mengganggu keutuhan membran sel
Polimyxin dan golongan polien serta berbagai kemoterapeutik lain seperti
antiseptik surface active agents merupakan senyawa antimikroba yang dapat
mengganggu keutuhan membrane sel mikroba. Polimyxin sebagai senyawa
amonium-kuartener dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan
fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimyxin tidak efektif
terhadap bakteri Gram positif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah.
Bakteri Gram negatif menjadi resistant terhadap polimyxin ternyata jumlah
fosfornya menurun.
Menurut Pelczar & Chan (1986), beberapa factor yang mempengaruhi kerja
antibiotik adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi atau intensitas antibiotik (semakin tinggi akan semakin efektif
membunuh bakteri, namun terkadang bisa menimbulkan resistensi).
2. Jumlah mikroorganisme (jumlah mikroba yang banyak akan membuat antibiotik
perlu waktu lama untuk membunuhnya).
3. Suhu (semakin tinggi suhu maka akan meningkatkan efektivitas kerja antibiotik
karena pada dasarnya kerja antibiotik merupakan reaksi kimia yang sangat
bergantung pada suhu optimum).
4. Spesies mikroorganisme (tiap spesies mikroorganisme menunjukkan sensitivitas
yang berbeda-beda terhadap senyawa antibitik tertentu).
5. Adanya bahan organik yang akan menghambat kerja antibiotik melalui tiga cara,
yaitu antibiotik akan bergabung dengan bahan organic membentuk senyawa yang
bersifat netral bagi mikroba, atau membentuk endapan yang tidak bisa berikatan
dengan komponen sel mikroba, atau bahan organik menjadi barrier bagi
antibiotik yang akan melakukan kontak dengan sel mikroba.
6. pH (beberapa antibiotik sangat dipengaruhi oleh pH, sebagian ada yang bekerja
pada pH asam dan beberapa yang lain ada yang bekerja pada pH basa, walaupun
banyak juga yang bekerja pada pH netral).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah mampu melakukan uji sentivitas
senyawa antibiotik secara kualitatif dan kuantitatif.

.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu tabung reaksi, pinset,
cawan petri, rak tabung, drugalsky, penggaris, kertas cakram diameter 6 mm yang
mengandung 4 macam antibiotik (Amoksisilin, tetrasiklin, klindamisin eritromisin),
pipet ukur, dan api bunsen.
Bahan yang digunakan adalah kultul bakteri Gram negatif (Escherichia coli),
bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus), akuades steril, medium Nutrient Agar,
medium Nutrient Broth, amoxycillin, klindamicin, eritromicin dan tertracyclin.

B. Metode

Metode uji kualitatif Kirby-Bauer


1. Isolat E. coli dan S. aureus masing-masing dipipeting spread plate sebanyak 0,1
mL secara aseptis ke dalam cawan petri yang berbeda, kemudian diratakan
dengan drugalski.
2. Masing- masing cawan dibagi 4 bagian,masing-masing bagian untuk satu jenis
antibiotik, di bagian bawah cawan diberi tanda (A= Amoxicilin, T= Tetrasiklin,
E= Eritromisin, K=Klindamisin).
3. Cawan uji diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam.
4. Setelah masa inkubasi, diukur zona penghambatan yang terbentuk pada masing-
masing antibiotik terhadap biakan bakteri S. Aureus dan E. coli dengan rumus
1+2
.
2

5. Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar zona penghambatan dari masing-


masing antibiotik dan ditentukan pengaruh yang sensitif, resisten, dan intermediet
dari bakteri uji terhadap masing-masing antibiotik.
Metode Minimun Inhibitory Concentration (MIC)
1. 24 tabung reaksi yang sudah mengandung medium NB pada setiap tabung.
2. Dibuat 4 baris sehingga diperoleh baris A, B, C, dan D masing-masing berisi 6
tabung reaksi
3. Sebanyak 0,5 ml isolat ditambahkan ke dua baris 6 tabung. Sehingga diperoleh
baris A dan C diinokulasikan dengan bakteri E. coli dan baris B dan D
diinokulasikan dengan bakteri S. aureus
4. Disiapkan pengenceran masing-masing antibiotik 4, 8, 16, 24, 64, dan 128
5. Dimasukkan ke dalam tabung sesuai urutan tiap pembagian kelompok
6. Tabung diinkubasikan 2x24 jam suhu 37C
7. Setelah diinkubasi setiap taung diamati apakah terjadi kekeruhan. Bila terjadi
kekeruhan menunjukkan bahwa organisme resisten terhadap antibiotik pada
konsentrasi yang dicobakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Diameter Zona Hambat


Jenis Antibiotik Keterangan
(mm)

Amoksisilin 8,5 mm Resisten

Eritromisin 10,5 mm Resisten

Klindamisin 12,5 mm Resisten

Tetrasiklin 12,5 mm Resisten


Tabel 3.1 Pengamatan Uji Sensitivitas Senyawa Antibiotik Metode Kirby-Bauer
dengan Media Uji E. coli

Gambar 3.1 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Metode Kirby Bauer

Penentuan aktivias antibakteri ditentukan oleh metode Kirby-Bauer yaitu


penentuan sensivitas bakteri dengan suatu zat tertentu yang kemungkinan memiliki
aktivitas antibakteri dengan menggunakan cakram kertas (Amalia et al., 2014). Hasil
uji sensitivitas antibiotik metode Kirby Bauer pada kelompok 7 rombongan II
yaitu pada antibiotik eritromicin dihasilkan diameter zona jernih sebesar 10,5 mm.
Erythromycin adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik atau bakteriosidal,
tergantung dari jenis bakteri dan kadarnya dalam darah Mekanisme kerja
Erythromycin seperti telah dijelaskan di atas adalah menghambat sintesis protein
dengan cara berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50S (Rahman,
2011).
Hasil pada antibiotik tetrasiklin dihasilkan diameter zona jernih sebesar 39
mm dengan keterangan susceptible sedangkan untuk isolat S. aureus dihasilkan
diameter zona jernih sebesar 12,5 mm. Hasil pada antibiotik amoxicillin dihasilkan
diameter zona jernih sebesar 8,5 mm. Amoxycillin merupakan antibiotik yang umum
digunakan untuk menonaktifkan bakteri penyebab penyakit. Amoxycillin merupakan
antibiotik golongan penicillin yang mekanisme kerjanya dengan jalan merusak
sintesis dinding sel bakteri. Antibiotik ini efektif untuk bakteri H. influenza, N.
gonorrhea, E. coli, Pneumonia, Streptococcus, dan beberapa Staphylococcus
(Pelczar dan Chan, 2005).
Hasil pada antibiotik klindamicin dihasilkan diameter zona jernih sebesar
12,5 mm. Daya hambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang
pertama adalah kandungan senyawa antibakteri. Daya hambat pertumbuhan bakteri
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang pertama adalah kandungan senyawa
antibakteri. Ekstrak daun asam jawa memiliki kandungan senyawa antibakteri yang
meliputi tanin, flavonoid dan saponin (Puspodewi et al., 2015). Volk dan Wehler
(1997) menambahkan bahwa perbedaan nyata dalam struktur dan kompsisi dinding
sel antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif diyakini menyebabkan
kedua kelompok bakteri tersebut memberikan perbedaan respon resitensi terhadap
senyawa antibiotik.

Jenis Antibiotik Isolat Uji Nilai MIC (g/ ml)


E. coli >128
Amoksisilin
S.aureus >128
E. coli >128
Eritromisin
S.aureus >128
Tabel 3.2 Pengamatan Uji Sensitivitas Senyawa Antibiotik Metode MIC
(Minimum Inhibitory Concentration)

Gambar 3.2 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Metode MIC dengan Isolat E. coli
terhadap Antibiotik Amoxicillin

Hasil uji sensitivitas antibiotik metode MIC dengan isolat E. coli terhadap
antibiotik Amoxicillin yang diperoleh oleh kelompok 7 rombongan II yaitu diperoleh
nilai MIC dengan konsentrasi diatas 128 g/ml ditandai dengan masih adanya
pertumbuhan bakteri pada konsentrasi tertinggi. Konsentrasi hambat minimum
(MIC) adalah konsentrasi antimikroba terendah yang benar-benar akan menghambat
pertumbuhan organisme setelah periode inkubasi yang ditentukan, biasanya 18
sampai 24 jam, dan digunakan oleh laboratorium mikrobiologi diagnostik untuk
menentukan kerentanan atau resistensi antimikroba (Howden, 2014).

Gambar 3.3 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Metode MIC dengan Isolat S.
aureus terhadap Antibiotik Erythromycin

Hasil uji sensitivitas antibiotik metode MIC dengan isolat S. aureus terhadap
antibiotik Erythromycin yang diperoleh oleh kelompok 7 rombongan II yaitu
diperoleh nilai MIC dengan konsentrasi diatas 128 g/ml ditandai dengan masih
adanya pertumbuhan bakteri pada konsentrasi tertinggi. Hasil penelitian Ariyanti et
al (2015), menunjukkan bahwa tabung yang sudah mulai perubahan turbiditas
(Tabung jernih) yang berarti tidak ada pertumbuhan bakteri dan dikatakan sebagai
nilai MIC. Hal ini diperkuat oleh Pratiwi (2008) menyatakan bahwa apabila media
jernih berarti antibiotik efektif menghambat pertumbuhan bakteri.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Bakteri Gram positif
memiliki kepekaan terhadap antibakteri lebih baik dibandingkan Gram negatif karena
adanya perbedaan struktur dinding sel. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif
relatif lebih kompleks, berlapis tiga yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein,
lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan.
Sedangkan struktur dinding sel mikroba gram positif relatif lebih sederhana sehingga
memudahkan senyawa antimikroba untuk masuk ke dalam sel dan menemukan
sasaran untuk bekerja (Amalia et al., 2014).
Gambar 3.4 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Metode MIC dengan Isolat E. coli
terhadap Antibiotik Erythromycin

Hasil uji sensitivitas antibiotik metode MIC dengan isolat E. coli terhadap
antibiotik erythromycin yang diperoleh oleh kelompok 7 rombongan II yaitu tidak
diperoleh nilai MIC karena sampai pada tabung reaksi berisi medium dan antibiotik
erythromycin dengan konsentrasi 128 g/ml S. aureus masih dapat tumbuh. Namun,
menurut Kartika et al (2016), Perubahan warna pada uji MIC tidak dapat dijadikan
patokkan terhambat atau tidaknya bakteri karena hanya merupakan uji awal oleh
karena itu perlu dilanjutkan dengan uji Minimum Bactericidal Concentration (MBC).

Gambar 3.5 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Metode MIC dengan Isolat S.
aureus terhadap Antibiotik Amoxicillin

Hasil uji sensitivitas antibiotik metode MIC dengan isolat S. aureus terhadap
antibiotik amoxicillin yang diperoleh oleh kelompok 7 rombongan II yaitu tidak
diperoleh nilai MIC karena sampai pada tabung reaksi berisi medium dan antibiotik
amoxicillin dengan konsentrasi 128 g/ml S. aureus masih dapat tumbuh. Menurut
Suryani dan Stepriyani (2007), pada bakteri Gram negatif, flavonoid harus dapat
menembus membran luar dan ruang periplasmik kemudian berinteraksi dengan
protein pengikat pada membran sitoplasma untuk menghambat pembentukan
peptidoglikan dan mengaktivasi autolisin akibatnya dinding sel sukar ditembus oleh
flavonoid sehingga dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Gram negatif. Kadar Hambat Minimal (KHM) diperoleh
dengan mengamati tabung subkultur yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan
bakteri (jernih) dengan konsentrasi terendah.
Menurut Soleha (2015), metode dilusi seperti metode MIC memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode ini adalah memungkinkan
penentuan sensitivitas antibiotik secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan bersama-
sama. MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi
petunjuk penggunaan antibiotik. Kekurangan metode ini adalah tidak efisien karena
pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat dan bahan serta dalam
pengerjaannya memerlukan konsentrasi antibiotik yang bervariasi.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


1. Metode Kirby-Bauer merupakan metode yang digunakan untuk uji sentivitas
antibiotik dalam segi kualitatif sedangkan MIC (Minimum Inhibtion
Concentration) merupakan metode uji sensitivitas antibiotik dalam segi
kuantitatif
2. Hasil pada uji kualitatif dengan metode Kirby-Bauer didapat bahwa bakteri
resisten terhadap antibiotik
3. Hasil pada metode MIC didapat bahwa bakteri S. aureus dan E. coli bernilai
negatif pada antibiotic, karena tidak menunjukkan perubahan warna menjadi
jernih.
B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini sebaiknya langkah-langkah praktikum


dilaksanakan dengan lebih aseptis lagi.
DAFTAR REFERENSI

Amalia, S., Wahdaningsih, S & Untari, E. K. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi
n-Heksan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose)
Terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, 1(2), pp. 61-64.

Ariyanti, D. A.,K. Anam & K. Dewi. 2015. Aktivitas Senyawa Antibakteri Ekstrak
Herba Meniran (Phyllanthus niruri) terhadap Pertumbuhan Bakteri Shigella
dysenteriae secara in vitro. Jurnal kesehatan, 4(1), pp. 64 71.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Erlindawati, P. A., & Afghani J. 2015. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakteri dari
Tiga Isolat Tanah Gambut Kalimantan Barat. JKK, 4(1), pp. 12-16.

Howden, B. P. 2014. Anitibiotics and Staphylococcus aureus more than meets the
MIC. Journal Mol. Med, 92(1), pp. 103-106.

Kartika, G. R. A., Andayani, S & Soelistyowati. 2016. Potensi Ekstrak Daun


Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai Penghambat Bakteri Vibrio
harveuyi. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 2(2), pp. 49-53.
Pelczar, M. J & Chan, E. C. S. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Pelczar, M.J., & Chan, E.C.S. 2005. Mikrobiologi. New York: Mc GrawHill
Company.
Pratiwi S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.

Puspodewi, D., Darmawati, S., Maharani, E. T. 2015. Daya Hambat Daun Asam
Jawa (Tamarindus indica) Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi Penyebab
Demam Tifoid. The 2nd University Research Coloquium, 1(1), pp. 46-50.
Rahman, I.R. 2011. Uji stabilitas fisik dan daya antibakteri suspense eritromisin
dengan Suspending Agen Gummi Arabici. Pharmacon,12(2), pp. 44-49.

Soleha, T.U. 2015. Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik. Jurnal Kedokteran


Unila.,5(1), pp. 119-123.

Suryani, L & Strepriyani, S. 2007. Daya Antibakteri Infusa Daun Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa) terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli.
Jurnal Mutiara Medika, 7(1), pp. 23-28.
Usmiati, S. 2012. Daging Tahan Simpan dan Bakteriosin. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 34(2), pp. 12-14.

Volk, W.A., & Wehler, M.F. 1997. Mikrobiologi Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM.

Anda mungkin juga menyukai