Anda di halaman 1dari 7

A.

Instrumen Hutang jangka panjang


Hutang jangka panjang atau long term loan adalah satu bentuk perjanjian antara
peminjam dengan kreditur di mana kreditur bersedia memberikan pinjaman dengan jumlah
tertentu dan peminjam bersedia untuk membayar secara preiodik yang mencakup bunga dan
pokok pinjaman. Hutang jangka panjang ini dapat diperoleh melalui bank, perusahaan
asuransi, atau dapat juga ke pension fund. Hutang jangka panjang ini mempunyai tiga
karakteristik yaitu: cepat, fleksibel dan biaya yang rendah. Ini disebabkan karena pinjaman
ini dinegosiasikan langsung antara peminjam dengan kreditur. Biaya administrasi menjadi
relatif kecil dan tidka diperlukan adanya persetujuan dengan pengawas pasar modal seperti
halnya jika perusahaan mengeluarkan obligasi.

Ketentuan standar hutang


Standar perjanjian hutang panjang bagi peminjam :
a) Wajib mempertahankan pencatatan akuntansi sesuai dg GAAP.
b) Wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit.
c) Wajib membayar pajak dan kewajiban lain pada saat jatuh tempo.
d) Wajib mempertahankan seluruh fasilitas agar tetap dalam kondisi yang baik.

Ketentuan Pembatasan hutang


Secara umum perjanjian pembatas ini mencakup :
a) Debitur wajib mempertahankan tingkat modal kerja bersih minimum.
b) Debitur dilarang untuk menjual piutang dagang (account receivable).
c) Kreditur membatasi aset tetap pada perusahaan.
d) Debitur dibatasi menambah pinjaman jangka panjang.
e) Debitur dilarang untuk mengadakan leasesf.
f) Debitur dilarang melakukan konsolidasi, merger atau penggabungan dengan
perusahaan lain.
g) Debitur dilarang membayar gaji yang besar, pemberi pinjaman atau membatasi
kenaikan gaji bagi pegawai tertentu.
h) Manajemen wajib mempertahankan tenaga kerja inti tertentu,
i) Debitur dilarang melakukan alternatif investasi.
j) Debitur wajib menggunakan dana pinjaman sesuai tujuan. Debitur dibatasi dalam
pembayaran dividen tunai dengan nilai maksimum 50 persen sampai 70 persen dari
laba bersih.
Biaya Hutang Jangka Panjang
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya atau tingkat bunga dari hutang jangka panjang:
1. jatuh tempo.
2. Besar pinjaman.
3. Risiko penerima pinjaman.
4. Biaya pokok uang Pinjaman Jangka Panjang (Long Term Loan).

B. Penilaian Nilai Obligasi

Tingkat bunga obligasi dinyatakan secara pasti dan tercantum dalam perjanjian obligasi
maupun dalam sertifikat obligasi. Tingkat bunga ini disebut tarif bunga kontrak. Meskipun
bunga biasanya dibayar secara tengah tahunan (setiap 6 bulan), namun persentase bunga
dinyatakan dalam persentase satu tahun. Untuk menghitung beban bunga per tahun, tarif
bunga tersebut dikalikan dengan nilai nominal obligasi.
Pada umumnya perusahaan penerbit obligasi akan menwarkan tingkat bunga kontrak
sebesar tingkat bunga pasar yang diperkirakan berlaku pada tanggal penerbitan obligasi.
Apabila taksiran perusahaan sesuai dengan kenyataan dan tingkat bunga kontrak sama degan
tingkat bunga pasar pada tanggal obligasi diterbitkan, maka obligasi itu dapat dijual sebesar
nilai pari (sebesar nilai nominalnya). Namun dalam praktik, tingkat bunga kontrak seringkali
tidak sesuai dengan tingkat bunga pasar. Akibatnya, obligasi sering dijual dengan harga yang
lebih tinggi dari nilai nominal atau bisa juga dijual degan harga di bawah nilai nominal,
sehingga timbul apa yang disebut diskonto obligasi dan premi obligasi.
Mengingat jumlah pembayaran bunga obligasi dilakukan secara terus menerus dalam
suatu interval yang teratur serta jumlahnya sama dari satu periode ke periode lainnya, maka
akan lebih mudah menghitung nilai sekarang dari pola penerimaan bunga tersebut dengan
menggunakan tabel present value untuk suatu anuitas (PVIFAi,n). Penentuan nilai sekarang
dari nilai nominal obligasi yang akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo dapat
dihitung dengan menggunakan tabel present value interest fatoc (PVIFi,n) berdasarkan
tingkat bunga yang berlaku di pasar. Dengan menjumlahkan present value tingkat bunga yang
berbentuk anuitas dengan present value dari nilai nominal obligasi pada saat jatuh tempo,
maka akan dapat diketuahui present value dari suatu obligasi.
Oleh karena pada umumnya pembayaran bunga untuk obligasi dilakukan per 6 bulan,
maka untuk perhitungan anuitas bunga obligasi sama seperti cara menghitung present value
Rp. 1,00 yang pembayaran bunganya dilakukan per 6 bulan (compounded semianually) dan
jumlah periode penerimaan bunga adalah (m X n) = 2 kali dalam setahun masing-masing
sebesar 0,5 dari tingkat bunga yang ditetapkan.
contoh :
Tuan Nobon bermaksud untuk membeli obligasi PT ABC dengan nilai nominal Rp
10.000,00, bunga (coupon rate) 10% yang dibayarkan per 6 bulan, dan jangka waktu obligasi
adalah 20 tahun. Tingkat bunga yang berlaku untuk obligasi yang sejenis dengan obligasi PT
ABC adalah 8%. Tuan Nobon ingin mengetahui berapa jumlah maksimum yang harus
dibayarnya untuk obligasi tersebut?
Untuk menjawab pertanyaa tersebut, maka tingkat bunga atau discount rate yang
digunakan untuk menghitung present value dari obligas tersebut adalah sebesar 4% (tingkat
bunga yang berlaku dipasaran dibagi dua, karena periode pembayaran adalah dua kali dalam
setahun). Seperti dalam contoh sebelumnya, maka jumlah bunga yang diterima dalam setiap
periode pembayaran (6 bulan) adalah sebesar Rp. 500,00 (0,5 X (10% X Rp. 10.000,00), dan
jangka waktu atau periode pembayaran, n, adalah 40 (20 X 20). Perhitungan present value
obligasi dilakukan sebagai berikut :
Present value bunga obligasi
PAn = A (PVIFAi,n)
= Rp 500,00 (PVIFA5%,40)
= Rp 500,00 X 17,159
= Rp 8.577,50
Present value nilai nominal obligasi
P = Rp. 1.420,45
Dari kedua hasil perhitungan present value tersebut maka dengan mudah dapat
diketahui nilai sekarang dari obligasi yang dibeli oleh tuan Nobon yaitu dengan
menambahkan present value dari keseluruhan bunga yang diterima dengan present value dari
nilai nominal obligasi pada ,n, ke-40:
Present value keseluruhan penerimaan bunga = Rp 8.57750
Present value nilai nominal obligasi = Rp 1.450,45
Present value obligasi = Rp 9.997,95

Present value dari obligasi tersebut seharusnya Rp 10.000,00, tetapi karena ada
pembulatan dalam nilai tabel yang digunakan maka terdapat selisih sebesar Rp 2,05. Apabila
tingkat bunga umum sama dengan tingkat bunga obligasi (coupon rate) maka present value
obligasi adalah sebesar nilai nominalnya. Sedangkan penjualan obligasi pada tingkat bunga
yang lebih besar ataupun lebih kecil dari coupun rate obligasi akan menyebabkan present
value obligasi lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai nominalnya. Keadaan seperti ini akan
menyebabkan timbulnya discount atau premium yang harus diamortisasi sepanjang umur
obligasi, sehingga pada saat jatuh tempo, obligasi tersebut akan mempunyai nilai yang sama
dengan nilai nominalnya.

C. Saham Preferen (Preferred Stock)


Sebagai sumber modal jangka panjang perusahaan, saham preferen menduduki posisi
antara long term debt dengan saham biasa. Seperti halnya saham biasa, saham preferen juga
merupakan bagian dari modal sendiri. Seperti halnya long term debt, saham preferen juga
memberikan pendapatan yang relatif konstan di samping itu biaya modal saham preferen
cenderung lebih tinggi dari biaya hutang, karena risiko yang dihadapi pemegang saham
preferen lebih besar dari risiko pemegang obligasi, Pemegang saham preferen memiliki
preferensi atau prioritas dalam pembayaran dividen.
Terdapat dua jenis saham preferen yaitu saham preferen yang kumulatif dan tidak
kumulatif. Saham preferen yang kumulatif selalu diperhitungkan kewajiban pembayaran
dividen sebelum membayar dividen kepada pemegang saham biasa. Jadi misalkan pada satu
tahun tertentu perusahaan tidak mampu membayar dividen kepada pemegang saham preferen
kumulatif ini, maka perusahaan berarti memiliki hutang dan wajib membayarkannya di tahun
yang akan datang sebelum membagikan dividen kepada pemegang saham biasa.

Saham Biasa (Common Stock)


Pemegang saham biasa merupakan pemilik perusahaan yang sebenarnya. Saham biasa
merupakan sumber dana yang permanen, karena akan tertanam dalam perusahaan untuk
jangka waktu yang tidak terbatas selama perusahaan masih menjalankan kegiatan operasi.
Tidak seperti halnya obligasi maupun saham preferen, pemegang saham biasa akan
menikmati kenaikan laba yang diperoleh perusahaan.
Hak-hak pemegang saham biasa adalah:
1. Hak suara dalam rapat umum pemegang saham. Dengan hak tersebut, pemegang saham
memiliki hak untuk memilih direksi untuk mengendalikan perusahaan.
2. Hak memperoleh pembayaran dividen atas dasar per lembar saham yang dimiliki dan
menentukan dividen payout ratio.
3. Hak untuk membeli tambahan saham baru dikeluarkan perusahaan secara proporsional.
Jadi setiap emisi saham baru maka pemegang saham lama mempunyai hak untuk membeli
sejumlah saham tertentu sebelum dijual ke publik.
4. Hak atas aktiva setelah pembayaran hak yang lebih senior dalam likuidasi. Dengan
demikian menerima bagian paling akhir.

Kelebihan Saham Biasa


1. Tidak adanya kewajiban tetap untuk membayar dividen kepada pemegang saham biasa.
2. Saham biasa tidak memiliki jatuh tempo.
3. Saham biasa kurang berisiko bagi perusahaan di banding dengan sumber dana lain.
4. Penggunaan saham biasa akan memperbaiki struktur modal perusahaan dengan
demikian risiko secara keseluruhan akan turun dengan asumsi dividen seluruhnya
dibagikan kepada pemegang saham biasa. Dari segi investor saham biasa memiliki
tingkat risiko yang lebih tinggi dari hutang.

D. Penilaian Saham
a. Menilai Saham Biasa Dengan Pertumbuhan Konstan
Model pertumbuhan konstan dapat diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang
mapan dengan sejarah pertumbuhan yang stabil. Pertumbuhan dividen di kebanyakan
perusahaan yang sudah mapan umumnya dihrapkan akan terus berlanjut dimasa depan
pada tingkat yang kurang lebih sama dengan nilai produk domestik bruto. Atas dasar ini
dividen yang diharapkan dari suatu perusahaan normalnya akan tumbuh dengan tingkat
5 8 % setahun.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk model dengan pertumbuhan konstan adalah:
1) Dividen diharapkan akan tumbuh selamanya dengan tingkat yang konstan.
2) Harga saham diharapkan akan tumbuh dengan tingkat yang sama.
3) Imbal hasil dividen yang diharapkan adalah konstan.
4) Imbal hasil keuntungan modal yang diharapkan konstan dan nilainya sama dengan g.
Nilai saham:
Po = D1 / (1+Ks)1 + D2 / (1+ Ks)2 +
Dimana:
Po = harga pasar
D1 = dividen yang diharapkan pada akhir tahun pertama
Ks = Tingkat pengembalian yang diminta

Po = D1 / (Ks g)
Dimana:
g = tingkat pertumbuhan (growth rate) yang diharapkan dari dividen.
Syarat untuk formula di atas adalah Ks > g
Contoh:
Perusahan PT MMM membayar dividen Rp 700, tingkat pengembalian saham yang
diminta adalah Ks = 15% dan investor berharap dimasa depan dividen akan tumbuh secara
konstan sebesar 8%. Maka nilai saham untuk pertumbuhan konstan adalah:
Po = D1 / (Ks g)
Po = 700 / (0,15 0,08) = 10000

b. Menilai Saham Biasa Dengan Pertumbuhan Nonkonstan


Pertumbuhan nonkonstan adalah suatu bagian dari siklus hidup perusahaan di mana
perusahaan tumbuh jauh lebih cepat dari pada perekonomian secara keseluruhan. Kita
asumsikan bahwa dividen akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang tidak konstan
selama N periode, N sering disebut tanggal akhir atau tanggal horizon.
Formula nilai akhir atau nilai horizon:
PN = (DN + 1) / (Ks g)
Nilai saham biasa dengan pertumbuhan nonkonstan:
Po = D1/(1+Ks)1 + D2/(1+Ks)2 + + DN/(1+Ks)N + PN/(1+Ks)N
c. Menilai Saham Preferen
Saham preferen memberikan hak kepada pemiliknya untuk mendapatkan pembayaran
dividen secara rutin dan dalam jumlah tetap.
Formula nilai saham preferen :
VP = DP / KP

Dimana:
VP = nilai saham preferen.
DP = dividen preferen
KP = Tingkat pengembalian yang diminta.
Contoh:
Perusahaan PT MMM memiliki saham preferen beredar yang membayarkan
dividen sebesar Rp 1000 per tahun. Jika tingkat pengembalian yang diminta dari saham
preferen adalah 10 %, maka nilai dari saham preferen tersebut adalah:
VP = DP/KP
VP = 1000/0,1 = 10000

Anda mungkin juga menyukai